Senin, 18 April 2022

Manajemen Pertanahan IKN

 

Manajemen Pertanahan IKN[1]

 

Oleh:

Dr. Sutaryono[2]

 

Pada tanggal 18 Januari 2022 RUU Ibu Kota Negara resmi disahkan menjadi UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara. Pro kontra tentu mengiringi kebijakan dan implementasi kebijakan pemindahan ibu kota tersebut. Naskah ini tidak dimaksudkan untuk masuk dalam perdebatan pro dan kontra, tetapi lebih pada elaborasi pemindahan IKN dalam perspektif manajemen pertanahan, mengingat seluruh tapak pembangunan IKN masih bertumpu pada tanah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan manajemen pertanahan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya tanah untuk mendapatkan hasil yang baik. Hal ini meliputi semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan pertanahan sebagai sumberdaya baik dari aspek lingkungan maupun aspek ekonomi, termasuk sektor pertanian, pertambangan, perkebunan, maupun sektor properti serta perencanaan wilayah kota dan daerah (UN, 1996). Dalam perkembangannya manajemen pertanahan menjadi sebuah paradigma yang digunakan dalam tata kelola pertanahan pada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, yakni land management paradigm (Enemark, 2005). Paradigma manajemen pertanahan ini terdiri atas tiga komponen utama yaitu: (1) kerangka kebijakan pertanahan (land policy framework); (2) infrastruktur informasi pertanahan (land information infrastructure); dan (3) pengaturan kelembagaan (institutional arrangement). Ketiga komponen tersebut bekerja secara simultan dan mendukung fungsi administrasi pertanahan (land administration function).   

Dalam praksis ke-Indonesia-an, saat ini paradigma manajemen pertanahan diadopsi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ke dalam Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN Tahun 2020 – 2024. Disebutkan dalam renstra tersebut bahwa tata kelola pertanahan yang diwujudkan dalam fungsi administrasi pertanahan mencakup proses-proses yang terkait dengan penguasaan tanah (land tenure), nilai tanah (land value), penggunaan tanah (land use) dan pengembangan tanah (land development). Terciptanya empat fungsi administrasi pertanahan dengan berbasiskan bidang-bidang tanah, akan menjamin terwujudnya pengelolaan pertanahan yang berkelanjutan.

Data dari beberapa sumber menunjukkan bahwa luas tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan IKN sekitar 256 ribu hektar, yang akan dialokasikan untuk kawasan pengembangan seluas 193 ribu hektar, kawasan ibu kota 56 ribu hektar, dan kawasan inti 6.700 hektar. Dalam konteks ini Kementerian ATR/BPN telah memastikan bahwa status tanah Kawasan IKN clean and clear.

Dalam kerangka kebijakan pertanahan, pembangunan kota perlu diarahkan pada kebijakan yang mendasarkan pada Tap MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, yakni: (1) terselenggaranya pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) secara komprehensif dan sistematis; (2) mampu menyelesaikan konflik-konflik pertanahan dan pemanfaatan ruang sekaligus dapat mengantisipasi munculnya potensi konflik.

Terkait dengan komponen infrastruktur informasi pertanahan, pembangunan IKN ini mensyaratkan tersedianya data kadaster dan informasi geospasial tematik pertanahan dan ruang multiguna, yang siap untuk mendukung fungsi administrasi pertanahan dan penataan ruang untuk mendukung tata kelola pertanahan yang baik menjadi poin penting dalam pembanguan IKN sebagai kota berkelanjutan. Dalam konteks ini infrastruktur informasi pertanahan dimaknai sebagai Informasi Data Spasial yang merupakan integrasi dari teknologi informasi, kebijakan dan administrasi pertanahan, yang memiliki tujuan untuk mempermudah kegiatan berbagi pakai informasi spasial guna pengambilan keputusan, mengurangi duplikasi dan redundansi data serta meningkatkan kualitas data spasial (Pinuji, 2016). Secara praksis, data pertanahan berbasis bidang yang dihasilkan melalui IP4T dapat ditindaklanjuti melalui pengukuran dan pemetaan secara kadastral dan menjadi IDS utama, yang dapat diisi dengan informasi-informasi tematik yang dibutuhkan dalam pembangunan dan pengelolaan IKN.

Dalam pengaturan kelembagaan, berdasarkan UU 3/2022 tentang IKN, pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Namun demikian, kelembagaan yang mengelola pertanahan tetap berada pada Kementerian ATR/BPN, yang operasionalisasinya ada pada Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan. Dalam konteks ini penerapan manajemen pertanahan dalam pembangunan IKN menjadi hal yang urgent sekaligus emergence.


[1] Dimuat pada Kolom ANALISIS SKH Kedaulatan Rakyat, 16-04-2022

[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta dan Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM

Kamis, 07 April 2022

Perizinan KKPR

Pelayanan Perizinan KKPR

Berdasarkan PP 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, berbagai perizinan pemanfaatan ruang sebagaimana terdapat dalam PP 15/2010 telah diintegrasikan ke dalam Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Namun demikian, hingga saat ini perizinan KKPR di daerah masih banyak menghadapi kendala. Bahkan Rekomendasi Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/BPN Tahun 2022 pada bidang tata ruang menyebutkan secara spesifik bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam penerbitan KKPR di daerah, yang mencakup regulasi, sistem layanan, dan ketersediaan sumberdaya manusia. 

Berdasarkan hak tersebut, jelaskan kondisi Pelayanan Perizinan KKPR yang ada pada lokasi pemberdayaan, baik di Kementerian ATR/BPN (pusat), pemerintah provinsi (kanwil), maupun di kantor pertanahan (kabupaten/kota), yang meliputi: kondisi sistemnya, pelaksanaan layanannya, SDM-nya, dan kendala yang dihadapinya.

Tuliskan secara berkelompok (berdasarkan lokasi) dan posting pada kolom komentar di bawah. Jangan lupa lengkapi dengan Nama & Kelas.