SINKRONISASI KEISTIMEWAAN TATA RUANG
& PERTANAHAN[1]
Oleh:
Sutaryono[2]
Penghujung
tahun 2013 ini, pasca terbitnya Perdais Nomor 1 Tahun
2013 Tentang
Kewenangan
Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan babak baru implementasi kewenangan
keistimewaan bagi DIY. Babak baru ini
ditandai oleh kegiatan yang dirancang, dibiayai dan diorientasikan dalam rangka
keistimewaan. Dalam hal ini Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum
yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan
mengurus kewenangan istimewa. Berkenaan dengan hal tersebut, dua kewenangan
dalam urusan keistimewaan yang berimplikasi luas, berkelanjutan serta
membutuhkan sinkronisasi yang kuat dan ketat adalah kewenangan urusan tata
ruang dan pertanahan. Mengapa? Karena, kedua keistimewaan ini mempunyai objek,
pemangku kepentingan dan dampak kepada masyarakat luas yang hampir sama.
Persoalannya adalah, bagaimana dua urusan yang interseksinya sangat kuat,
diurusi oleh lembaga yang berbeda dengan budget & bentuk kegiatan berbeda
serta berdampak luas ini dapat disinkronkan?
Pertanyaan di atas harus mendapatkan
jawaban dan alternatif solusi yang tepat agar kewenangan urusan keistimewaan
dapat berkontribusi positif dalam terwujudnya kesejahteraan masyarakat Ngayogyakarta
Hadiningrat. Beberapa persoalan dan
isu yang perlu mendapat perhatian yang seksama adalah: (1) objek keistimewaan. Pasal
34 (1) UU 13/2012 menyebutkan bahwa kewenangan kasultanan dan kadipaten dalam
tata ruang terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah kasultanan dan tanah
kadipaten, padahal secara keruangan objek SG-PAG tidak secara masif berada pada
satu lokasi. Pasal 32 (4) UU 13/2012 menyebutkan Tanah
Kasultanan dan tanah Kadipaten meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon
yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY, dimana secara fisik dan yuridis belum secara nyata dapat teridentifikasi
di lapangan; (2) kewenangan urusan
keistimewaan ada pada Pemda DIY, sementara wilayah secara administratif dan
keruangan adalah kewenangan daerah otonom (kabupaten/kota); (3) kelembagaan
yang mengatur, mengelola dan memonitor keberadaan SG-PAG di setiap wilayah
kabupaten/kota tidak seragam, meskipun secara khusus SG dikelola oleh
Penghageng Wahana Sartakriya (Panitikisma) dan PAG dikelola oleh Kawedanan Kaprajan;
(4) kedudukan RTRW Kabupaten/Kota dihadapan kebijakan tata ruang keistimewaan,
mengingat kebijakan tata ruang keistimewaan berada pada level Pemda DIY; (5) penggunaan
dan pemanfaatan ruang/tanah oleh perorangan maupun badan hukum yang saat ini
masih eksis, baik yang sudah dilandasi oleh suatu alas hak ataupun yang belum.
Berbagai persoalan dan isu di atas
perlu dibingkai dalam satu koridor yang dipahami dan disepakati oleh berbagai
stake holders yang berkepentingan terhadap ruang dan/atau tanah dalam konteks
keistimewaan. Kesepahaman terhadap prinsip dan filosofi dasar keistimewaan
merupakan prasyarat bagi terselenggaranya sinkronisasi yang baik antara urusan
tata ruang dan pertanahan. Paling tidak
terdapat 4 prinsip dan filosofi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam sinkronisasi,
yakni: (1) hamemayu hayuning bawana, yang
merupakan hak dan kewajiban
istimewa untuk melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia
dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada
memenuhi ambisi pribadi
atau golongan; (2) sangkan
paraning dumadi, yakni pemahaman terhadap asal mula manusia dan tujuan
terakhirnya yang sangat erat dengan kuasa ilahiyah; (3) manunggaling kawula lan Gusti, merupakan prinsip kepemimpinan
demokratis dan humanisme, yang
tentunya diorientasikan untuk kemaslahatan masyarakat luas; (4) tahta untuk
rakyat, yang
esensinya adalah kebersamaan dan
orientasi kekuasaan untuk kepentingan masyarakat luas.
Apabila
prinsip dan filosofi di atas dijadikan dasar dalam sinkronasi dan dapat
terinternalisasi dalam setiap pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan kegiatan
dalam rangka keistimewaan maka sinkronisasi sudah mulai dilakukan. Sinkronisasi
berikutnya tinggal bersifat teknis administratif seperti pembedaan objek
kewenangan dalam tata ruang & pertanahan, mekanisme penyelenggaraan
kegiatan, kedudukan tata ruang keistimewaan dengan RTRW kab/kota, serta
pembedaan kelembagaan yang mengelola tata ruang dan pertanahan pada semua
kab/kota. Hal ini bisa dilakukan agar agenda keistimewaan dapat berproses
secara produktif, konstruktif & semakin mengukuhkan Keistimewaan
Ngayogyakarta Hadiningrat.
pak sy ini skripsi ttg legislasi perlindungan lahan pak, saya copy sedikit info dr sini ya pak. trims
BalasHapusopo itu legislasi perlindungan lahan? silahkan kalo ada yg bisa digunakan, yg penting tulis sumber yo...
BalasHapuswah malah jadinya bingung pak..sepertinya ganti judul ini ..hehehee.
BalasHapuskemarin kan rencana mau neliti peran dprd bantul (legislatif) utk perlindungan lahan pertanian, ternyata perdanya sampai skrg blm jadi jadi. terus sm pak sukayadi disuruh pindah ke sleman aja yg bnyk perubahan penggunaan tanahnya dr pertanian ke non pertanian. tp bingung lg mulainya dr mana. hehheeehee
sy malah kepikiran mengenai pemanfaatan tanah SG di sleman yg banyak dipakai instansi atau sekolahan2. jd pengennya neliti pemberian landasan hak yang kuat atas tanah sultan ground yang dipakai oleh pemda sleman. jd malah berbeda dr topik awalnya.. hehehee
mbok jangan ikuti pikiran yang mbolak-mbalik...ntar ga ada progres. 3 Prinsip Penting utk skripsi beres: 1. Suka dg topiknya (pilih dong yg suka); 2. Yakin bisa topik yg anda suka; 3. tersedia datanya....wis, go a head!
BalasHapus