TANTANGAN PEMERINTAH:
SESUAIKAN
PENATAAN TANAH [1]
Sebuah
keniscayaan ketika upaya pengendalian perubahan penggunaan tanah yang
dihadapkan pada perkembangan wilayah merupakan kondisi dualistis yang mau tidak
mau, suka tidak suka harus diterima. Terjadinya benturan tata ruang, dalam arti
penggunaan tanah yang ada bertubrukan dengan kebijakan yang telah diatur dalam
rencana tata ruang wilayah tidak harus disikapi secara negatif, tetapi
diupayakan agar benturan yang terjadi tidak terulang pada wilayah ataupun
kawasan lain dan wilayah ataupun kawasan yang mengalami perbedaan/melanggar
rencana tata ruang wilayah yang ada perlu dilakukan penyesuaian agar penggunaan
dan pemanfaatan tanahnya sesuai. Inilah pentingnya dilakukan upaya-upaya
penyesuaian penatagunaan tanah yang substansinya adalah penyesuaian penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Lebih dari sepuluh tahun sejak terbitnya UU 24/1992
tentang Penataan Ruang, belum ada peraturan perundang-undangan yang menjadi
landasan dalam penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Padahal pada Pasal 16 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
telah mengamanahkan untuk membuat ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna
tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya
dalam bentuk peraturan pemerintah. Substansi pengaturan dalam penyesuaian
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah masuk dalam ketentuan mengenai
pengelolaan tata guna tanah sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 16 di atas. Hal
ini memunculkan persoalan ketika dalam proses pembangunan yang berbasiskan
wilayah mengalami berbagai gesekan dan benturan, terutama dalam hal penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah. Atau secara sederhana dapat diungkapkan bahwa
apabila terjadi perbedaan atau ketidaksesuaian antara penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, belum ada instrumen
atau peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar dalam
penyelesaiannya.
Kelahiran Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 (PP
16/2004) tentang Penatagunaan Tanah pada tanggal 10 Mei 2004, memberikan
peluang yang cukup luas bagi pemerintah daerah untuk mengatur pola
penyesuaian penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah di wilayah masing-masing. Peluang ini harus dapat ditangkap
oleh pemerintah daerah agar perkembangan wilayah yang terjadi tetap dapat
dikendalikan. Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mensikapi
hal ini adalah dengan menerbitkan pedoman teknis yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagaimana
diisyaratkan pada Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004.
Dalam PP 16/2004 yang dimaksud dengan Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang
meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi
pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan
pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat
secara adil.
Sedangkan tujuan penatagunaan tanah berdasarkan Pasal 3
peraturan pemerintah tersebut adalah:
(a) mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah; (b) mewujudkan penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah;
(c) mewujudkan tertib pertanahan yang
meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk
pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah; (d)
menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan
memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tujuan tersebut, tampak
bahwa penatagunaan tanah berorientasi pada tertibnya penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah dengan indikator utamanya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Persoalannya adalah
mampukah pemerintah kabupaten/kota mewujudkan tujuan tersebut ? Inilah
tantangan yang harus dihadapi.
Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004 ini secara
tegas menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemerintah kabupaten/kota menerbitkan pedoman
teknis. Inilah yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pedoman teknis ini berisi tentang pedoman, standar dan kriteria teknis kegiatan
penatagunaan tanah yang harus dijabarkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pedoman teknis ini diperlukan dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam
konteks ini penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan suatu upaya yang harus
dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk mensikapi banyak terjadinya
ketidaksesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, baik yang
terjadi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah maupun akibat adanya
pelanggaran-pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah yang sudah ada.
Berdasarkan Pasal 20 PP 16/2004 telah secara tegas diamanahkan bahwa
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah. Penyelenggaraan
penatagunaan tanah di sini dilakukan terhadap bidang-bidang tanah yang meliputi: (a) tanah hak, baik yang sudah atau belum terdaftar;
(b) tanah
negara; (c) tanah
ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penyesuaian penyelenggaraan
penatagunaan tanah dapat dilaksanakan melalui penataan kembali (misalnya dengan
konsolidasi tanah, relokasi, ataupun tukar-menukar), upaya kemitraan,
penyerahan dan pelepasan hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku seperti hibah, jual beli ataupun tukar-menukar.
Adapun beberapa kegiatan yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah berdasarkan peraturan pemerintah tersebut
meliputi: (a) pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah; (b) penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan; (c) penetapan pola
penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah.
Kegiatan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
sebagaimana dimaksud pada butir (a), sejalan dengan agenda kegiatan yang
dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dikenal dengan Program
Inventarisasi Data Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
(P4T). Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh data P4T
yang berbasis bidang tanah secara komprehensif dan sistematis dari seluruh
batas yurisdiksi desa/kelurahan. Secara
komprehensif dimaksudkan bahwa inventarisasi ini dilakukan secara terpadu
mengenai berbagai aspek yang berhubungan dengan data penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap bidang tanah yang ada di setiap
desa/kelurahan. Bersifat sistematis, bermakna bahwa data P4T akan dapat
mengungkapkan tentang pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
di setiap desa atau kelurahan. Diharapkan hasil Inventarisasi tersebut dapat
merumuskan kebijakan, perencanaan, penataan dan pengendalian P4T atau
landreform yang pada gilirannya setiap jengkal tanah dapat memberikan
sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan.
Dengan demikian,
kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam inventarisasi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah adalah melakukan sinergi dengan
BPN dalam hal ini adalah kantor pertanahan agar data yang diperoleh dapat
digunakan untuk pengambilan kebijakan secara mantap. Ini penting dilakukan
mengingat inventarisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah berbasis pada
fungsi kawasan, sedangkan inventarisasi yang dilakukan oleh BPN berbasiskan
bidang-bidang tanah. Adapun pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah yang perlu dilakukan berdasarkan Pasal 23 PP 16/2004
meliputi: (a) pengumpulan dan
pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah,
evaluasi tanah serta data pendukung; (b) penyajian data berupa peta dan
informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah,
evaluasi tanah serta data pendukung; (c) penyediaan dan pelayanan data berupa
peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan
tanah, evaluasi tanah, serta data pendukung. Dalam hal ini pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah meliputi berbagai kegiatan survey dan pemetaan baik secara
manual maupun komputerisasi yang diikuti dengan kajian dan analisis data dan
informasi yang sudah diperoleh.
Inilah kiranya
beberapa tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota dalam
mensikapi maraknya perkembangan wilayah yang berimplikasi pada tingginya
intensitas alih fungsi tanah dan peralihan hak yang berujung pada
ketidaksesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan rencana
tata ruang wilayah.
Penataan Tanah.
BalasHapusSebuah istilah yang menjanjikan, tetapi sebenarnya tidak mudah memahaminya. Apa yang dimaksud dengan penataan tanah ? apakah kapling-kapling tanah menjadi teratur dr segi bentuk dan letaknya ? apakah yang dimaksud adalah kepemilikanya tertaur alias berorientasi pada keadilan (tidak boleh ada yang memiliki tanah diatas tanah diatas kewajaran - rumah maksimal 5 bidang (dgn asumsi utk meyiapkan agar keluarga yg rata-rata punya 5 jiwa dapat sejahtera), lebih dari itu tidak boleh ? atau penataan yang baik itu sepertiapa ? tolong definiskan secara lugas. Terimakasih guritno soerjodibroto