Mafia Tanah[1]
Oleh: Dr. Sutaryono[2]
Di penghujung tahun 2021 ini, publik disuguhi wacana dan fakta adanya
kejahatan yang hingga saat ini masih sangat meresahkan dan masih menjadi
ancaman bagi kita semua, yakni mafia tanah. Mafia dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai perkumpulan rahasia
yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Menteri ATR/Kepala BPN, Bapak
Sofyan A. Djalil menyebutkan bahwa mafia tanah adalah penjahat yang menggunakan
tanah sebagai objek kejahatan. Berdasarkan hal di atas, dapat kita pahami bahwa
mafia tanah adalah persekongkolan yang melibatkan berbagai pihak untuk
melakukan kejahatan dengan tanah sebagai objek utamanya. Mengapa tanah menjadi
sasaran objek kejahatan bagi para mafia?
Paling tidak terdapat 4 (empat) alasan
mengapa tanah menjadi objek mafia, yakni: (a) tanah merupakan properti yang
paling bernilai, di mana nilainya tidak akan pernah turun seperti properti
lainnya; (2) tanah mempunyai sifat scarcity atau langka, artinya
keberadaan dan ketersediannya terbatas, sementara hampir semua pihak
membutuhkannya; (3) tanah mempunyai sifat transferability atau mudah
untuk dipindahtangankan; (4) sistem administrasi pertanahan yang belum
sepenuhnya memberikan jaminan keamanan bagi pemegang hak atas tanah.
Adanya keempat hal di atas
memunculkan aktifitas mafia tanah yang melibatkan berbagai pihak. Biasanya
mafia tanah melibatkan oknum pegawai BPN, oknum kepala desa, oknum
notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum aparat penegak hukum, serta
oknum pada Lembaga peradilan. Oknum-oknum tersebut menjalankan operasinya
menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, yang dilakukan secara terorganisir,
rapi dan sistematis. Dalam hal ini jelas bahwa praktik mafia tanah dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki pengetahuan pertanahan sangat memadai dan mempunyai berbagai
akses terhadap data dan informasi (dokumen) pertanahan.
Hingga
Oktober 2021, Business Insight mencatat adanya sejumlah 732 pengaduan
mafia tanah yang penanganannya masih berlangsung. Banyaknya kasus mafia tanah
yang terlapor mendorong Kementerian ATR/BPN telah melakukan berbagai upaya
serius untuk mengantisipasi dan menangani mafia tanah. Salah satunya
bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan membentuk Satuan Tugas (Satgas)
Anti Mafia Tanah pada Tahun 2018.
Mengingat praktik mafia tanah selalu
berhubungan dengan dokumen kependudukan, maka Kementerian ATR/BPN juga telah
bekerjasama dengan instansi yang menangani data kependudukan untuk melakukan
pencegahan pemalsuan data kependudukan, utamanya KTP dan NIK.
Untuk memperbaiki sistem administrasi
pertanahan guna mengantisipasi adanya praktik mafia tanah Kementerian ATR/BPN
telah melakukan upaya-upaya transformasi digital. Dalam hal ini ke depan,
seluruh data dan informasi pertanahan diolah dan disimpan dalam bentuk digital.
Untuk sertipikat tanahnya-pun ke depan berupa sertipikat elektronik, yang
penerapannya dilakukan secara bertahap (Analisis KR, 08-02-2021).
Antisipasi
Mafia dari Desa
Antisipasi dan penanganan mafia tanah perlu
dilakukan melalui kolaborasi multipihak, yakni seluruh jajaran Kementerian
ATR/BPN, kepolisian, kejaksaan, catatan sipil, pemerintah desa hingga para
pemegang hak atas tanah. Dalam konteks
ini upaya antisipasi munculnya mafia tanah lebih dikedepankan.
Antisipasi munculnya mafia tanah dapat
diawali dari desa, dengan aktor utama pemegang hak atas tanah dan pemerintah
desa. Pemegang hak atas tanah harus memastikan bahwa tanahnya sudah terdaftar
dan bersertipikat. Pemerintah desa sebagai organ pemerintah yang langsung
berhubungan dengan masyarakat harus memiliki dan/atau dapat mengakses data
pertanahan secara lengkap.
Program Desa Lengkap yang menjadi agenda Kementerian
ATR/BPN harus segera diwujudkan. Dalam hal ini Desa Lengkap adalah desa yang seluruh
bidang-bidang tanah yang berada di wilayah tersebut sudah memenuhi syarat
lengkap dan valid baik secara spasial maupun yuridis. Secara spasial seluruh
bidang-bidang tanah yang dikuasai oleh subjek hak dan seluruh bidang-bidang
tanah yang terbentuk dari unsur geografis (sungai, jalan, gang, fasum, fasos,
sempadan, dan lain-lain) telah terpetakan. Secara ringkas dikatakan sebagai
Desa Lengkap apabila luas wilayahnya sama dengan total luas bidang-bidang
tanahnya.
Apabila
pemerintah desa dan masyarakat desa sudah mengetahui pemilik bidang-bidang
tanah di seluruh wilayah desanya melalui Desa Lengkap maka peluang munculnya
mafia tanah dapat diantisipasi.