Mewujudkan
Catur Tertib Pertanahan[1]
Oleh:
Dr. Sutaryono[2]
Pada
akhir tahun 2022 hingga saat ini kita disuguhi dengan berbagai bencana,
utamanya banjir dan tanah longsor, meskipun dengan skala terbatas. Bencana banjir
dan longsor tidak hanya disebabkan oleh adanya curah hujan yang tinggi, tetapi
juga dipicu oleh adanya gempa bumi, sebagaimana terjadi di Cianjur. Kondisi
tersebut tentu tidak terjadi begitu saja, banyak aspek yang mempengaruhinya.
Dalam konteks ini, tanpa menafikan kondisi iklim dan cuaca yang kurang baik,
salah satu penyebab banjir dan longsor adalah pengelolaan pertanahannya,
utamanya pada penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanahnya.
Mengapa? Karena matra utama sumberdaya alam dan lingkungan kita adalah tanah,
yang direpresentasikan pada persil atau bidang-bidang tanah yang bersifat unik.
Persil atau bidang-bidang tanah tersebut berperan sebagai objek yang di atasnya
melekat subjek hak atas tanah, baik yang bersifat perorangan, komunal maupun
badan hukum.
Dalam
kerangka administrasi pertanahan, pada bidang-bidang tanah tersebut berlaku
kaidah-kaidah administrasi pertanahan, yang dikenal dengan Right, Restriction dan Responsibility (3R). Right dimaknai sebagai hak, yakni
hubungan hukum yang sah antara objek hak (tanah) dan subjeknya (pemegang hak),
yang dibuktikan dengan dokumen hak atas tanah. Kaidah ini mengukuhkan adanya
jaminan kepastian hukum penguasaan dan pemilikan tanah.
Restriction
dimaksudkan sebagai pembatasan hak, yakni batasan bagi subjek hak dalam
menggunakan dan mamanfaatkan tanah, Dalam hal ini bidang tanah yang dikuasai,
penggunaan dan pemanfaatannya: (1) harus sesuai dengan rencana tata ruang; (2)
mempunyai fungsi social; dan (3) harus dilepaskan apabila akan digunakan bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.
Responsibility
adalah tanggungjawab bagi subjek hak terkait dengan hak atas tanah yang
dimilikinya untuk: (1) memelihara tanahnya; (2) menggunakan dan memanfaatkan tanah
sesuai hak yang diberikan; (3) memelihara
tanda batas & dokumennya. Ketiga
hal di atas (3R) saling terkait, melekat dan tidak dapat diterapkan secara
terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang hak atas tanah, baik perorangan,
kolektif maupun badan hukum, di dalam haknya mengandung pula batasan-batasan
berikut tanggungjawabnya. Apabila kaidah-kaidah administrasi pertanahan
tersebut diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan, maka akan terwujud apa
yang disebut dengan tertib pertanahan.
Mewujudkan
Tertib Pertanahan
Untuk
mengantisipasi terjadinya bencana sekaligus dalam rangka mewujudkan tertib
pertanahan pemerintah sudah cukup lama menetapkan kebijakan tertib pertanahan
yang dikenal dengan Catur Tertib Pertanahan. Catur Tertib Pertanahan ini diatur
melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita) ke-3. Dalam hal ini Catur Tertib Pertanahan terdiri dari: (a)
tertib hukum, dimana setiap bidang
tanah diberikan jaminan kepastian hukum berkenaan
dengan penguasaan atau pemilikannya dan dibuktikan dengan tanda bukti/dokumen yang
kuat berupa sertipikat tanah; (b) tertib
administrasi, terkait dengan tertibnya administrasi pertanahan
berikut layanan publik di bidang pertanahan; (c) tertib penggunaan tanah, dalam hal ini setiap hak atas harus dipastikan
penggunaannya sesuai dengan sifat hak yang diberikan, sesuai dengan potensi
tanahnya serta memberikan kemanfaatan dan kesejahtraan masyarakat; dan (d) tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup, yakni
memastikan bahwa setiap pemegang hak atas memanfaatkan dan memelihara tanahnya
demi keberlanjutan lingkungan.
Untuk
mewujudkan tertib pertanahan melalui Catur Tertib Pertanahan, pemerintah juga
telah menelorkan Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan. Gerakan ini diatur
melalui Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan. Dalam
operasionalnya gerakan ini dilakukan secara massif berbasiskan partisipasi
masyarakat yang dikenal dengan Kelompok Sadar dan Tertib Pertanahan
(Pokmasdartibnah). Namun demikian, sudah lebih dari 2 (dua) dekade ini Gerakan
Sadar dan Tertib Pertanahan serta keberadaan Pokmasdartibnah tidak lagi menjadi
program pemerintah.