Rabu, 02 Maret 2022

Kepentingan Umum

 

Kepentingan Umum[1]

 Oleh:

Dr. Sutaryono[2]

 Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum masih menjadi perbincangan hangat. Berbagai sikap pro-kontra yang mengiringi proses-proses pengadaan tanah saling berkelindan dan sulit untuk dipisahkan. Bahkan perbincangan tersebut mengarah ke berbagai persoalan hingga spekulasi, mulai dari persoalan ekonomi, sosial, lingkungan hingga ke persoalan politik.  Terutama setelah ramainya pemberitaan kasus Desa Wadas Kabupaten Purworejo.

Tulisan ini mengelaborasi tanah untuk kepentingan umum dan hal-hal terkait. Secara normatif, berdasarkan UU 2/2012 kepentingan umum dimaknai sebagai kepentingan bangsa, negara dan masyarakat, yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Makna ini menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan tanah untuk kepentingan bangsa, negara dan masyarakat melalui proses pengadaan tanah. Berdasarkan UU 2/2012, yang dimaksudkan dengan tanah untuk kepentingan umum adalah tanah yang digunakan untuk pembangunan: (1) pertahanan dan keamanan nasional; (2) jalan umum, tol, terowongan, jalur dan stasiun keretaapi, fasilitas operasi keretaapi;  (3) waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; (4) pelabuhan, bandara, dan terminal; (5) infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; (6) pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; (7) jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; (8) tempat pembuangan dan pengolahan sampah; (9) rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; (10) fasilitas keselamatan umum; (11) Tempat Pemakaman Umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; (12) fasos, fasum, dan RTH publik; (13) cagar alam dan cagar budaya; (14) kantor Pemerintah/Pemda/desa; (15) penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk MBR dengan status sewa; (19) prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemda; (2) prasarana olahraga Pemerintah/Pemda; dan (2) pasar umum dan lapangan parkir umum.

Terlepas dari polemik Putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja, tanah kepentingan umum dalam UU 2/2012 diperluas atau ditambah dengan: (1) kawasan industri hulu dan hilir minyak dan gas; (2) kawasan ekonomi khusus; (3) kawasan industri; (4) kawasan pariwisata; (5) kawasan ketahanan pangan; dan (6) kawasan pengembangan teknologi.

 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Beragam pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana diatas mensyaratkan adanya tanah yang harus dibebaskan, termasuk tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh masyarakat. Dalam regulasi tersebut juga disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, setiap orang wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Namun demikian, bukan berarti pemerintah dapat mengambil tanah masyarakat dengan bebas, tetapi pemerintah juga wajib taat asas dalam pelaksanaannya.

Sangat jelas bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum wajib dilakukan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil serta harus memenuhi berbagai azas yang telah ditetapkan, yakni asas: (1) kemanusiaan, dimaksudkan agar prosesnya  memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga: (2) keadilan, yakni memberikan jaminan penggantian yang layak kepada Pihak yang Berhak agar dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik; (3) kemanfaatan, dimana mampu memberikan manfaat secara luas; (4) kepastian  tersedianya tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan Ganti Kerugian yang layak; (5) keterbukaan, dengan memberikan akses masyarakat untuk mendapatkan informasi; (6) kesepakatan, mensyaratkan bahwa proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan Bersama; (7) keikutsertaan, yakni dilakukan dengan dukungan dan partisipasi masyarakat sejak perencanaan sampai kegiatan pembangunan; (8) kesejahteraan, yang diorientasikan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan masyarakat secara luas; (9) keberlanjutan, dengan jaminan bahwa kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan; dan (10) asas keselarasan dimana proses Pengadaan Tanah dapat dilakukan secara seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.

Kita bisa membayangkan bahwa apabila untuk kepentingan umum, semua asas-asas pengadaan tanahnya terpenuhi dalam prosesnya, hak-hak masyarakat yang berhak dan terdampak terpenuhi, harmoni sosial dan kelestarian lingkungan terjaga, maka pembangunan untuk kepentingan umum yang mensejahterakan masyarakat adalah suatu keniscayaan. Semoga.

[1] Dipublikasikan pada Kolom OPINI SKH Kedaulatan Rakyat, 25 Februari 2022

[2] Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM