Rabu, 03 Mei 2023

Lahan Sawah Dilindungi

 Dipublikasikan melalui Kolom ANALISIS

SKH Kedaulatan Rakyat, Sabtu 15 April 2023 Hal 1


Lahan Sawah Dilindungi

Oleh: Dr. Sutaryono 


Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara agraris memberikan implikasi kepada pemerintah untuk melakukan upaya penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan. Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui penerbitan UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Regulasi ini diorientasikan untuk: (a) melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; (b) menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; (c) mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; (d) melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; (e) meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani; (f) meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; (g) meningkatkan penyediaan lapangan kerja: (h) mempertahankan keseimbangan ekologis; dan (i) mewujudkan revitalisasi pertanian.

Namun demikian, upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai amanah UU di atas hingga kini belum menampakkan hasilnya. Konversi lahan pertanian terus terjadi dan sulit dikendalikan. Konversi  lahan pertanian ke non pertanian pada tahun 2013 – 2018 mencapai 130 ribu hektar/tahun (Firmansyah et al., 2021), dan saat ini diperkirakan mencapai lebih dari 100 ribu hektar/tahun. 

Alih fungsi lahan tersebut berdampak pada: (a) hilangnya lahan pertanian produktif; (b) ketergantungan impor pangan semakin tinggi; (c) harga pangan meningkat; (d) berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor pertanian; (e) semakin meningkatnya jumlah buruh tani dan petani tanpa tanah; dan (f) meningkatnya pengangguran di perdesaan.Apabila hal ini tidak segera mendapatkan penanganannya maka ancaman dampak tersebut menjadi nyata.

Oleh karena itu, pemerintah kembali menerbitkan regulasi untuk melindungi keberadaan lahan pertanian pangan melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019

Tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Perpres ini diorientasikan untuk pengendalian alih fungsi lahan sawah melalui penetapan peta lahan sawah yang dilindungi (LSD) dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program strategis nasional. Artinya pemerintah sangat serius untuk melakukan perlindungan lahan pertanian pangan, utamanya lahan sawah.

Operasionalisasi perpres tersebut dilakukan oleh Kementarian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui identifikasi dan inventarisasi lahan sawah di berbagai daerah pada tahun 2019 yang ditetapkan sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Hasil identifikasi dan inventarisasi tersebut telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri ATR/KBPN No. 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Tantangan Baru


Ditetapkannya keputusan menteri tersebut ternyata menimbulkan berbagai permasalahan di daerah. Mengapa? Karena peta LSD yang ditetapkan tidak sinkron dengan kondisi eksistingnya dan tidak sinkron juga dengan zona peruntukan lahan sawah yang dialokasikan pada Pola Ruang RTRW. Padahal keputusan Menteri tersebut memberikan Amanah kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menggunakan Peta LSD ini dalam penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang. Disamping itu Peta LSD ini harus dilakukan verifikasi dan sinkronisasi data Lahan Sawah. 

Beberapa temuan lapangan di berbagai daerah yang menjadi tantangan untuk segera ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan antara lain: (a) adanya perbedaan luasan antara LSD dengan peruntukan lahan pertanian pada RTRW atau RDTR; (b) bidang tanah/lokasi yang ditetapkan sebagai LSD berada pada zona non pertanian pada RTRW/RDTR; (c) bidang tanah yang masuk dalam LSD, secara eksisting sudah berupa penggunaan non pertanian; (d) bidang tanah yang masuk LSD sudah dikuasai oleh perorangan atau badan hukum yang akan digunakan untuk kepentingan bisnis/investasi; (e) ada perbedaan interest antara kepentingan pengendalian lahan pertanian dengan kebijakan kemudahan investasi; (f) ada perbedaan persepsi antara OPD yang membidangi investasi, pekerjaan umum dan penataan ruang dengan yang membidangi keberadaan lahan pertanian dan pengelolaan lingkungan. Tantangan sekaligus permasalahan di atas harus segera disinkronisasikan agar kebijakan perlindungan lahan pertanian dengan kepentingan investasi tidak saling menegasikan. 


Lahan Sawah Dilindungi

 


Dipublikasikan di SKH KR, 15-04-2023 Hal 1