JOGJA
ISTIMEWA UNTUK INDONESIA[1]
Oleh:
Sutaryono[2]
“Jogja Jogja
tetap istimewa, istimewa negerinya istimewa orangnya, Jogja Jogja tetap
istimewa, Jogja istimewa untuk Indonesia”.
Sepenggal
lirik lagu yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh Jogja HipHop Foundation di
atas, sarat makna dan menginspirasi bagi kita semua warga DIY, bahwa
keistimewaan Yogyakarta- istimewa negerinya dan istimewa orangnya- sejatinya
adalah untuk Indonesia, bukan untuk kita sendiri. Hal ini mengingatkan bahwa
Yogyakarta harus menjadi barometer & menjadi ‘spirit’ untuk Indonesia lebih
baik. Momentum peringatan Hari Jadi Kota Yogyakarta ke-258 ini, menjadi titik
tolak bagi DIY untuk segera berbenah, memperbaiki diri menuju visi “Daerah
Istimewa Yogyakarta Yang Lebih Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri dan
Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru”.
Secara filosofis dan
konseptual, upaya perwujudan peradaban baru tersebut oleh Gubernur
diterjemahkan dalam gagasan Renaisans Yogyakarta yang mengedepankan basis
budaya dalam pembangunan DIY. Basis budaya unggul masa lalu yang kuat, tetap
eksis dan lestari pada saat ini dan masa depan melalui internalisasi
nilai-nilai kearifan lokal dan memperkokoh identitas dan karakter DIY untuk
membangun DIY sebagai daerah yang maju, mandiri dan berkembang menuju
masyarakat sejahtera.
Hal ini perlu menjadi perhatian,
ketika kondisi politik nasional yang terpolarisasi menjadi kutub KIH dan KMP
telah berimbas pada kondisi politik lokal, tidak terkecuali di DIY. Dinamika
politik ‘perebutan kekuasaan’ yang terjadi di beberapa kabupaten/kota di DIY,
telah mengabaikan kewajiban sebagai wakil rakyat dalam membahas APBD Perubahan.
Mereka juga lupa bahwa saat ini seabreg permasalahan di DIY telah mengoyak
kesadaran batin kita sebagai warga dan masyarakat istimewa, seperti: (1) isu sara yang
termanifestasi dalam bentuk kekerasan terhadap warga minoritas dalam setahun
ini perlu mendapatkan perhatian agar pluralisme di DIY tetap terjaga; (2) isu Yogya ‘Berhenti’
Nyaman yang ditunjang fakta semakin tingginya intensitas kemacetan,
sampah visual yang semakin tidak karuan, tindak kriminal yang belum berkurang serta
turunnya peringkat Kota Yogyakarta ke peringkat 4 dalam the most livable city; (3) fakta turunnya muka air tanah dari tahun
ke tahun akibat eksploitasi yang berlebihan, yang berkorelasi dengan maraknya
pembangunan hotel, apartemen, mal serta menjamurnya perumahan permukiman mewah;
(4) tingginya alih fungsi lahan pertanian yang diikuti dengan tidak sinkronnya
regulasi lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dengan RTRW; (5) maraknya
budidaya tambak dan tertekannya laboratorium alam gumuk pasir di pantai selatan
menunjukkan tidak jelasnya kebijakan pengaturan penataan ruang di DIY.
Kondisi demikian, tidak mungkin menempatkan DIY sebagai daerah istimewa
yang menjadi barometer dan inspirasi bagi wilayah lain di Indonesia. Dengan
kata lain, mungkinkah Jogja istimewa untuk Indonesia?
Apabila realitas permasalahan di atas, secara sadar dijadikan sebagai
sebuah refleksi dan titik masuk bagi seluruh pemangku kepentingan bagi
keistimewaan DIY, maka Renaisans Yogyakarta adalah sebuah keharusan untuk
memastikan bahwa Jogja istimewa untuk Indonesia.
Beberapa hal yang dapat dilakukan menuju istimewa untuk Indonesia adalah:
(1) internalisasi nilai dan filosofi keistimewaan yang meliputi hamemayu hayuning bawana, sangkan paraning dumadi, dan manunggaling kawula lan Gusti kepada
semua stake holder yang
berkepentingan terhadap keberlanjutan DIY; (2) mendorong politisi di wilayah DIY, khususnya
para anggota dewan yang terhormat untuk kembali memikirkan rakyat dan warga
serta menghindarkan diri dari jebakan koalisi parpol yang tidak produktif; (3)
konsolidasi seluruh warga DIY yang plural melalui apresiasi dan gelar budaya
nusantara untuk keistimewaan; (4) momentum revisi RTRW DIY, dipastikan
menghasilkan produk RTRW Istimewa yang mengatur penataan ruang secara baik, berkeadilan
dan berkelanjutan; serta (5) menempatkan perijinan investasi bagi hotel,
aparteman, perumahan dan mal sebagai mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang, bukan
sebagai media berburu ‘rente’.
Agenda di atas hanyalah salah satu pintu masuknya,
mengingat masih cukup banyak agenda yang dapat dilakukan dalam rangka
meneguhkan keistimewaan DIY menuju masyarakat istimewa yang sejahtera serta
mewujudkan Jogja istimewa untuk Indonesia.
Terimakasih... Kapan yahh saya ke JOgja lagi ...
BalasHapusSilahkan, setiap saat Jogja terbuka untuk siapa saja yang berkenan berkunjung
BalasHapusSaya kurang nyaman dengan di bangunnya puluhan mall di jogja pak, secara tidak langsung ini akan berpengaruh kepada pola hidup masyarakat jogja yang cenderung akan lebih konsumtif.
BalasHapusSaya rindu jogja yang dulu, dimana pusat perbelanjaan hanya ada di jl. Malioboro dan jl. Solo.
iya mas....jogja sudah semakin tidak nyaman, terutama banyaknya mall, hotel & apartemen yang dibangun
BalasHapus