Selasa, 14 November 2017

Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan-Manajemen Pertanahan

Buatlah Resume Berdasarkan Seminar Internasioanl 'Land Consolidation as an Instrument to Support Sustainable Spatial Planning', 16 November 2017 di STPN Yogyakarta, dengan ketentuan:
1. Tema, Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan.
2. Sub Tema (pilih salah satu): a. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
                                                 b. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Bencana
                                                 c. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
                                                 d. Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Panjang Naskah 250 - 350 kata
4. Jangan lupa Cantumkan Nama & NIM
5. Input pada laman ini, selambat-lambatnya tanggal 19 November 2017 Pukul 24.00
6. Selamat Mengerjakan

59 komentar:

  1. Sangat menarik apabila kita mencermati jurnal yang berjudul land consolidation modeling to maintain food security in badung and gianyar districts of bali province yang ditulis oleh pak rahmat dkk ini, karena tanpa disadari Konsolidasi Tanah merupakan solusi pencegahan terhadap konversi tanah pertanian ke non pertanian yang secara langsung dapat berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, bahwa pada tahun 2013, luas sawah di Indonesia adalah 8.128.499 Ha, sementara pada tahun 2014, luas sawah di Indonesia menjadi 8.111.593 Ha, artinya dalam waktu 1 tahun konversi lahan non pertanian dalam hal ini sawah seluas 16.906 Ha dan pada tahun 2017 ini, luas sawah di Indonesia mencapai titik 7.74 juta hektar. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk yang setiap tahun meningkat. Apabila dibiarkan dalam beberapa tahun kedepan, kemungkinan tiap tahunnya luas sawah di Indonesia akan semakin menurun. Perlu adanya strategi untuk menahan laju konversi tanah pertanian ke non pertanian dan konsolidasi tanah merupakan strategi yang pas dalam rangka menahan laju tersebut apalagi strategi tersebut diterapkan didaerah lumbung pangan nasional yakni pulau jawa, karena menurut Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas lahan sawah 44% berada di Pulau Jawa memiliki luas lahan sawah 3,4 juta hektar, dari total persawahan di Indonesia mencapai 7,74 hektar. Model konsolidasi tanah yang cocok yaitu konsolidasi tanah vertikal namun tetap mempertimbangan ruang terbuka hijau, fasos & fasum yang memadai. Ketika hal tersebut dilakukan maka laju pertumbuhan penduduk yang meningkat tiap tahunnya tidak akan mengancam konversi tanah pertanian. Seharusnya perlu ditegaskan oleh pemerintah apabila ingin menekan laju konversi tanah pertanian ke non pertanian, khususnya didaerah lumbung pangan nasional dengan melakukan konsolidasi tanah. Karena bagi suatu bangsa yang berdaulat, ketergantungan terhadap suplai makanan dari negara lain akan tetap sulit dibenarkan. Oleh karena itu kedaulatan pangan dalam negeri tidak dapat ditawar, dan hal ini sangat ditentukan oleh ketersedian tanah sawah. Dan ketersedian tanah sawah dapat ditahan dengan konsolidasi tanah.

    Fandy Akbar
    14232804

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. HM SARUSUSUN DIATAS JALAN RAYA BERSTATUS HAK PAKAI MAUPUN TANAH NEGARA
    SEBAGAI ALTERNATIF KONSOLIDASI TANAH VERTIKAL
    OLEH: ULUL AJMI NIM:14232868

    Dari subtema yang saya ikuti yaitu “Implementation and Roles Of Vertical land Consolidation in Urban Spatial planning” dengan tiga pembicara yaitu Bpk. Muh Arif Suhatanto, Bpk. Ganang Prakoso dan Ibu Westi Utami, menurut saya sangat menarik. Ibu Westi memaparkan mengenai Konsolidasi Tanah Partisipatoris, dalam hal ini konsolidasi tanah diharapkan merupakan program yang buttom up sehingga masyarakat bukan lagi menjadi obyek konsolidasi tanah tapi juga sebagai subyek konsolidasi tanah dengan demikian masyarakat diharapkan lebih merasa memiliki dan turut merasa bertanggung jawab terhadap kesuksesan program Konsolidasi Tanah. Kemudian dari Pak Ganang Prakoso memaparkan mengenai Backlog ketersediaan pemukiman di Indonesia antara Demand masyarakat yang tinggi sementara Supply hunian yang terbatas sehingga pemerintahan Jokowi mengeluarkan program satu juta rumah yang menurut Pak Ganang Prakoso dapat didukung melalui program konsolidasi tanah vertikal, kemudian beliau juga menjelaskan mengenai optimalisasi pemanfaatan tanah pemerintah pusat dan daerah sebagai modal pelaksanaan konsolidasi tanah vertikal. selanjutnya Pak Arif Suhattanto memaparkan terkait 3D Cadaster yang menurut saya ide yang visioner.
    Nah dari pemaparan pemateri tersebut saya mulai terbesit sedikit ide kecil mengenai Konsolidasi Tanah Vertikal yaitu melalui optimalisasi lahan jalan raya yang selama ini ruang diatasnya dibiarkan “terlantar” yang menurut saya telah menyebabkan kerugian negara berupa lost income terutama didaerah perkotaan padat seperti Jakarta. Dengan banyaknya masyarakat yang membutuhkan hunian namun sulit mendapatakan lahan karna harganya sudah tak terjangkau sementara disisi lain lahan ruang di atas jalan raya baik jalan umum maupun jalan TOL yang luasnya mungkin bisa ratusan kilomater persegi tak termanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan ruang diatas jalan raya ini sebenarnya penjabaran dari pemaparan Pak Ganang Prakoso terkait pemanfaatan tanah pemerintah pusat dan daerah, karna menurut Pak Ganang Prakoso selama ini tanah-tanah milik pemerintah banyak yang tidak “diurus” bahkan beliau bercerita tentang PEMPROV DKI Jakarta saat membutuhkan tanah tanpa disadari membeli tanahnya sendiri yang diakui masyarakat.
    Sebenarnya pemanfaatan ruang diatas jalan ini bukan suatu ide yang baru, karena di beberapa negara seperti Jepang dan Cina bebrapa aparteman sudah dibangun diatas jalan raya pun terdapat juga jalan yang dibangun menembus apartemen. Harapannya dengan pemanfaatan ruang diatas jalan raya sebagai solusi keterbatasan lahan dalam konsolidasi tanah vertikal ini, bisa bermanfaat untuk menata kampung kumuh yang letaknya disamping jalan raya maupun jalan TOL, sehingga RUSUN atau resettlement dapat dibangun terlebih dahulu sebelum dilakukan penggusuran dan masyarakan tidak perlu pindah jauh-jauh dari lokasi sebelumnya.
    Mari sedikit menghayal jika Ringroad di Jogja dibangun RUSUN diatasnya mungkin saat mengendarai motor kita tak perlu repot-repot membawa jas hujan saat musim hujan pun tak perlu merasa teriknya matahari jogja di siang hari saat kemarau. Tapi sayang baru hayalan :D

    BalasHapus
  4. Pada penjabaran presentasi Bapak Rudi Rubijaya, Konsolidasi Tanah di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil merupakan salah tujuan untuk pembangunan. Menariknya, Pada wilayah pesisir negara kita, panjang garis pantai Indonesia sangat luar biasa, dan saat ini ada direktorat khusus yang menangani di pusat. Garis pantai yang luar biasa ini panjang nya kurang lebih 99.000 km, kemudian dari sisi jumlah kecamatan ada pesisir yang kena, ada yang tidak. Dari sisi Geografis, pertama kedepannya akan ada banyak sekali administrasi yang harus di tata di wilayah pesisir, sehingga pesisir ini akan menjadi wilayah yang berpotensi dan perekonomian penduduk meningkat. Permasalahan kemudian diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu ada kemiskinan yang masih banyak, polusi akibat ulah manusia yg tidak peduli dengan lingkungan . Lalu kemudian akan di coba untuk menata pulau-pulau kecil supaya bisa lebih baik ke depan, konsepnya adalah komponen sosial yang harus di tangani dalam wilayah pesisir. Konsolidasi tanah dalam pulau-pulau kecil, khusus dengan format Pariwisata, diharapkan dapat mengangkat penduduk wilayah pesisir meningkat perekonomian nya. Untuk wilayah perbatasan, terdapat UU tentang sepanjang batas di negara lain. Di Indonesia sendiri ada 3 pulau wilayah perbatasan Indonesia, yaitu di Kalimantan, Papua, dan Timor. Ini adalah wilayah perbatasan yang diharapkan sebagai halaman depan NKRI, bukan sebagai wilayah terbelakang. Diharapkan Wilayah perbatasan sebagai garda terdepan NKRI dengan memberi perlindungan, dan rasa aman. Namun pada akhirnya, diharapkan adanya evaluasi kembali pasca adanya KT. Apakah setelah adanya KT, masyarakat di wilayah pesisir dan perbatasan semakin meningkat perekonomiannya, apakah tujuan dari KT sudah terwujud. Apakah rasa aman itu sudah ada, karena biasanya masalah akan muncul setelah program selesai dilaksanakan.

    Shelvi Indriani
    NIT. 14232867

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Program Sejuta Rumah merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi untuk mewujudkan kebutuhan akan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
    Berdasarkan pemaparan oleh Sdr.Ganang Prakoso, terdapat gap antara permintaan akan rumah dan ketersedian rumah. Yang disebut dengan “Backlog”. Program Sejuta Rumah inilah yang merupakan salah satu solusi. Permasalahan yang kemudian timbul adalah keterbatasan ketersediaan lahan sehingga oleh Sdr.Ganang, disarankan dengan KT Vertikal pada lahan asset Pemerintah. Namun ternyata muncul permasalahan baru bahwa lahan asset pemerintah ini ternyata telah dikuasai (diokupasi) oleh masyarakat dengan pemanfaatan sebagai tempat tinggal secara illegal/ tidak terdaftar (dipaparkan beberapa kasus di DKI Jakarta). Permasalahan ini tidak terlepas dari kurangnya control oleh Pemerintah sendiri terhadap asset yang dimilikinya. Solusi yang kemudian ditawarkan adalah dengan tidak menggusur masyarakat yang telah tinggal disana dengan mempersiapkan hunian sementara masyarakat saat pembangunan rusunawa.
    KT vertikal sebagai metode pelaksanaan program Sejuta Rumah merupakan salah satu solusi yang tepat. Namun apabila dikembalikan pada prinsip KT bahwa KT pada prinsipnya melibatkan peran aktif masyarakat, maka peran masyarakat dalam KT Vertikal dalam rangka Program Sejuta Rumah sangat minim. Berbeda dengan suatu komunitas masyarakat yang memiliki legal right yang memiliki inisiatif untuk melaksanakan KT Vertikal di wilayah mereka. Maka seluruh anggota masyarakat berperan serta sebagai pendukung sekaligus pelaksana mulai dari sosialisasi, perencanaan siteplan, besarnya STUP dan TPBP yang kemudian disepakati bersama serta pelaksanaan dimana anggota masyarakat yang tidak dapat memberikan STUP atau TPBP tetap dapat ikut berperan dengan tenaga. Sedangkan pemerintah berperan sebagai pengarah serta fasilitator dalam rangka pelaksanaan KT Vertikal atas inisiatif masyarakat ini.
    Sedangkan dalam KT Vertikal dalam rangka Program sejuta Rumah dengan lahan milik Pemerintah untuk Rusunawa, STUP dan TPBP ini bahkan hampir tidak ada karena masyarakat tidak memiliki hak atas tanah tersebut. Pembangunan Rusunawa ataupun dalam bentuk revitalisasi merupakan program Pemerintah sehingga dalam hal ini, pembangunan/ Revitalisasi Rusunawa diserahkan kepada pelaku pembangunan (Pihak Pengembang). Bentuk partisipasi masyarakat dalam KT Vertikal adalah mendukung program pembangunan Rusunawa ataupun revitalisasi dengan mensetujui untuk tinggal di hunian sementara yang telah dipersiapkan oleh pemerintah daerah setempat. Sedangkan pelaksanaan untuk KT Vertikal dalam rangka program ini sepenuhnya merupakan pekerjaan Pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.38/PRT/M/2015 tentang Bantuan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum untuk Perumahan Umum.

    Rangga Agung C
    NIT. 14232858

    BalasHapus
  7. Fahrullah Rahmadani17 November 2017 pukul 07.48

    Subtema : Land and Spatial Planning For Specific Area
    Fahrullah Rahmadani / 14232843

    Wilayah pesisir dan pulau-pulau terluar wilayah Indonesia tidak lepas dari persoalan ketimpangan penguasaan dan pemilikan, belum lagi masalah abrasi dan erosi tanah pesisir menjadi polemik batas sepadan pantai menjadi tidak jelas. Didukung oleh rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang ada di pulau-pulau terluar ditambah keterbatasan akses infrastruktur yang dibangun terlebih pulau-pulau terluar sebagai tonggak perbatasan negara menjadi aset penting yang semakin diminati oleh pihak swasta ataupun pemodal asing untuk dimiliki, maka tepatlah menjadikan wilayah pesisir dan pulau-pulau terluar sebagai objek penataan dengan konsolidasi tanah.

    Dalam penelitian Rudianto dalam pemaparannya menunjukan wilayah pesisir utara jakarta menjadi gambaran konflik penggunaan antara penghuni liar dan pemilik tanah sehingga perlu adanya kebijakan konsolidasi dan perencanaan spasial yang komprehensif untuk memperkecil konflik yang terjadi. Kemudian penelitian Azizah yang memaparkan tentang pemanfaatan bambu sebagai pembatas/benteng alami dari erupsi gunung merapi menunjukan kepada kita untuk menata kawasan rawan bencana dengan penatagunaan tanah. Presenter ketiga dan keempat yaitu dosen STPN Ibu Sukmo dan Ibu Westi yang intinya dalam wilayah perkotaan yang padat dengan potensi rawan bencana yang tinggi harus segera di laksanakan penataan secara konsolidasi tanah baik itu secara horisontal maupun vertikal, dan tidak lepas dari partisipasi aktif masyarakat sebagai aktor keberhasilan penataan.

    Setelah mengikuti seminar Internasional ini ada catatan penting yang penulis ambil. Bahwa konsolidasi tanah untuk kawasan khusus (daerah rawan bencana, pesisir, perbatasan negara, dan pulau-pulau kecil terluar) adalah jalan keluar mengurangi konflik akibat ketimpangan penguasaan dan sebagai langkah untuk menghindari resiko bencana di wilayah perkotaan dengan optimalisasi penggunaan tanah yang terbatas dan didukung peran aktif masyarakat sebagai subjek perencanaan dan pengembangan wilayah yang nyaman, aman, sejahtera dan berkelanjutan.

    BalasHapus
  8. KONSOLIDASI TANAH VERTIKAL SEBAGAI SOLUSI PENATAAN KAWASAN KUMUH

    Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti dengan ketersediaan tanah serta perkembangan permukiman yang tidak memperhatikan aturan penggunaan dan pemanfaatan tanah merupakan salah satu faktor timbulnya permukiman padat penduduk sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Penyediaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) oleh pemerintah juga mengalami kesulitan karena ketersediaan tanah yang terbatas. Selain itu, tingginya nilai tanah di daerah perkotaan juga menjadi faktor penyediaan tanah untuk perumahan sosial sulit untuk dilaksanakan. Karena kebutuhan akan tanah yang mendesak namun tidak didukung dengan kondisi ekonomi masyarakat, masyarakat mulai menempati daerah-daerah yang tidak seharusnya seperti di sepadan sungai dengan membangun bangunan permanen, semi permanen maupun tidak permanen sehingga terbentuklah kawasan kumuh di perkotaan. Penataan kawasan kumuh yang sering berwujud dengan penggusuran dan relokasi ke rumah susun yang disediakan pemerintah mendapat pertentangan dari masyarakat karena lokasi yang jauh dari tempat tinggal awal dan kewajiban membayar sewa yang dirasa memberatkan bagi masyarakat. Oleh karena itu, penting dilakukan suatu kegiatan pembangunan tanpa menggusur yang melibatkan masyarakat.
    Konsolidasi tanah vertikal merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat menjadi solusi dalam penataan kawasan kumuh diperkotaan. Konsep konsolidasi tanah adalah pembangunan lingkungan yang terpadu dengan menata kembali penguasaan dan pemilikan tanah secara optimal dengan melibatkan partisipasi pemilik tanah. Partisipasi pemilik tanah merupakan kunci suksesnya kegiatan konsolidasi tanah vertikal. Peran serta pemerintah dalam kegiatan konsolidasi tanah juga penting, mengingat lokasi konsolidasi tanah mengacu pada rencana tata ruang dan wilayah. Pemerintah juga membantu dalam penyediaan dana konsolidasi tanah, sehingga masyarakat tidak merasa terbebani dengan kegiatan penataan kawasan ini. Keuntungan dari kegiatan konsolidasi tanah adalah selain terciptanya konsep permukiman yang terpadu, juga terciptanya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang baik dimana manfaatnya diperuntukkan bagi masyarakat secara umum dan masyarakat program konsolidasi tanah khususnya. Selain itu, lokasi dalam konsolidasi tanah adalah lokasi yang dekat dengan lokasi tanah awal merupakan faktor pendukung masyarakat suka rela melaksanakan konsolidasi tanah karena adanya nilai historis antara masyarakat dengan tanahnya.


    RESTU ISTININGDYAH
    NIM. 14232861

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  10. Subtema : Konsolidasi Tanah Pertanian untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional

    Siti Arifatun Sholihah
    14232829

    Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai peran strategis dalam kaitannya dengan ketersediaan pangan nasional. Konversi penggunaan tanah dari pertanian menjadi non pertanian merupakan permasalahan yang cukup serius belakangan ini. Kebutuhan akan pangan yang meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan pertanian yang mencukupi. Yendi Sufyandi dkk melakukan penelitian di Badung dan Gianyar, Bali dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk serta konversi penggunaan tanah sebagai variabel dalam rangka mempelajari ketahanan pangan wilayah. Dengan rata-rata konversi penggunaan tanah per tahun sebesar 0,98% dan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,25%, maka dalam 12 tahun ke depan, ketahanan pangan di wilayah tersebut akan mencapai batasnya. Dengan kata lain, tanah pertanian yang tersedia, tidak akan mampu lagi menopang kebutuhan penduduk akan pangan di wilayah tersebut.
    Beranjak dari hal di atas, sudah seyogyanya apabila pemerintah mulai melirik konsolidasi tanah pertanian sebagai upaya penyelamatan ketersediaan pangan nasional. Konsolidasi tanah pertanian (terutama di daerah urban) diharapkan tidak hanya menjadi pengendali penggunaan tanah, akan tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai efisiensi pengelolaan pertanian, peningkatan produksi pangan dan pendapatan rumahtangga petani, serta penciptaan lapangan pekerjaan. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan arah kebijakan pembangunan suatu daerah, Bagaimana suatu daerah tetap dapat mengikuti laju pertumbuhan pembangunan, tanpa mengorbankan lahan pertanian yang sudah ada, harus dituangkan di dalam perencanaan wilayah daerah tersebut. Selain peran pemerintah, paradigma sosial atas tanah pertanian juga merupakan tantangan lainnya dalam konsolidasi tanah pertanian. Sebagaimana pendapat Yayat Supriatna, bahwa konsolidasi tanah tidak hanya terkait dengan struktur, tapi juga kultur dan proses sosial dalam masyarakat. Pandangan masyarakat mengenai tanah pertanian sebagai asset ekonomi, serta berkurangnya generasi petani muda, berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan konsolidasi tanah pertanian.

    BalasHapus
  11. KONFLIK PESISIR PESISIR DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR
    Oleh : RUDIANTO

    Implementasi konsolidasi tanah di Jakarta utara menurut sulit dilakukan. Konsolidasi tanah di wilayah Jakarta Utara tidaklah ideal untuk dilaksanakan melihat berbagai faktor terutama ketersediaan tanah yang minim. Untuk itu, pemberian insentif secara langsung berupa uang dirasa lebih baik daripada melaksanakan Konsolidasi Tanah secara vertikal dimana terdapat potensi masyarakat tidak dapat memanfaatkannya karena faktor ekonomi (uang sewa), maupun kecenderungan masyarakat untuk dapat menyewakan kembali rusun tempat tinggalnya untuk mendapatkan keuntungan. Dengan pemberian insentif berupa uang diharapkan masyarakat memanfaatkan insentif untuk kembali ke daerah asalnya dan terdapat kemungkinan tidak kembali ke Jakarta.

    RUMPUN BAMBU SEBAGAI PELINDUNG ALAMI DARI ERUPSI GUNUNG BERAPI
    Oleh : AZIZAH DEWI SURYANINGSIH

    Sumber daya alam dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam “early warning system”. Terdapat kepercayaan masyarakat sekitar lereng gunung merapi bahwa bunyi yang berasal dari bambu dapat digunakan untuk mendeteksi adanya erupsi gunung merapi. Peningkatan suhu dari erupsi gunung ditenggarai menimbulkan bunyi terbakar pada bambu dalam radius 3 km dari pusat erupsi. Berdasarkan fenomena tersebut, penanaman bambu pada daerah sekitar gunung merapi dapat dipergunakan sebagai early warning system secara natural. Dengan penanaman bambu ini dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunung merapi sebesar 40 – 50 %.

    PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KONSOLIDASI TANAH PENGELOLAAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA
    Oleh : SUKMO PINUJI

    Pada tahun 2011 terjadi bencana gempa di Jepang bagian Timur, Higashi-Matsushima city. Sebanyak 3% total populasi penduduk meninggal, 73 % bangunan hancur, 3.249 Ha lahan pertanian lenyap. Pasca bencana tersebut, Jepang melakukan restorasi dengan 3 cara yakni 1) Pembangunan mandiri 2) Pembangunan bersama pemerintah 3) Pembangunan secara swadaya. Keberhasilan Jepang melaksanakan konsolidasi tanah adalah karena didukung oleh partisipasi masyarakat yang baik melalui fasilitator yang dibiayai oleh pemerintah.

    TANAH KONSOLIDASI SEBAGAI SOLUSI UNTUK DAERAH PADAT
    Oleh : WESTI UTAMI

    Pertumbuhan Penduduk menyebabkan berbagai dampak negatif seperti : mengurangi daya dukung tanah hingga potensi bencana. Kotagede sebagai salah satu daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap gempa di Yogyakarta. Secara fisik, luas bangunan di Kotagede cenderung kecil, hanya 18% yang luasnya lebih dari 100 m2. Kondisi buruk Kotagede juga diperparah dengan akses jalan yang relatif kecil 36% merupakan 1.5 meter dan hanya 3% yang berukuran 3 m. Kondisi Kotagede tersebut kemudian digolongkan menjadi 2 kelas yakni : 1) Parah (hanya berluas 40 m2) dilaksanakan konsolidasi tanah vertical; 2) Kondisi sedang (Konsolidasi tanah horizontal dengan melebarkan jalan).

    ARIO ADITIA PRATAMA
    14232799

    BalasHapus
  12. KONSOLIDASI TANAH PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
    Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian merupakan fenomena yang sulit untuk dibendung sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan. Alih fungsi lahan menimbulkan berbagai dampak, baik terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan. Bapak Yendi Sufyandi dkk menghitung pengaruh peningkatan populasi penduduk terhadap berkurangnya lahan pertanian dan berkurang pula ketahanan pangan. Jika lahan pertanian tidak dipertahankan, maka hanya dalam waktu 12,41 tahun saja akan terjadi keterbatasan pangan. Penelitian yang dilakukan oleh Aditya Mulya dan Novia Dewi Ismawardani adalah bagaimana pengaruh perubahan iklim yang terjadi di setiap tahun dengan prediksi perubahan kesesuaian tanah pertanian untuk tanaman padi sampai tahun 2042 di Bojonegoro. Kesimpulan yang didapatkan adalah perubahan iklim akan mempengaruhi penurunan kualitas lahan pertanian, walau demikian prediksi sampai tahun 2042 lahan pertanian di Bojonegoro masih sesuai untuk tanaman padi.
    Untuk menjaga produksi pangan di Indonesia, maka Konsolidasi Tanah Pertanian sangat perlu dilaksanakan. Ismah Puji Rahayu dkk meneliti tentang lahan pertanian garam di Pangkjene Kepulauan yang sangat potensial untuk menjadi obyek KT. Dengan adanya KT diharapkan dapat meningkatkan infrastrutur, sarana dan prasarana agar produktivitas garam semakin meningkat, sehingga jangan terjadi lagi kekurangan garam di Indonesia.
    Dalam pelaksanaannya, KT dan Penataan Ruang tanah pertanian memiliki tantangan yang harus dihadapi. Susilo Widiantoro menyebutkan ada 2 tantangan yang muncul dalam upaya Konsolidasi Tanah di wilayah urbanisasi Yogyakarta yaitu rencana wilayah regional yang tidak menyediakan lokasi untuk tanah pertanian, serta bagaimana menghadapi paradigma yang sudah tumbuh dan berkembang di masyarakat bahwa tanah merupakan aset yang dapat yang menguntungkan sehingga berdampak pada lemahnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti Konsolidasi Tanah pertanian. I Dewa Gede Agung Diasana Putra menyatakan bahwa ada dampak sosio-ekonomi dan sosio-ekologi dalam setiap perkembangan wilayah, sehingga perlu dilakukan Sosial Impact Assessment (SIA) dalam setiap kegiatan penataan ruang agar lebih dapat diterima oleh masyarakat.
    Dari seluruh pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Konsolidasi Tanah adalah jawaban atas permasalahan ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Dengan dilaksanakannya KT pada tanah pertanian, maka degradasi lahan, alih fungsi lahan akan dapat terkendali, serta meningkatnya produktivitas tanah sehingga dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
    Frensischa Merry Deviantari
    NIT. 13222768

    BalasHapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  14. Pada subthema 4 banyak hal-hal menarik, inspiratif dan invovatif yang bisa kita dapatkan dari penelitian tentang konsoliadasi tanah.
    Pertama, Bpk. Rudianto melalui penelitiannya menyatakan bahwa Wilayah pesisir di Jakarta Utara sering memiliki konflik penggunaan lahan yang menghasilkan kebijakan pengelolaan pesisir yang keliru. Penyebab konflik adalah tidak jelasnya penggunaan lahan di wilayah pesisir, termasuk tata ruang pesisir. Kemudian Fragmentasi lahan pesisir sangat merusak praktik ekosistem, mengurangi efisiensi produksi secara teknis dan ekonomi, memberikan kontribusi terhadap degradasi lingkungan dan menghalangi atau menghambat penggunaan peralatan pertanian pantai modern. Diperlukan win win solution dari pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan.
    Kedua, penelitian innovatif dari Sdri. AZIZAH DEWI SURYANINGSIH yang menggunakan rumpun bambu sebagai peringatan dini dan sebagai natural barrier (benteng natural) dalam bencana arus Pyroclastic merapi. Dari penelitiannya dinyatakan bahwa rumpun bambu yang ditanam dengan pola dan jarak tertentu dapat menahan arus lahar merapi dan mengurangi impact sebesar 40-50%. Hal ini membuktikan bahwa inovasi dn kreasi itu ternyata ada disekitar kita tinggal bagaimana kita memanfaatkannya.
    Ketiga, Ibu Sukmo Pinuji memberikan gambaran melalui penelitiannya tentang pelaksanaan KT di Higashi-Matsushima pasca bencana gempa pada tahun 2011. Keberhasilan masyarakat Higashi-Matsushima melaksanakan konsolidasi tanah adalah karena didukung oleh partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat digalang dengan memanfaatkan fasilitator-fasilitator yang merupakan pihak swasta yang dibiayai oleh masyarakat. Melaui penelitian ini dapat kita lihat bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang efektif untuk menangani program rekonstruksi pascabencana.
    Keempat, Ibu Westi Utami melakukan analisis spasial menggunakan citra GeoEye dan survei lapangan terhadap pemukiman di daerah penduduk padat di Kotagede. Ternyata hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 41% rumah tangga berada dalam kondisi rawan bencana sehingga diusulkan untuk dapat dilakukan KT baik KT horizontal maupun vertikal untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan penelitian ini menunjukan ternyata perlu dilakukan analisis spasial terhadap daerah-daerah yang terindikasi rawan bencana untuk mengambil langkah-langkah pencegahan sebelum terjadinya bencana di suatu daerah tertentu sehingga dapat mengurangi kerugian baik materil maupun moril serta mengurangi korban jiwa yang bisa saja timbul akibat terjadinya bencana.

    Nama : Remon Naohan
    NIT : 14232860
    Absen: 34



    BalasHapus
  15. Sub Tema : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

    MITTA RAMADANY WAEL
    NIT. 14232852

    Kebijakan percepatan pembangunan perumahan dan permukiman sangat penting mengingat kebutuhan perumahan yang layak huni semakin hari kian meningkat, terutama di wilayah perkotaan. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
    Dengan luas wilayah perkotaan yang relatif tetap, pada sisi lain kebutuhan ruangnya (tanah) secara garis lurus terus-menerus meningkat maka peningkatan kebutuhan ruang tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan tanah yang diperlukan untuk perluasan ruang kota. Fenomena tersebut menimbulkan tumbuh dan berkembangnya penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah secara tidak sah (liar), lingkungan kumuh (slum area), dan lain sebagainya.
    Dalam Undang-undang Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan untuk mengurangi Slum Area. Lebih lanjut, keadaan ini sering kali menyebabkan upaya-upaya pemerintah atau lebih spesifik pemerintah daerah untuk membenahi atau meremajakan lingkungan permukiman kumuh di wilayah perkotaan mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Utamanya, kesulitan itu dihadapi dalam membebaskan tanah-tanah yang diperlukan untuk pembangunan serta kurangnya keberhasilan program kumuh revitalisasi disebabkan oleh relokasi paksa dan mengabaikan hak-hak rakyat.
    Penyediaan tanah merupakan masalah utama pembangunan perumahan sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan hak dasar rakyat. Terbatasnya tanah di perkotaan menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk dapat memanfaatkan tanah secara efisien dengan meningkatkan intensitas penggunaannya.
    Langka dan mahalnya tanah di daerah perkotaan menyebabkan sulitnya pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi rakyat. Selain itu, masyarakat enggan menjual tanahnya. Karena itu, diperlukan partisipasi masyarakat dengan pembangunan tanpa menggusur, yaitu melalui konsolidasi tanah. Tapi, karena harus penggunaan dan pemanfaatan tanah harus optimal maka dilakukan konsolidasi tanah secara vertikal (KTV). Oleh sebab itu, sudah saatnya pemerintah Indonesia menyelenggarakan konsolidasi tanah vertikal tersebut yakni konsolidasi tanah by partisipasi masyarakat.
    Dalam konteks konsolidasi tanah, partisipasi masyarakat harus menjadi poin penting untuk dipertimbangkan. Partisipasi masyarakat harus dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan fisik. Dalam konsolidasi tanah secara vertikal, aspek partisipasi masyarakat juga harus didukung oleh pendekatan sosio-ekonomi. Konsolidasi vertikal tanah tidak hanya mengatur aspek fisik, tetapi juga perhatian terhadap aspek sosial masyarakat, pekerjaan, dan penghidupan masyarakat setelah dipindahkan ke vertikal perumahan / LC.

    BalasHapus
  16. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  17. Subtema : Konsolidasi Tanah Pertanian untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional
    Oleh: Rayyan Dimas Sutadi
    NIM. 14232859

    Amanat UUD 1945 didalam Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam lainnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Salah satu komponen kekayaan alam yang dipunyai oleh Indonesia dalam memakmurkan rakyatnya adalah bumi (tanah). Dimana tanah merupakan salah satu elemen dasar kehidupan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam mensejahterakan hidupnya salah satu contohnya dipergunakan untuk pertanian. Dari hasil pertanian inilah maka masyarakat akan menghasilkan bahan baku makanan yang merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat dihindarkan, untuk itulah diperlukan sebuah mainset ataupun pengaturan dalam penggunaan, pemanfaatan, pemilikan, dan penguasaan tanah agar dapat menciptakan ketahanan pangan di Indonesia.

    Ketahanan pangan merupakan salah satu hal yang harus dipikirkan secara serius dan kontinuitas, karena berdasarkan paparan Yendi Sofyan, dkk dalam seminar international conference on land and spatial planning di STPN Yogyakarta menyebutkan bahwa di Kabupaten Badung dan Gianyar Provinsi Bali konversi penggunaan tanah per tahun sebesar 0,98% dan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,25%. Maka dari angka sebesar 0,98% dan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,25% maka dapat disimpulkan bahwa dalam 12 tahun kedepan ketahanan pangan pada dua wilayah tersebut akan mencapai batasnya sehingga Kabupaten Gianyar dan Badung akan mengalami krisis pangan.

    Oleh karena itu disinilah Pemerintah dapat berperan dalam ketahanan pangan tersebut, salah satu cara yang dapat ditempuh Pemerintah melalui Konsolodasi Tanah. Dimana Konsolidasi Tanah dapat diharapkan oleh Pemerintah dalam pengendalian penggunaan dan pemanfaatan tanah sehingga ketika penggunaan dan pemanfaatan tanah dapat dikendalikan oleh Pemerintah maka akan muncul efisiensi pengelolaan yang akan lebih mempermudah Pemerintah dalam mengeluarkan penentuan arah kebijakan khususnya dalam hal peningkatan produksi pangan dan tidak mengorbankan lahan pertanian hanya untuk pembangunan fisik semata. Mengutip dari pernyataan Susilo Widiyanto dalam seminar international conference on land and spatial planning di STPN Yogyakarta mengatakan disinilah perlu adanya komitmen dari Pemerintah sebagai pengambil kebijakan agar penggunaan dan pemanfaatan tanah dapat betul-betul mensejahterakan bagi seluruh golongan masyarakat.

    BalasHapus
  18. Pada seminar kali ini, saya berkesempatan untuk menyimak 2 sub bahasan mengenai konsolidasi tanah, yakni KT untuk penataan pesisir dan pulau – pulau kecil dan KT dalam rangka penataan kawasan bencana. Pemapar pertama yakni Bapak Rudianto. Beliau bercerita bahwa ada fenomena yang terjadi di setiap perkotaan akan ditemukan suatu penataan permukiman yang semrawut dan tidak ditata dengan baik. Hal ini terjadi di Jakarta Utara yang sudah dilakukan penelitian oleh pemapar, yaitu penyebab pelaksanaan konsolidasi tanah di wilayah perkotaan sulit dilaksanakan disebabkan karena ketersediaan tanah yang minim dan pemukiman yang sidah sangat padat.
    Namun apabila ada keseriusan dari pemda, KT bisa dilakukan asalkan adanya keinginan yang besar juga dari masyarakat. sasarannya daerah yang semrawut tata kotanya, dan KT yang dilakukan yaitu KT vertikal.
    Kemudian pemapar kedua yakni Azizah Dewi Suryaningsih, beliau menceritakan mengenai Rumpun Bambu Sebagai Pelindung Alami Dari Erupsi Gunung Berapi yang dilakukan oleh daerah sekitar gunung merapi. Pada intinya beliau menggambarkan ternyata terdapat banyak cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi akan terjadinya erupsi gunung merapi sejak dini. Pemapar melakukan penelitian di sekitar Gunung Merapi bahwa dengan menggunakan bambu sebagai early warning dalam pendeteksi dini. Masih terdapat kepercayaan masyarakat disekitarnya bahwa bunyi yang berasal dari bambu dapat digunakan untuk mendeteksi erupsi gunung merapi. Bunyi bambu tersebut dapat mendeteksi adanya erupsi gunung merapi pada radius 3 km dari pusat erupsi. Dengan penanaman bambu tersebut dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunung merapai sebesar 40 – 50 %. Apabila dikembangkan, hal tersebut dapat juga diadopsi di daerah – daerah lain sekitar gunung berapi di Indonesia untuk meminimalisir kerugian yang dialami oleh warga sekitar. Berbeda dengan pemapar yang ketiga, Ibu Sukmo menceritakan dasyatnya bencana di jepang pada tahun 2011 yang menghancurkan sekitar 73% bangunan rusak dan total 3.349 Ha lahan pertanian terendam banjir. Upaya yang dilakukan pasca bencana oleh pemerintah dijepang yakni salah satunya dengan melakukan konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah di jepang berhasil, menurut beliau keberhasilan itu diperoleh karena adanya dukungan dari masyarakat dan memanfaatakn fasilitator-fasilitator yang merupakan pihak swasta dan dibiayai oleh masyarakat. Point penting disini bisa kita ambil bahwa Konsolidasi Tanah tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari masyarakat.

    Yonicha Senja Prasmadani
    13222750

    BalasHapus
  19. Sub Tema : Konsolidasi Tanah Vertikal Melalui Partisipasi Masyarakat
    Konsolidasi tanah vertikal ini berbeda dengan prorgam lainnya dimana konsolidasi tanah tanah vertikal ini haruslah melibatkan partisipasi masyarakat. Konsep KT vertikal sangat tepat untuk membantu dan mengatasi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dengan mengedepankan efisiensi penggunaan tanah dan penataan permukiman guna meremajakan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Hal ini mengingat keterbatasan lahan di daerah kumuh di pinggiran kota dan di daerah perkotaan sehingga KT vertikal menjadi pilihan yang tepat bagi Pemerintah. Kurangnya keberhasilan program revitalisasi kumuh disebabkan oleh relokasi paksa dan mengabaikan hak-hak rakyat. Hal ini berbeda dengan konsolidasi tanah vertikal, dimana revitalisasi dilakukan tanpa partisipasi masyarakat, sementara konsolidasi tanah vertikal menitikberatkan pada partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan bagian penting dari proses Land Consolidation. Masyarakat sudah harus dilibatkan dari mulai perencanaan, implementasi hingga pembangunan fisik. Proses ini dimulai dengan sosialisasi kepada masyarakat. Selain partisipasi masyarakat, dalam pelaksanaan konsolidasi tanah vertikal harus adanya campur tangan dari Pemerintah terutama Pemerintah Daerah, karena LC juga terkait dengan tata ruang apakah sesuai dengan tata ruang atau tidak. Alasan lain mengapa perlu adanya campur tangan pemerintah daerah karena dalam konsep konsolidasi tanah harus adanya fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang harus dibangun, dengan masuknya atau campur tangan dari pemerintah daerah maka akan adanya dana PU yang dapat mensupport untuk masyarakat dan kembali pemilik tanah yang akan diuntungkan. Sistim yang dipakai dalam LC berbeda dengan program pengembangan flat, dimana pada pengembangan flat kurangnya partisipasi masyarakat dan biaya sewa yang mahal. Sementara, KT vertikal perlu adanya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang dimaksud dalam konsep konsolidasi tanah adalah peran serta masyarakat dalam menyatakan kesediaannya sebagai peserta konsolidasi tanah itu sendiri serta kesediaannya untuk menyerahkan sumbangan tanah, yang dalam aturan perundang-undangan Indonesia disebut sebagai Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan (STUP). Penggunaan dan pemanfaatan STUP diproyeksikan untuk fasos dan fasum, dan sebagai Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP), yang kelak tanah ini akan dijual dan dialihkan sebagai biaya pelaksanaan konsolidasi tanah itu sendiri. Kerugian dari KT vertikal ini yaitu butuh waktu yang lama karena dalam pelaksanaannya butuh persetujuan 85% peserta KT.

    Meilisa
    NIT. 14232851

    BalasHapus
  20. Nama : Waode Rima Pratiwi
    Nim : 14232870
    Sub Tema : Konsolidasi Tanah Vertikal Partisipatif dalam Penanganan Backlog dan Pemukiman Kumuh


    Perkembangan penduduk kota-kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang serius, diantaranya tumbuh kawasan permukiman kumuh dan kurangnya penyediaan perumahan (Backlog), terutama untuk Rumah Tangga berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia masih mengalami kesulitan. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan martabat serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan perumahan dan permukiman yang kurang terpadu, terarah, terencana, dan kurang memperhatikan kelengkapan prasarana dan sarana dasar seperti air bersih, sanitasi, sistem pengelolaan sampah, dan saluran pembuangan air hujan, akan cenderung mengalami degradasi kualitas lingkungan atau yang kemudian diterminologikan sebagai “Kawasan Kumuh”.
    Permasalahan penanganan pemukiman kumuh dan Kesenjangan pasokan dan permintaan rumah (backlog) di Indonesia setiap tahun semakin bertambah. Urgentisitas kedua permasalahan ini menjadi sama pentingnya dalam hal pembangunan perumahan dan pemukimanan yang layak. Permasalahan perumahan dan pemukiman ini tidaklah sebatas membangun semata atau sekedar memindahkan masyarakat ke lokasi yang baru melainkan juga upaya untuk memenuhi hunian yang layak dan terjangkau dan memperhatikan dari segi sosial maupun ekonomi masyarakat setelah dipindahkan di lokasi hunian baru tersebut. Kenyataannya sekarang yang dilakukan pemerintah itu membangun rumah tetapi tidak terpenuhi hunian yang layak dari segi sosial dan ekonomi masyarakat pasca pemindahan maasyarakatnya hal ini terjadi dikarenakan pada pelaksanaan program revitalisasi pelaksanaan reloksi tidak melibatkan partisipasi masyarakat atau dalam hal ini terjadi relokasi paksa tanpa mempertimbangkan kesanggupan masyarakat jangka panjang dalam hal pembayaran sewa flat.
    Revitalisasi Menggunakan Konsolidasi Tanah Vertikal diharapkan dapat memberikan solusi daerah kumuh dan backlog. Melalui program ini, pengontrolan permukiman kumuh yang ada dapat diatasi. Masyarakat dapat tinggal di flat yang tidak jauh dari lokasi mata pencaharian sebelumnya dan tempat tinggal. Fasilitas yang diberikan oleh LC berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum dapat dipenuhi oleh kerja sama pemerintah melalui dana pemerintah dan swadaya masyarakat. Konsolidasi lahan vertikal ini memberikan ruang gerak masyarakat dalam berpartisipatif dalam pelaksanaan LC mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang diharapkan dapat memberikan keuntungan jangka panjang kepada masyarakat.

    BalasHapus
  21. Nama : Samuel Siahaan
    NIM : 14232827
    Subtema : Program Konsolidasi dalam Pengelolaan Kawasan Kumuh

    Mencermati diskusi ilmiah pada Konferensi Internasional yang membahas tentang Konsolidasi Tanah dengan subtema “Implementation and Roles Of Vertical land Consolidation in Urban Spatial planning” secara tegas terlihat bahwa program Konsolidasi Tanah (KT) adalah program mulia untuk menata kembali seluruh bidang tanah ataupun segala sesuatu yang ada dia atas tanah secara swadaya, musyawarah dan dengan itikad baik. Pemerintah saat ini lebih mengutamakan legalisasi aset sebagai “instrumen kemakmuran” rakyat serta relokasi (penggusuran) sebagai instrumen “pengendalian kemakmuran” rakyat Indonesia. Kita tidak menyadari tujuan utama KT bukan hanya sebatas menata saja namun merupakan salah satu instrumen penting dalam mencapai kemakmuran terhadap masyarakat di wilayah kumuh berupa permukiman padat penduduk yang umumnya berada di daerah-daerah yang tidak seharusnya. Untuk mengatasi keadaan tersebut pemerintah mencanangkan program penyediaan perumahan bagi masyarakat Berpenghasilan Rendah. Program ini tidak berjalan lancar di wilayah perkotaan yang tidak memiliki ketersediaan tanah yang memadai dan umumnya nilai tanahnya tinggi, maka dari itu pemerintah melakukan langkah untuk mengatasi kondisi tersebut dengan melaksanakan kegiatan Konsolidasi Tanah Vertikal dalam bentuk flat (rusunawa) sebagai bentuk alternatif terakhir akibat sulitnya mendapatkan ketersediaan lahan serta tingginya nilai tanah di daerah perkotaan. Hal itu mengakibatkan pemerintah melakukan penggusuran (relokasi) terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di daerah kumuh ke rusunawa yang telah disediakan. Seiring perkembangannya, ternyata VLC berupa rusunawa belum menjawab permasalahan tersebut. Hal ini dikarenakan ex-masyarakat kumuh hanya dijadikan obyek kegiatan konsolidasi tanah relokasi. Program yang ditawarkan ternyata memberatkan masyarakat dalam hal pembayaran sewa serta lokasi yang tidak strategis terhadap sumber mata pencaharian mereka semula. Maka dari itu, konsolidasi yang sebenarnya bukan hanya sebatas menata secara fisik, namun menata secara partisipatif. Partisipasi masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan kegiatan konsolidasi tanah vertikal ini. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan ruang diskusi dan partisipasi aktif masyarakat terhadap kegiatan KT yang sesuai dengan profil sosial dan ekonomi mereka. KT yang sebenarnya bukan sebatas menempatkan mereka dalam wadah rusun namun menjauhkan mereka dari sumber pencaharian mereka, namun lebih kepada bagaimana mereka bisa tidak terlihat kumuh namun tetap mandiri dalam ekonominya. Campur tangan pemerintah daerah dalam kegiatan konsolidasi tanah sangat penting mengingat kebijakan tata ruang wilayah saat ini masih manjadi kewenangan pemerintah daerah. Dengan demikian diharapkan hasil akhir dari kegiatan konsolidasi tanah dapat lebih dikembangkan ke arah pembangunan yang lebih baik. Sehingga terjadi sinergi yang baik antara produk Kementerian ATR/BPN hasil Konsolidasi Tanah dengan arah pembangunan yang dicanangkan pemerintah daerah.

    BalasHapus
  22. Nama : Ardi Saputra Sinaga
    Nim : 14232836
    Sub Tema : Perencanaan Kota Tarok di Padang Pariaman sebagai implementasi Konsolidasi Tanah
    Bila kita cermati dengan seksama diskusi publik Konsolidasi Tanah Internasional dengan subtema “Tarok City Development Planning in Padang Pariaman as the implementation on land consolidation.“Konsolidasi Tanah di Kawasan Kota Tarok dalam konsepnya pada umumnya hampir sama dengan Konsolidasi Tanah di kota lainnya .Perbedaan yang mendasar adalah peran aktif Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dalam perencanaan pengembangan kawasan Tarok melalui Konsolidasi Tanah yang bertujuan untuk terciptanya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman siap menggelontorkan dana yang fantastis yaitu sekitar 700 Milyar untuk pembangunan jalan,drainase dan fasilitas umum lainnya seperti fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pusat olahraga, instansi pemerintah dan Kompensasi Tanah untuk masyarakat yang sudah lama bekerja di lokasi perencanaan konsolidasi tanah tersebut.
    Jauh berbeda dengan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di beberapa daerah di Indonesia yaitu Pemkab memberikan kompensasi hanya berupa fasilitas bukan uang tetapi hanya berupa pengeringan tanah, gratis pembuatan sertifikat, dan izin mendirikan bangunan (IMB).Dengan pola seperti inilah pemerintah bisa menghemat uang cukup besar tanpa harus melaksanakan pengadaan tanah yaitu ganti rugi terhadap masyarakat. Masyarakat juga diuntungkan, karena harga jual tanah yang tersisa bisa naik lebih tinggi melebihi bila harus menerima ganti rugi uang.Pelaksanaan kegiatan Konsolidasi Tanah Negara berdasarkan Keputusan BPN RI No.25-V,B-2003 Kawasan Kota Tarok akan menjadi kawasan terpadu yang terbagi menjadi 16 (enam belas) bagian seperti fasilitas pendidikan,pelatihan,pusat olahraga,instansi Pemerintah,rumah sakit dan kompensasi lahan bagi masyarakat.
    Dari seluruh pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan faktor kunci keberhasilan konsolidasi tanah di kawasan Kota Tarok adalah terjalinnya sinergisitas antara para stake holder yaitu Pemerintah Daerah, BPN, Kejaksaan dengan cara melibatkan partsipasi masyarakat dengan cara mensosialisasikan beberapa kali terhadap masyarakat akan pentingnya pembangunan kawasan kota tarok untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Padang Pariaman

    BalasHapus
  23. Nama : Marwati
    NIM : 14232850
    Semester VII/Manajemen

    Sub Tema : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

    Laju pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk di kota-kota besar telah menyebabkan masalah yang cukup kompleks seperti banyaknya pemukiman kumuh, menurunnya kualitas lingkungan, banyak orang yang tidak memiliki tempat tinggal karena keterbatasan lahan. Keterbatasan lahan ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang tinggi dan permintaan akan lahan/tanah tinggi sedangkan jumlah bidang tanah tetap/tidak bertambah sehingga nilai tanah pun melembung tinggi. Keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah menjadi kendala dalam peremajaan dan perbaikan kualitas lingkungan di daerah kumuh, di pinggiran kota dan di daerah perkotaan sehingga konsolidasi tanah vertikal merupakan solusi dalam pemasalahan tersebut. Konsolidasi tanah secara vertikal dapat dilakukan melalui pengembangan rumah susun. Untuk menanggulangi keterbatasan lahan, rumah susun dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 106 menyatakan bahwa penyediaan lahan untuk pembangunan perumahan dapat memanfaatkan lahan pemerintah. Peraturan lain yang terkait dengan masalah ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Pasal 18 undang-undang ini menyebutkan bahwa rumah susun dapat dibangun dengan memanfaatkan lahan pemerintah. Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan.
    Dalam konteks konsolidasi tanah, hal penting yang harus dipertimbangkan adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat harus dilakukan mulai dari perencanaan, implementasi hingga pembangunan fisik. Dalam konsolidasi tanah secara vertikal, aspek partisipasi masyarakat juga harus didukung oleh pendekatan sosio-ekonomi. Konsolidasi tanah secara vertikal tidak hanya mengatur aspek fisik, namun juga memperhatikan aspek sosial masyarakat, lapangan kerja, dan penghidupan masyarakat setelah dipindahkan ke perumahan vertikal. Konsolidasi tanah yang telah dilakukan melalui pengembangan rumah susun sering terjadi kendala dimana orang memiliki rumah yang layak dari segi fisik, namun dari segi sosial dan ekonomi mereka mengalami tingkat kemunduran. Beberapa program pengembangan rumah susun/flat tidak berjalan dengan baik sesuai target karena kurangnya partisipasi masyarakat dan biaya sewa yang mahal.

    BalasHapus
  24. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  25. Nama : PRISKA IRVINE. LOUPATTY
    NIM : 14232822

    SUB TEMA 4: KONSOLIDASI TANAH UNTUK PENATAAN KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

    Indonesia yang merupakan negara kepulauan terdiri dari ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke (yang mendominasi adalah pulau-pulau kecil). Selain itu juga, masyarakat Indonesia sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga bertempat tinggal di wilayah pesisir pantai. Dalam kenyataanya kurang adanya perhatian serius dari pemerintah dalam penataan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga seiring berjalannya waktu memunculkan masalah. Permasalahan yang muncul yaitu sedimentasi, pengrusakan ekosistem, kemiskinan dan polusi.
    Konsolidasi Tanah (KT) di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi solusi untuk permasalahan penataan wilayah yang terjadi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Rudi Rubijaya terkait Konsolidasi Tanah untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu dengan dilaksanakannya KT maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar. Wilayah tersebut ditata secara khusus dan diberikan hak, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan potensi yang ada di wilayah tersebut tanpa ada hambatan dan demi meningkatkan kesejahteraan. Untuk wilayah khusus seperti daerah yang terdampak bencana alam, perlu dilaksanakan KT untuk menyediakan lokasi yang lebih aman dan ramah lingkungan sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kehidupan masyarakat pasca bencana, disamping itu juga untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Hendaknya hasil dari pelaksananaan KT dapat mewujudkan penggunaan dan pemanfaatan kawasan pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar sesuai dengan arahan Tata Ruang daerah setempat sehingga tidak menimbulkan permasalahan bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
    KT di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil juga menjadi sangat penting tatkala daerah tersebut rawan gempa dan tsunami, sebagaimana penjelasan dari Ibu Sukmo Pinuji terkait pelaksanaan KT di satu desa di Jepang. Dimana masyarakat di relokasi ke daerah yang agak jauh dari sempadan laut. Hal ini selain sebagai penganggulangan pasca bencana juga sebagai pencegahan dini terhadap adanya tsunami. Keberhasilan KT di daerah tersebut selain mendapat dukungan penuh dari pemerintah, masyarakat juga turut berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan KT.

    BalasHapus
  26. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  27. Nama : Citraria Rumapea
    NIM : 14232800
    Sub Tema : Konsolidasi Tanah untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

    Sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dinyatakan bahwa konsolidasi tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan pemukiman dan perumahan guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.

    Jurnal ini menjadi hal yang sangat menarik menurut saya dalam mengatasi Berbagai fenomena daerah kumuh di daerah ibukota dan provinsi utama lainnya adalah refleksi dari ketidakcocokan antara penilaian kebutuhan perumahan dan perencanaan daerah. Pemerintah pusat dan daerah harus bijak untuk merevitalisasi daerah kumuh. Pada jurnal ini dikatakan bahwa Keterbatasan lahan di daerah kumuh di pinggiran kota dan di daerah perkotaan membuat konsolidasi tanah vertikal yang dipilih oleh pemerintah untuk meremajakan dan meningkatkan kualitas lingkungan. Dalam konteks konsolidasi tanah, partisipasi masyarakat harus menjadi poin penting untuk dipertimbangkan. Partisipasi masyarakat harus dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan fisik. Dalam konsolidasi tanah secara vertikal, aspek partisipasi masyarakat juga harus didukung oleh pendekatan sosio-ekonomi. Untuk mendukung program konsolidasi vertikal tanah dapat memanfaatkan data penginderaan jauh dan data spasial. citra spasial dan penginderaan jauh dapat memberikan aspek spasial yang dapat memberikan informasi dari KL distribusi dalam sasaran yang tepat.

    Fasilitas yang disediakan oleh LC dalam bentuk fasilitas sosial dan fasilitas umum dapat dipenuhi dengan kerjasama pemerintah melalui dana pemerintah dan masyarakat swadaya. Penginderaan jauh dapat memainkan peran kunci dalam menganalisis dinamis seperti pemantauan proses densifikasi dan ekspansi atau membantu dalam pelaksanaan kebijakan peningkatan kumuh. Penginderaan jauh mampu memetakan jumlah daerah kumuh atau kondisi lingkungan umum. Sebuah usaha pertama dalam menyatukan keahlian metodologis pada pemetaan kumuh dan pemantauan untuk identifikasi kumuh berdasarkan citra VHR yang termasuk interpretasi visual, berbasis objek analisis citra (obia), metode berbasis tekstur-, dan pendekatan berbasis masyarakat.

    Sehingga konsolidasi tanah dianggap sebagai instrumen atau titik masuk untuk pembangunan pedesaan, pembangunan perkotaan, dan sarana penting mendamaikan konflik penggunaan lahan. analisis visual dan spasial data yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode dan untuk berbagai keperluan di penginderaan jauh dan data spasial adalah pilihan yang potensial untuk perencanaan dan pelaksanaan survei konsolidasi tanah masa depan.

    BalasHapus
  28. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  29. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  30. Nama : Jefri Bangkit Angkoso
    NIM : 14232816
    Sub Tema : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian

    Jurnal “LAND CONSOLIDATION MODELING TO MAINTAIN FOOD SECURITY IN BADUNG AND GIANYAR DISTRICTS OF BALI PROVINCE” oleh Bapak Rochmat Martanto dkk menyatakan bahwa Indonesia mengalami defisit beras pada tahun 2015. Penyelidikan di lapangan menunjukkan bahwa tanah pertanian telah dikonversi menjadi non-pertanian. Provinsi Bali telah mengalami konversi penggunaan tanah yang cukup besar. Penurunan luas tanah pertanian diikuti oleh penurunan produksi beras. Konversi tanah pertanian terjadi karena aktivitas kependudukan dimana perkembangan kawasan sawah cenderung terus menurun sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi.

    Pertumbuhan populasi yang cepat merupakan faktor utama dari masalah konversi penggunaan tanah. Konversi penggunaan tanah terjadi sebagai akibat tingkat pertumbuhan dan pertumbuhan penduduk karena perluasan area hunian yang tidak direncanakan. Konversi tanah pertanian ke penggunaan tanah non pertanian dipengaruhi oleh kepadatan penduduk.

    Penelitian Bapak Rochmat Martanto dkk menghasilkan peta konversi tanah, kepadatan penduduk, data lapangan, dan hasil penggambaran/ digitalisasi citra satelit. Setelah penggambaran melalui citra satelit Landsat, dapat diketahui konversi tanah pertanian menjadi tanah non-pertanian dari tahun 2005 sampai 2015. Dengan nilai rata-rata konversi penggunaan tanah sebesar 0,98% per tahun dan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,25% per tahun, maka dalam 12 tahun ke depan, tanah pertanian yang tersedia tidak akan mampu menopang kebutuhan pangan penduduk di Bali.

    Konsolidasi tanah merupakan salah satu solusi dalam pencegahan terhadap konversi tanah pertanian menjadi tanah non-pertanian sebagai upaya penyelamatan ketersediaan pangan nasional. Konsolidasi tanah dapat digunakan sebagai pengendali penggunaan tanah dalam rangka peningkatan produksi pangan. Konsolidasi tanah juga memberikan manfaat lain bagi masyarakat yaitu lebih tertatanya tanah mereka, meningkatnya pendapatan petani, penciptaan lapangan pekerjaan, terjaminnya kepastian hukum tanah yang dimiliki, tanah menjadi teratur baik bentuk, luas dan letaknya, peningkatan manfaat dan nilai tanah, lingkungan menjadi tertata dengan baik, tidak mengeluarkan biaya serta tersedianya fasilitas umum untuk kepentingan bersama. Manfaat yang diterima pemerintah Kabupaten/Kota yaitu memudahkan pemerintah menjalankan proyek pembangunan sesuai rencana tata ruang wilayah, mempercantik wajah daerah tersebut, menghilangkan kesan semrawut, penghematan karena tidak perlu menyediakan dana untuk pembebasan tanah, menciptakan wilayah sesuai dengan asas penataan lingkungan, yang artinya adanya kepastian hukum terhadap pembangunan yang sesuai, serta pengembangan tanah kedepannya lebih teratur.

    BalasHapus
  31. SUB TEMA :KONSOLIDASI TANAH VERTIKAL SEBAGAI SOLUSI PENATAAN KAWASAN KUMUH
    BAYU ADITHIYA P
    NIM : 14232837
    Ini merupakan tema yang menarik untuk dibahas sebab di kota besar kepadatan penduduk menjadi salah satu masalah besar dan penyebab timbulnya pemukiman-pemukiman baru yang cenderung menjadi pemukiman kumuh karena ketidak mampuan masyarakat untuk membeli tanah di kawasan perumahan atau real estate yang cenderung mahal . Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah penghuni tetap yang ikut meramaikan kawasan kumuh tadi . Tidak semua lapisan masyarakat mampu untuk membeli bahkan membangun sendiri rumah untuk ditinggali sebab untuk daerah kota besar itu sendiri harga tanah permeter nya saja sudah sangat mahal dan cenderung tidak akan mampu di beli oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah tadi. Kebutuhan akan tanah yang semakin mendesak namun tidak diikuti dengan perkembangan ekonomi masyarakat, untuk alternatif nya kelompok masyarakat tertentu mulai membangun dan menempati wilayah yang tidak seharusnya ditinggali seperti di sepadan sungai, pinggiran trotoar bahkan ada yang d bawah jembatan layang atau jalan tol dengan cara membangun bangunan semi permanen bahkan permanen yang menyebabkan daearah tadi menjadi kawasan kumuh di perkotaan.
    Untuk itu di era yang modern ini konsolidasi tanah vertikal merupakan salah satu upaya yang sangat tepat untuk mengatasi dan bahkan menhilangkan daerah kumuh di perkotaan tadi. Dengan konsep yang membuat sebuah lingkungan terpadu dengan cara menata kembali penguasaan dan pemilikan tanah nya dengan partisipasi penuh dari setiap elemen mulai dari masyarakat sampai pemerintah daerah dan bahkan bisa dibantu oleh pemerintah pusat, sebab tanpa adanya keikutsertaan semua lapisan tadi untuk menngadakan konsolidasi vertical tadi masih sangatlah sulit. Kesadaran pemilik tanah harus dibangun agar sukses nya program ini agar mereka tahu dan sadar bahwa relokasi yang dilakukan itu adalah untuk kebaikan dan memberikan ruang hidup yang baru yang lebih baik untuk mereka. Peran pemerintah dalam menentukan rencana tata ruang dan wilayah sangat dibutuhkan agar di wilayah yang baru masyarakat tadi dapat hidup lebih baik. Akan lebih baik lagi jika lokasi yang baru ini sedikit lebih dekat dengan tempat tinggal yang lama sebab nilai historis tanah masih menjadi alasan tersendiri masyarakat enggan untuk pindah ke lokasi yang baru.

    BalasHapus
  32. Challenges of Agricultural Land Consolidation in Yogyakarta Urbanized Area (YUA)
    Oleh : Susilo Widiyantoro
    Ketersediaan lahan yang terbatas akan berpengaruh terhadap tata ruang kota menjadi kurang beraturan dan sulit untuk dikendalikan jika dibiarkan. Salah satu upaya untuk menangani hal tersebut ialah dengan kegiatan konsolidasi tanah. Namun, pada prakteknya kegiatan konsolidasi tanah mempunyai beberapa kendala diantaranya ialah ketidaktepatan pemilihan lokasi konsolidasi tanah. RTRW Kota Yogyakarta sudah tidak mengatur tentang lahan pertanian lagi, tetapi mengarahkan rencana kota ke kawasan perkotaan.
    Menurut paparan Bapak Susilo Widiyantoro Konsolidasi lahan pertanian di YUA merupakan kegiatan yang tidak mungkin dilakukan. Indikasinya adalah penunjukan seluruh wilayah YUA sebagai kegiatan non pertanian dalam rencana tata ruang wilayah dan paradigma masyarakat di wilayah YUA bahwa lahan tersebut sebagai aset ekonomi yang bisa menguntungkan. Penunjukan YUA sebagai kegiatan non-pertanian berdampak pada tidak adanya dasar hukum bagi bupati atau walikota untuk menunjuk YUA sebagai lokasi konsolidasi lahan pertanian, sedangkan paradigma tanah sebagai aset ekonomi berdampak pada lemahnya partisipasi masyarakat. mengikuti program konsolidasi lahan pertanian.
    Selain itu saat ini masih banyak spekulan yang bermain untuk meningkatkan harga tanah di berbagai wilayah di DIY, sehingga pemilik lahan tertarik menjual lahan pertaniannya, yang kemudian dikhawatir kan adalah lahan pertanian di DIY akan hilang dan berubah menjadi projek property. Para pemilik lahan pertanian produktif di DIY menjual lahannya kepada orang lain yang kemudian dialihfungsikan oleh pembeli lahan tersebut.hal ini terjadi karena saat ini mulai banyak petani yang berpikir bahwa dari pada lahan kurang produkti, ditanami juga tidak begitu cocok, lebih baik dijual saja, Sejumlah alasan menjadi dasar bagi para pelaku konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Dalam hal pemilik lahan, konversi lahan pertanian disebabkan oleh kebutuhan finansial, tingginya nilai pajak, kurangnya bantuan pemerintah, hasil panen yang tidak pasti karena faktor alam, keinginan untuk perubahan gaya hidup, penjualan tanah yang berdekatan dan pemotongan saluran irigasi. , dan tidak ada generasi masa depan yang bekerja sebagai petani. Dari sisi pialang, konversi lahan pertanian disebabkan oleh kebutuhan finansial dan besarnya bonus, sementara perluasan kegiatan ekonomi menjadi alasan pengusaha untuk mengubah lahan pertanian
    Bungsu Absar A.Wajajo
    14232839

    BalasHapus
  33. Qusnul Syamsudin Dwi S18 November 2017 pukul 18.06

    Nama : QUSNUL SYAMSUDIN DWI SAPUTRO
    NIM : 14232823
    Kelas : Manajemen
    Subtema: Konsolidasi Tanah Penstssn Kawasan Pertanian

    Perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dengan bergabagai macam pemanfaatan nya menyebabkan terancamnya ketahanan pangan. Konsistensi lahan pertanian tiap tahun berkurang dengan pengembangan wilayah kota, fenomena seperti ini hampir terjadi diseluruh kota besar diwilayah Indonesia. Menariknya pada penelitiaan yang dilakukan Bapak Yendi Sufyandi dkk. ini tidak hanya bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan penduduk terhadap konversi penggunaan lahan, namun juga untuk mengetahui keterbatasan swadaya pangan yang terjadi di Kabupaten Badung dan Gianyar Propinsi Bali, yang telah kita ketahui juga bahwa Bali merupakan tempat wisata Internasional. Metode yang digunakan dengan pemodelan dan menganalisis batas ketahan pangan dan konservi pengguanan lahan pertanian di kedua kabupaten kedepannya.
    Pada penjabaran oleh penulis, penulis menuturkan bahwa konsolidasi tanah pertanian dengan didaerah Badung dan Gianyar dengan terbatasnya lahan pertanian dapt dimanfaatkan dengan membuat restoran Bebek Tepi Sawah. Pembuatan restoran melalui mekanisme ijin kepada pejabat terkait dengan menggunakan lahan non pertanian yang ada disekitar lahan pertanian, membuat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa melakukan perrubahan penggunaan lahan pertanian. Mekanisme konsolidasi tanah seperti ini juga dapat meningkatkan nilai lebih dari lahan pertanian, bukan hanya sebagai lahan pertanian untuk ketahanan pangan, namun juga menjadi sarana rekreasi dan wisata bagi daerah sekitar.
    Hasil penelitian yang telah dilakuakan menunjukkan bahwa batas swasembada pangan di Kabupaten Gianyar dan Badung akan terjadi pada 12,4 tahun kedepan atau tahun 2027 dengan luas lahan 15,289 Ha. Konsolidasi lahan pertanian dilakukan di kecamatan Abiansemal, Payangan, Petang, Sukowati, Tampaksiring, dan Tegallalang. Konsolidasi tanah pada lahan pertanian seperti penelitian ini dapat menjadi salah satu jalan keluar yang ditawarkan dalam melaksanakan kegiatan konsolidasi tanah pertanian didaerah lain.

    BalasHapus
  34. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  35. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  36. SANDY IRAWAN
    NIM. 14232866
    SUBTEMA : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

    Kota-kota di Indonesia memiliki permasalahan sama dengan hadirnya perumahan kumuh di bagian wilayahnya. Keberadaannya terus tumbuh berbarengan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan urbanisasi yang melanda umumnya kota-kota tersebut.Merujuk pada gagasan gagasan yang di sajikan dalam essay Kunika Mizuno yang berjudul ” Eco-Friendly Urban development by Land Consolidation in Japan , Management Methode of Private Implementation”, dalam essay tersebut menitik beratkan kepada pelaksanaan konsolidasi tanah yang dilaksankan oleh pihak swasta ( Pemilik lahan ) dengan perspektif partisipatori sehingga dapat dijadikan suatu acuan dalam pelaksaan konsolidasi tanah di Indonesia.
    Dalam Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Jepang terdapat dua metode yaitu merujuk pada teori metode konsolidasi tanah yang dikemukakan oleh Peter C.R.Hsieh dibagi menjadi: (1) metode wajib (compulsory method); dan (2) metode sukarela (voluntary method)..Konsolidasi Tanah ini memiliki Fungsi yaitu meningkatkan nilai tanah dan pembagian keuntungan pembangunan dengan pemegang hak atas tanah dan pemangku kepentingan,Dalam Pelaksanaan konsolidasi metode sukarela yang dilakukan dijepang terdapat 8 subsistem :
    1. Subsistem Koordinasi dengan rencana tata kota
    2. Subsistem Pelaksaan
    3. Persetujuan Subsistem
    4. Pengawasan Subsistem
    5. Dukungan Kepada Subsistem
    6. Keuangan Subsistem
    7. Plotting Lahan / Perencanaan
    8. Konstruki
    Berberapa hal yang menarik dalam pelaksanaan konsolidasi tanah metode sukarela di Jepang ini adalah adanya metode “buka pikiran” kepada pemilik lahan dengan membawa keliling pemilik lahan untuk membandingkan dengan daerah yang telah dilaksanakan Konsolidasi tanah sehingga didaptakn kan perspektif sukarela dalam pelaksanaan konsolidasi tanah tersebut, Serta tentang gagasan Konservasi alam oleh pemilik tanah yang dimasukan secara tepat dalam rencana awal proyek.dimana dalam pelaksanaan konsolidasi tanah ini di ajukan oleh pemilik lahan dengan dukungan pemerintah baik secara teknis maupun subsidi,serta keuangan dalam pelaksanaan proyek didapatkan dari penjualan tanah Pengganti kepada pihak ketiga yang lebih diarahkan kepada penjualan tanah Petak besar didampingi oleh konsultan khusus sehingga pembangunan didaerah tersebut seimbang dengan perlindungan terhadap alam
    Dalam kaitannya dengan Proyek Konsildasi tanah di Indonesia gagasan tentang perspektif partisipatori serta konservasi alam dalam pelaksanaan konsolidasi tanah dapat dijadikan rujukan Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahn penataan ruang kota untuk kawaasan kumuh ddidaerah perkotaan sehingga terjadi keseimbangan antara kelestarian alam dengan pembangunan baik konsolidasi tanah secara vertical maupun Horizontal

    BalasHapus
  37. Subtema : Konsilidasi Tanah Untuk Penataan kawasan Kumuh Perkotaan

    Perkembangan penduduk di kota-kota besar di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbaninasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang serius, diantaranya tumbuh kawasan permukiman kumuh, dimana suatu kondisi kawasan yang tata bangunan tidak teratur, dan kawasan tersebut di tandai dengan pertambahan penduduk yang tinggi dan tingkat pendapatan dan kesehatannya rendah. Dalam seminar international membahas tentang konsolidasi tanah dengan subtema implementation and roles of vertikal land consolidation in urban spatial planning menjelaskan adanya program konsolidasi tanah untuk menata kembali bidang tanah secara swadaya, musyawarah dan tikad baik, konsilidasi tanah bukan hanya berupa penataan kembali, akan tetapi menjadi salah satu instrumen dalam mencapai kemakmuran bagi masyarakat yang berada di kawasan kumuh, langkah yang di ambil pemerintah dalam menangani masalah ini dengan penyedian perumahan bagi masyarakat yang pendapatan rendah, akan tetapi terkandala dengan ketersediaan tanah yang tidak memadai sehingga pemerintah mengambil langkah dengan alternatif konsolidasi tanah secara vertikal melalu pembangunan rumah susun. Yang mengharuskan pemerintah menggusur masyarakat dan memindahkan ke lokasi rusunawa, namun timbul masalah kembali dimana masyarakat merasa keberatan dalam pembayaran dan lokasi yang baru tidak cocok dengan mata pencaharian masyarakat. Maka dari itu, kegiatan konsilidasi sebenarnya bukan hanya sebatas penataan kembali secara fisik saja akan tetapi juga menata secara partisipatif. Harus adanya peran aktif dari masyarakat mulai dari perencanaan, implementasi hingga pembangunan, dalam konsilidasi vertikal, aspek partisipasi masyarakat juga harus di dukung oleh pendekatan sosial ekonomi, banyak segi yang harus di pertimbangkan mulai dari aspek sosial, lapangan pekerjaan dan penghidupan masyarakat setelah di pindahkan. Kegiatan konsolidasi tanah tanpa mempertimbangkan aspek-aspek tersebut maka akan keluar dari tujuan awal untuk mencapai kemakmuran bagi masyarakat.

    Mahathir/14232849/Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  38. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  39. Subtema : Konsolidasi Tanah untuk Penataan Kawasan Pertanian
    Oleh: Agung Dini Riyadi
    NIM. 14232793
    Tanah haikatnya memiliki jumlah luas tanah bersifat tetap sedang kebutuhan akan tanah terus meningkat seiring bertambahnnya jumlah penduduk. Hal ini menyebabkan banyak fenomena lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan non pertanian yang apabila tidak dikendalikan atau ditekan akan menyebabkan kritis pangan skala nasional. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dan masyarakat untuk berperan aktif untuk berkerjasama dalam hal penataan kawasan pertanian salah satunya dengan menata dan mengendalikan alih fungsi lahan seperti yang diseminarkan pada sub-tema ini :
    a. Susilo Widiyantoro memaparkan bahwa di daerah kota Yogyakarta tidak mungkin dilakukan konsolidasi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan pada peta RTRW-nya tidak terdapat zona lahan pertanian, padahal dilapangan fisiknya masih banyak lahan pertanian yang masih aktif. Dan dari hasil penelitian, wmasyarakat masih ingin bertani untuk mata pencaharianya akan tetapi seolah-olah pemerintah mendorong pembangunan kota yang mengesampingkan kelestarian lahan pertanian.
    b. Aditya Mulya dkk menghadirkan konsolidasi (penataan) lahan pertanian dengan mempertimbangkan informasi prediksi curah hujan atau cuaca yang baik untuk tanaman padi di kabupaten Bojonegoro. Berdasarkan penelitian data di tahun 2006-2015 untuk diterapkan sampai tahun 2040.
    c. Ismah Pudji Rahayu dkk pada seminar subtema ini memberikan informasi lahan-lahan mana saja yang baik untuk produksi garam di Pangkajene, Pangkep, Sulawesi Selatan.
    d. Yendi Sufyandi memaparkan fenomena alihfungsi lahan pertanian ke non pertanian di Badung dan Gianyar Bali akibat meningkatnya populasi penduduk dan majunya pariwisata sehingga menyampingkan kelestarian lahan pertanian untuk ketahanan pangan. Jika lahan pertanian tidak dipertahankan, maka hanya dalam waktu 12,41 tahun saja akan terjadi keterbatasan pangan.
    e. I Dewa Gede Agung Diasana Putra menjelaskan fenomena rusaknya lingkungan di Gunung Agung Bali akibat penambangan pasir yang berlebihan. Pemerintah telah berupaya untuk menata lingkungan di Gunung Agung akan tetapi tentunya perlu meberikan jalan keluar bagi warga yang menggatungkan pendapatannya dari menampang pasir.
    Dari lima paparan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menata Kawasan Pertanian diperlukan Konsolidasi Tanah baik itu penataan, pemanfataan dan pengendalian alih fungsi lahan Pertanian. Konsolidasi tidak hanya terhadap tanahnya saja, terhadap masyarakatnya juga perlu diberikan pengertian yang membuat masyarkat bisa berkerjasama dengan pemerintah untuk menjaga kelestarian lahan pertanian.

    BalasHapus
  40. Prayoko
    NIM. 14232821

    Pembahasan masalah konsolidasi tanah merupakan solusi untuk mengurangi kepadatan penduduk. Seperti studi yang dilakukan oleh Ibu Westi Utami di Kotagede Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan spasial menggunakan Geo Eye Image dan Melakukan survey lapangan. Hasilnya menunjukkan pertumbuhan pemukiman tanpa kontrol menyebabkan tingkat kerentanan tinggi dimana 41 % rumah berada dalam kondisi yangsangat rentan. Pertumbuhan permukiman alami, karena tidak adanya perencanaan dan pengaturan lahan seringkali menimbulkan masalah dengan pemanfaatan ruang di daerah berpenduduk padat. Kepadatan bangunan yang tinggi tanpa memperhatikan aksesibilitas jalan, ketersediaan ruang terbuka dan ketersediaan ruang bersama tidak hanya mempengaruhi rendahnya tingkat kesehatan lingkungan tetapi juga mempengaruhi tingkat kerentanan masyarakat jika terjadi bencana..
    Permukiman yang padat dengan aksesibilitas yang sempit dan juga keterbatasan ruang terbuka memiliki korelasi tinggi terhadap kerentanan fisik dan lingkungan sehingga jika terjadi bencana (gempa / api), wilayah ini memiliki risiko lebih tinggi. Penyelesaian di Dusun Sayangan yang unik untuk wilayah ini didirikan sejak kerajaan Mataram dengan bangunan joglo tradisional dan dinding tua yang mengelilingi rumah dan kebun warga, sehingga membentuk labirin dengan jalan sempit.
    Kebijakan yang bisa dilakukan untuk penyelesaian yang memiliki ruang namun ditutup oleh dinding dapat dilakukan melalui konsolidasi tanah dengan cara menghancurkan dinding sehingga bisa digunakan untuk melebarkan jalan dan menciptakan ruang terbuka untuk umum. Peraturan dan pengendalian pemanfaatan lahan harus diterapkan. Solusi dari masalah ini adalah zonasi atau kebijakan konsolidasi lahan terhadap pemukiman padat penduduk atau daerah yang diperkirakan pemukiman penduduk padat.
    Konsolidasi tanah untuk pemukiman padat penduduk dan penyelesaian yang diperkirakan akan padat perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik. Penggunaan pemanfaatan lahan yang optimal juga akan menciptakan lingkungan yang berkelanjutan.
    Untuk populasi padat yang memiliki ukuran lahan / rumah 40 m2 dan tidak memiliki ruang terbuka dengan kondisi rumah tanpa awak dapat diaplikasikan melalui konsolidasi tanah vertikal.

    BalasHapus
  41. Sub Tema : Konsolidasi Tanah Pertanian Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional
    Nama : Denissa Madiana
    NIM : 14232802 /Manajemen Pertanahan

    Hal mendasar dalam konversi lahan dikarenakan kepadatan penduduk yang sangat meningkat sehingga berdampak pada kebutuhan lainnya seperti kebutuhan pendidikan, pembangunan perumahan, pembangunan infrastruktur otomatis juga akan ikut meningkat. Dalam penyusunan RTRW yang sudah dibuat oleh PEMDA seyogyanya harus tetap ditegakkan dan dipatuhi agar penggunaan dan peruntukan tanah tetap terjaga. Bupati/Walikota yang memberikan ijin penggunaan lahan harus tegas kepada pemohon dan apabila terbukti memberikan ijin kepada pemohon di jalur hijau harus ditindak tegas agar memberikan efek jera pada Bupati/Walikota daerah lainnya. Ketegasan Peraturan PEMDA sangat menentukan keberhasilan dalam konversi penggunaan lahan.
    Penggalian pasir di Desa Gunaksa, Klungkung Bali sudah terjadi pada tahun 1963 akibat dari meletusnya Gunung Agung. Kawasan ini merupakan daerah endapan lava dari letusan sehingga Desa Gunaksa memiliki banyak pasir dan batu. Banyaknya orang yang bekerja di kawasan tersebut bahkan dikategorikan overload mengakibatkan degradasi lahan dan rusaknya lingkungan (tanah berlubang). Akibat rusaknya lingkungan, PEMDA berupaya menutup kegiatan penggalian tersebut. PEMDA hendaknya memberi pelatihan, memberi lapangan kerja ataupun memberikan modal kepada masyarakat terkena dampak sedangkan penutupan kawasan Desa Gunaksa sebagai penggalian dapat mencegah kerusakan lingkungan. Kawasan Desa Gunaksa yang sudah tertata dapat dimanfaatkan untuk pelabuhan, tempat rekreasi, kawasan wisata dan daerah pengolahan air.
    Lahan garam di Provinsi Sulawesi Selatan sangat potensial yang dikelola baik dari rakyat, perusahaan maupun pemerintah. Kabupaten Pangkajene merupakan wilayah tertinggi produksi garam. Besarnya potensi pemanfaatan tersebut memerlukan penggarapan potensi lahan tambak garam dengan upaya konsolidasi tanah pertanian agar dapat memaksimalkan produksi garam nasional. Keberhasilan konsolidasi tanah produksi garam dapat berhasil apabila masyarakat saling bekerja sama dengan berdiskusi antar penggarap sehingga menghasilkan kesepakatan. Pada zona kawasan lahan garam tinggi dapat memiliki tutupan lahan berupa tambak, rawa dan beberapa unit rumah yang diketahui status kepemilikan lahannya sehingga dapat menata kembali kawasan tambak garam untuk melakukan ekstensifikasi yang dapat direalisasikan untuk dikelola oleh petani garam. Konsolidasi tanah pertanian garam dapat meningkatkan sarana dan prasarana produksi garam.

    BalasHapus
  42. Konsolidasi Tanah Pertanian untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

    Ketahanan pangan nasional hanya dapat diwujudkan hanya jika ketersedian lahan pertanian pangan dapat dijamin secara berkelanjutan. Untuk tersedianya lahan pertanian secara berkelanjutan bagi penyediaan pangan nasional, harus dilakukan upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian secara effektif disertai upaya perluasan lahan (ekstensifikasi) dengan memanfaatkan lahan potensial yang tersedia serta menjaga dan memelihara kualitas lahan pertanian yang ada sepanjang waktu.
    Ketahanan pangan menjadi agenda yang akan diwujudkan untuk meningkatkan perekonomian nasional dan mengembangkan kesejahteraan masyarakat. Dalam seminar international conference on land and spatial planning di STPN Yogyakarta Yendi Sofyan, dkk menyebutkan bahwa di Kabupaten Badung dan Gianyar Provinsi Bali konversi penggunaan tanah per tahun sebesar 0,98% dan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,25% dengan hal tersebut maka dalam 12 tahun ke depan, ketahanan pangan di wilayah tersebut akan mencapai batasnya dan didaerah tersebut akan mengalami krisis pangan.
    Oleh karenanya terwujudnya ketahanan pangan nasional menjadi syarat keharusan bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Untuk mendukung agenda tersebut konsolidasi tanah merupakan salah satu kunci untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Paradigma sosial lahan pertanian yang dimiliki masyarakat akan mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat berkontribusi terhadap keberhasilan konsolidasi tanah lahan pertanian. Partisipasi masyarakat menjadi kunci pertama dalam konsolidasi tanah karena berpengaruh pada penunjukan situs konsolidasi. Mengubah paradigma masyarakat menjadi tantangan bagi pemerintah. Upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mensosialisasikan dan melaksanakan program yang dapat memberi kesejahteraan bagi pemilik lahan. Dibutuhkan komitmen kuat dari para pemangku kepentingan untuk (1) merevisi rencana tata ruang wilayah, (2) sosialisasi secara intensif dan lestari, dan (3) pelaksanaan program kesejahteraan bagi pemilik lahan pertanian. Dengan demikian konsolidasi tanah lahan pertanian dapat diimplementasikan dan kedaulatan pangan nasioal dapat terwujud.

    Farhan Nayoan
    NIM. 14232805

    BalasHapus
  43. Sub Tema 3 : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Pertanian
    Setelah saya mencermati seminar ilmiah yang disampaikan oleh Bapak Susilo Widiyantoro dengan judul Challenges Of Agricultural Land Consolidation In Yogyakarta Urbanized Area.
    Perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian di kota jogjakarta tidak dapat dibendung lagi. Hal ini dapat dilihat semakin berkurang luasan tanah pertanian di propinsi DIY dari tahun ketahun. Perubahan penggunaan tanah pertanian ini sebagian besar disebabkan belum tegasnya regulasi pengaturan penggunaan lahan di daerah. Banyak areal persawahan yang kemudian berubahn menjadi lahan aneka fungsi. Termasuk diantaranya untuk kebutuhan pemukiman, ruang usaha maupun industri. Padahal lingkungan kawasan perkotaan Yogyakarta mempunyai potensi untuk menunjang pertumbuhan pangan yang berkelanjutan.
    Secara nasional maupun tingkat provinsi sebenarnya sudah ada peraturan khusus untuk pengendalian alih fungsi lahan. Misalkan Perda nomor 10/2011 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelnjutan maupun rencana Tata Ruang Wilayah. Hanya saja pengaplikasiannya pada level kabupaten belum diikuti dengan menerbitkan regulasi khusus.
    Salah satu upaya mengurangi alih fungsi lahan pertanian adalah dengan Program Konsolidasi Tanah. Menurut pemaparan bapak Susilo, bahwa konsolidasi tanah pertanian akan sukses dilakukan jika: pertama, melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemilik lahan pertanian. Kedua, adanya regulasi yang kuat di tingkat daerah yang mengatur ketersediaan lahan pangan berkelanjutan. Ketiga, Kebijakan yang dikeluarkan para stakeholder mendukung ketersediaan lahan pangan berkelanjutan.
    Jadi, Konsolidasi Tanah sebagai instrumen yang penting untuk mengontrol ketersediaan lahan pertanian yang berkelanjutan di Provinsi DIY . Konsolidasi Tanah ini akan berhasil jika ada komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat pemilik lahan pertanian.
    Nama : YOHANES SEHAGUN
    NIM : 14232871

    BalasHapus
  44. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  45. Subtema 2 : Implementations and roles of Vertical Land Consolidation (VLC) in urban spatial planning.
    Oleh : Ridho Julian satria
    NIM : 14232863
    Konsep 3D Kadaster dari bapak Muh Arif Suhattanto.
    Untuk Efektifitas lahan, maka diperlukan suatu perencanaan yang matang, dimana salah satunya adalah perencanaan site layout. Apabila diambil contoh pada konsep properti, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain penentuan tata guna lahan, perencanaan akses jalan dan prinsip pembagian lahan. Sehingga perencaan site layout secara tepat dapat mengurangi biaya-pengembangan suatu pproperti. Menurut saya konsep 3D Kadaster ini dapat mengakomodir hal-hal tersebut.
    Sehubungan dengan usahanya untuk melakukan pendaftaran tanah secara lengkap, termasuk untuk memberikan informasi tentang properti 3D, BPN dapat melakukan strategi berikut:
    1. Menyediakan pendaftaran kadaster 3D untuk mendaftarkan properti 3D menggunakan kombinasi antara pendaftaran kadaster dan pendaftaran tanah;
    2. Meningkatkan wawasan situasi 3D dengan menggunakan registrasi 3D sementara terus melakukan registrasi 2D (menggunakan solusi hibrida);
    3. Sinkronisasi pengelolaan properti 3D dengan organisasi lain dan Meningkatkan peran organisasi pemerintah lainnya seperti Badan Informasi Geospasial (BIG), pemerintah kota, perpajakan untuk memberikan pendaftaran kadaster 3D, karena manajemen properti bukan merupakan tanggung jawab tunggal BPN tapi tanggung jawab multisektoral;
    • Meningkatkan partisipasi sektor swasta untuk kegiatan survei dan pemetaan karena untuk survei dan peta situasi 3D lebih rumit dan mahal daripada situasi 2D;

    BPN juga harus membuatkan regulasi sebelum pelaksanaan pendaftaran 3D kadaster ini. Dengan memberikan peraturan yang cukup untuk memberikan panduan bagi pendaftaran 3D dan referensi teknis untuk pendaftaran 3D kadaster. Selain itu, bagian terpenting adalah memperbaiki perangkat lunak GIS yang digunakan untuk mengelola data spasial 3D.

    BalasHapus
  46. Nama : Aji Pratama Putra
    NIM : 14232796

    Dari subtema yang saya ikuti yaitu Land Consolidation as a solution for densely populated area (case study in Kotagede Yogyakarta) oleh ibu Westi Utami. Dimana dalam tulisanya itu menjelaskan mengenai kepadatan penduduk di Kotagede yang menyebabkan kepadatan bangunan tanpa memperhatikan aksesibilitas jalan, ketersediaan ruang terbuka dan ketersediaan ruang bersama,sehingga hal ini dapat mempengaruhi rendahnya tingkat kesehatan lingkungan dan juga mempengaruhi tingkat kerentanan masyarakat jika terjadi bencana. Jalan sempit dan tidak tersedianya ruang pembukaan menyebabkan beberapa ruang duduk agak rentan dalam menghadapi gempa dan akan membuat mereka sulit mengungsi jika ada gempa seperti yang terjadi pada tahun 2006. Banyak pemukiman padat penduduk mengalami degradasi lingkungan dan lingkungan kesehatan yang rentan, sehingga jika terjadi gempa atau kebakaran, wilayah ini memiliki risiko lebih tinggi dibanding daerah lain.
    Dalam permasalahan ini dapat diatasi dengan solusi zonasi dan juga konsolidasi lahan, baik konsolidasi tanah vertikal maupun horisontal tergantung kondisi yang ada. Konsolidasi lahan horisontal dapat dilakukan dengan cara membongkar dinding penghalang dan bisa digunakan untuk melebarkan jalan dan menciptakan ruang terbuka untuk umum. Sedangkan untuk rumah yang memiliki lahan terbatas dan sempit, maka konsolidasi tanah vertikal dapat dilakukan. Dan dalam melaksanakan Konsolidasi tanah ini maka harus melibatkan pemerintah daerah, kantor pertanahan, dan masyarakat, agar konsolidasi tanah ini dapat dilakukan dengan sukses sehingga Konsolidasi tanah ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dan juga akan menciptakan lingkungan yang berkelanjutan.
    Dari tulisan itu menurut saya sangat menarik dan perlu dilakukan, menginggat bangunan-bangunan di daerah tersebut kebanyakan bangunan-bangunan tua yang padat dan mulai rapuh, dimana hal ini akan sangat rawan dan beresiko tinggi terhadap penduduk setempat bila terjadi suatu bencana. Namun disisi lain menurut saya nilai budaya dan sejarahnya juga perlu diperhatikan, karena kawasan Kotagede merupakan kawasan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Dimana hal itu dapat dilihat dari arsitektur rumah tinggal dan kehidupan sosial masyarakatnya dan ciiri istimewa dari Kotagede adalah kampung-kampung dengan gang-gang sempit di antara rumah-rumah dan masyarakatnya masih hidup dalam tradisi Jawa. Dan hal inilah yang menurut saya perlu diperhatikan lagi dalam pelaksanan konsolidasi tanah di kawasan ini.

    BalasHapus
  47. Nama : FAJRIN
    NIT : 14232803
    Sub Tema : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Penataan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan ini memberikan arahan dan memberikan kepastian penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan Konsolidasi Tanah. Konsolidasi tanah pulau kecil di Sumatra Barat dilaksanakan dengan mengatur bidang tanah yang ada dan telah menyediakan fasilitas umum berupa Stadion yang dibangun dari sumbangan tanah untuk pembanguan yang diperoleh dari peserta konsolidasi tanah.
    Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menjadi bagian perbatasan dengan negara lain dimana tiga pulau yang bebatasan darat Kalimantan, Papua dan NTT. Pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil perlu diatur agar tidak terjadi lagi lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang menjadi wilayah Malaysia. Wilayah khusus ini untuk ditata agar peran konsolidasi tanah menjadi gerbang, kesejahtraan, dan pembangunan dengan kerjasama dengan Negara tetangga.
    Konsolidasi tanah di Jepang Kota Higashi-Matsusima, pada tahun 2011 di Timur Jepang terjadi gempa yang menyebabkan tsunami sehingga merusak wilayah pesisir Kota Higashi-Matsusima73% bangunan rusak dan 3.349 hektar lahan petanian terkena banjir. Untuk mengatasi agar musibah tidak terulang lagi diperlukan merelokasi ketempat yang lebih tinggi dengan model eco city. Pemerintah melakukan konsolidasi tanah untuk merekonstruksi penghidupan warga dan membangun kota cerdas. Masyarakat ikut aktif melaksanakan program rekonstruksi pascabencana sebagai staf administrasi dan tenaga kerja.
    Pengelolaan pesisir di Jakarta Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam menganalisis penggunaan tanah pemilik lahan liar dan pemilik tanah berdasarkan pendekatan regional , pengoptimalan lahan, konsolidasi tanah, dan perencanaan tata ruang. Metode penelitian menerapkan analisis General Modeling Systems (GAMS) dan analisis swot. Konflik penggunaan lahan antara pemukiman liar dan Pemkot Administrasi Jakarta Utara berdasarkan hasil penelitian yaitu land frontier di wilayah pesisir Jakarta Utara adalah daerah yang tidak efisien sehingga tidak dapat dipertahankan. Pluit 2 dan Marunda dekat dengan perbatasan dan dianggap daerah yang efisien sehingga perlu dipertahankan untuk dikembangkan.

    BalasHapus
  48. Kossolidasi tanah vertikal untuk penataan kawasan kuimuh
    seminar Land Consolidation Program in Managing Slum Area yang dilihat sangat menarik dimana membahas mengenai konsolidasi tanah vertikal untuk penataan kawasan kumuh bahwa konsolidasi tanah sebagai suatu kebijakan yang dibuat oleh kementerian ATR/BPN yang bertujuan untuk penataan dan pengolahan lahan terutama di daerah perkotaaan yang jumlah lahannya terbatas serta jumlah penduduknya yang padat. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang dihadapi pemerintah sehingga perlu diadakannya pengelolaan tanah sebagai suatu solusi untuk mengurangi lingkungan kumuh (slum area) terutama di daerah perkotaan.Pembangunan rumah susun juga menjadi suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat di daerah yang memiliki lahan yang sempit. Dalam hal ini penginderaan jarak jauh dapat memainkan peran kunci dalam analisis dinamik seperti pemantauan proses pemadatan dan perluasan atau membantu pelaksanaan kebijakan perbaikan permukiman kumuh.
    Penginderaan jarak jauh mampu memetakan jumlah daerah kumuh atau kondisi lingkungan secara umum. Upaya pertama untuk menggabungkan keahlian metodologis pada pemetaan dan pemetaan kumuh untuk identifikasi kumuh berdasarkan citra VHR yang mencakup interpretasi visual, analisis gambar berbasis objek (OBIA), metode berbasis tekstur, dan pendekatan berbasis masyarakat (Kuffer et al. 2016). Penginderaan jarak jauh saat ini sedang digunakan di berbagai proyek penelitian ilmiah yang mencakup berbagai bidang dan disiplin ilmu, di mana hasilnya mendapatkan interpretasi sejumlah besar informasi mengenai fitur dan area yang jauh. Satu set prosedur metodologis untuk akuisisi dan pemrosesan catatan digital, yang diperoleh dari sensor berbagai panjang gelombang spektrum tampak, termal dan tak terlihat dari spektrum adalah salah satu definisi penginderaan jarak jauh.
    Konsolidasi tanah dianggap sebagai instrumen atau titik awal pembangunan pedesaan, pembangunan perkotaan, dan sarana penting untuk mendamaikan konflik penggunaan lahan. Penginderaan jarak jauh adalah metode penelitian yang menyediakan identifikasi dan analisis elemen spasial temporal lingkungan, penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan, untuk mendapatkan informasi lingkungan dan pengaruh aktivitas manusia secara tepat waktu.Tentu saja dengan adanya penginderaan jarak jauh ini sangat membantu pemerintah dalam merekonstruksi atau melakukan penaataan kawasan kumuh sehingga dapat memaksimalkan fungsi suatu lahan dengan baik.

    AGUNG RAMLI
    NIM. 14232794

    BalasHapus
  49. Nama : G. Rahmat Sanjaya
    NIT : 14232807

    Seiring perkembangan zaman, populasi manusia di Indonesia semakin meningkat. Dapat kita lihat dari semakin padatnya kota-kota besar di pelosok tanah air ini. Dalam pertumbuhan kota ini banyak faktor peyebabnya. Salah satu penyebab pertumbuhan populasi di kota-kota di tanah air adalah adanya akses dalam distribusi atau angkutan. Oleh karena itu jalan sangat penting dalam hal distribsusi baik barang maupun orang. Jalan-jalan yang ada saat ini sudah tidak mampu menampung besarnya populasi kendaraan yang ada. Sehingga perlunya dibangun jalan khusus untuk memperlancar distribusi barang ataupun orang yaitu pembangunan jalan tol. Pembangunan jalan tol adalah proyek besar yang juga melibatkan masyarakat. Proyek jalan tol meliputi pengadaan tanah dan ganti rugi tanah masyarakat yang terkena jalurnya. Dalam prosesnya, masyarakat yang terkena ganti rugi akan pindah ke tempat yang baru. Dalam jurnal yang berjudul “ Community-based Peri-Urban Land Cosolidation by People for People in Kampung Bubakan, Kandangan Village, Bawen Subdistrict “ adanya perpindahan suatu penduduk daerah pemukiman yang berada di desa kandangan. Desa ini pindah ketempat yang lain yang disebut dengan kampung bubakan. Kampung bubakan ini terkena dampak pembebasan tanah oleh tol ungaran bawen. Kampung Bubakan adalah unit sosial yang mencerminkan hubungan kuat antara lingkungan dan manusia, memiliki latar belakang sejarah, dan hubungan sosiopolitik (Robinson, 2003; Yang, Xu, & Long, 2016). Karena faktor ekonomi masyarakat kampung bubakan adalah buruh, menjadikan kampung mereka konsolidasi tanah. Dalam proses konsolidasi tanah ada beberapa faktor yang perlu di perhatikan yaitu aksesibilitas dan topografi. Konsolidasi tanah di kampung bubakan ini tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Prosesnya sangat sederhana. Walau begitu masyarakat kampung bubakan mendapat manfaat yang cukup besar.

    BalasHapus
  50. Sub Tema: KONSOLIDASI TANAH PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
    Sebagai negara agraris dan negara maritim, adalah ironis kalau Indonesia mengalami kekurangan beras dan garam sehingga harus mengimport dari luar negeri. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, yaitu:
    1. Faktor kebijakan, bahwa kebijakan penataan ruang masih belum dapat mengakomodir keberlanjuan lahan pertanian terutama di wilayah urban.
    2. Faktor paradigma masyarakat, yaitu fenomena alih fungsi lahan yang terjadi yang diakibatkan oleh adanya pemikiran bahwa tanah adalah aset yang “profitable” untuk diubah fungsinya menjadi penggunaan lain selain pertanian.
    3. Perubahan iklim terjadi secara terus menerus setiap tahun, sehingga dapat mempengaruhi degradasi lahan pertanian padi.
    Jika alih fungsi lahan dibiarkan terus menerus maka hanya dalam waktu 12 tahun saja Indonesia akan mengalami krisis pangan. Oleh sebab itu, Konsolidasi tanah adalah solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, lahan pertanian garam sangat berpotensi untuk dilakukan Konsolidasi Tanah mengingat kekurangan garam yang terjadi di Indonesia yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas garam lokal. Dengan Konsolidasi tanah Pertanian, diharapkan dapat meningkatkan kualitas lahan pertanian dan infrastruktur pendukungnya sehingga dapat berdampak pada peningkatan produksi, sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional.
    Tidak hanya faktor lingkungan dan kebutuhan akan pangan, namun faktor sosial juga sangat perlu untuk diperhatikan dalam menentukan arah kebijakan penataan ruang. Faktor struktur dan kultur dalam masyarakat juga perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang dengan melaksanakan Sosial Impact Assessment (SIA) untuk menganalisa dampak sosial yang diakibatkan oleh pengembangan wilayah dan penataan ruang. Oleh sebab itu penataan ruang harus diselenggarakan secara komprehensif agar dapat mengakomodir kebutuhan sosial dan ketersediaan pangan, serta dapat diimplementasikan melalui kegiatan Konsolidasi Tanah Pertanian.

    zahra ats tsaurah
    13222789

    BalasHapus
  51. Kota tidak sekedar sebagai pemusatan pemukiman penduduk, pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya dan administrasi belaka, tetapi juga merupakan pusat penyediaan fasilitas, industri, perdagangan, modal, skill dll. Untuk dapat mengoptimalkan kedua hal tersebut, kota harus mampu mengakomodasi dan menyelaraskan antara aktivitas masyarakat dan bentuk penggunaan lahannya. Lebih lanjut, kota juga harus mampu menyediakan kondisi penguasaan dan pemilikan tanah/ruang yang tertib serta penggunaan dan pemanfaatan tanah/ruang yang teratur.
    Peningkatan penduduk yang berlangsung terus menerus membutuhkan tanah sebagai ruang hidup dan sumber kehidupan. Kontestasi ruang akan terus berlangsung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena ketersediaan ruang hidup relatif tetap. Dalam keterbatasan sarana dan prasarana kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kesejahteraannya, masyarakat akan bergerak terus saling memperebutkan ruang hidup dan ruang kehidupan. Dalam konteks itulah perkembangan kota menjadi menjadi berpotensi mengarah pada terbentuknya wilayah pemukiman kumuh maupun yang tidak sesuai dengan RTRWK. Konsekuensi dari kondisi tersebut membutuhkan pemikiran ekstra dari pemerintah untuk menyediakan tanah/ruang guna dijadikan sebagai areal pemukiman yang layak dan sesuai dengan RTRWK yang ditetapkan.
    Namun, usaha pemerintah menyediakan tanah/ruang akan terasa sulit dicapai tanpa adanya keterlibatan penduduk itu sendiri. Sehingga dibutuhkan pula partisipasi dari masyarakat untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah pemukiman kumuh seperti yang disebutkan di atas. Faktor peningkatan jumlah penduduk kota serta faktor partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota adalah problem dari penataan kota saat ini dan di masa depan. Maka dibutuhkan suatu program yang dapat menyelesaikan problem tersebut. Maka dilakukanlah program yang dinamakan Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV). Sehingga diharapkan ke depannya program ini dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terdapat di perkotaan contohnya masalah pemukiman kumuh.

    Nama : Randi Julianto
    NIM : 14232857
    Subtema : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

    BalasHapus
  52. SUB TEMA : Konsolidasi Tanah Untuk Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
    Ishak Riyadi
    NIM : 14232847

    Semakin bertambahnya jumlah penduduk yang berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan yang semakin berkurang. Dengan semakin berkurangnya lahan tersebut , maka otomatis akan meningkatkan nilai lahan yang tersedia. hal ini sangat memprihatinkan, karena akan menyulitkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk mendapatkan lahan, khusunya untuk tempat tinggal di perkotaan. dengan demikian, banyak masyarakat yang terpaksa membangun di tempat yang tidak selayaknya,yang menyebabkan kawasan tersebut terlihat kumuh, ini dikarenakan sulitnya mendapatkan lahan untuk tempat tinggal.

    jurnal ini sangat menarik , dimana saat seperti sekarang ini, untuk memanfaatkan tanah secara efisien dan menghindari bertambahnya kawasan kumuh maka di butuhkan konsolidasi tanah vertikal. dengan adanya konsolidasi tanah secara vertikal, diharapkan mengurangi masalah akan keterbatasan tempat tinggal di perkotaan. khususnya dengan adanya rumah susun. dimana sebelum dilaksanakan pembangunan rumah susun, perlu sosialisasi secara intensif. Sosialisasi harus mampu memberikan kesadaran masyarakat yang akan dikonsolidasikan. konsep ini menurut saya sangat tepat diterapkan di perkotaan.Selain mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam menata kembali lingkungan pemukimannya melalui upaya konsolidasi tanah, para pemangku kepentingan juga harus memprioritaskan penerapan pembangunan yang mampu menghemat pemanfaatan tanah. disamping itu juga harus memperhatikan ketersediaan fasilitas - fasilitas yang layak untuk penghuni dan juga tidak memberatkan dengan harga sewa yang dipatok. jangan sampai dengan hal hal tersebut membuat target yang telah di rencanakan tidak tercapai. dengan demikian konsolidasi tanah secara vertikal dapat dianggap berhasil dan sangat membantu bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah.

    BalasHapus
  53. Nama : MUHD ALIM HIDAYATULLAH
    NIM :14232856
    “Optimasi Aset Tanah Pemerintah Menggunakan Konsolidasi Tanah Vertikal Dalam Mendukung Program Pembangunan Satu Juta Rumah” paper yang ditulis oleh sdr.Ganang Prakoso ini sangat menarik dan dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi pemerintah khususnya dibidang pertanahan. Rencana Pemerintah untuk membangun satu juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih menghadapi masalah terkait pengadaan tanah. Padatnya penduduk dikota-kota besar, ketersediaan tanah yang sedikit serta mahalnya harga tanah sangat sulit untuk merealisasikan pembangunan satu juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, oleh karena itu pemanfaatan tanah-tanah yang menjadi asset pemerintah serta menggunakan metode konsolidasi vertikal merupakan solusi yang sangat bagus untuk melaksanakan program pembangunan satu juta rumah tersebut, dijelaskan juga beberapa konsep / contoh konsolidasi tanah vertikal di lahan pemerintah seperti; konsolidasi lahan vertikal sebagai solusi pendudukan, konsep campuran di lahan pemerintah, dan revitalisasi kota dengan menggunakan konsolidasi tanah vertikal. Backlog perumahan dan penyediaan perumahan di Indonesia menggunakan tanah asset pemerintah dengan konsep konsolidasi lahan ternyata masih ada hambatan, banyaknya tanah asset yang belum sertipikat serta kurangnya kontrol pemerintah terhadap tanah asset mengakibatkan tanah-tanah tersebut banyak yang diduki/dikuasai oleh masyarakat. Kemeterian ATR/BPN hingga saat ini mendata tanah-tanah asset pemerintah serta tanah asset yang dikuasai oleh masyarakat. Secara regulasi tidak ada masalah untuk melaksanakan pembangunan rumah bagi masyarakat diatas tanah-tanah asset pemerintah tersebut.
    Menurut saya ini merupakan solusi kongkrit yang harus cepat dilaksanakan, seperti yang kita ketahui sangat banyak tanah-tanah asset pemerintah yang tidak dimanfaatkan dengan baik, tidak hanya itu banyak sekali tanah-tanah asset pemerintah justru jadi hak kepemilikan pribadi oleh para oknum pemerintahan itu sendiri.

    BalasHapus
  54. Nama : Koko Saputro
    NIM : 14232817

    Melalui Seminar Internasional dengan subtema “Program Konsolidasi Dalam Pengelolaan Kawasan Kumuh” kami mendapatkan banyak informasi baru terkait aktualisasi program kerja yang dilaksanakan maupun valuating dari progress dan tingkat keberhasilan program yang telah dijalankan pemerintah. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah menjelaskan bahwa terdapat dua macam pendekatan dalam pengadaan konsolidasi tanah perkotaan di Indonesia, yaitu pertama, top-down approach, yaitu pendekatan yang merupakan implementasi dari rencana pembangunan yang telah digariskan pemerintah terhadap daerah-daerah, ditentukan sebagai obyek konsolidasi untuk membiayai pelaksanaan konsolidasi dana disediakan dari APBN/APBD, sehingga peserta konsolidasi hanya dikenai sumbangan tanah untuk pengadaan prasarana saja.
    Kedua, bottom-up approach, yaitu pendekatan yang berasal dari usulan masyarakat pemilik tanah yang telah terkoordinir dan berkeinginan untuk mengatur tanahnya lewat program konsolidasi. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kesadaran masyarakat akan penataan dan keserasian lingkungan.
    Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya di daerah perkotaan yang padat penduduk, cenderung lebih memilih aliran penggusuran (relokasi) dalam pengendalian masyarakat yang sudah tinggal di pemukiman kumuh. Untuk kemudian, pemerintah berupaya memberikan solusi kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui canangan program KOnsolidasi Tanah vertical berbentuk flat (RUSUNAWA). Minimnya ketersediaan lahan kosong menjadi salah satu alasannya. Re-solusi yang diberikan kepada masyarakat ini tak lepas pula dari kesan negative masyarakat. Walaupun para ex- masyarakat kumuh telah berada di tempat yang lebih layak dan bersih. Namun mereka mendapatkan beban lagi untuk membayar sewa. Sedangkan dahulu, di tempat lama mungkin mereka tidak pernah membayar kewajiban apapun.Nota bene mereka adalah mayoritas masyarakat yang pekerjaannya serabutan dengan penghasilan yang hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari saja. Semestinya disamping pemerintah membangun tempat tinggal yang lebih layak, juga perlu dilakukan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat partisipatif dan mandiri dalam hal penyediaan lapangan kerja maupun pelatihan ketrampilan wiraswasta agar taraf perekonomian mereka juga meningkat. Sehingga kesan masyarakat kumuh perlahan menjadi hilang menjadi masyarakat yang berdaya. Perlu juga diberikan subsidi yang bisa mengcover masyarakat peserta relokasi agar tidak perlu lagi ada beban biaya yang berlebihan yang mesti mereka bayar kepada pemerintah.

    BalasHapus
  55. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  56. Nama : Adythia Dharmawan
    NIM :14232792

    Konsolidasi Tanah Pertanian untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional

    Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat sangat mempengaruhi akan kebutuhan akan tanah termasuk untuk lahan pertanian. Ketersediaan lahan pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung ketahanan pangan. Perubahan alih fungsi lahan pertanian dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan pembangunan permukiman, baik di perkotaan ataupun di perdesaan. Hal ini merupakan dampak dari perkembangan suatu Negara. Oleh karena itu Ketersediaan lahan menjadi salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Hal ini mengingat bahwa pencapaian swasembada pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional, sehingga untuk mencapainya dibutuhkan pula dukungan ketersediaan lahan. Indonesia adalah negara penghasil padi terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Produksi padi di Indonesia dapat ditingkatkan melalui peningkatan luas tanam dan produktivitas. Areal penanaman ditingkatkan melalui pengendalian lahan non-pertanian ke lahan baru atau pemukiman.
    Penelitian yang dilakukan oleh Aditya Mulyaa Dkk, dalam hal menjaga ketahanan pangan nasional dengan menjaga ketersediaan lahan pertanian dengan memperhatikan Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman di suatu daerah dipengaruhi oleh faktor iklim seperti suhu dan curah hujan. Perubahan iklim merupakan salah satu factor yang sangat berpengaruh pada sector pertanian. Berdasarkan pemaparan yang di sampaikan bahwa tingkat curah hujan dan suhu sangat berpengaruh terhadap hasil produksi pertanian khususnya padi. Dengan penelitian yang dilakukan Aditya Mulyaa Dkk yang tujuannya untuk mengetahui perubahan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Bojonegoro sampai tahun 2040, menurut saya ini sangat membantu para petani dikabupaten Bojonegoro sehingga para petani dapat menentukan strategi adaptasi dan mitigasi yang sesuai sehingga produksi tanaman dapat dimaksimalkan. Dan ini mungkin dapat diterapkan di dearah lain di Indonesia karena tiap daerah mempunyai katerikstik yang berbeda beda sehingga dalam hal menjaga ketahanan pangan dapat terwujud.
    Trima kasih.

    BalasHapus
  57. Pemapar pertama yakni Bapak Rudianto. Beliau bercerita bahwa ada fenomena yang terjadi di setiap perkotaan akan ditemukan suatu penataan permukiman yang tidak ditata dengan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pemapar, hal tersebut telah terjadi di Jakarta Utara, yaitu dengan pelaksanaan konsolidasi tanah di wilayah perkotaan sulit untuk dilaksanakan dikarenakan ketersediaan tanah yang minim dan pemukiman yang sudah sangat padat. Hal ini menarik untuk dibahas, sebab banyak kota-kota metropolitan di Indonesia yang sangat berkemungkinan besar menjadi Jakarta Utara atau bahkan sudah terjadi. Pemerintah perlu berpandangan ke depan, bahwa masalah ini benar-benar terjadi dan akan terus bertambah. Oleh karena itu, mutlak dilakukan langkah preventif yang serius dari pemerintah yang bukan hanya sebagai angin politik. Apabila ada keseriusan dari pemda, maka konsolidasi tanah bisa dilakukan asalkan adanya keinginan yang besar juga dari masyarakat. sasarannya daerah yang semrawut tata kotanya, dan KT yang dilakukan yaitu KT vertikal.
    Pemapar kedua yakni Azizah Dewi Suryaningsih, beliau memaparkan mengenai bagaimana Rumpun Bambu Sebagai Pelindung Alami Dari Erupsi Gunung Berapi yang dilakukan oleh daerah sekitar gunung merapi. Pemapar menggambarkan, ternyata terdapat banyak cara yang dilakukan sebagai Disaster Risk Reduction Pada gunung berapi, contohnya adalah seperti yang pemapar teliti di gunung Merapi. Pemapar melakukan penelitian di sekitar Gunung Merapi bahwa dengan menggunakan bambu sebagai early warning dalam pendeteksi dini. Masih terdapat kepercayaan masyarakat disekitarnya bahwa bunyi yang berasal dari bambu dapat digunakan untuk mendeteksi erupsi gunung merapi. Bunyi bambu tersebut dapat mendeteksi adanya erupsi gunung merapi pada radius 3 km dari pusat erupsi. Dengan dengan ditanamnya rumpun bambutersebut dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunung merapai sebesar 40 – 50 %. Apabila dikembangkan, hal tersebut dapat juga diadopsi di daerah – daerah lain sekitar gunung berapi di Indonesia untuk meminimalisir kerugian yang dialami oleh warga sekitar.
    Pemapar yang ketiga, Ibu Sukmo bercerita mengenai dahsyatnya bencana di jepang pada tahun 2011 yang menghancurkan sekitar 73% bangunan rusak dan total 3.349 Ha lahan pertanian terendam banjir. Pemerintah Jepang melakukan Upaya-upaya pasca bencana yakni salah satunya dengan melakukan konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah di jepang berhasil, menurut beliau keberhasilan itu diperoleh karena adanya dukungan dari masyarakat dan memanfaatakn fasilitator-fasilitator yang merupakan pihak swasta dan dibiayai oleh masyarakat. Pelajaran penting dari KT di Jepang yakni, bahwa suksesnya pelaksanaan KT sangat tergantung pada dukungan masyarakat.
    Muhammad Ikhlas
    Nim. 14232855

    BalasHapus
  58. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  59. Terimakasaih teman2....resume dan tanggapan yang bagus-bagus. Satu modal penting bagi kalian semua untuk menulis. Sukses slalu utk anda semua.
    Salam

    BalasHapus