Dipublikasikan pada Kolom OPINI
SKH Kedaulatan Rakyat
Selasa, 29 Agustus 2023 Hal 11
GTRA Summit
Oleh:
Dr. Sutaryono[1]
Reforma Agraria adalah Program
Strategis Nasional yang sudah diamanahkah lebih dari dua dekade yang lalu
melalui Tap No. IX/MPR/2001, tetapi
hingga saat ini masih menghadapi berbagai persoalan dalam implementasinya.
Kendala regulasi yang bersifat operasional dan sering dipersoalkan tidak lagi
menjadi kendala ketika telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma
Agraria (Opini KR, 22-10-2018). Terbitnya
Perpres 86/2018 tersebut bukanlah suatu kebetulan, tetapi merupakan bagian
pemenuhan janji politik pemerintah. Janji politik presiden dalam Nawacita yang
kemudian dijabarkan dalam RPJMN Tahun 2015-2019 yang terus berlanjut dalam
RPJMN 2020-2024 menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
dilakukan melalui penyediaan tanah objek Reforma Agraria sekurang-kurangnya 9
juta ha untuk diredistribusikan.
Berdasarkan regulasi tersebut reforma
agraria tidak lagi dimaknai secara sempit sebagai redistribusi tanah belaka, tetapi
jauh lebih luas. Reforma agraria merupakan penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan
melalui penataan asset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Adapun penataan asset adalah penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan keadilan
di bidang penguasaan dan pemilikan tanah. Sedangkan penataan akses adalah
pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada subjek reforma
agrarian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan
tanah, yang disebut juga sebagai pemberdayaan Masyarakat.
Untuk menjalankan agenda reforma
agraria tersebut dibentuklah Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang merupakan
Lembaga lintas sektor melibatkan sejumlah 17 (tujuhbelas) kementerian/Lembaga
terkait. Di daerah, mengingat strategisnya agenda reforma agraria, GTRA dipimpin langsung oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota. Hal ini menunjukkan bahwa agenda Reforma Agraria adalah agenda
Bersama seluruh elemen bangsa yang membutuhkan partisipasi aktif seluruh stake
holder terkait.
Dalam implemetasinya agenda reforma
agraria sudah berjalan dengan baik dan kontributif dalam memberikan kepastian
hukum melalui penataan asset dan meningkatkan perekonomian subjek reforma
agraria melalui penataan aksesnya. Namun demikian, dipenghujung berakhirnya
RPJMN 2020-2024 ini capaian kinerja reforma agraria masih perlu digenjot lagi.
Kementerian ATR/BPN telah mengidentifikasi adanya 4 (empat) tantangan yang
harus dihadapi dalam rangka reforma agraria, yakni: (1) penguatan legalisasi aset
permukiman di atas air, pulau-pulau kecil dan pulau kecil terluar; (2)
penyelesaian konflik agraria yang berkaitan dengan kewenangan lintas sektor,
seperti masalah penguasaan lahan oleh masyarakat di atas aset tanah Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) dan Barang Milik
Negara/Barang Milik Daerah (BMN/BMD); (3) penyelesaian masalah dan pemenuhan
target sertipikat tanah transmigrasi; serta (4) menyangkut Tanah Objek Reforma
Agraria (TORA) dari Pelepasan Kawasan Hutan. Disamping ke-4 hal tersebut,
penguatan kelembagaan GTRA di daerah juga mutlak diperlukan.
Komitmen Bersama
Untuk mengatasi tantangan dan
menyelesaikan berbagai persoalan implementasi reforma agraria, maka dibutuhkan
komitmen Bersama antar pemangku kepentingan yang terlibat. Oleh karena itu Pertemuan
Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit) 2023 ini
diselenggarakan. Acara yang akan digelar pada tanggal 29 – 31 Agustus 2023 di
Karimun dan dihadiri langsung oleh Presiden ini mengambil tema “Transformasi Reforma Agraria:
Mewujudkan Kepastian Hukum, Keberlanjutan Pembangunan dan Kesejahteraan
Rakyat”.
Tema di atas dipilih mengingat
persoalan pertanahan dan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, wilayah transmigrasi, tanah-tanah yang dikuasai oleh BUMN/BUMD dan
tanah-tanah pada kawasaan hutan masih belum terselesaikan dan belum secara
optimal berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Komitmen
bersama yang diwujudkan melalui kolaborasi multipihak dan berbagi peran antar stake
holder ini merupakan prasyarat bagi terselesaikannya berbagai persoalan
yang menghambat implementasi reforma agraria. Yang muaranya adalah terwujudnya
kepastian hukum penguasaan dan pemilikan tanah, keberlanjutan Pembangunan serta
kesejahteraan Masyarakat. Oleh karena itu agenda GTRA Summit 2023 ini
merupakan momentum yang sangat tepat dan kuat untuk mengatasi hambatan pelaksanaan sekaligus
meneguhkan komitmen Bersama untuk menuntaskan Program Strategis Nasional
Reforma Agraria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar