Melindungi Keberadaan Negara Agraris[1]
Tidak
ada yang meragukan bahwa Indonesia adalah Negara Agraris. Namun, secara
sarkastis Prof. Tjondronegoro mengungkapkan kegelisahannya melalui buku,
“Negara Agraris Ingkari Agraria” (Tjondronegoro, 2008). Persoalan yang kemudian
mengedepan adalah apakah Capres-Cawapres yang akan berlaga dalam Pilpres 2019
ini telah menyadari bahwa Indonesia adalah Negara Agraris dan telah
mengedapankan kebijakan dan programnya di sektor agraria di dalam visi-misinya?
Dalam Debat Kedua Capres (17-2-2019) dengan tema Infrastruktur, Energi, Pangan,
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, kedua Capres belum secara fundamental
mengemukakan strategi pembangunan kelima sektor dengan berbasiskan
sumber-sumber agraria. Hal-hal yang disampaikan oleh kedua Capres masih bersifat parsial dan cenderung terfokus pada isu-isu yang sedang terjadi tanpa mengemukakan visi
keagariaan secara jelas dan tegas. Padahal persoalan
agraria adalah persoalan yang sangat mendasar bagi kerberlanjutan negara dan
bangsa Indonesia. Mengapa? Dengan luas wilayah kedaulatan 5,2 juta km², terdiri dari luas laut sebesar 3,3 juta m² dan 1,9 juta
km² luas darat serta memiliki sekitar 17.504 buah pulau dan panjang
pantai mencapai 81.000 km, merupakan sumber-sumber agraria yang
luar biasa dan perlu mendapatkan perhatian secara khusus.
Absen-nya isu-isu keagrariaan dan strategi yang diusung untuk menyelesaikannya, mengesankan bahwa Kedua Capres abai atau tidak menempatkan persoalan agraria
sebagai persoalan
mendasar di negeri agraris ini. Hal itu ternyata
terklarifikasi juga pada visi-misi kedua Capres-Cawapres.
Visi-Misi
Capres-Cawapres
Tigapuluhdelapan
halaman Visi-Misi Jokowi – Ma’ruf dengan judul “Meneruskan Jalan Perubahan
Untuk Indonesia Maju: Berdaulat, Mandiri, Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong” tidak secara eksplisit menempatkan sektor agraria ke dalam Sembilan
misinya. Namun dalam misi ke-3, “Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan,
secara jelas menempatkan “redistribusi asset (reforma agraria) demi pembangunan
berkeadilan” sebagai salah satu program aksinya. Ada 3 agenda yang ditawarkan,
yakni: (1) mempercepat
redistribusi aset (reforma agraria) dan perhutanan sosial yang tepat sasaran guna
memberikan peluang bagi
rakyat yang selama ini tidak memiliki lahan/asset untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi; (2) melanjutkan
pendampingan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas tanah objek reforma
agraria dan perhutanan
sosial; dan (3) melanjutkan percepatan legalisasi (sertifikasi) atas tanah tanah milik rakyat dan tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum dan mencegah munculnya sengketa
atas tanah.
Sementara itu Empatbelas halaman visi-misi pasangan Prabowo–Sandi dengan judul “Empat pilar
Menyejahterakan
Indonesia” mengusung visi “Terwujudnya Bangsa
dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, relijius,
berdaulat di bidang politik, berdiri diatas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan
berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan
yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, latarbelakang sosial
dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”.
Sebagaimana Pasangan Nomor
1, pasangan inipun tidak menempatkan kebijakan keagrariaan ke dalam visi-misinya
secara jelas. Pasangan Prabowo – Sandi menempatkan agenda keagrariaan-nya
sebatas pada program aksinya. Dalam Program Aksi Kesejahteraan Rakyat, paling
tidak terdapat tiga program yang berkaitan dengan keagrariaan, yakni: (1) mewujudkan
swasembada pangan dengan mencetak 2 juta hektar lahan baru bagi peningkatan
produksi pangan, terutama beras, jagung, sagu, kedelai, dan tebu; (2) merehabilitasi hutan rusak menjadi hutan alam, Hutan Tanaman
Industri (HTI), dan hutan tanaman pangan; dan (3) menjalankan agenda
Reformasi Agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani sekaligus mendukung
peningkatan produksi di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Dari kedua visi-misi pasangan capres-cawapres, tampak bahwa
agenda-agenda keagrariaan belum mendapatkan perhatian secara
memadai.
Bahkan ada kecenderungan penempatan agenda keagrariaan masih bersifat parsial,
impulsif atau bahkan hanya sekedar pelengkap saja. Idealnya, sebagai Negara agraris
visi-misi yang diusung mestinya berupa kebijakan-kebijakan strategis yang
berhubungan dengan persoalan
mendasar dan persoalan krusial bangsa di sektor agraria, utamanya untuk menyelesaikan
berbagai persoalan ketimpangan struktur dan distribusi penguasaan
sumberdaya agraria, sengketa dan konflik
agraria serta kesejahteraan masyarakat berbasis sumberdaya agraria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar