Rabu, 29 November 2017
Selasa, 14 November 2017
Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan-Manajemen Pertanahan
Buatlah Resume Berdasarkan Seminar Internasioanl 'Land Consolidation
as an Instrument to Support Sustainable Spatial Planning', 16 November
2017 di STPN Yogyakarta, dengan ketentuan:
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan
Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan-Perpetaan
Buatlah Resume Berdasarkan Seminar Internasioanl 'Land Consolidation as an Instrument to Support Sustainable Spatial Planning', 16 November 2017 di STPN Yogyakarta, dengan ketentuan:
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan
Kamis, 09 November 2017
Tata Ruang Vs Tata Uang
Tata
Ruang Vs Tata Uang[1]
Oleh: Sutaryono[2]
Banyak orang lupa atau bahkan tidak
tahu, bahwa tanggal 8 November adalah Hari Tata Ruang Nasional. Hal tersebut
ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2013, yang ditandatangani
oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Penetapan hari tata ruang
tersebut dilakukan dengan pertimbangan perlunya upaya meningkatkan kesadaran
dan peran masyarakat di bidang penataan ruang dan sosialisasi berbagai
kebijakan pemerintah di bidang penataan ruang, baik di pusat maupun daerah. Hal
ini menunjukkan bahwa pemerintah telah menyadari bahwa penataan ruang sebagai guidance pembangunan harus senantiasa disosialisasikan
dan dikampanyekan agar benar-benar ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan.
Hingga kini, realitas menunjukkan bahwa tata ruang belum menjadi mainstream (arus utama) dalam
pengambilan kebijakan pembangunan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa tata ruang
yang harusnya berperan dalam pengendalian pemanfaatan ruang justru menjadi
instrumen dalam ‘tata uang’. Mengapa? Proses pembangunan saat ini cenderung
sarat dengan kepentingan pemodal yang menempatkan ‘uangnya’ untuk berproduksi
pada ruang-ruang yang menguntungkan. Kepentingan ini menjadikan munculnya
komersialisasi ruang dalam pembangunan wilayah, dimana ‘tata uang’ menjadi
faktor yang dominan dalam pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan ruang.
Penataan ruang yang di dalamnya terdapat fungsi pengendalian justru bergeser
mengikuti ‘tata uang’ yang dimainkan oleh pemodal.
Proyek-proyek pembangunan diluar
pembangunan infrastruktur menunjukkan fenomena bermainnya ‘tata uang’. Secara
kasat mata dapat dilihat betapa kebijakan pemanfaatan ruang bias kepentingan pemodal dan menimbulkan
pro kontra di kalangan masyarakat. Sebut saja reklamasi di Teluk Jakarta,
pembangunan Kota Baru Meikarta, pembangunan Kota Baru Manado, masifnya bangunan
di kawasan Puncak Bogor, maupun berjejalnya pembangunan hotel, mall dan
apartemen di Yogyakarta ataupun maraknya pembangunan perumahan di Sleman dan
pembangunan fasilitas pariwisata di zona resapan air & Kawasan Rawan
Bencana Merapi. Sebagian diantaranya seolah menafikan kepentingan masyarakat
dan keberlanjutan lingkungan.
Perizinan yang semestinya menjadi
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang diterabas tanpa peduli kaidah-kaidah
pembangunan. Kuasai tanahnya, bangun property-nya,
langsung dipasarkan, perizinan dapat dilakukan kemudian. Bahkan ada pengembang
yang baru menguasai sebagian tanahnya sudah langsung berani memasarkan property yang akan dibangun. Tentu
praktik-praktik demikian mengabaikan azas kepatutan dalam berusaha, bahkan
cenderung melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Izin Prinsip, Izin Lokasi, Izin Pemanfatan Tanah, Izin Lingkungan
dan Izin Mendirikan Bangunan yang kesemuanya didisain agar proyek pembangunan yang
akan dilakukan benar-benar terjaga keberlanjutannya sekaligus terwujudnya
tertib ruang menjadi tidak ada artinya ketika ‘tata uang’ mendelegitimasi
seluruh proses perizinan.
Kondisi demikian sudah selayaknya tidak
terjadi lagi. Seluruh pemangku kepentingan harus benar-benar memperhatikan tata
ruang dalam melakukan aktifitas pembangunan. Proyek-proyek pembangunan yang
dilakukan tanpa izin atau bahkan melanggar tata ruang harus segera ditindak tegas.
Pemberian kelonggaran bagi pengembang yang membangun tanpa izin atau bahkan
melanggar tata ruang hanya menimbulkan preseden buruk bagi upaya penegakan
maupun upaya menciptakan tertib ruang. Momentum Hari Tata Ruang Nasional ini
perlu dijadikan titik tolak untuk menempatkan Rencana Tata Ruang Wilayah
sebagai guidance pembangunan yang
keberadaannya wajib ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan.
Telah secara tegas disebutkan dalam
Undang-undang Penataan Ruang (UU 26/2007) bahwa pengaturan tentang penataan
ruang diorientasikan untuk mewujudkan
ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Oleh karena itu mainstreaming (pengarusutamaan) penataan ruang harus dilakukan
terhadap seluruh pemangku kepentingan (KR, 12-08-2014). Mainstreaming tata ruang dalam pembangunan dimaksudkan
agar setiap proses pengambilan kebijakan dan implementasi kebijakan pembangunan yang mengalokasikan dan memanfaatkan ruang harus
menempatkan aspek tata ruang sebagai pertimbangan utama.
Tata
ruang harus menjadi ‘jenderal’ yang mengarahkan dan men-drive pembangunan wilayah yang memanfaatkan ruang. Oleh karena itu,
pemerintah dan pemerintah daerah harus segera menyempurnakan dan melengkapi
berbagai regulasi tentang penataan ruang hingga tersedianya Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi secara lengkap, sebagai instrumen utama pengendalian
pemanfaatan ruang. Selamat Hari Tata Ruang Nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)