Jumat, 02 Februari 2018

Masa Depan Jogja



Masa Depan Jogja[1]
Oleh:
Dr. Sutaryono[2]

Sangat jelas dan tegas bahwa masa depan Jogja (baca: DIY) dalam 5 tahun ke depan adalah ‘Terwujudnya Peningkatan Kemuliaan Martabat Manusia Jogja’. Demikian visi pembangunan DIY sebagaimana tertuang dalam RPJMD DIY 2017-2022 yang dipaparkan pada Musrenbang (Rabu, 31-1-2018). Visi tersebut merupakan penjabaran dan in line dengan Visi Gubernur 2017-2022 yang bertema ‘Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja’. Kemuliaan Martabat Manusia Jogja tersebut akan diwujudkan melalui   ‘Lima Kemuliaan’ atau ‘Pancamulia’, yakni terwujudnya: (1) peningkatan kualitas hidup-kehidupan-penghidupan masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban; (2) peningkatan kualitas dan keragaman kegiatan perekonomi masyarakat; (3) peningkatan harmoni kehidupan bersama baik pada lingkup masyarakat maupun pada lingkup birokrasi; (4) tata dan perilaku penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis; dan (5) terwujudnya perilaku bermartabat dari para aparatur sipil penyelenggara pemerintahan.
Dalam implementasinya, seluruh agenda pembangunan untuk mewujudkan visi di atas berpijak pada tanah sebagai lebensraum (ruang hidup). Oleh karena itu penataan pertanahan dan pengaturan pemanfaatan ruang secara berkeadilan dan berkelanjutan merupakan sebuah keharusan. Mengapa? Karena tanah adalah matra utama sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, mempunyai fungsi sosial, banyak pihak berkepentingan dan rentan terhadap muculnya konflik dan sengketa.
Seturut dengan itu salah satu isu strategis yang muncul saat ini adalah belum optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang dan tingginya alih fungsi lahan. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang belum sepenuhnya terkontrol oleh pemerintah. Isu strategis yang lain, utamanya isu kemiskinan, ketimpangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang belum inklusif juga menunjukkan adanya penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang yang belum berpihak kepada masyarakat. Ada kecenderungan penguasaan tanah dan pemanfaatan ruang untuk aktivitas perekonomian yang terkait dengan sirkuit kapital global cenderung mendominasi. Sebut saja misalnya, pembangunan hotel, mall, apartemen, perumahan mewah dan bisnis property lainnya tumbuh subur dalam lima tahun terakhir. Kesemuanya merepresentasikan aktifitas perekonomian yang tidak inklusif dan mengokupasi tanah dan ruang secara massif dan ada kecenderungan memarjinalkan masyarakat setempat.
Akibatnya, kondisi terkini di DIY menunjukkan: (a) angka kemiskinan tinggi dan di atas rata-rata nasional (12,36%); dan (b) angka ketimpangan tertinggi secara nasional (Indeks GINI 0,44). Berkebalikan dengan kondisi tersebut, fakta menunjukkan bahwa di DIY: (a) Indeks Pembangunan Manusia tertinggi kedua nasional (78,38); dan (b) Indeks Kebahagiaan juga tinggi (72,93). Inilah yang disebut dengan Miskin Tetapi Sejahtera (Analisis KR, 10-06-2017). Ke depan, kondisi paradoks ini tidak boleh terjadi. Peningkatan Kemuliaan Martabat Manusia Jogja mestinya ditunjukkan oleh ‘Sejahtera dan Tidak Miskin’.

Modal untuk Sejahtera
Perwujudan Peningkatan Kemuliaan Martabat Jogja yang Sejahtera dan Tidak Miskin’ melalui Pancamulia di DIY sudah on the track.  Namun demikian, upaya tersebut perlu didukung oleh penataan pertanahan dan pengaturan pemanfaatan ruang yang baik dan berkeadilan. Dalam penataan pertanahan, perlu diingat kembali perlunya mewujudkan Catur Tertib Pertanahan, yang terdiri dari tertib hukum, tertib administrasi, tertib penggunaan dan pemanfaatan tanah serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Dalam hal ini, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah harus harus diorientasikan pada terwujudnya catur tertib pertanahan.
Dalam hal pemanfaatan ruang, utamanya berkaitan dengan berbagai perijinan seperti ijin prinsip, ijin lokasi, ijin perubahan penggunaan tanah hingga pada IMB harus diorientasikan untuk terwujudnya tertib ruang.  Tertib ruang dimaknai sebagai terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan melalui harmonisasi lingkungan alam dan buatan, terpadunya penggunaan sumberdaya alam, buatan, dan sumberdaya manusia, serta terlindunginya fungsi ruang. Dalam konteks ini, agenda pengendalian pemanfaatan ruang melalui instrumen peraturan zonasi, perijinan, insentif-disinsentif serta penetapan sanksi bagi yang melanggar menjadi prioritas untuk dilakukan.
Apabila penataan pertanahan dan pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara tertib, maka terwujudnya peningkatan kemuliaan martabat manusia Jogja yang Sejahtera dan tidak miskin adalah sebuah keniscayaan. Inilah yang dimaknai sebagai modal untuk kesejahteraan.


[1] Dimuat pada kolom ANALISIS, SKH Kedaulatan Rakyat, 02-02-2018
[2] Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional & Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar