Selasa, 08 November 2022

Perizinan KKPR

 

Perizinan KKPR[1]

Oleh:

Dr. Sutaryono[2]

 

Hari ini, 8 November 2022 adalah Hari Tata Ruang Nasional, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2013. Tidak banyak yang merayakannya, karena Hari Tata Ruang ini oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional diintegrasikan dengan Hari Agraria (24 September) menjadi Hari Agraria dan Tata Ruang (HANTARU). Namun demikian momentum ini perlu dijadikan sebagai media untuk melihat kembali bagaimana Rencana Tata Ruang (RTR) menjadi pengatur beraneka pemanfaatan ruang.

Terbitnya Undang-undang 11/2020 tentang Cipta Kerja yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah 21/2021, penyelenggaraan penataan ruang memasuki babak baru (Opini KR, 8-11-2021). Salah satunya adalah semangat untuk menempatkan RTR sebagai single reference dalam berbagai perizinan pemanfaatan ruang. Pada rezim UU 26/ 2007 jo PP 15/2010 terdapat berbagai perizinan pemanfaatan ruang, yang meliputi: (1) izin prinsip; (2) izin lokasi; (3) izin penggunaan pemanfaatan tanah; (4) izin mendirikan bangunan; dan (5) izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Melalui rezim UU 11/2020 jo PP 21/2021 berbagai perizinan tersebut digantikan menjadi satu sistem perizinan yang disebut dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).

 

Kemudahan Berusaha

 

Pada awalnya pemerintah telah menerbitkan PP 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik yang dalam implementasinya dikenal sebagai On Line Single Submission (OSS). Sistem perizinan OSS ini diterapkan dengan tujuan agar menjadi pendukung dalam pengembangan usaha dan/atau kegiatan dan bukan sebagai penghambat kegiatan berusaha (Opini KR, 21-1-2019). Dalam konteks ini, KKPR merupakan salah satu layanan dasar OSS.

 Operasionalisasi KKPR diatur melalui Pemen ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang. Jelas dan tegas disebutkan dalam regulasi tersebut bahwa seluruh kegiatan pemanfaatan ruang harus terlebih dahulu memiliki KKPR.  Dalam kerangka ini KKPR diterapkan untuk kegiatan berusaha, kegiatan non berusaha dan kegiatan yang bersifat strategis nasional.

Disamping berperan sebagai perizinan dalam pemanfaatan ruang, KKPR juga berperan sebagai dasar untuk memperoleh tanah bagi pelaku usaha. atau untuk pemohon yang telah memperoleh tanah untuk kegiatan berusahanya. Tidak sekedar sebagai syarat untuk memperoleh tanah saja, tetapi KKPR juga menjadi dasar dalam administrasi pertanahan untuk tanah yang diperoleh oleh pelaku usaha. Dalam konteks ini, KKPR benar-benar berfungsi sebagai single reference dalam pemanfaatan ruang dan perolehan tanah bagi para pelaku usaha.  

Dalam implementasinya, masih terdapat berbagai kendala yang memunculkan beragam permasalahan, yang meliputi permasalahan: (a) regulasi; (b) kelembagaan; (c) sumberdaya manusia; dan (d) sistem dan tata kerja pelayanannya. Berbagai permasalahan tersebut membutuhkan alternatif solusi, agar implementasi perizinan KKPR dapat berjalan dengan baik.

Alternatif solusi terkait regulasi antara lain: (a) mengharmonikan berbagai peraturan yang masih bertubrukan; (b) mendorong dan memfasilitasi pemerintah daerah untuk menerbitkan regulasi (perda atau perkada) yang mengatur pelaksanaan perizinanan KKPR. Alternatif Solusi terkait kelembagaan dapat dilakukan melalui: (a) penguatan koordinasi antar kementerian/Lembaga; (b) penyusunan system dan mekanisme kerja layanan KKPR pada level pemerintah kabupaten/kota; (c) perlunya percepatan penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan mengintegrasikannya ke dalam RDTR dan/atau RTRW; (d) perlunya fasilitasi percepatan pembentukan FPR.

Alternatif Solusi terkait aspek Sumberdaya Manusia, perlu dilakukan melalui: (a) penempatkan SDM secara tepat, baik dari kualitas maupun kuantitas; (b) pemberian edukasi kepada masyarakat luas, khususnya pada para pelaku usaha. Alternatif Solusi pada aspek system kerja adalah: (a) mempercepat proses penyusunan RDTR; (b) penyempurnaan system aplikasi perizinan KKPR yang terintegrasi; (c) peningkatan intensitas sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam perizinan KKPR dan para pelaku usaha.

Beberapa alternatif solusi di atas, perlu segera diprioritaskan agar perizinan berusaha melalui KKPR dapat berjalan dengan baik, memberikan kemudahan dalam perizinan dan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha maupun masyarakat yang bersinggungan dengan pemanfaatan ruang.


[1] Dimuat pada Kolom Opini SKH Kedaulatan Rakyat, 8 November 2022 hal 11

[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada STPN Yogyakarta dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM.