Sabtu, 31 Oktober 2020

Tanah Perekat Integrasi Bangsa

 

Tanah: Perekat Integrasi Bangsa[1]

Oleh:

Dr. Sutaryono[2]

 

Pro-Kontra disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, tidak harus menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Demonstrasi, gerakan massa dan pernyataan sikap menolak UU Cipta Kerja adalah hal yang lumrah dan menjadi wujud dinamika masyarakat di negara demokratis. Oleh karena itu momentum peringatan hari Sumpah Pemuda (28 Oktober) ini, perlu dijadikan media refleksi kembali untuk memperkuat integrasi bangsa. Utamanya berkenaan dengan tanah, mengingat tanah adalah matra utama Indonesia sebagai negara agraris.

 

Kembali ke Agraria

 

Beberapa waktu ini, di tengah suasana Pandemi Covid-19 kita disuguhi data bahwa sektor pertanianlah yang memilik daya tahan tertinggi dibanding sektor-sektor yang lain. Kontribusi sektor pertanian terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menunjukkan angka yang significant yakni 16,24%. Sektor pertanian ini juga tetap tumbuh positif hingga 2,19 %, di tengah terpuruknya sektor yang lain (Mahendra, Opini KR 7-9-2020). Disamping itu, kita semua paham bahwa: (1) Indonesia adalah negara agraris; (2) sebagian besar penduduknya tinggal di perdesaan dan bergerak di sektor pertanian; (3) angka kemiskinan yang tinggi terdapat di perdesaan; (4) angka pengangguran (pengangguran terbuka dan setengah pengangguran) sebagian besar terdapat di perdesaan. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagai representasi negara agraris adalah sektor yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian kembali.

Dalam hal ini perhatian kembali terhadap sektor pertanian dan sektor agraris dapat dilakukan dengan menjalankan Ketetapan MPRRI Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.

Tap MPR tersebut memberikan arah kebijakan kepada penyelenggara negara untuk: (a) melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor; (b) melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform); (c) menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis; (d) menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria sekaligus mengantisipasi potensi konflik; (e) Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria; (f) mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik.

Arah kebijakan pembaruan agraria sebagaimana tertuang dalam Tap MPR IX/2001 tersebut menunjukkan arah bangsa ini untuk kembali ke agraria. Kembali ke agraria adalah menjalankan agenda pembaruan agraria, yang berorientasi pada terwujudnya keadilan agraria.

   

Perekat Integrasi Bangsa

 

Terlepas dari substansi pertanahan dalam UU Cipta Kerja yang menimbulkan pro kontra, dalam tiga tahun ini pemerintah sedang giat-giatnya menjalankan agenda strategis pertanahan sebagai bagian dari upaya menjalankan amanah Tap MPR IX/2001. Agenda penguatan hak atas tanah melalui kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dan agenda reforma agraria (RA) dengan redistribusi tanah sebagai kegiatan utamanya menjadi icon pemerintah di bidang pertanahan.

PTSL ini bertujuan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat berlandaskan asas sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan. Sedangkan RA bertujuan untuk: (a) mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah; (b) menangani sengketa dan konflik agraria; (c) menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; (d) menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; (e) memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi; (f) meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan (g) memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

Apabila agenda strategis pertanahan di atas dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh dan mampu mewujudkan berbagai tujuan yang sudah dicanangkan, maka langsung ataupun tidak langsung akan mampu berperan sebagai perekat integrasi bangsa. Tanah sebagai perekat integrasi bangsa apabila terwujud keadilan dan kesejahteraan atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi seluruh masyarakat Indonesia. Inilah salah satu makna Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia”, yang dikumandangkan pada 28 Oktober 1928 yang lalu.  



[1] Dimuat dalam Opini SKH Kedaulatan Rakyat, 30-10-2020

[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada STPN Yogyakarta dan Prodi Pembangunan Wilayah, Fak. Geografi UGM

Tanah: Perekat Integrasi Bangsa