MENCARI PEMIMPIN PRO AGRARIA[1]
Oleh:
Sutaryono*
Perhelatan pesta demokrasi lima tahunan, secara
masif sudah dimulai pada pekan ini. Semarak pesta telah dimulai sejak lama
melalui semakin banyaknya pamflet, poster, umbul-umbul, spanduk, bendera
parpol, bahkan baliho yang berisi propaganda, janji politik, serta gambar calon
pemimpin- yang senyatanya menambah sampah visual yang memperburuk citra
keindahan sebuah wilayah, termasuk pula citra keistimewaan DIY. Pun begitu,
cara-cara tersebut masih dianggap sebagai cara ampuh bagi para kontestan untuk
menjadi seorang pemimpin. Pertanyaannya adalah, bagaimana mengimbangi
propaganda visual tersebut, agar masyarakat secara cerdas mampu memilih
pemimpin yang dibutuhkan negeri ini.
“Ayo Cari Pemimpin yang Pro Lingkungan”, begitulah
bunyi propaganda yang terpampang di halaman muka salah satu Kantor Kementerian
Lingkungan Hidup di Ringroad Barat Yogyakarta. Ajakan yang sangat simpatik,
mengingat kondisi lingkungan di negeri ini begitu mengkhawatirkan. Tetapi
ternyata ada yang lebih mengkhawatirkan lagi dibanding kondisi lingkungan,
yakni kondisi agraria. Kenapa? Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan perikehidupannya dari
sektor agraria dan negaranyapun bergantung pada kekayaan sumberdaya agraria dan
sumberdaya alam yang terkandung didalamnya sebagai sumber kesejahteraan. Dengan memiliki sekitar 17.504 buah pulau (7.870 pulau bernama, dan 9.634 pulau belum
bernama), panjang
pantai mencapai 81.000 km, luas daratan 1,9 juta km2 dan luas perairan mencapai sekitar 3,3 juta km2, merupakan potensi
agraria yang luar biasa. Namun demikian, isu-isu tentang keagrariaan ini absen
dari benak para calon pemimpin bangsa. Padahal berbagai persoalan yang sedang
menggelayuti bangsa ini tidak terlepas dari persoalan dan kebijakan agraria,
termasuk kabut asap di Riau yang ‘memaksa’ presiden turun langsung
menyelesaikannya.
Patut dicatat bahwa saat ini berbagai permasalahan keagrariaan dapat disebutkan antara lain: (1) tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan di
bidang keagrariaan, yang mencapai sekitar 632 regulasi yang tumpang tindih, baik pada level undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden sampai pada peraturan menteri/kepala badan; (2) terbatasnya akses masyarakat terhadap penguasaan dan pemilikan
tanah dan sumberdaya agraria; (3) banyak terdapatnya tanah terlantar ataupun
diterlantarkan oleh pemegang hak; (4) belum terwujudnya pendaftaran tanah
secara menyeluruh di wilayah Indonesia; (5) belum terdaftarnya seluruh bidang-bidang
tanah di Indonesia; (6) lambatnya penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria –
pertanahan, dari sejumlah 8.307 kasus baru separuh yang terselesaikan; (7) belum memadainya perlindungan terhadap hak-hak atas tanah bagi
masyarakat, termasuk hak ulayat masyarakat hukum adat; dan (8) belum jelasnya teritorial sektor perkebunan,
pertambangan, kehutanan dan pertanahan; (9) belum
adanya lembaga penilaian tanah yang mampu memberikan penilaian secara adil,
transparan dan mendukung penguatan sistem perpajakan dan penilaian ganti rugi
atas tanah.
Absen-nya isu-isu keagrariaan dari propaganda
calon pemimpin yang bertarung dalam pesta demokrasi ini, mengesankan bahwa
mereka abai atau tidak paham makna agraria atau, jangan-jangan tidak paham pula
bahwa negeri kita adalah negeri agraris yang membutuhkan pemimpin-pemimpin yang
Pro Agraria. Padahal secara jelas dan sangat yakin para calon pemimpin tersebut
hapal di luar kepala mengenai Pasal 33 (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa
‘bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.
Itulah makna agraria secara konstitusional. Makna itu pula-lah yang
mengharuskan setiap pemimpin bangsa ini memahami, memperhatikan dan mengambil
kabijakan pembangunan yang pro agraria dalam mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Kebijakan pro agraria berarti menjalankan amanah
Pasal 33 (3) UUD 1945 dan mengimplementasikan UU 5/1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Lima misi utama UUPA
yang meliputi: (1) perombakan hukum agraria; (2) pelaksanaan land reform; (3)
penataan penggunaan tanah; (4) likuidasi hak-hak asing dalam bidang agraria;
dan (5) penghapusan sisa-sisa feudal dalam bidang agraria, merupakan kebijakan sekaligus cita-cita bersama seluruh bangsa Indonesia. Untuk itu marilah kita bersama-sama secara cermat
dan cerdas menentukan pilihan pada calon pemimpin yang Pro Agraria. Pro Agraria
berarti pro kesejahteraan rakyat, sekaligus pro keberlanjutan lingkungan dan
bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar