Senin, 11 November 2019

Percepatan RDTR


Percepatan RDTR
Oleh: Dr. Sutaryono

Hari ini, tanggal 8 November adalah peringatan Hari Tata Ruang Nasional, meskipun tidak banyak pihak-pihak yang merayakannya. Mengapa? Karena tata ruang belum menjadi mainstream (arus utama) dalam pembangunan wilayah. Bahkan ada kecenderungan rencana tata ruang dianggap sebagai salah satu faktor penghambat pembangunan, meskipun sejatinya rencana tata ruang adalah guidance pembangunan yang harus menjadi acuan agar terwujud tertib ruang dan terjaga kelestarian wilayah. Dalam hal ini, yang dibutuhkan bukan sekedar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bersifat rencana umum, tetapi juga Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Oleh karena itu, tepat kiranya kebijakan pemerintah dalam hal percepatan RDTR.
RDTR adalah Rencana Detail Tata Ruang yang merupakan rencana terperinci tentang tata  ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan  peraturan zonasi. RDTR yang penyusunannya terintegrasi dengan peraturan zonasi (PZ) berfungsi sebagai: (a) kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan RTRW; (b) acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW; (c) acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; (d) acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan (e) acuan dalam penyusunan RTBL.
Adapun manfaat RDTR dan peraturan zonasi adalah:  (a) penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi; (b) alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat; (c) ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan (d) ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya.
Bukan hanya bermanfaat untuk hal di atas saja, tetapi juga bermanfaat dalam percepatan perizinan untuk investasi. Kebijakan percepatan perizinan dan investasi, mempersyaratkan ketersediaan RDTR. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (yang sering disebut dengan Online Single Submission – OSS) jo Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 tahun 2018 tentang Izin Lokasi mensyaratkan ketersediaan RDTR-PZ dalam operasionalnya. Tanpa adanya RDTR-PZ yang bersifat digital, maka percepatan pelayanan perizinan berusaha secara elektronik (OSS), tidak mungkin dapat berjalan. Oleh karena itu kebutuhan ketersediaan RDTR-PZ semakin urgent sekaligus emergence.

Kendala Percepatan

Saat ini pemerintah sedang mendorong percepatan penyusunan RDTR-PZ di berbagai wilayah, mengingat capaian dan produk RDTR-PZ masih sangat minimalis. Data yang ditampilkan oleh portal Ditjend Tata Ruang Kementerian ATR/BPN (www.tataruang.atrbpn.go.id/protaru), hingga tulisan ini disusun baru terdapat 53 RDTR yang berhasil diperdakan. Jumlah yang sangat kecil apabila dibandingkan kebutuhan yang mencapai sekitar 2000-an RDTR di seluruh Indonesia. Beberapa kendala yang dihadapi berkenaan dengan lambatnya capaian RDTR-PZ selama ini adalah: (1) Rendahnya atau bahkan tidak adanya political will dan komitmen pimpinan daerah, untuk mewujudkan RDTR; (2) Ketersediaan data dan informasi spasial dengan skala detail (1:5000) yang sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kebutuhan data dan informasi untuk penyusunan RDTR-PZ tidak terpenuhi; (3) Ketersediaan sumberdaya manusia yang terbatas, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dalam hal ini tidak hanya SDM aparatur pemerintah yang terbatas, tetapi juga kalangan profesional yang berperan sebagai konsultan ahli atau penyedia jasa dalam penyusunan RDTR-PZ; (4) Anggaran yang terbatas, baik untuk kajian, penyiapan naskah akademik hingga legislasinya. Anggaran yang dibutuhkan untuk menyusun RDTR-PZ cenderung lebih besar dari pada untuk penyusunan RTRW, mengingat sifat RDTR-PZ yang lebih detail; (5) Adanya konflik kepentingan. Sifat RDTR-PZ yang detail dan mengikat, menjadikan keengganan birokrasi pemerintah daerah untuk segera memperdakan. Bahkan ada beberapa anggapan bahwa RDTR-PZ merupakan penghambat tumbuhnya investasi di daerah.
Berdasarkan hal-hal di atas, peringatan Hari Tata Ruang ini perlu dijadikan momentum bersama untuk mengatasi berbagai kendala di atas, sekaligus segera mewujudkan RDTR sebagai instrumen percepatan perizinan dan sebagai guidance pembangunan wilayah yang berorientasi untuk terwujudnya tertib ruang.