Mengimplementasikan Amanat UUPA
Oleh:
Dr. Sutaryono[1]
Hari ini, 24 September 2022 adalah tepat 62 tahun
lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, atau lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sungguh,
UUPA ini adalah produk politik dan kebijakan yang luar biasa. Disamping
prosesnya yang lama (bahkan terlama) dan melibatkan khalayak luas dalam proses
penyusunannya, secara substansi mempunyai spirit nasionalisme yang
sungguh-sungguh berorientasi pada kemandirian bangsa dan kesejahteraan
masyarakat melalui pembaruan agraria.
Orientasi di atas dicerminkan oleh misi utama yang
mengiringi kelahiran UUPA, yakni: (1) merupakan tonggak perombakan hukum
agraria; (2) memberikan amanat pelaksanaan land reform; (3) pentingnya penataan
penggunaan tanah; (4) likuidasi hak-hak asing dalam bidang agraria; dan (5)
penghapusan sisa-sisa feudal dalam bidang agraria.
Kelima misi tersebut menunjukkan bukti
bahwa terbitnya UUPA dicita-citakan untuk mewujudkan
hukum agraria nasional, menatakembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Inilah yang
dimaksudkan dengan Amanat UUPA.
Secara
politis, pasca tumbangnya rezim Orde Baru amanat UUPA kembali diingatkan untuk
segera diimplementasikan. Melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan
Agraria Dan Pengelolaan
Sumberdaya Alam, pemerintah ditugaskan untuk segera mengimplementasikan amanat
UUPA tersebut. Dalam rangka pembaruan agraria tersebut pemerintah bersama DPR
ditugaskan untuk segera mengatur pelaksanaan pembaruan agraria melalui beberapa
arah kebijakan yang meliputi: (1) melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka
sinkronisasi kebijakan antarsektor; (2) melaksanakan penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan; (3) menyelenggarakan
pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis; (4) menyelesaikan
konflik-konflik sekaligus dapat
mengantisipasi munculnya potensi konflik; (5) memperkuat kelembagaan dan
kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan
menyelesaikan konflik; (6) mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam
melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik.
Dalam konteks kekinian, Amanat UUPA yang ditegaskan kembali melalui Tap
IX/MPR/2001 tersebut telah menjadi spirit Visi-Misi Presiden-Wakil Presiden yang merintah
saat ini. Pada Visi-Misi “Meneruskan Jalan Perubahan Untuk Indonesia Maju:
Berdaulat, Mandiri, Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, secara jelas menempatkan
“redistribusi asset (reforma agraria) demi pembangunan berkeadilan” sebagai
salah satu program aksinya. Ada 3 agenda yang ditawarkan, yakni: (1) mempercepat redistribusi aset (reforma agraria) dan perhutanan
sosial yang tepat sasaran guna memberikan peluang bagi
rakyat yang selama ini tidak memiliki lahan/asset untuk terlibat
dalam kegiatan ekonomi; (2) melanjutkan pendampingan masyarakat dalam
penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas tanah objek reforma agraria dan perhutanan
sosial; dan (3) melanjutkan percepatan legalisasi (sertifikasi) atas tanah
milik rakyat dan tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian
hukum dan mencegah munculnya sengketa atas tanah.
Publik tentu mengkhawatirkan, bagaimana
mungkin ketiga agenda tersebut bisa dijalankan dengan baik ketika pemerintah
tengah mengedepankan dan mengakselerasi kemudahan berusaha dan investasi
melalui UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja? Inilah tantangan yang harus
dihadapi. Saat ini Presiden telah memerintahkan Kementerian ATR/BPN melalui
Menteri dan Wakil Menteri yang baru untuk segera: (1) menyelesaikan
pensertifikatan tanah milik
rakyat; (2) penanganan sengketa dan konflik pertanahan, termasuk mafia tanah;
serta (3) menangani permasalahan tanah dan tata ruang di Ibu Kota Nusantara
(IKN). Ketiga perintah presiden ini tentu melengkapi agenda strategis nasional
yang sedang diemban oleh Kementerian ATR/BPN yang lain seperti akselerasi
reforma agraria, percepatan pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur dan
transformasi digital. Inilah agenda-agenda pemerintah dalam rangka menjalankan
amanat UUPA, yang tentu saja harus diharmonikan dengan kebijakan kemudahan
berusaha dan investasi.
Momentum peringatan hari lahir UUPA ini
perlu dijadikan refleksi bersama, sekaligus pengingat bahwa kita semua
berkewajiban untuk menjalankan Amanat UUPA dengan sungguh-sungguh agar misi
yang diemban oleh UUPA dapat diwujudkan, Semoga.
[1] Dr. Sutaryono, Dosen
pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fak.
Geografi UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar