GTRA Summit[1]
Oleh:
Dr. Sutaryono[2]
Pertemuan
Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit), saat ini tengah
digelar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara (8 – 10 Juni 2022). Acara yang akan
dihadiri langsung oleh Presiden ini merupakan pertemuan puncak dari rangkaian
pembahasan lintas sektor yang difasilitasi melalui forum GTRA yang dibentuk oleh Peraturan Presiden Nomor
86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, dengan tanggung jawab menuntaskan
hambatan pelaksanaan Program Strategis Nasional Reforma Agraria.
Lebih dari dua dekade sejak amanah
Reforma Agraria digulirkan melalui Tap No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, realisasinya hingga saat ini dapat
dikatakan masih minimalis. Problem utama Reforma Agraria pasca terbitnya
Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
(PPTKH) dan Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria adalah permasalahan
kelembagaan.
Permasalahan kelembagaan sangat
terkait dengan delivery kebijakan dan alokasi anggaran. Saat ini pada
level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah terbentuk GTRA. Selama
lebih dari 2 tahun GTRA Pusat sangat gencar melakukan sosialisasi dan
koordinasi antar kementerian/lembaga untuk mencari bentuk kolaborasi dan
sinergi yang tepat dan produktif untuk menjalankan agenda Reforma Agraria.
Namun demikian, pada level daerah masih terdapat beberapa permasalahan, seperti
belum adanya kelembagaan yang menangani agenda Reforma Agraria pada level desa.
Sementara itu pemerintah provinsi dan bupaten/kota yang menjadi leading sector agenda Reforma Agraria
melalui GTRA belum berperan secara optimal. Oleh karena itu agenda GTRA Summit
2022 ini merupakan momentum yang sangat tepat dan kuat untuk menuntaskan hambatan
pelaksanaan Program Strategis Nasional Reforma Agraria.
GTRA Summit
ini juga menjadi bagian dari agenda Presidensi G20 di Indonesia, yang secara
khusus akan mendiskusikan persoalan sustainability dan inclusivity, utamanya
dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah. Tema yang diusung dalam perhelatan ini
adalah “Menuju Puncak Presidensi G20: Pemulihan Ekonomi yang Inklusif dan
Berwawasan Lingkungan melalui Reforma Agraria, Harmonisasi Tata Ruang, dan
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan”.
Tema di atas
dipilih mengingat persoalan pertanahan dan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil belum secara optimal berkontribusi dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Bahkan ada kecenderungan pembangunan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil masih jauh tertinggal dibandingkan wilayah lain. Padahal di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil ini banyak hidup masyarakat lokal yang terus termarjinalkan akibat
keterbatasan sarana prasarana dan keterbatasan aksesibilitas. Di sisi lain,
status penguasaan dan pemilikan tanah dan ruang pada wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil belum mendapatkan kepastian hukum secara jelas dan tegas.
Tumpang tindih penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang antara masyarakat lokal
dengan otoritas kehutanan, pertambangan maupun kawasan pengembangan pariwisata
yang dikelola oleh suatu badan usaha, masih menjadi permasalahan yang
memerlukan penyelesaian secara cepat dan tepat. Kepastian hukum penguasaan dan
pemilikan tanah bagi masyarakat lokal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang dijamin oleh Negara menjadi sesuatu yang urgent sekaligus emergence.
Untuk mewujudkan
tujuan sebagaimana tema diatas membutuhkan kolaborasi multipihak, yang
masing-masing memahami kewenangan, tugas dan fungsinya serta mempunyai komitmen
kuat untuk menjalankannya. Berbagi peran antar stake holder adalah
sebuah keniscayaan, mengingat: (a) agenda Reforma Agraria merupakan agenda
bersama yang membutuhkan partisipasi aktif seluruh stake holder terkait;
(b) kementerian/lembaga terkait sudah mempunyai komitmen yang kuat untuk
menjalankan reforma agraria; (c) GTRA dipimpin langsung oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota yang mempunyai otoritas dalam kebijakan dan penganggaran; (d)
OPD pemerintah daerah mempunyai tugas menyiapkan program dan mengalokasikan
anggaran untuk mendukung agenda reforma agraria apabila Gubernur dan
Bupati/Walikota mempunyai political will untuk menjalankannya; (e)
kalangan akademisi dan organisasi masyarakat sudah memahami urgensi reforma
agraria untuk dijalankan; dan (f) masyarakat selaku pihak yang akan mendapatkan
benefit pasti akan berpartisipasi aktif apabila dilibatkan. Semoga GTRA Summit
ini menghasilkan arahan kebijakan dan program yang dapat segera direalisasikan
untuk suksesnya reforma agraria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar