Jumat, 22 Februari 2019

Melindungi Keberadaan Negara Agraris


Melindungi Keberadaan Negara Agraris[1]

Oleh: Dr. Sutaryono[2]

            Tidak ada yang meragukan bahwa Indonesia adalah Negara Agraris. Namun, secara sarkastis Prof. Tjondronegoro mengungkapkan kegelisahannya melalui buku, “Negara Agraris Ingkari Agraria” (Tjondronegoro, 2008). Persoalan yang kemudian mengedepan adalah apakah Capres-Cawapres yang akan berlaga dalam Pilpres 2019 ini telah menyadari bahwa Indonesia adalah Negara Agraris dan telah mengedapankan kebijakan dan programnya di sektor agraria di dalam visi-misinya? Dalam Debat Kedua Capres (17-2-2019) dengan tema Infrastruktur, Energi, Pangan, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, kedua Capres belum secara fundamental mengemukakan strategi pembangunan kelima sektor dengan berbasiskan sumber-sumber agraria. Hal-hal yang disampaikan oleh kedua Capres masih bersifat parsial dan cenderung terfokus pada isu-isu yang sedang terjadi tanpa mengemukakan visi keagariaan secara jelas dan tegas. Padahal persoalan agraria adalah persoalan yang sangat mendasar bagi kerberlanjutan negara dan bangsa Indonesia. Mengapa? Dengan luas wilayah kedaulatan 5,2 juta km², terdiri dari luas laut sebesar 3,3 juta m² dan 1,9 juta km² luas darat serta memiliki sekitar 17.504 buah pulau dan panjang pantai mencapai 81.000 km, merupakan sumber-sumber agraria yang luar biasa dan perlu mendapatkan perhatian secara khusus.
Absen-nya isu-isu keagrariaan dan strategi yang diusung untuk menyelesaikannya, mengesankan bahwa Kedua Capres abai atau tidak menempatkan persoalan agraria sebagai persoalan mendasar di negeri agraris ini. Hal itu ternyata terklarifikasi juga pada visi-misi kedua Capres-Cawapres.

Visi-Misi Capres-Cawapres

Tigapuluhdelapan halaman Visi-Misi Jokowi – Ma’ruf dengan judul “Meneruskan Jalan Perubahan Untuk Indonesia Maju: Berdaulat, Mandiri, Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” tidak secara eksplisit menempatkan sektor agraria ke dalam Sembilan misinya. Namun dalam misi ke-3, “Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan, secara jelas menempatkan “redistribusi asset (reforma agraria) demi pembangunan berkeadilan” sebagai salah satu program aksinya. Ada 3 agenda yang ditawarkan, yakni: (1) mempercepat redistribusi aset (reforma agraria) dan perhutanan sosial yang tepat sasaran guna memberikan peluang bagi rakyat yang selama ini tidak memiliki lahan/asset untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi; (2) melanjutkan pendampingan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas tanah objek reforma agraria dan perhutanan sosial; dan (3) melanjutkan percepatan legalisasi (sertifikasi) atas tanah tanah milik rakyat dan tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum dan mencegah munculnya sengketa atas tanah.
Sementara itu Empatbelas halaman visi-misi pasangan Prabowo–Sandi dengan judulEmpat pilar Menyejahterakan Indonesia mengusung visi “Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, relijius, berdaulat di bidang politik, berdiri diatas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, latarbelakang sosial dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Sebagaimana Pasangan Nomor 1, pasangan inipun tidak menempatkan kebijakan keagrariaan ke dalam visi-misinya secara jelas. Pasangan Prabowo – Sandi menempatkan agenda keagrariaan-nya sebatas pada program aksinya. Dalam Program Aksi Kesejahteraan Rakyat, paling tidak terdapat tiga program yang berkaitan dengan keagrariaan, yakni: (1) mewujudkan swasembada pangan dengan mencetak 2 juta hektar lahan baru bagi peningkatan produksi pangan, terutama beras, jagung, sagu, kedelai, dan tebu; (2) merehabilitasi hutan rusak menjadi hutan alam, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan hutan tanaman pangan; dan (3) menjalankan agenda Reformasi Agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani sekaligus mendukung peningkatan produksi di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Dari kedua visi-misi pasangan capres-cawapres, tampak bahwa agenda-agenda keagrariaan belum mendapatkan perhatian secara memadai. Bahkan ada kecenderungan penempatan agenda keagrariaan masih bersifat parsial, impulsif atau bahkan hanya sekedar pelengkap saja. Idealnya, sebagai Negara agraris visi-misi yang diusung mestinya berupa kebijakan-kebijakan strategis yang berhubungan dengan persoalan mendasar dan persoalan krusial bangsa di sektor agraria, utamanya untuk menyelesaikan berbagai persoalan ketimpangan struktur dan distribusi penguasaan sumberdaya  agraria, sengketa dan konflik agraria serta kesejahteraan masyarakat berbasis sumberdaya agraria.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 20-02-2019 hal 11
[2] Dr. Sutaryono, Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) & Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM.