Memahami Kembali Indonesiaku Indonesiamu[1]
Oleh:
Dr. Sutaryono[2]
Tanggal 28 Oktober, mengingatkan kita semua akan Momentum
Sumpah Pemuda 1928, yang salah satu rumusannya adalah “Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,
Tanah Indonesia”. Rumusan yang sudah
hampir seabad tersebut hingga saat ini masih menunjukkan relevansinya. Ditengah
berbagai ancaman disintegrasi yang selalu muncul dan berkelindan dengan
dinamika politik identitas yang kian terasa, sumpah tersebut menjadi sangat
bermakna. Sumpah yang menunjukkan bahwa founding
fathers kita menyadari sepenuhnya bahwa esensi kebangsaan itu adalah tanah
(baca: tanah air), yang mampu menjadi bingkai perekat persatuan. Sumpah
tersebut merupakan nasionalisme ke-Indonesiaan yang luarbiasa,
mengandung daya ikat dan patriotisme kebangsaan bagi seluruh anak bangsa (KR,
30-10-2017).
Dalam konteks kekinian, sebuah group vocal Keluarga Jerman yang tinggal di Indonesia dengan label
‘Londo Jowo Kabeh’ mengingatkan kita semua dengan lagu yang sarat makna,
‘Indonesiaku Indonesiamu’. Berikut petikan bait pertamanya: “Indonesia Tanah
Air Tercinta. Di sini Ku Hidup Berkarya. Rajut Damai Ragam Suku Agama. Surga
Kecil yang Menjadi Nyata”.
Dua hal di atas menunjukkan bagi kita semua bahwa
Tanah Air Indonesia adalah sebuah entitas bersama, yang harus dijaga bersama
dan dibangun bersama demi keutuhan bangsa dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Ancaman
Disintegrasi
Kondisi ke-Indonesia-an saat ini tengah dihiasi dengan
riak-riak kecil ancaman disintegrasi, baik diakibatkan oleh perbedaan pandangan
politik, ancaman radikalisme, perdebatan peraturan perundang-undangan yang
diwarnai berbagai aksi massa, maupun adanya dinamika sosial dan konflik.
Kondisi demikian menjadi penting bagi kita semua untuk mengedepankan
kepentingan bersama demi terwujudnya keutuhan Bangsa Indonesi. Apalagi di
tengah hadirnya presiden, wapres dan kabinet baru, maka semangat
ke-Indonesia-an haruslah semakin menguat.
Keutuhan bangsa akan terwujud apabila bumi, air dan
kekayaan yang terkandung didalamnya dikelola secara adil untuk kemakmuran
seluruh bangsa Indonesia. Mengapa? Karena bumi, air dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya adalah ruang hidup, sumber hidup dan hajat hidup seluruh
masyarakat Indonesia. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana
memastikan terwujudnya keadilan dan kemakmuran dalam pengelolaan bumi, air dan
kekayaan alam di dalamnya?
Jawabnya adalah ketika tidak ada lagi ketimpangan
penguasaan tanah dan sumberdaya alam, terselesaikannya konflik agraria dan
sumberdaya alam lainnya, terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat,
serta terciptanya lapangan kerja yang luas dan terentasnya masyarakat dari
kemiskinan. Prasyarat di atas dapat diwujudkan apabila ada kebijakan pemerintah
yang bersifat mendasar dan melibatkan semua pemangku kepentingan yang
berhubungan dengan pengelolaan bumi air dan kekayaan alam yang ada di
Indonesia.
Reforma Agraria
Kebijakan strategis pemerintah saat ini yang secara
politis sudah diamanahkan pada awal Orde Reformasi adalah Pembaruan Agraria,
atau lebih dikenal dengan Reforma Agraria. Agenda reforma
agraria telah diamanahkan melalui Tap No.
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, mengingat
bahwa pengelolaan sumber daya agraria/sumberdaya alam yang
berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan,
ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta
menimbulkan berbagai konflik. Bahkan saat ini telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 86
Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, yang menjadi landasan hukum penyelenggaraan
reforma agraria.
Reforma
agraria dalam perpres tersebut dimaknai sebagai penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikan, pengguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih
berkeadilan melalui penataan asset dan disertai dengan penataan akses untuk
kemakmuran rakyat. Adapun agenda RA ini bertujuan untuk: (a) mengurangi ketimpangan penguasaan dan
pemilikan tanah; (b) menangani sengketa dan konflik
agraria; (c)
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat; (d) menciptakan lapangan kerja untuk
mengurangi kemiskinan; (e) memperbaiki akses masyarakat kepada
sumber ekonomi; (f) meningkatkan ketahanan dan
kedaulatan pangan; dan
(g) memperbaiki dan menjaga kualitas
lingkungan hidup.
Berdasarkan hal di atas,
tampak sekali bahwa apabila agenda reforma agraria dapat dijalankan secara
baik, maka prasyarat keutuhan bangsa akan dapat tercapai. Inilah yang menjadi
‘roh’ Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Indonesiaku-Indonesiamu. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar