JOGJA
BEBAS KONFLIK WILAYAH[1]
Oleh:
Sutaryono[2]
Bulan
September 53 tahun yang lalu- 24 September 1960- telah lahir Undang-undang Pokok
Agraria yang merupakan tonggak bersejarah
bagi bangsa Indonesia sebagai nation
state untuk
memproklamirkan diri sebagai negara agraris. September 29 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 22
September 1984, Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Perda No. 3 Tahun 1984 memberlakukan
sepenuhnya UUPA di Yogyakarta. Tahun lalu, melalui UU
Nomor 13 tahun 2012 secara yuridis formal DIY betul-betul dinyatakan sebagai
daerah istimewa. Pertanyaan yang patut diajukan kemudian adalah apakah
penggalan-penggalan peristiwa di atas, dalam konteks kekinian berimplikasi pada
keistimewaan yang bermanfaat bagi masyarakat luas?
Sungguh
menggembirakan, ternyata DIY benar-benar istimewa. Dalam konteks ini satu
keistimewaan yang patut diinformasikan kepada khalayak adalah bahwa semua
jengkal tanah di wilayah DIY sudah terbebas dari konflik. Seluruh wilayah
perbatasan DIY dengan provinsi lain dan/atau antar kabupaten/kota di DIY telah
terbebas dari konflik. Kondisi demikian, merupakan keistimewaan yang tidak
dijumpai di wilayah provinsi lain di Indonesia.
Dekade
terakhir di DIY terdapat 8 wilayah perbatasan, yang mencakup 1 (satu) wilayah
perbatasan DIY dengan Provinsi Jawa Tengah, dan 7 wilayah perbatasan antar
kabupaten/kota di DIY yang bermasalah. Dari kedelapan wilayah tersebut,
sebanyak tujuh wilayah telah memenuhi aspek yuridis berupa penetapan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Batas Daerah, serta aspek teknis berupa
teridentifikasinya koordinat posisi pilar di lapangan. Pada awal tahun 2013
hanya terdapat satu wilayah yang batas daerahnya belum terselesaikan yakni
antara Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, yang terdiri dari tiga segmen: (a)
Perum Polri Gowok; (b) Komplek AURI selatan rel; dan (c) Komplek AURI utara rel.
Pada
tanggal 27 Juni 2013 yang lalu, perbedaan pendapat terhadap batas wilayah pada
ketiga segmen telah disepakati oleh semua pihak. Tim Teknis/Independen Pelaksanaan
Penegasan Batas Daerah antara Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Bantul DIY,
yang dipimpin oleh Kepala Bagian Pemerintahan Umum, Biro Tata Pemerintahan
Setda DIY, telah berhasil memberikan rekomendasi yang disepakati oleh
Pemerintah Kabupaten Bantul dan Sleman. Kesepakatan ini berimplikasi pada
terselesaikannya seluruh permasalahan batas daerah di DIY, sehingga DIY dapat
dikatakan telah terbebas dari konflik batas wilayah.
Berkenaan
dengan kasus-kasus pertanahan, ternyata data yang ada di DIY menunjukkan hal
yang cukup menggembirakan. Secara nasional, akhir tahun 2012 tercatat sejumlah
8.307 kasus pertanahan. Dari jumlah tersebut, sampai saat ini
sekurang-kurangnya 4.302 kasus terselesaikan, sehingga masih lebih dari separuh
kasus belum terselesaikan. Untuk DIY, data yang di release Kanwil BPN DIY,
pada akhir tahun 2012 terdapat 30 sengketa pertanahan yang dapat diselesaikan
dari 32 sengketa yang tersebar di lima kabupaten/kota. Artinya hanya 2 sengketa
yang belum terselesaikan.
Fakta
di atas menunjukkan bahwa permasalahan konflik wilayah dan kasus-kasus
pertanahan di DIY dapat ditangani dan diantisipasi dengan baik. Kondisi ini
tidak terlepas dari kondusifnya kondisi sosial politik di wilayah DIY. Filosofi
hamemayu hayuning bawana ternyata
telah terinternalisasi dengan baik pada masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat,
sehingga dinamika sosial dan politik yang terjadi dimasyarakat dipahami sebagai
sebuah kewajaran. Hamemayu hayuning bawana dimaknai sebagai kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih
mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada
memenuhi ambisi pribadi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan keselamatan dunia adalah
mencakup seluruh perikehidupan, baik dalam
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Terbebasnya DIY dari konflik wilayah ini
menunjukkan sebuah keistimewaan yang perlu terus dipelihara, dipupuk dan
dikembangkan agar keistimewaan ini mampu memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat luas. Hal penting dilakukan mengingat sengketa dan konflik dapat
disebabkan oleh tidak jelasnya batas wilayah, baik antar desa, antar
kabupaten/kota maupun antar provinsi. Batas daerah yang pasti (fixed boundary) merupakan elemen
penting bagi daerah untuk dijadikan alas hak bagi pemerintah daerah dalam
melaksanakan pembangunan.
Sangat baik bahwa tidak ada lagi konflik batas wilayah dalam konteks pertanahan sehingga memang sangat istimewa namun demikian masih ada konflik batas wilayah parkir dan lahan-lahan lain antar perorangan...hehehehe, thanks pak..
BalasHapusBetul sekali...tulisan tersebut bermaksud memprovokasi daerah2 lain, bahwa salah satu cara mengantisipasi konflik adalah menyelesaikan konflik batas wilayah dulu...dalam hal ini wilayah administratif. Dalam hal ini belum tentu menjamin bebasnya konflik tanah di dalam wilayah...apalagi wilayah parkir...he...he...thank juga Mas
BalasHapusAlhamdulillah sdh bebas konflik :)
BalasHapus