Senin, 26 September 2022

Amanat UUPA

 

Mengimplementasikan Amanat UUPA

Oleh:

Dr. Sutaryono[1]

 

Hari ini, 24 September 2022 adalah tepat 62 tahun lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sungguh, UUPA ini adalah produk politik dan kebijakan yang luar biasa. Disamping prosesnya yang lama (bahkan terlama) dan melibatkan khalayak luas dalam proses penyusunannya, secara substansi mempunyai spirit nasionalisme yang sungguh-sungguh berorientasi pada kemandirian bangsa dan kesejahteraan masyarakat melalui pembaruan agraria.

Orientasi di atas dicerminkan oleh misi utama yang mengiringi kelahiran UUPA, yakni: (1) merupakan tonggak perombakan hukum agraria; (2) memberikan amanat pelaksanaan land reform; (3) pentingnya penataan penggunaan tanah; (4) likuidasi hak-hak asing dalam bidang agraria; dan (5) penghapusan sisa-sisa feudal dalam bidang agraria. Kelima misi tersebut menunjukkan bukti bahwa terbitnya UUPA dicita-citakan untuk mewujudkan hukum agraria nasional, menatakembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Inilah yang dimaksudkan dengan Amanat UUPA.

Secara politis, pasca tumbangnya rezim Orde Baru amanat UUPA kembali diingatkan untuk segera diimplementasikan. Melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, pemerintah ditugaskan untuk segera mengimplementasikan amanat UUPA tersebut. Dalam rangka pembaruan agraria tersebut pemerintah bersama DPR ditugaskan untuk segera mengatur pelaksanaan pembaruan agraria melalui beberapa arah kebijakan yang meliputi: (1) melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor; (2) melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan; (3) menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis; (4) menyelesaikan konflik-konflik  sekaligus dapat mengantisipasi munculnya potensi konflik; (5) memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik; (6) mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik.

Dalam konteks kekinian, Amanat UUPA yang ditegaskan kembali melalui Tap IX/MPR/2001 tersebut telah menjadi spirit Visi-Misi Presiden-Wakil Presiden yang merintah saat ini. Pada Visi-Misi “Meneruskan Jalan Perubahan Untuk Indonesia Maju: Berdaulat, Mandiri, Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, secara jelas menempatkan “redistribusi asset (reforma agraria) demi pembangunan berkeadilan” sebagai salah satu program aksinya. Ada 3 agenda yang ditawarkan, yakni: (1) mempercepat redistribusi aset (reforma agraria) dan perhutanan sosial yang tepat sasaran guna memberikan peluang bagi rakyat yang selama ini tidak memiliki lahan/asset untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi; (2) melanjutkan pendampingan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas tanah objek reforma agraria dan perhutanan sosial; dan (3) melanjutkan percepatan legalisasi (sertifikasi) atas tanah milik rakyat dan tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum dan mencegah munculnya sengketa atas tanah.

Publik tentu mengkhawatirkan, bagaimana mungkin ketiga agenda tersebut bisa dijalankan dengan baik ketika pemerintah tengah mengedepankan dan mengakselerasi kemudahan berusaha dan investasi melalui UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja? Inilah tantangan yang harus dihadapi. Saat ini Presiden telah memerintahkan Kementerian ATR/BPN melalui Menteri dan Wakil Menteri yang baru untuk segera: (1) menyelesaikan pensertifikatan tanah milik rakyat; (2) penanganan sengketa dan konflik pertanahan, termasuk mafia tanah; serta (3) menangani permasalahan tanah dan tata ruang di Ibu Kota Nusantara (IKN). Ketiga perintah presiden ini tentu melengkapi agenda strategis nasional yang sedang diemban oleh Kementerian ATR/BPN yang lain seperti akselerasi reforma agraria, percepatan pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur dan transformasi digital. Inilah agenda-agenda pemerintah dalam rangka menjalankan amanat UUPA, yang tentu saja harus diharmonikan dengan kebijakan kemudahan berusaha dan investasi. 

Momentum peringatan hari lahir UUPA ini perlu dijadikan refleksi bersama, sekaligus pengingat bahwa kita semua berkewajiban untuk menjalankan Amanat UUPA dengan sungguh-sungguh agar misi yang diemban oleh UUPA dapat diwujudkan, Semoga.



[1] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM