Selasa, 14 November 2017

Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan-Manajemen Pertanahan

Buatlah Resume Berdasarkan Seminar Internasioanl 'Land Consolidation as an Instrument to Support Sustainable Spatial Planning', 16 November 2017 di STPN Yogyakarta, dengan ketentuan:
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
                                                 b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
                                                 c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
                                                 d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan

Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan-Perpetaan

Buatlah Resume Berdasarkan Seminar Internasioanl 'Land Consolidation as an Instrument to Support Sustainable Spatial Planning', 16 November 2017 di STPN Yogyakarta, dengan ketentuan:
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
                                                 b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
                                                 c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
                                                 d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan

Kamis, 09 November 2017

Tata Ruang Vs Tata Uang



Tata Ruang Vs Tata Uang[1]
Oleh: Sutaryono[2]

Banyak orang lupa atau bahkan tidak tahu, bahwa tanggal 8 November adalah Hari Tata Ruang Nasional. Hal tersebut ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2013, yang ditandatangani oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Penetapan hari tata ruang tersebut dilakukan dengan pertimbangan perlunya upaya meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat di bidang penataan ruang dan sosialisasi berbagai kebijakan pemerintah di bidang penataan ruang, baik di pusat maupun daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah menyadari bahwa penataan ruang sebagai guidance pembangunan harus senantiasa disosialisasikan dan dikampanyekan agar benar-benar ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan.
Hingga kini, realitas menunjukkan bahwa tata ruang belum menjadi mainstream (arus utama) dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa tata ruang yang harusnya berperan dalam pengendalian pemanfaatan ruang justru menjadi instrumen dalam ‘tata uang’. Mengapa? Proses pembangunan saat ini cenderung sarat dengan kepentingan pemodal yang menempatkan ‘uangnya’ untuk berproduksi pada ruang-ruang yang menguntungkan. Kepentingan ini menjadikan munculnya komersialisasi ruang dalam pembangunan wilayah, dimana ‘tata uang’ menjadi faktor yang dominan dalam pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan ruang. Penataan ruang yang di dalamnya terdapat fungsi pengendalian justru bergeser mengikuti ‘tata uang’ yang dimainkan oleh pemodal.
Proyek-proyek pembangunan diluar pembangunan infrastruktur menunjukkan fenomena bermainnya ‘tata uang’. Secara kasat mata dapat dilihat betapa kebijakan pemanfaatan ruang bias kepentingan pemodal dan menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Sebut saja reklamasi di Teluk Jakarta, pembangunan Kota Baru Meikarta, pembangunan Kota Baru Manado, masifnya bangunan di kawasan Puncak Bogor, maupun berjejalnya pembangunan hotel, mall dan apartemen di Yogyakarta ataupun maraknya pembangunan perumahan di Sleman dan pembangunan fasilitas pariwisata di zona resapan air & Kawasan Rawan Bencana Merapi. Sebagian diantaranya seolah menafikan kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Perizinan yang semestinya menjadi instrumen pengendalian pemanfaatan ruang diterabas tanpa peduli kaidah-kaidah pembangunan. Kuasai tanahnya, bangun property-nya, langsung dipasarkan, perizinan dapat dilakukan kemudian. Bahkan ada pengembang yang baru menguasai sebagian tanahnya sudah langsung berani memasarkan property yang akan dibangun. Tentu praktik-praktik demikian mengabaikan azas kepatutan dalam berusaha, bahkan cenderung melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Izin Prinsip, Izin Lokasi, Izin Pemanfatan Tanah, Izin Lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan yang kesemuanya didisain agar proyek pembangunan yang akan dilakukan benar-benar terjaga keberlanjutannya sekaligus terwujudnya tertib ruang menjadi tidak ada artinya ketika ‘tata uang’ mendelegitimasi seluruh proses perizinan.       
Kondisi demikian sudah selayaknya tidak terjadi lagi. Seluruh pemangku kepentingan harus benar-benar memperhatikan tata ruang dalam melakukan aktifitas pembangunan. Proyek-proyek pembangunan yang dilakukan tanpa izin atau bahkan melanggar tata ruang harus segera ditindak tegas. Pemberian kelonggaran bagi pengembang yang membangun tanpa izin atau bahkan melanggar tata ruang hanya menimbulkan preseden buruk bagi upaya penegakan maupun upaya menciptakan tertib ruang. Momentum Hari Tata Ruang Nasional ini perlu dijadikan titik tolak untuk menempatkan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai guidance pembangunan yang keberadaannya wajib ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan. 
Telah secara tegas disebutkan dalam Undang-undang Penataan Ruang (UU 26/2007) bahwa pengaturan tentang penataan ruang diorientasikan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Oleh karena itu mainstreaming (pengarusutamaan) penataan ruang harus dilakukan terhadap seluruh pemangku kepentingan (KR, 12-08-2014). Mainstreaming tata ruang dalam pembangunan dimaksudkan agar setiap proses pengambilan kebijakan dan implementasi kebijakan pembangunan yang mengalokasikan dan memanfaatkan ruang harus menempatkan aspek tata ruang sebagai pertimbangan utama.   
Tata ruang harus menjadi ‘jenderal’ yang mengarahkan dan men-drive pembangunan wilayah yang memanfaatkan ruang. Oleh karena itu, pemerintah dan pemerintah daerah harus segera menyempurnakan dan melengkapi berbagai regulasi tentang penataan ruang hingga tersedianya Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi secara lengkap, sebagai instrumen utama pengendalian pemanfaatan ruang. Selamat Hari Tata Ruang Nasional.


[1] Dimuat pada Kolom Analisis, SKH Kedaulatan Rakyat, 8 November 2017 hal 1
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM