Senin, 10 November 2025

Rencana Detail Tata Ruang

 Dipublikasikan pada Kolom Analisis SKH Kedaulatan Rakyat, 08-11-2025

Rencana Detail Tata Ruang

Oleh: Dr. Sutaryono[1]

 

Setiap tanggal 8 November, kita selalu diingatkan adanya momen penting dalam pembangunan, yakni Hari Tata Ruang Nasional. Tidak banyak yang merayakan, karena tata ruang baik secara keilmuan, kebijakan ataupun praksis Pembangunan belum membumi. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa tata ruang belum menjadi mainstream (arus utama) dalam Pembangunan. Padahal Hari Tata Ruang Nasional ini telah ditetapkan lebih dari satu dekade, tepatnya ditetapkan pada tanggal 25 November 2013 melalui Keputusan Presiden 28 Tahun 2013 tentang Hari Tata Ruang Nasional.

Berdasarkan UU 26/2007, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang yang penyelenggaraannya  bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Pengertian ini menunjukkan betapa pentingnya rencana tata ruang dalam rangka perwujudan Pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks lain, rencana tata ruang juga diperankan sebagai instrumen penting dalam perizinan, bahkan merupakan single reference dalam perizinan pemanfaatan ruang.

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik yang telah diganti dengan PP 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, mensyaratkan ketersediaan rencana detail tata ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan Sistem Online Single Submission. Nah, dalam konteks inilah RDTR menjadi satu instrumen perizinan yang urgent dan emergency dalam mengintegrasikan kemudahan berusaha sekaligus terjaga keberlanjutan lingkungan.

RDTR menjadi urgent, karena berfungsi sebagai: (a) kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan RTRW; (b) acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW; (c) acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; (d) acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan (e) acuan dalam penyusunan RTBL.

RDTR menjadi emergency, karena kebijakan pemerintah saat ini adalah percepatan dan kemudahan investasi, padahal ketersediaan RDTR masih sangat terbatas. Data terbaru yang di-release pada portal Kementerian ATR/BPN, RDTR yang sudah dilegalisasi (perda/perkada) baru mencapai 646 RDTR. Adapun RDTR yang sudah terintegrasi dengan sistem OSS baru sebanyak 414 RDTR. 

Kebijakan percepatan ini dilandasi karena masih adanya berbagai kendala dalam penyusunan RDTR. Beberapa kendala penyusunan RDTR selama ini adalah: (1) rendahnya political will dan komitmen pimpinan daerah: (2) ketersediaan data dan informasi spasial dengan skala detail yang sangat terbatas; (3) ketersediaan sumberdaya manusia, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas yang terbatas. Dalam hal ini tidak hanya SDM aparatur pemerintah, tetapi juga kalangan profesional yang berperan sebagai konsultan ahli atau penyedia jasa dalam penyusunan RDTR; (4) anggaran yang terbatas, baik untuk kajian, penyiapan naskah akademik hingga legislasinya; (5) Sifat RDTR yang detail dan mengikat, menjadikan keengganan pemerintah daerah menetapkannya (Opini KR, 11-11-2019).

 

Percepatan Penyusunan RDTR

Berdasarkan hal-hal di atas, peringatan Hari Tata Ruang ini perlu dijadikan momentum bersama untuk mengatasi berbagai kendala, sekaligus melakukan percepatan penyusunan RDTR, agar kebijakan percepatan perizinan berusaha dan investasi berada dalam koridor Pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Kendala kebijakan dan pembiayaan dalam penyusunan RDTR telah diatasi dengan adanya Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang mentargetkan dan mengalokasikan anggaran untuk 500 RDTR yang terintegrasi dengan OSS dalam tahun 2025 – 2029. Untuk memastikan terakomodasinya aspirasi masyarakat sekaligus terjaga keberlanjutan lingkungan perlu penguatan partisipasi dan pelibatan semua pemangku kepentingan dalam proses penyusunannya.

Pada tahap legislasi, agar tidak kontraproduktif maka perlu dilakukan penyusunan naskah akademik/kajian kebijakan rancangan peraturan kepala daerah tentang RDTR dengan mendasarkan pada materi teknis RDTR, Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan aspirasi Masyarakat. Semoga kebijakan percepatan penyusunan RDTR ini mampu memberikan kemudahan dan mendukung iklim berusaha sekaligus tetap mampu menjaga keberlanjutan lingkungan.



[1] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Rencana Detail Tata Ruang