Dipublikasikan pada Kolom Analisis SKH Kedaulatan Rakyat, 08-11-2025
Rencana Detail Tata Ruang
Oleh:
Dr. Sutaryono[1]
Setiap
tanggal 8 November, kita selalu diingatkan adanya momen penting dalam pembangunan,
yakni Hari Tata Ruang Nasional. Tidak banyak yang merayakan, karena tata ruang baik
secara keilmuan, kebijakan ataupun praksis Pembangunan belum membumi. Dalam
konteks ini dapat dikatakan bahwa tata ruang belum menjadi mainstream (arus utama) dalam Pembangunan. Padahal Hari Tata Ruang Nasional ini telah ditetapkan lebih dari satu dekade,
tepatnya ditetapkan pada tanggal 25 November 2013 melalui Keputusan Presiden 28
Tahun 2013 tentang Hari Tata Ruang Nasional.
Berdasarkan UU 26/2007, tata
ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang yang penyelenggaraannya bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional. Pengertian ini menunjukkan betapa pentingnya
rencana tata ruang dalam rangka perwujudan Pembangunan berkelanjutan. Dalam
konteks lain, rencana tata ruang juga diperankan sebagai instrumen penting
dalam perizinan, bahkan merupakan single reference dalam perizinan
pemanfaatan ruang.
Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara
Elektronik yang telah diganti dengan PP 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, mensyaratkan ketersediaan rencana detail tata ruang (RDTR) yang
terintegrasi dengan Sistem Online Single Submission. Nah, dalam konteks inilah RDTR
menjadi satu instrumen perizinan yang urgent dan emergency dalam
mengintegrasikan kemudahan berusaha sekaligus terjaga keberlanjutan lingkungan.
RDTR menjadi urgent, karena
berfungsi sebagai: (a) kendali
mutu pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan RTRW; (b) acuan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur
dalam RTRW; (c) acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; (d) acuan
bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan (e) acuan dalam penyusunan RTBL.
RDTR menjadi
emergency, karena kebijakan pemerintah saat ini adalah percepatan
dan kemudahan investasi, padahal ketersediaan RDTR masih sangat terbatas. Data
terbaru yang di-release pada portal Kementerian ATR/BPN, RDTR
yang sudah dilegalisasi (perda/perkada) baru mencapai 646 RDTR. Adapun RDTR
yang sudah terintegrasi dengan sistem OSS baru sebanyak 414 RDTR.
Kebijakan percepatan ini dilandasi
karena masih adanya berbagai kendala dalam penyusunan RDTR. Beberapa kendala penyusunan
RDTR selama ini adalah: (1) rendahnya political
will dan komitmen pimpinan daerah: (2) ketersediaan data dan informasi
spasial dengan skala detail yang sangat terbatas; (3) ketersediaan sumberdaya
manusia, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas yang terbatas. Dalam hal ini
tidak hanya SDM aparatur pemerintah, tetapi juga kalangan profesional yang
berperan sebagai konsultan ahli atau penyedia jasa dalam penyusunan RDTR; (4) anggaran
yang terbatas, baik untuk kajian, penyiapan naskah akademik hingga legislasinya;
(5) Sifat RDTR yang detail dan mengikat, menjadikan keengganan pemerintah
daerah menetapkannya (Opini KR, 11-11-2019).
Percepatan Penyusunan RDTR
Berdasarkan hal-hal di atas,
peringatan Hari Tata Ruang ini perlu dijadikan momentum bersama untuk mengatasi
berbagai kendala, sekaligus melakukan percepatan penyusunan RDTR, agar
kebijakan percepatan perizinan berusaha dan investasi berada dalam koridor
Pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Kendala kebijakan dan pembiayaan
dalam penyusunan RDTR telah diatasi dengan adanya Integrated Land
Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang mentargetkan dan
mengalokasikan anggaran untuk 500 RDTR yang terintegrasi dengan OSS dalam tahun
2025 – 2029. Untuk memastikan terakomodasinya aspirasi masyarakat sekaligus
terjaga keberlanjutan lingkungan perlu penguatan partisipasi dan pelibatan
semua pemangku kepentingan dalam proses penyusunannya.
Pada tahap
legislasi, agar tidak kontraproduktif maka perlu dilakukan penyusunan naskah
akademik/kajian kebijakan rancangan peraturan kepala daerah tentang RDTR dengan
mendasarkan pada materi teknis RDTR, Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan
aspirasi Masyarakat. Semoga kebijakan percepatan penyusunan RDTR ini mampu
memberikan kemudahan dan mendukung iklim berusaha sekaligus tetap mampu menjaga
keberlanjutan lingkungan.
[1]
Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi
Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar