Tanah dan Ruang untuk
Keadilan[1]
Oleh:
Dr. Sutaryono[2]
‘Tanah dan Ruang untuk
Keadilan dan Kemakmuran’, merupakan tema Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru)
Tahun 2018. Mengapa? Karena pemerintah menyadari bahwa tanah dan ruang
sebagai satu kesatuan utuh merupakan faktor utama yang dapat memberikan
keadilan dan kemakmuran dalam penggunaan dan pemanfaatannya untuk seluruh rakyat
Indonesia.
Meskipun ahistori,
peringatan Hantaru dimaksudkan untuk mengingat integrasi urusan pemerintahan di bidang
tata ruang dan bidang keagrariaan-pertanahan ke dalam Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang melahirkan
agenda strategis nasional di bidang agraria dan pertanahan. Rentang peringatan Hantaru dimulai tanggal 24
September hingga tanggal 8 November. Tanggal 24 September dimaksudkan sebagai
peringatan kelahiran Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) sekaligus yang
diperingati sebagai Hari Tani, sedangkan tanggal 8 November diperingati sebagai
Hari Tata Ruang Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2013.
Permasalahan yang Berkelindan
Terlepas dari serimoni
Hantaru, hal yang lebih esensial adalah adanya pemahaman bahwa tanah dan ruang
adalah satu kesatuan yang mampu memberikan keadilan dan kemakmuran. Pemahaman
ini sangat penting, mengingat selama ini yang dipandang sebagai matra utama
yang mampu memberikan keadilan adalah tanah. Padahal penguasaan dan pemanfaatan
ruang yang mempunyai dimensi lebih luas justru sangat berpengaruh terhadap
terwujudnya keadilan dan kemakmuran. Hal itu secara praksis ditunjukkan oleh
berkelindannya permasalahan penataan ruang dan pertanahan. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi antara lain (Sutaryono, 2017):
(1) pengajuan pemecahan sertifikat oleh pengembang di Kawasan RTH tidak dapat
diproses; (2) perpanjangan izin pemanfaatan ruang tidak dapat diproses karena pola
ruangnya berbeda; (3) penguasaan tanah oleh masyarakat yang sudah turun-temurun
tidak dapat diproses karena berada dalam kawasan hutan; (4) masyarakat mengusai
atau memiliki tanah di kawasan ruang terbuka hijau; (5) pemanfaatan ruang sesuai
dengan RTRW lama, tetapi berbeda dengan RTRW hasil perubahan; (6) terjadi
pergeseran antara pemberian izin lokasi
dan IMB antara RTRW lama dan RTRW baru; (7) kawasan lindung (sesuai RTRW) yang
dikuasai masyarakat dengan hak milik atau alas hak lainnya.
Berbagai permasalahan di
atas menunjukkan bahwa nuansa keadilan menjadi berkurang bahkan tidak ada,
akibat ketidaksinkronan antara urusan pertanahan dan tata ruang. Oleh karena
itu, berbagai agenda strategis telah, sedang dan akan terus dilakukan oleh
Kementerian ATR/BPN untuk memastikan bahwa tanah dan ruang adalah sumber
keadilan dan kemakmuran.
Agenda Strategis
Sesuai
dengan Tema Hantaru Tahun 2018, beberapa agenda strategis yang sedang
dijalankan antara lain: (1) penguatan hak rakyat atas tanah melalui Pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), yang ditargetkan 7 juta bidang pada tahun 2018
ini; (2) merealisasikan agenda reforma agraria melalui redistribusi 350.000
bidang tanah di berbagai wilayah; (3) percepatan pengadaan tanah untuk
mendukung 245 proyek strategis nasional dan pembangunan infrastruktur untuk
kepentingan umum; (4) penanganan sengketa dan konflik pertanahan dan tata
ruang; (5) menjalankan perijinan secara terintegrasi melalui Online Single Submission (Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik);
(6) penataan dan pengendalian penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang secara
terintegrasi; dan (7) melakukan upaya-upaya modernisasi tata kelola dan
pelayanan pertanahan dan tata ruang kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Ketujuh agenda strategis yang sedang dijalankan ini merupakan komitmen
Kementerian ATR/BPN untuk menunjukkan bahwa integrasi kelembagaan pertanahan
dan tata ruang dalam satu kementerian adalah langkah produktif yang mampu
menyelesaikan berbagai persoalan sektoral secara terintegrasi.
Berbagai
agenda strategis di atas, apabila dapat direalisasikan akan mampu: (1)
menguatkan hak rakyat atas tanah; (2) meminimalkan sengketa dan konflik pertanahan /ruang; (3) memetakan seluruh bidang tanah di Indonesia;
(c) mendukung kebijakan one map policy; (3) mengatasi permasalahan batas administrasi desa/kelurahan,
kecamatan, kota/kabupaten; (4) memfasilitasi
penerimaan pajak yang lebih efektif; (5) mempercepat ketersediaan instrumen
penataan ruang; (6) mempercepat proses perijinan; serta (7) memastikan
terwujudnya keadilan
dan kemakmuran dalam penggunaan, pemanfaatan, pemilikan tanah dan ruang untuk
seluruh rakyat.