Rabu, 30 Oktober 2019

Indonesiaku Indonesiamu



Memahami Kembali Indonesiaku Indonesiamu[1]

Oleh:
Dr. Sutaryono[2]

Tanggal 28 Oktober, mengingatkan kita semua akan Momentum Sumpah Pemuda 1928, yang salah satu rumusannya adalah “Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia”.  Rumusan yang sudah hampir seabad tersebut hingga saat ini masih menunjukkan relevansinya. Ditengah berbagai ancaman disintegrasi yang selalu muncul dan berkelindan dengan dinamika politik identitas yang kian terasa, sumpah tersebut menjadi sangat bermakna. Sumpah yang menunjukkan bahwa founding fathers kita menyadari sepenuhnya bahwa esensi kebangsaan itu adalah tanah (baca: tanah air), yang mampu menjadi bingkai perekat persatuan. Sumpah tersebut merupakan nasionalisme ke-Indonesiaan yang luarbiasa, mengandung daya ikat dan patriotisme kebangsaan bagi seluruh anak bangsa (KR, 30-10-2017).
Dalam konteks kekinian, sebuah group vocal Keluarga Jerman yang tinggal di Indonesia dengan label ‘Londo Jowo Kabeh’ mengingatkan kita semua dengan lagu yang sarat makna, ‘Indonesiaku Indonesiamu’. Berikut petikan bait pertamanya: “Indonesia Tanah Air Tercinta. Di sini Ku Hidup Berkarya. Rajut Damai Ragam Suku Agama. Surga Kecil yang Menjadi Nyata”. 
Dua hal di atas menunjukkan bagi kita semua bahwa Tanah Air Indonesia adalah sebuah entitas bersama, yang harus dijaga bersama dan dibangun bersama demi keutuhan bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Ancaman Disintegrasi

Kondisi ke-Indonesia-an saat ini tengah dihiasi dengan riak-riak kecil ancaman disintegrasi, baik diakibatkan oleh perbedaan pandangan politik, ancaman radikalisme, perdebatan peraturan perundang-undangan yang diwarnai berbagai aksi massa, maupun adanya dinamika sosial dan konflik. Kondisi demikian menjadi penting bagi kita semua untuk mengedepankan kepentingan bersama demi terwujudnya keutuhan Bangsa Indonesi. Apalagi di tengah hadirnya presiden, wapres dan kabinet baru, maka semangat ke-Indonesia-an haruslah semakin menguat.
Keutuhan bangsa akan terwujud apabila bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikelola secara adil untuk kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. Mengapa? Karena bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah ruang hidup, sumber hidup dan hajat hidup seluruh masyarakat Indonesia. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana memastikan terwujudnya keadilan dan kemakmuran dalam pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya?
Jawabnya adalah ketika tidak ada lagi ketimpangan penguasaan tanah dan sumberdaya alam, terselesaikannya konflik agraria dan sumberdaya alam lainnya, terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, serta terciptanya lapangan kerja yang luas dan terentasnya masyarakat dari kemiskinan. Prasyarat di atas dapat diwujudkan apabila ada kebijakan pemerintah yang bersifat mendasar dan melibatkan semua pemangku kepentingan yang berhubungan dengan pengelolaan bumi air dan kekayaan alam yang ada di Indonesia. 

Reforma Agraria

Kebijakan strategis pemerintah saat ini yang secara politis sudah diamanahkan pada awal Orde Reformasi adalah Pembaruan Agraria, atau lebih dikenal dengan Reforma Agraria. Agenda reforma agraria telah diamanahkan melalui Tap No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, mengingat bahwa  pengelolaan sumber daya agraria/sumberdaya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik. Bahkan saat ini telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, yang menjadi landasan hukum penyelenggaraan reforma agraria.
Reforma agraria dalam perpres tersebut dimaknai sebagai penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, pengguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan asset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat. Adapun agenda RA ini bertujuan untuk: (a) mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah; (b) menangani sengketa dan konflik agraria; (c) menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; (d) menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; (e) memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi; (f) meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan (g) memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
Berdasarkan hal di atas, tampak sekali bahwa apabila agenda reforma agraria dapat dijalankan secara baik, maka prasyarat keutuhan bangsa akan dapat tercapai. Inilah yang menjadi ‘roh’ Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Indonesiaku-Indonesiamu. Semoga.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 28-10-2019
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada STPN Yogyakarta dan Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM