Masa Depan Jogja[1]
Oleh:
Dr.
Sutaryono[2]
Sangat
jelas dan tegas bahwa masa depan Jogja (baca: DIY) dalam 5 tahun ke depan
adalah ‘Terwujudnya Peningkatan Kemuliaan Martabat Manusia Jogja’. Demikian
visi pembangunan DIY sebagaimana tertuang dalam RPJMD DIY 2017-2022 yang
dipaparkan pada Musrenbang (Rabu, 31-1-2018). Visi tersebut merupakan
penjabaran dan in line dengan Visi
Gubernur 2017-2022 yang bertema ‘Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk
Kemuliaan Martabat Manusia Jogja’. Kemuliaan Martabat Manusia Jogja tersebut
akan diwujudkan melalui ‘Lima Kemuliaan’
atau ‘Pancamulia’, yakni terwujudnya: (1) peningkatan kualitas
hidup-kehidupan-penghidupan masyarakat yang berkeadilan dan
berkeadaban; (2) peningkatan kualitas dan keragaman
kegiatan perekonomi masyarakat; (3) peningkatan harmoni kehidupan bersama baik
pada lingkup masyarakat maupun pada lingkup birokrasi; (4)
tata dan perilaku penyelenggaraan pemerintahan yang
demokratis; dan (5) terwujudnya perilaku bermartabat dari para
aparatur sipil penyelenggara pemerintahan.
Dalam
implementasinya, seluruh agenda pembangunan untuk mewujudkan visi di atas berpijak
pada tanah sebagai lebensraum (ruang
hidup). Oleh karena itu penataan pertanahan dan pengaturan pemanfaatan ruang
secara berkeadilan dan berkelanjutan merupakan sebuah keharusan. Mengapa?
Karena tanah adalah matra utama sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup
orang banyak, mempunyai fungsi sosial, banyak pihak berkepentingan dan rentan
terhadap muculnya konflik dan sengketa.
Seturut dengan
itu salah satu isu strategis yang muncul saat ini adalah belum optimalnya
pengendalian pemanfaatan ruang dan tingginya alih fungsi lahan. Hal ini
menunjukkan bahwa penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang belum sepenuhnya
terkontrol oleh pemerintah. Isu strategis yang lain, utamanya isu kemiskinan,
ketimpangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang belum inklusif juga
menunjukkan adanya penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang yang belum berpihak
kepada masyarakat. Ada kecenderungan penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang
untuk aktivitas perekonomian yang terkait dengan sirkuit kapital global
cenderung mendominasi. Sebut saja misalnya, pembangunan hotel, mall, apartemen,
perumahan mewah dan bisnis property
lainnya tumbuh subur dalam lima tahun terakhir. Kesemuanya merepresentasikan
aktifitas perekonomian yang tidak inklusif dan mengokupasi tanah dan ruang
secara massif dan ada kecenderungan
memarjinalkan masyarakat setempat.
Akibatnya,
kondisi terkini di DIY menunjukkan: (a) angka kemiskinan tinggi dan di atas
rata-rata nasional (12,36%); dan (b) angka ketimpangan tertinggi secara
nasional (Indeks GINI 0,44). Berkebalikan dengan kondisi tersebut, fakta
menunjukkan bahwa di DIY: (a) Indeks Pembangunan Manusia tertinggi kedua
nasional (78,38); dan (b) Indeks Kebahagiaan juga tinggi (72,93). Inilah yang
disebut dengan Miskin Tetapi Sejahtera (Analisis
KR, 10-06-2017). Ke depan, kondisi paradoks ini tidak boleh terjadi. Peningkatan
Kemuliaan Martabat Manusia Jogja mestinya ditunjukkan oleh ‘Sejahtera dan Tidak
Miskin’.
Modal untuk Sejahtera
Perwujudan
Peningkatan Kemuliaan Martabat Jogja yang Sejahtera dan Tidak Miskin’ melalui
Pancamulia di DIY sudah on the track. Namun demikian, upaya tersebut perlu didukung
oleh penataan pertanahan dan pengaturan pemanfaatan ruang yang baik dan
berkeadilan. Dalam penataan pertanahan, perlu diingat kembali perlunya mewujudkan
Catur Tertib Pertanahan, yang terdiri dari tertib hukum, tertib administrasi,
tertib penggunaan dan pemanfaatan tanah serta tertib pemeliharaan tanah dan
lingkungan hidup. Dalam hal ini, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah harus harus diorientasikan pada terwujudnya catur tertib
pertanahan.
Dalam
hal pemanfaatan ruang, utamanya berkaitan dengan berbagai perijinan seperti
ijin prinsip, ijin lokasi, ijin perubahan penggunaan tanah hingga pada IMB
harus diorientasikan untuk terwujudnya tertib ruang. Tertib ruang dimaknai sebagai terwujudnya ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan melalui harmonisasi lingkungan alam dan buatan, terpadunya
penggunaan sumberdaya alam, buatan, dan sumberdaya manusia, serta terlindunginya
fungsi ruang. Dalam konteks ini, agenda pengendalian pemanfaatan ruang melalui
instrumen peraturan zonasi, perijinan, insentif-disinsentif serta penetapan
sanksi bagi yang melanggar menjadi prioritas untuk dilakukan.
Apabila penataan
pertanahan dan pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara tertib, maka
terwujudnya peningkatan kemuliaan martabat manusia Jogja yang Sejahtera dan
tidak miskin adalah sebuah keniscayaan. Inilah yang dimaknai sebagai modal
untuk kesejahteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar