Sabtu, 13 Agustus 2022

Merdeka dari Mafia Tanah

 

KR, 13 Agustus 2022 Hal 1

Merdeka dari Mafia Tanah

 

Merdeka dari Mafia Tanah[1]

Oleh: Dr. Sutaryono[2]

 

Momentum Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-77 ini musti dijadikan spirit bersama untuk membebaskan diri dari mafia tanah. Mengapa? Karena kejahatan dengan objek tanah hingga saat ini masih sangat meresahkan dan menjadi ancaman bagi kita. Hal ini ditunjukkan Ketika pada pekan lalu, publik kembali disuguhi terungkapnya beberapa dugaan mafia tanah. Terungkapnya kasus ini memunculkan spekulasi bahwa kasus mafia tanah laksana ‘gunung es’ yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan serius.

Komitmen penanganan dan penanggulangan mafia tanah telah ditunjukkan oleh pemerintah melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan jajarannya. Hal ini tentu sejalan dengan perintah Presiden saat melantik Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, S.I.P, sebagai Menteri ATR/KBPN menggantikan Sofyan A. Djalil. Arahan Presiden sangat jelas dan tegas, yakni memberikan 3 (tiga) tugas kepada Menteri ATR/KBPN yang baru untuk: (1) menyelesaikan pensertifikatan tanah milik rakyat; (2) penanganan sengketa dan konflik pertanahan, termasuk mafia tanah; serta (3) menangani permasalahan tanah dan tata ruang di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Dalam beberapa kesempatan Menteri ATR/KBPN menyatakan bahwa “dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan, termasuk pemberantasan mafia tanah harus terjalin sinergi antara 4 (empat) pilar, yaitu Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum dan Lembaga Peradilan”. Sinergi inilah yang tampaknya sudah mulai menunjukkan hasilnya, yakni terungkapnya beberapa kasus yang diduga melibatkan mafia tanah.

Mafia tanah adalah penjahat yang menggunakan tanah sebagai objek kejahatan, melalui persekongkolan yang melibatkan berbagai pihak yang terkait dalam pengurusan dan pelayanan pertanahan. Mengapa tanah menjadi sasaran objek kejahatan bagi para mafia? Paling tidak terdapat 4 (empat) alasan mengapa tanah menjadi objek mafia, yakni: (a) tanah merupakan properti yang paling bernilai; (2) tanah mempunyai sifat scarcity atau langka; (3) tanah mempunyai sifat transferability atau mudah untuk dipindahtangankan; (4) sistem administrasi pertanahan yang belum sepenuhnya memberikan jaminan keamanan bagi pemegang hak atas tanah (Opini KR, 27-12-2021).

 

Antisipasi Munculnya Mafia

Upaya penanganan mafia tanah harus dilakukan secara bersama-sama dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Tidak hanya melibatkan 4 (empat) instansi sebagaimana disebutkan oleh Pak Menteri, tetapi lebih luas dengan melibatkan pemerintah desa, warga masyarakat dan pihak lain yang terkait. Strategi yang perlu dikembangkan adalah top down dan bottom up.  Strategi yang dimaksudkan disini lebih bersifat preventif atau pencegahan, mengingat strategi penanganan yang bersifat kuratif sudah dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Strategi top down menjadi domain Kementerian ATR/BPN. Beberapa agenda yang sedang dan perlu diupayakan oleh Jajaran Kementerian ATR/BPN antara lain adalah: (1) transformasi digital terhadap data dan informasi pertanahan; (2) digitalisasi layanan pertanahan. Layanan ini diorientasikan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pelayanan, sekaligus mencegah manipulasi data dan informasi; (3) pencanangan Program Desa Lengkap atau Kalurahan Lengkap yang berujung pada terwujudnya Kabupaten/Kota Lengkap. Desa/Kalurahan Lengkap adalah desa/kalurahan yang seluruh bidang-bidang tanah yang berada di wilayah tersebut sudah memenuhi syarat lengkap dan valid baik secara spasial maupun yuridis; (4) mengkampanyekan kembali pentingnya mewujudkan Catur Tertib Pertanahan yang berisikan tertib, hukum, tertib administrasi, tertib penggunaan serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. 

Strategi bottom up dimulai dari masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah dan pemerintah desa/kalurahan, antara lain: (1)   pemegang hak atas tanah harus memastikan bahwa tanahnya sudah terdaftar dan bersertipikat; (2) pemegang hak atas harus menjaga dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan sifat hak yang dimilikinya. Prinsip right, restriction dan responsibility harus terinternalisasi pada semua pemegang hak atas tanah; (3) Pemerintah desa/kalurahan harus memiliki dan/atau dapat mengakses data pertanahan secara lengkap, sehingga peluang untuk penyalahgunaan data dan informasi pertanahan pada level desa dapat diantisipasi.

Strategi top down dan bottom up ini apabila dapat dilakukan secara simultan, maka kemerdekaan terhadap ancaman mafia tanah dapat diwujudkan.



[1] Dimuat pada Kolom ANALISIS, SKH Kedaulatan Rakyat, 13 Agustus 2022 Hal 1

[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM