Pengelolaan
Aset Desa[1]
Oleh:
Sutaryono[2]
Terbitnya UU No. 6/2014 tentang Desa dua tahun
lalu merupakan babak baru dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Mengapa?
Karena UU tersebut menempatkan desa pada posisi yang strategis dalam konstelasi
tata pemerintahan di negeri ini. Desa Membangun dan Membangun Desa merupakan
implementasi Agenda Strategis Jokowi-JK dalam Nawa Cita ke-3, yakni ‘membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan’.
Peran
Desa
Posisi strategis desa dan agenda besar
pemerintahan saat ini diyakini mampu memperkuat peran desa dalam mempercepat
upaya pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan di perdesaan. Peran tersebut
dapat dimainkan oleh desa, mengingat: (1) desa sebagai institusi yang memiliki
organisasi dan tata pemerintahan yang mempunyai otoritas dalam pengelolaan
kebijakan, perencanaan, keuangan, dan melakukan pelayanan dasar bagi warga
masyarakat; dan (2) desa sebagai subjek yang dapat memandirikan diri dengan
mengembangkan aset-aset lokal sebagai sumber penghidupan bersama.
Disamping masalah anggaran dan
keuangan desa yang besar dan sumberdaya manusia yang terbatas, persoalan
pengelolaan aset desa juga merupakan persoalan yang krusial. Dalam hal ini Aset
Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak
lainnya yang sah. Bentuknya berupa tanah kas Desa,
tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa,
pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik
desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik desa. Apabila desa mampu melakukan
pengelolaan aset secara baik dan
berkelanjutan niscaya peran desa dalam pengentasan kemiskinan dan
keterbelakangan akan segera terwujud.
Pengelolaan
Aset Pro Rakyat
Bagi
pemerintah desa, aset desa dapat menjadi sumber pendapatan desa, kekayaan desa,
dan modal usaha desa untuk kegiatan-kegiatan pembangunan. Bagi masyarakat desa,
pengelolaan aset desa dapat memberi manfaat: (a) membuka kesempatan bekerja dan
berusaha; (b) meningkatkan pendapatan masyarakat desa; dan (c) memberikan
penguatan dan eksistensi untuk kemandirian masyarakat desa.
Untuk
mewujudkan pengelolaan aset desa yang pro rakyat sekaligus mampu memberikan
jaminan kemandirian desa, diperlukan beberapa agenda kebijakan yang meliputi:
(1) pengaturan secara tegas tentang penyerahan kembali aset desa yang digunakan
oleh institusi supradesa beserta konsekuensinya; (2)
adanya kebijakan pada level pemda untuk menghormati dan mengakui
kewenangan desa melalui pemberian otoritas desa untuk: (a) melakukan
perencanaan penggunaan dan pemanfaatan ruang di wilayah desa sepanjang tidak
bertentangan dengan garis kebijakan pemda; (b) mengelola aset desa tanpa
intervensi pemda; (c) menetapkan perdes tentang retribusi bagi aset-aset desa
yang berhubungan dengan kepentingan publik, misal pasar desa dan wisata desa;
(d) mengembangkan aset desa yang berupa sumberdaya alam, tradisi dan kultur,
sumberdaya manusia dan kelembagaan yang ada di desa sesuai dengan kewenangan
desa berdasarkan asal-usul maupun kewenangan lokal desa; (3) memberikan jaminan bagi hasil atau keuntungan eksplorasi dan
eksploitasi sumberdaya alam yang berada di wilayah desa, mengingat desa adalah
salah satu stake holder yang paling
berkepentingan terhadap wilayah tersebut. Bagi hasil ini merupakan hak bagi
desa dan seluruh warganya berdasarkan konstitusi; (4) penempatan desa sebagai share
holding dalam eksplorasi. Agenda ini menempatkan desa sebagai salah satu stake holder dalam eksplorasi sumberdaya
agraria/alam yang merupakan aset desa, sehingga memungkinkan desa untuk
mendapatkan benefit yang adil dalam pengelolaan aset desa; (5) pengelolaan aset desa yang bersifat keruangan sebagai bagian
dari pembangunan kawasan perdesaan perlu diberikan kerangka regulasi yang tegas
melalui rencana tata ruang berbasis desa.
Di tengah pergantian Menteri Desa, PDT
dan Transmigrasi yang konon dikabarkan terlambat mengakselerasi kebijakan
tentang desa, maka saatnya bagi desa dan pemangku kepentingan terkait untuk
segera merumuskan agenda pengelolaan asset desa. Agenda pengelolaan asset desa
yang fungsional, efisien, terbuka, akuntabilitas,
berkelanjutan serta berorientasi untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat
niscaya akan berkontribusi positif dalam percepatan pengentasan kemiskinan dan
keterbelakangan.