Oleh:
Sutaryono*
Pekan ini, 28 Oktober 2015 adalah 87 tahun Sumpah Pemuda, yang
merupakan tonggak persatuan seluruh Bangsa Indonesia. Secara ringkas isi naskah
Sumpah Pemuda adalah “Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah
yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu Bangsa Indonesia dan
menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Secara substantif sumpah tersebut dapat dimaknai
sebagai sebuah nasionalisme ke-Indonesiaan yang luar biasa, yang mengandung
daya ikat dan patriotisme kebangsaan bagi seluruh anak bangsa. Refleksi yang
perlu kita lakukan berkenaan dengan momen Sumpah Pemuda ini adalah, apakah
nasionalisme dan patriotisme kebangsaan tersebut masih kita junjung bersama?
Pertanyaan ini muncul ketika, rasa keadilan kita terkoyak oleh munculnya
konflik horisontal di Tolikara dan Aceh, konflik dan perebutan lahan diberbagai
wilayah, termarjinalkannya masyarakat di wilayah sumberdaya alam oleh berbagai
aktivitas korporasi, hingga hilangnya akses petani terhadap lahan pertanian.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa persoalan
nasionalisme dan patriotisme akan mulai luntur ketika ada ketidakadilan,
utamanya berhubungan dengan ruang hidup dan penghidupan masyarakat. Artinya,
kohesivitas dan solidaritas sosial akan tumbuh dan berkembang mewujud pada
Persatuan Indonesia manakala setiap warga negara telah terpenuhi kebutuhan
dasarnya, yakni pangan, sandang, papan serta kesehatan dan pendidikan.
Agraria sebagai Ruang Hidup
Berkaitan dengan ruang hidup masyarakat Indonesia,
baru saja kita peringati hari agraria, hari pangan, sebentar lagi kita
peringati hari tata ruang, bahkan baru saja dicanangkan Hari Agraria dan Tata
Ruang Nasional (Hantaru), yang kesemuanya berupaya mewujudkan keadilan agraria.
Lebih dari itu, tema Hantaru 2015 adalah ‘tanah untuk ruang hidup yang
memakmurkan dan menenteramkan’. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh elemen bangsa
Indonesia telah bersepakat untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur bangsa
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Cita-cita luhur tersebut tidak bakal terwujud
tanpa adanya Persatuan Indonesia. Dalam hal ini Persatuan Indonesia dimaknai
sebagai negara yang melindungi segenap bangsa Indonesi, mengatasi segala macam
paham, aliran, etnis dan golongan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Melindungi segenap bangsa
memiliki makna bahwa negera berkewajiban menjamin kelangsungan hidup seluruh
warganya melalui akses terhadap ruang hidup dan penghidupan masyarakat yang
berupa sumberdaya agraria secara adil dan berkelanjutan.
Keadilan Agraria
Keadilan agraria tidak hanya dimaknai pada pada
distribusi sumberdaya tanah belaka, tetapi meliputi ruang darat (bumi), ruang
laut (perairan) dan seluruh kekayaan alam di dalamnya, termasuk hutan,
pertambangan dan sumberdaya kelautan. Landasan politik untuk mewujudkan
keadilan agraria ini sudah muncul pasca reformasi, yakni melalui Tap MPR Nomor IX
Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Pembaruan agraria dimaknai
sebagai proses yang berkesinambungan berkenaan dengan
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya
agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sumberdaya agraria perlu ditata kembali agar ketimpangan dalam
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka setiap
warga negara dapat mempunyai akses yang sama terhadap sumberdaya agraria,
sehingga ruang hidup dan penghidupannya dapat terjaga. Ketersediaan ruang hidup
dan penghidupan masyarakat melalui akses terhadap sumberdaya agraria inilah
yang mampu berperan dalam menjaga kohesivitas dan solidaritas sosial.
Berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam yang
yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat, maka negara mempunyai peran untuk
mengaturnya, baik melalui perusahaan milik negara maupun kerjasam dengan pihak
swasta. Dalam hal ini pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di daratan,
laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah
lingkungan, dan diorientasikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Akhirnya, akankah peringatan
hari Sumpah
Pemuda ini mampu
menjadi
tonggak untuk Persatuan Indonesia yang memberikan keadilan agraria sebagai ruang hidup? Ataukah hanya
sekedar serimoni yang mengingatkan kembali bahwa negeri kita pernah mempunyai mimpi
untuk mewujudkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar