Selasa, 17 September 2013

Yogya Bebas Konflik



JOGJA BEBAS KONFLIK WILAYAH[1]

Oleh: Sutaryono[2]


          Bulan September 53 tahun yang lalu- 24 September 1960- telah lahir Undang-undang Pokok Agraria  yang merupakan tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai nation state untuk memproklamirkan diri sebagai negara agraris. September 29 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 22 September 1984, Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Perda No. 3 Tahun 1984 memberlakukan sepenuhnya UUPA di Yogyakarta. Tahun lalu, melalui UU Nomor 13 tahun 2012 secara yuridis formal DIY betul-betul dinyatakan sebagai daerah istimewa. Pertanyaan yang patut diajukan kemudian adalah apakah penggalan-penggalan peristiwa di atas, dalam konteks kekinian berimplikasi pada keistimewaan yang bermanfaat bagi masyarakat luas?
          Sungguh menggembirakan, ternyata DIY benar-benar istimewa. Dalam konteks ini satu keistimewaan yang patut diinformasikan kepada khalayak adalah bahwa semua jengkal tanah di wilayah DIY sudah terbebas dari konflik. Seluruh wilayah perbatasan DIY dengan provinsi lain dan/atau antar kabupaten/kota di DIY telah terbebas dari konflik. Kondisi demikian, merupakan keistimewaan yang tidak dijumpai di wilayah provinsi lain di Indonesia.
          Dekade terakhir di DIY terdapat 8 wilayah perbatasan, yang mencakup 1 (satu) wilayah perbatasan DIY dengan Provinsi Jawa Tengah, dan 7 wilayah perbatasan antar kabupaten/kota di DIY yang bermasalah. Dari kedelapan wilayah tersebut, sebanyak tujuh wilayah telah memenuhi aspek yuridis berupa penetapan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Batas Daerah, serta aspek teknis berupa teridentifikasinya koordinat posisi pilar di lapangan. Pada awal tahun 2013 hanya terdapat satu wilayah yang batas daerahnya belum terselesaikan yakni antara Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, yang terdiri dari tiga segmen: (a) Perum Polri Gowok; (b) Komplek AURI selatan rel; dan (c) Komplek AURI utara rel.
          Pada tanggal 27 Juni 2013 yang lalu, perbedaan pendapat terhadap batas wilayah pada ketiga segmen telah disepakati oleh semua pihak. Tim Teknis/Independen Pelaksanaan Penegasan Batas Daerah antara Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Bantul DIY, yang dipimpin oleh Kepala Bagian Pemerintahan Umum, Biro Tata Pemerintahan Setda DIY, telah berhasil memberikan rekomendasi yang disepakati oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dan Sleman. Kesepakatan ini berimplikasi pada terselesaikannya seluruh permasalahan batas daerah di DIY, sehingga DIY dapat dikatakan telah terbebas dari konflik batas wilayah.
          Berkenaan dengan kasus-kasus pertanahan, ternyata data yang ada di DIY menunjukkan hal yang cukup menggembirakan. Secara nasional, akhir tahun 2012 tercatat sejumlah 8.307 kasus pertanahan. Dari jumlah tersebut, sampai saat ini sekurang-kurangnya 4.302 kasus terselesaikan, sehingga masih lebih dari separuh kasus belum terselesaikan. Untuk DIY, data yang di release Kanwil BPN DIY, pada akhir tahun 2012 terdapat 30 sengketa pertanahan yang dapat diselesaikan dari 32 sengketa yang tersebar di lima kabupaten/kota. Artinya hanya 2 sengketa yang belum terselesaikan.
          Fakta di atas menunjukkan bahwa permasalahan konflik wilayah dan kasus-kasus pertanahan di DIY dapat ditangani dan diantisipasi dengan baik. Kondisi ini tidak terlepas dari kondusifnya kondisi sosial politik di wilayah DIY. Filosofi hamemayu hayuning bawana ternyata telah terinternalisasi dengan baik pada masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat, sehingga dinamika sosial dan politik yang terjadi dimasyarakat dipahami sebagai sebuah kewajaran. Hamemayu hayuning bawana dimaknai sebagai kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan keselamatan dunia adalah mencakup seluruh perikehidupan, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Terbebasnya DIY dari konflik wilayah ini menunjukkan sebuah keistimewaan yang perlu terus dipelihara, dipupuk dan dikembangkan agar keistimewaan ini mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Hal penting dilakukan mengingat sengketa dan konflik dapat disebabkan oleh tidak jelasnya batas wilayah, baik antar desa, antar kabupaten/kota maupun antar provinsi. Batas daerah yang pasti (fixed boundary) merupakan elemen penting bagi daerah untuk dijadikan alas hak bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 16 September 2013 hal 14
[2] Dr. Sutaryono, Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) & Prodi PW Fak. Geografi UGM , Anggota Tim Teknis/Independen Pelaksanaan Penegasan Batas Daerah Pemda DIY.