Rabu, 11 Januari 2023

Mewujudkan Catur Tertib Pertanahan

 

Mewujudkan Catur Tertib Pertanahan[1]

Oleh: Dr. Sutaryono[2]

 

Pada akhir tahun 2022 hingga saat ini kita disuguhi dengan berbagai bencana, utamanya banjir dan tanah longsor, meskipun dengan skala terbatas. Bencana banjir dan longsor tidak hanya disebabkan oleh adanya curah hujan yang tinggi, tetapi juga dipicu oleh adanya gempa bumi, sebagaimana terjadi di Cianjur. Kondisi tersebut tentu tidak terjadi begitu saja, banyak aspek yang mempengaruhinya. Dalam konteks ini, tanpa menafikan kondisi iklim dan cuaca yang kurang baik, salah satu penyebab banjir dan longsor adalah pengelolaan pertanahannya, utamanya pada penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanahnya. Mengapa? Karena matra utama sumberdaya alam dan lingkungan kita adalah tanah, yang direpresentasikan pada persil atau bidang-bidang tanah yang bersifat unik. Persil atau bidang-bidang tanah tersebut berperan sebagai objek yang di atasnya melekat subjek hak atas tanah, baik yang bersifat perorangan, komunal maupun badan hukum.    

Dalam kerangka administrasi pertanahan, pada bidang-bidang tanah tersebut berlaku kaidah-kaidah administrasi pertanahan, yang dikenal dengan Right, Restriction dan Responsibility (3R). Right dimaknai sebagai hak, yakni hubungan hukum yang sah antara objek hak (tanah) dan subjeknya (pemegang hak), yang dibuktikan dengan dokumen hak atas tanah. Kaidah ini mengukuhkan adanya jaminan kepastian hukum penguasaan dan pemilikan tanah.

Restriction dimaksudkan sebagai pembatasan hak, yakni batasan bagi subjek hak dalam menggunakan dan mamanfaatkan tanah, Dalam hal ini bidang tanah yang dikuasai, penggunaan dan pemanfaatannya: (1) harus sesuai dengan rencana tata ruang; (2) mempunyai fungsi social; dan (3) harus dilepaskan apabila akan digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Responsibility adalah tanggungjawab bagi subjek hak terkait dengan hak atas tanah yang dimilikinya untuk: (1) memelihara tanahnya; (2) menggunakan dan memanfaatkan tanah sesuai hak yang diberikan; (3) memelihara tanda batas & dokumennya. Ketiga hal di atas (3R) saling terkait, melekat dan tidak dapat diterapkan secara terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang hak atas tanah, baik perorangan, kolektif maupun badan hukum, di dalam haknya mengandung pula batasan-batasan berikut tanggungjawabnya. Apabila kaidah-kaidah administrasi pertanahan tersebut diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan, maka akan terwujud apa yang disebut dengan tertib pertanahan.

 

Mewujudkan Tertib Pertanahan

Untuk mengantisipasi terjadinya bencana sekaligus dalam rangka mewujudkan tertib pertanahan pemerintah sudah cukup lama menetapkan kebijakan tertib pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib Pertanahan. Catur Tertib Pertanahan ini diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) ke-3. Dalam hal ini Catur Tertib Pertanahan terdiri dari: (a) tertib hukum, dimana setiap bidang tanah diberikan jaminan kepastian hukum berkenaan dengan  penguasaan atau pemilikannya dan dibuktikan dengan tanda bukti/dokumen yang kuat berupa sertipikat tanah; (b) tertib administrasi, terkait dengan tertibnya administrasi pertanahan berikut layanan publik di bidang pertanahan; (c) tertib penggunaan tanah, dalam hal ini setiap hak atas harus dipastikan penggunaannya sesuai dengan sifat hak yang diberikan, sesuai dengan potensi tanahnya serta memberikan kemanfaatan dan kesejahtraan masyarakat; dan (d) tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup, yakni memastikan bahwa setiap pemegang hak atas memanfaatkan dan memelihara tanahnya demi keberlanjutan lingkungan.

Untuk mewujudkan tertib pertanahan melalui Catur Tertib Pertanahan, pemerintah juga telah menelorkan Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan. Gerakan ini diatur melalui Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan. Dalam operasionalnya gerakan ini dilakukan secara massif berbasiskan partisipasi masyarakat yang dikenal dengan Kelompok Sadar dan Tertib Pertanahan (Pokmasdartibnah). Namun demikian, sudah lebih dari 2 (dua) dekade ini Gerakan Sadar dan Tertib Pertanahan serta keberadaan Pokmasdartibnah tidak lagi menjadi program pemerintah.   

Oleh karena itu, sebagai langkah untuk mewujudkan tertib pertanahan sekaligus mengantisipasi terjadinya berbagai bencana perlu dikampanyekan lagi Gerakan Sadar dan Tertib Pertanahan secara partisipatif sekaligus menghidupkan kembali Pokmasdartibnah


[1] Dimuat dalam SKH Kedaulatan Rakyat, 11 Januari 2023 hal 11

[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fak Geografi UGM