Fungsi Sosial Tanah[1]
Oleh:
Sutaryono[2]
Pekan
lalu, kita semua dikejutkan dengan berita pembongkaran pagar sebuah perumahan
yang menutup akses jalan sebuah sekolah oleh Walikota Yogyakarta (KR,
05-01-2016). Mengejutkan sekaligus memprihatinkan, mengingat kejadian ini
terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dikenal dengan tingkat keberagaman
dan toleransi yang tinggi. Pertanyaannya adalah, kenapa hal ini bisa terjadi?
Apakah makna sosial atas tanah sudah mulai meluntur ataukah kepentingan privat
atau kelompok mulai mengedepan. Pertanyaan ini akan dijawab melalui pendekatan
administrasi pertanahan.
Hak,
Batas dan Tanggungjawab Atas Tanah
Berkenaan
dengan hak atas tanah, baik dipergunakan untuk privat (hunian) maupun untuk
publik (fasilitas umum dan fasilitas sosial), berlaku kaidah-kaidah
administrasi pertanahan, yang dikenal dengan konsep Right, Restriction dan Responsibility (3R). Right dimaknai sebagai hak, yakni
hubungan hukum antara objek hak (tanah) dengan subjeknya (pemegang hak). Restriction dimaksudkan sebagai
batasan-batasan bagi subjek hak dalam menggunakan dan mamanfaatkan tanah,
sedang responsibility adalah
tanggungjawab bagi subjek hak (pemilik tanah) sehubungan dengan hak yang
dimilikinya. Ketiga hal ini saling terkait, melekat dan tidak dapat diterapkan
secara terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang hak atas tanah, baik
perorangan maupun badan hukum, di dalam haknya mengandung pula batasan-batasan
berikut tanggungjawabnya.
Dalam
konteks perumahan permukiman, hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati,
dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
dan teratur, tidak harus direalisasikan dengan menutup akses pihak lain untuk
memanfaatkan fungsi sosial atas tanah. Dalam hal ini, apabila ada penutupan
akses jalan pada kawasan permukiman terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan terhadap jalan itu, perlu dicermati dan ditinjau kembali.
Berfungsi
Sosial
Secara
normatif, para pendiri bangsa telah secara bijak merumuskan hak-hak atas tanah sebagaiman
diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Secara jelas dan tegas
disebutkan pada Pasal 6 UUPA, bahwa ‘semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial’. Hal ini menunjukkan bahwa
hak atas tanah tidak dibenarkan apabila dipergunakan (atau tidak dipergunakan)
semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau menimbulkan kerugian
bagi masyarakat. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus disesuaikan dengan
keadaan dan sifat haknya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan
Negara. Dalam konteks ini, apapun alasannya, menutup akses jalan adalah
bertentangan dengan hakekat fungsi sosial tanah.
Dalam
hubungannya dengan pembangunan perumahan permukiman, sebagaimana diatur dengan
UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan
pembangunan perumahan meliputi pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum; dan/atau peningkatan
kualitas perumahan.
Hal ini mensyaratkan bahwa pembangunan perumahan oleh pengembang harus disertai
dengan prasarana, sarana dan utilitas umum. Prasarana, sarana dan utilitas umum
inipun bukan menjadi otoritas pengembang ataupun penghuni perumahan, tetapi
menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, mengingat prasarana,
sarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun harus diserahkan kepada
pemerintah kabupaten/kota. Penyerahan ini bertujuan agar terjamin keberlanjutan pemeliharaan dan
pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas di lingkungan perumahan dan
permukiman. Dengan demikian, maka tidak
ada alasan bagi pengembang ataupun warga perumahan untuk menguasai mutlak
prasarana perumahan berupa jalan dengan menutup akses bagi pihak lain.
Dalam
hal ini, berdasarkan Permendagri 9/2009,
prasarana mencakup jaringan jalan, pembuangan air limbah, air hujan (drainase),
tempat pembuangan sampah. Adapun sarana perumahan dan permukiman mencakup sarana
perniagaan, pelayanan umum dan
pemerintahan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman,
pertamanan, ruang terbuka hijau dan sarana parkir.
Sedangkan utilitas umum dapat berupa jaringan air bersih, jaringan listrik,
telepon, gas, jaringan transportasi, pemadam kebakaran dan sarana penerangan
jasa umum.
Kasus pembongkaran pagar perumahan yang membatasi
akses jalan di atas menunjukkan kepada kita semua dan pemerintah kabupaten/kota
tentang pentingnya fungsi sosial atas tanah serta perlunya penertiban terhadap
prasarana, sarana dan utilitas umum yang dibangun oleh pengembang yang belum
diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota.