Kamis, 14 Maret 2013

Pengadaan Tanah Untuk Bandara


PENGADAAN TANAH UNTUK BANDARA[1]

Oleh: Sutaryono[2]

Pasca diterbitkannya Izin Relokasi Bandara Adisucipto serta Pengelolaan Bandara Baru oleh Kementerian Perhubungan -tanpa menafikan agenda lain- salah satu agenda yang paling krusial adalah kegiatan pengadaan tanah. Pengadaan tanah dimaknai sebagai kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Kesuksesan dalam pengadaan tanah adalah indikasi keberhasilan proyek bandara & keberlanjutan bisnis yang berhubungan dengan operasional bandara.
Regulasi pengadaan tanah untuk bandara (kepentingan umum), saat ini mengacu pada UU 12/2012 jo Perpres 71/2012 dan operasionalisasinya mendasarkan pada Peraturan Kepala BPN 5/2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah, yang secara substansial lebih memberikan ruang pada kepentingan masyarakat terkena dampak. Berdasarkan regulasi tersebut, proses pengadaan tanah dilakukan oleh Pelaksana Pengadaan Tanah, dalam hal ini adalah Lembaga Pertanahan (BPN).
Tahapan pengadaan tanah yang paling krusial adalah konsultasi publik untuk persetujuan penetapan lokasi dan musyawarah pemberian ganti kerugian. Apabila kedua proses tersebut dapat dilalui secara lancar dan mendapatkan kesepakatan oleh masyarakat yang akan terkena dampak, maka terwujudnya bandara baru di Yogyakarta adalah sebuah keniscayaan.
Konsultasi publik merupakan tahapan awal dalam proses pengadaan tanah. Kegiatan ini diorientasikan untuk mendapatkan kesepakatan antara institusi yang membutuhkan tanah dengan masyarakat yang akan terkena dampak, yang kemudian ditetapkan oleh Gubernur sebagai lokasi bandara. Dalam hal ini, masyarakat dimungkinkan untuk mengajukan keberatan terhadap rencana proyek. Apabila keberatan masyarakat diterima Gubernur, maka lokasi proyek yang direncanakan harus pindah ke lokasi lain. Jadi dalam konteks kekinian, proses pengadaan tanah dapat dilanjutkan apabila masyarakat yang terkena dampak menyetujui lokasi proyek yang direncanakan.
Persoalan kruisal berikutnya adalah musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian antara instansi yang membutuhkan tanah dengan masyarakat pemilik tanah yang dilaksanakan oleh pelaksana pengadaan tanah. Bentuk ganti kerugian tidak harus berbentuk uang, tetapi dimungkinkan dalam bentuk lain seperti tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk lain ini dapat berupa gabungan dari beberapa bentuk yang sudah disebutkan, dengan catatan mendapat persetujuan keduabelah pihak.
 Secara khusus, berkenaan dengan besarnya ganti kerugian tidak dapat ditetapkan secara sepihak oleh instansi yang membutuhkan tanah, pelaksana pengadaan tanah ataupun oleh pemerintah. Penentuan besarnya ganti kerugian didasarkan pada hasil penghitungan oleh Penilai Independen/Penilai Publik yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan. Hasil penilaian disampaikan kepada Pelaksana Pengadaan Tanah untuk dijadikan dasar musyawarah dalam menetapkan ganti kerugian.
Penilai melakukan penilaian tidak hanya mendasarkan pada NJOP maupun Zona Nilai Tanah belaka, tetapi Penilai melakukan penilaian untuk ganti kerugian terhadap nilai: (a) tanah; (b) ruang atas tanah dan bawah tanah; (c) bangunan; (d) tanaman; (e) benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau (f) kerugian lain yang dapat dinilai, secara keseluruhan. Dalam hal ini NJOP dan ZNT hanya dijadikan sebagai referensi. Penilaian yang dilakukan oleh penilai publik dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang berhubungan dengan kepemilikan tanah tersebut, memberikan beberapa aspek positif yang meliputi: (a) terwujudnya nilai tanah secara fair dan adil; (b) terlindunginya hak-hak pemilik tanah dan terjangkaunya nilai/harga tanah yang harus dibayarkan oleh instansi yang membutuhkan tanah; serta (c) mempersempit ruang gerak spekulan tanah dalam ‘memainkan’ harga tanah. 
Berdasarkan beberapa hal di atas, maka bagi masyarakat pemilik tanah yang akan terkena dampak pembangunan bandara tidak perlu khawatir berkenaan dengan besarnya ganti kerugian, mengingat regulasi yang dijadikan dasar tidak memungkinkan penilaian ganti kerugian ditetapkan secara sepihak. Satu hal yang harus dicermati oleh masyarakat yang akan terkena dampak adalah ikut berpartisipasi aktif dalam menanggulangi munculnya spekulan tanah yang hanya mencari keuntungan semata, tanpa mempedulikan kepentingan masyarakat luas. Partisipasi aktif ini sangat menentukan keberhasilan pembangunan bandara baru di Ngayogyakarta Hadiningrat. 


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 14 Maret 2013 hal 12
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) & Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM, Deputi Direktur Matapena Institute.

100 komentar:

  1. Menurut saya, proses pengadaan tanah untuk bandara baru di Yogyakarta tersebut akan berjalan lama dan cukup rumit. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat setempat yang sudah cukup lama menetap di daerah tersebut akan berat hati memberikan lahannya untuk pihak yang berwenang tanpa ganti rugi yang sebanding. Pastinya masyarakat tersebut akan meminta ganti rugi berupa permukiman baru. Namun, bila ada relokasi permukiman yang menjadi masalah adalah di mana dan apakah masyarakat tersebut akan mau menempati lingkungan permukiman yang baru? Mengingat bila mereka dipindah, maka mereka mungkin juga akan kehilangan mata pencahariannya sebagai petani cabai, kacang panjang, dll karena lahan yang akan hilang.
    Solusi yang memungkinkan adalah ganti rugi berupa permukiman baru di dekat lokasi bandara yang akan dibangun dengan tambahan usaha yang bisa dibangun seperti dijadikan rumah-toko untuk berjualan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat pasca relokasi dan kehilangan lahan untuk bekerja. Hal ini berkaitan dengan perspektif perkembangan wilayah yaitu nantinya daerah yang akan menjadi bandara baru tersebut pasti akan cepat berkembang pesat karena dipastikan aksesibilitas ke daerah itu semakin bertambah yang menyebabkan mobilitas (uang, jasa, manusia) juga akan meningkat. Sehingga bila mendirikan usaha di daerah sekitar calon bandara tersebut sangat prospektif ke depannya. Namun, pada akhirnya semua itu tergantung kesepakatan yang akan disetujui oleh kedua belah pihak (pemerintah & masyarakat setempat).

    Anindyakusuma Hapsari
    11/316478/GE/07057

    BalasHapus
  2. Tugas Hukum Lingkungan dan Pertanahan Pengembangan Wilayah

    Secara umum ketika saya membaca artikel ini, saya melihat dari beberapa perspektif,
    1.Dari perspektif ekonomi/financial --> saya setuju bahwa jika memang sudah ada regulasi yang baik dari pemerintah untuk melakukan ganti rugi kepada pihak masyarakat secara adil, apalagi dengan melibatkan hasil penghitungan oleh Penilai Independen/Penilai Publik yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan, maka masyarakat tidak perlu resah mengenai hal tersebut.Tetapi masyarakat juga harus tetap jeli mengontrol hal tersebut dengan terlibat aktif didalamnya.

    2.Perspektif Sosial-->Menurut saya,Secara garis besar proses pengadaan tanah untuk kepentingan komersial seperti ini bukan perkara yang mudah, apalagi jika diproyekkan pada kawasan permukiman.
    Saya berpikir bahwa si perencana memang sudah memkirkan aspek" kelingkungan yang bersangkutan mengenai pembangunan bandara ini, tetapi kembali lagi bahwa kita membutuhkan media yaitu berupa tanah yang memang terikat dengan hukum, dimana ada hak kepemilikkan disana, dalam hal ini masyarakat sekitar sebagai pemilik lahan.
    Saya setuju dengan pendapat saudari anindya diatas, yang menyatakan bahwa masyarakat tersebut telah berpuluh-puluh tahun bermukim disana dan akan berat hati untuk pindah dari daerah tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang paling kuat mempengaruhi adalah mengenai "Knowledge" atau pengetahuan pendidikan masyarakat setempat yang terbatas dan tidak banyak dibekali oleh pendidikan yang layak khususnya kaum para tetua kampung, sehingga para perencana pun kesulitan memberikan pengertian dan pemahaman terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara ini.

    3.Aspek Yuridis, Di dalam hal ini saya memang tidak terlalu tahu banyak ,, tetapi sebaiknya dalam permasalahan yang berhubungan dengan tanah sebaikknya ada pernyataan hukum yang jelas, dimana apabila pengadaan tanah untuk bandara ini dapat terealisasi ,, maka pemerintah harus memiliki bukti yang jelas dan kuat bahwa tanah tersebut telah beralih kepemilikkan, sehingga hal ini bisa mencegah kejadian di masa-masa mendatang ,, ketika generasi berikutnya dari masyarakat asli daerah tersebut meminta uang ganti rugi. karena banyak kasus yan terjadi di indonesia, dimana pemerintah sudah mengganti rugi kepada generasi dulu, tetapi tetap ditagih oleh generasi-generasi dibawahnya.

    Setelah saya melihat, bahwa artikel ini berbicara banyak mengenai "nilai" dari tanah tersebut, maka sebaiknya para pemangku kebijakan dan planner bandara tersebut tidak hanya memberika regulasi memnag ganti rugi tetapi jika memberikan pemahaman secara baik dan intens dengan cara yang non konvensional seperti terjun langsung ke lapangan, melihat perkembangan kehidupan pada desa" yang menjadi titik acuan pembangunan, membaur dengan masyarakat,lalu mendekati secara perlahan ,, maka lama kelamaan para pengambil kebijakan akan mengetahui bagaimana merealisasikan regulasi tersebut dengan cara yang tepat, dengan begitu ketika telah mendapatkan hati masyarakat ,, maka regulasi pun dapat diharapkan berjalan dengan baik.

    Demikian ,, mohon maaf bila ada kesalahan kata ataupun kata2 yang menyinggung pihak-pihak tertentu atau bahasa yang kurang baku.
    Terima Kasih

    Febriani Sibi (11/313401/GE/07014)

    BalasHapus
  3. saya setuju dengan artikel mengenai " pengadaan tanah untuk bandara" dimana dalam proses ganti rugi perlu adanya musyawarah dari berbagai pihak. selain itu juga bentuk ganti rugi tidak harus berbentuk uang tetapi dapat juga berbentuk lain seperti tanah maupun permukiman baru. namun hal tersebut bukanlah hal yang mudah meskipun ganti rugi yang diberikan sudah diperhitungkan dengan rinci dan dengan musrawarah dengan masyarakat yang terkena dampak pembangunan bandara akan sulit. karena masyarakat yang sudah lama tinggal atau menggarap lahan ditempat tersebut akan sulit menerima ganti rugi yang diberikan meskipun dalam jumlah yang cukup memadai bahkan lebih dari harga tanah secara umum. hal tersebut disebabkan apabila mereka lahir di daerah tersebut sulit apabila akan dipindahkan kedaerah lain karena mereka sudah mendarah daging bahwa daerah tersebut merupakan warisan secara turun temurun sehingga mereka akan sulit untuk menjual tanah mereka.
    namun apabila dalam sosialisasi atau musyawarah dengan masyarakat sekitar dengan memberikan pengetahuan mengenai dampak positif dari adanya bandara tersebut seperti apabila bandara jadi dibangun akan mempercepat perkembangan wilayah tersebut dan memberikan lapangan pekerjaan baru seperti pembukaan perdagaan disekitar bandara, dengan hal tersebut mungkin mereka akan berfikir ulang sehingga tertarik dengan ganti rugi yang akan diberikan.

    Dwi Riyanto (10/304385/GE/06939)

    BalasHapus
  4. Ari Nova Firnanda24 Maret 2013 pukul 14.58

    Ari Nova Firnanda (10/300882/GE/6808)

    Benar, pengadaan tanah jelas merupakan hal krusial terkait rencana pembangunan bandara baru di Yogyakarta. Proses pengadaan tanah harus merujuk pada kebutuhan tanah sesuai dengan project plan pembangunan tersebut hingga jangka panjang. Mengapa perlu hingga jangka panjang? Alasannya jelas, pembangunan bandara baru pada wilayah tersebut akan menjadi pemicu terjadinya pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Setiap jengkal tanah nantinya akan diminati oleh berbagai pihak guna berbagai keperluan yang menurut hemat saya dalam rangka “mendukung” terciptanya kawasan aero-city. Sehingga ketika pada saat ini seluruh rencana pembangunan bandara baru dengan berbagai infrastruktur pendukungnya telah direncanakan, disiapkan dan dipastikan pengadaan tanahnya. Maka ke depannya, diharapkan tidak ada lagi hambatan bahkan kegagalan pembangunan bandara baru tersebut yang notabene relokasi bandara lama yang kini dikepung oleh masifnya pembangunan.

    Pengadaan tanah dalam suatu proses pembangunan akan selalu melibatkan berbagai pihak pemilik tanah. Skema kompensasi selalu berjalan pada kerangka ganti- rugi yang pada akhirnya benar-benar merugikan masyarakat lokal sebagai salah satu pihak yang terlibat di dalamnya. Lihat saja kasus ganti-rugi tanah dalam pembangunan Banjir Kanal Timur di Jakarta. Banyak masyarakat kita yang bukannya tidak ingin mendukung pembangunan negara di wilayahnya, namun mereka tidak mengerti mengapa pembangunan harus selalu membuat mereka berkorban bukannya malah diuntungkan sebagai masyarkat lokal atas pembangunan tersebut. Setuju dengan statement Bapak Sutaryono dan opinit tersirat dari Anindyakusuma Hapsari yang menyebutkan bahwa ganti-rugi tanah terkait pembangunan tidak harus berupa fresh money yang dalam beberapa kasus justru membuat kesejahteraan mereka menurun. Bentuk relokasi permukiman yang seharusnya juga telah diatur dalam Rencana Proyek serta pemberdayaan masyarakat lokal terdampak bagi pemenuhan kebutuhan SDM dalam pembangunan bandara tersebut akan lebih membawa kebaikan bagi semua pihak. Sehingga pembangunan bandara secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat lokal yang secara nyata telah berkorban atas pembangunan tersebut.

    Monggo tanggapannya.

    BalasHapus
  5. Happy Okysari
    11/316598/GE/07168

    Sebuah proyek akan berjalan apabila telah mendapat izin persetujuan dan perundingan dari berbagai stakeholder yang terkait, terutama oleh masyarakat yang terkena dampak dari proyek tersebut. Proses pengadaan tanah sebagai bentuk pemberian ganti kerugian yang layak dan adil kepada masyarakat terkena dampak dalam proyek pembangunan bandara baru di Yogyakarta ini memang merupakan tindakan yang bijak dari pihak pengembang dan pemerintah untuk melakukan ganti rugi secara adil dengan didasarkan pada hasil perhitungan oleh Penilai Independen/Penilai Publik. Namun seperti apa yang telah disampaikan oleh Saudari Anindyakusuma bahwa memang akan sulit dalam proses pengadaan tanah ini bukan dalam hal finansial bentuk ganti rugi tersebut namun dalam hal kehidupan masyarakat terkena dampak yang terkait dengan lokasi pemindahan permukiman masyarakat dan mata pencaharian mereka. Adanya relokasi permukiman masyarakat ke tempat yang baru maka dimungkinkan akan kehilangan mata pencaharian mereka yang telah lama dilakukan untuk menopang hidup mereka.Terlebih lagi akan berdampak pada perubahan penghidupan masyarakat yang terkait aset modal penghidupan, akses dan aktivitas masyarakat. Dengan adanya perubahan penghidupan masyarakat ini maka diperlukan suatu strategi penghidupan masyarakat di tempat yang baru. Hal ini memang akan sangat sulit dan rumit untuk masyarakat terkena dampak walaupun telah ada pengadaan tanah dari pihak pengembang dan pemerintah.
    Menurut saya, mungkin sebaiknya disamping adanya proses pengadaan tanah sebagai ganti rugi berupa permukiman baru dengan disertai adanya lahan usaha sebagai ganti mata pencaharian mereka juga dibutuhkan adanya pendampingan dalam penghidupan masyarakat yang baru, karena tidak serta merta hanya diberikan lahan sebagai ganti rugi saja, namun untuk memulai penghidupan dengan usaha yang baru tidaklah mudah. Atau dapat pula dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat dalam proyek pembangunan ini. Sehingga pembangunan bandara ini juga bersifat intangible yang bermanfaat untuk masyarakat setempat dalam meningkatkan kesejahteraan. Namun sekarang dalam aspek hukum tinggal boleh atau tidak boleh dalam perundingan perijinan dari para stakeholder yang terlibat terutama masyarakat terkena dampak tersebut.

    BalasHapus
  6. Isro'atin Nasikhah24 Maret 2013 pukul 22.16

    Menurut saya, masalah penggadaan tanah untuk bandara terletak pada ganti rugi tanah kepada masyarakat yang dirasa tidak sesuai, untuk itu perlu dikomunikasikan dengan stakeholder yang bersangkutan. Pada dasarnya masyarakat belum memahami nilai tanah yang harus digantikan oleh pemerintah secara layak dengan status tanah yang bersertifikat dan atau tidak (tanah sultan). Musyawarah terbuka yang melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat, pihak penggadaan tanah (BPN), dinas perhubungan dan gubernur merupakan jalan keluar yang harus dilakukan agar mendapatkan kesepakatan ganti rugi tanah dengan mempertimbangkan faktor fisik dan non fisik. Pemerintah dan masyarakat memiliki kemampuan untuk melindungi tanah disekitar bandara dari oknum spikulan tanah yang dapat menggambil keuntungan dari pengadaan tanah kegiatan pembangunan proyek bandara. Dapat dikatakan bahwa masyarat adalah pengontrol kestabilan kondisi harga tanah di lokasi proyek bangunan bandara.
    Secara tidak langsung pemerintah juga harus memikirkan dampak yang timbul kepada masyarakat jika bandara dibangun dan munculnya investor asing dan penduduk pendatang yang dapat mengeser keberadaan penduduk asli yang akan terpingirkan. Bahkan bisa terjadi kesulitan masyarakat untuk membeli tanah ditempat lain yang harganya lebih mahal dari ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah. Dari segi ekonomi, masyarakat akan diuntungkan dengan memicu perkembangan dan pembangunan pusat pelayanan. Dari sisi lingkungan juga diperlukan aturan jarak antara permukiman dan landasan bandara agar tidak menimbulkan masalah kebisingan ataupun bahaya penerbangan. Berbagai pertimbangan pembangunan bandara juga sebaiknya berkaca pada pengalaman bandara yang sebelumnya dan tidak melupakan peran masyarakat secara partisipatif.
    Isro’atin Nasikhah
    10/305503/GE/06971

    BalasHapus
  7. kawan2 yg baik, tampaknya beberapa persoalan berkenaan dengan perspektif hukum pertanahan/lingkungan dalam pembangunan wilayah belum ada dech.....misal secara zonasi bagaimana, penguasaan atas tanahnya seperti apa, pengembangan pusat pertumbuhannya seperti apa....coba dech itu semua dikaji lebih detail, thank

    BalasHapus
  8. Pengadaan tanah di Kulonprogo tepatnya di Desa Sindutan, Desa Palihan, Desa Jangkaran, serta Desa Glagah yang akan dibuat bandara menjadi sesuatu hal yang sangat krusial diakibatkan oleh pendekatan sosial yang dilakukan oleh pemerintah dengan masyarakat yang kurang. Masyarakat yang tinggal di Kulonprogo tersebut adalah masyarakat pedesaan yang memiliki rasa kepemilikan yang tinggi terhadap apa yang mereka miliki dan akan memeprjuangkan tanah mereka untuk tetap menjadi milik mereka. Kalaupun mereka dipindahkan dan diberi tanah di lokasi lain dan mereka setuju seharusnya bandara tersebut harusnya memberikan peningkatan ekoonomi bagi masyarakat yang lahannnya diganti oleh untuk pembangunan bandara tersebut. Walaupun tanah sudah diganti dengan lahan lain tetapi mereka akan merasa lebih bangga dan terbedayakan dengan bandara tersebut. Solusi masalah yang ditegaskan di sini adalah bahwa pengembangan objek dan daya tarik wisata mencakup pengembangan produk baru yaitu dilakukan secara sadar dan berencana untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau menambah jenis produk tersebut. Hal ini dimaksudkan dengan adanya partisipasi masyarakat asli di untuk menjadi masyarakat tersebut berdaya guna di kawasannya sendiri dengan cara :
    1. Segi lingkungan : ekowisata di Desa Sindutan, Desa Palihan, Desa Jangkaran, serta Desa Glagah sebagai dampak dari pembangunan bandara, pelabuhan dan nantinya akan ada industri pertambangan pasir besi harus bertumpu pada lingkungan asli dan bidaya yang relatif belum tercemar atau terganggu di Desa Sindutan, Desa Palihan, Desa Jangkaran, serta Desa Glagah sebagai nilai tambah dari hasil pembangunan bandara, pelabuhan, dan industri pasir besi.
    2. Segi masyarakat : ekowisata di Desa Sindutan, Desa Palihan, Desa Jangkaran, serta Desa Glagah harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar dengan peran serta masyarakat untuk tidak malu dalam memasarkan hasil karya yang khas di Desa Sindutan, Desa Palihan, Desa Jangkaran, serta Desa Glagah tersebut.
    3. Segi pendidikan dan pengalaman : ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam budaya yang terkai di daerah tempat kegiatan ekowisata sambil menerapkan cara mengelola yang baik untuk menjamin kelangsungan hidup ekonominya.
    Kombinasi dari hasil pembangunan bandara, pelabuhan, dan industri dengan potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk kegiatan wisata dengan peran serta transportasi, pelayanan, informasi, dan promosi akan menjadi komponen yang baik untuk kehidupan masyarakat Kulonprogo. Masyarakat akan terdaya guna dan mampu mensejahterakan kehidupan walaupun di sana nantinya akan terjadi perubahan perilaku kehipan dari yang awalnya bertanian akan berubah dengan sektor jasa. Baik itu jasa di pertambangan maupun jasa – jasa wisata yang ada di Desa Sindutan, Desa Palihan, Desa Jangkaran, serta Desa Glagah.

    FADCHULI JANAH
    11/313188/GE/06998

    BalasHapus
  9. Saya sepaham dengan apa yang dikatakan atau disuarakan oleh Happy Okysari bahwa persoalan ganti rugi bukanlah terletak semata-mata pada tanah sebagai tempat tinggal selanjutnya bagi masyarakat yang tanahnya terpaksa harus tergusur oleh adanya program relokasi bandara tersebut, Namun dampak yang lebih luasnya adalah bagaimana kelanjutan dari penduduk tersebut untuk bertahan hidup apabila pada kenyataan relokasi bandara itu juga harus melenyapkan mata pencarian mereka selama ini. Tentulah ini bukan suatu keadaan yang bijak dan adil. Namun menurut saya dalam membangun fasilitas atau sarana baru di tempat yang baru tentulah bukan hanya berkaitan pada bagaimana infrastruktur bangunan sarana itu secara tunggal saja yang harus diperhatikan, namun perlu juga pemikiran bagaimana penyediaan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Sarana dan prasaran pendukung lainnya itu berguna dalam menunjang perkembangan bandara dan juga wilayah tersebut. Seperti misalnya jalur kereta api yang harus dapat menghubungkan setiap daerah dengan daerah relokasi bandara baru. Hal tersebut terkait agar tingkat aksesibilitas antar daerah lebih tinggi dan masyarakat yang kebetulan berada di tempat yang sangat jauh diharapkan tidak kesulitan untuk mencapai bandara. Fasilitas-fasilitas lainnya juga harus dipertimbangkan bukan hanya agar bandaranya yang berkembang namun juga wilayah sekitarnya, karna bagaimana pun juga nantinya wilayah tersebut akan banyak dikunjungi oleh para masyarakat luar daerah. Menurut saya keadaan akan sepadan apabila masyarakat juga diciptakan lapangan kerja baru seiring dengan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan baru melalui fasilitas-fasilatas baru tersebut, misalnya pengadaan pasar dan gedung pertokoan lainnya. Disisi lain juga harus dikaji persoalan tempat awal bandara tersebut. Tentunya apabila bandara tersebut telah berhasil direlokasi akan ada dampak-dampak positif dan negatif juga bagi daerah asal bandara tersebut, misalnya danpak negatifnya adanya ancaman wilayah asal pertumbuhannya menurun. Hal-hal itulah yang juga penting untuk diuji dan dipertimbangkan.
    Daya dukung wilayah juga menjadi poin yang tidak kalah penting dalam pengembangkan suatu wilayah. Sebisa mungkin relokasi bandara tersebut dalam pembangunannya tidak melebihi ambang batas daya dukung wilayahnya. Misalnya daya dukung lingkungan dalam perencanaan pembangunan tersebut malah akan menjadi penyebab kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan harus memperhatikan daya dukung lingkungan sebagai basis perumusan kebijakan yang mampu menjaga kestabilan hubungan lingkungan dan sumberdaya wilayaha

    Niki Anneke R. Nasution
    11/316569/GE/07142

    BalasHapus
  10. Sepahaman saya terhadap artikel diatas yakni membahas mengenai pelaksanaan pengadaan tanah yang dimaknai sebagai kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada yang berhak. Pengadaan tanah ini memiliki hubungan erat antara pemerintah dengan masyarakat setempat yang menerima dampak secara langsung. Saya sangat mengapresiasi tentang sistem penilaian yang diberlakukan. Karena pemerintah yang berwenang memberikan ganti rugi yang sepadan sehingga pemiliki dari lahan yang akan dibangun bandara tidak dirugikan sepenuhnya. Pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah ini mungkin akan menguntungkan bagi masyarakat yang bersangkutan dan pemerintah daerah setempat. Namun jika ditinjau dari sudut pandang konsumen maskapai penerbangan, hal ini akan merugikan. Karena akses menuju bandara akan lebih sulit jika dibandingkan dengan lokasi bandara yang sekarang. Meskipun nantinya-dalam jangka panjang- pembangunan bandara ini setidaknya akan menghasilkan pusat pertumbuhan baru didaerah tersebut. Sehingga pendapatan ekonomi masyarakat di sekitarnya akan meningkat. Saya mengambil contoh, misalnya saya sebagai pengguna maskapai penerbangan. Jika bandara terletak di Kulon Progo, maka jaraknya jauh dari pusat (yang notabanenya paling sering menjadi destinasi para kalangan ekonomi menengah keatas). Setidaknya sebagai pengguna transportasi jalur udara, saya akan sedikit mengalami kesulitan untuk dapat mencapai bandara dengan cepat dan biaya yang terjangkau. Maka hal ini memungkinkan saya untuk memilih sistem transportasi yang lebih terjangkau secara aksesibilitas maupun biayanya. Lain lagi untuk para businessman atau pengguna lain yang memiliki jam terbang tinggi, mereka akan banyak mencurahkan waktu mereka di jalan menuju bandara ketika mereka harus segera mencapai destinasi selanjutnya sesegera mungkin. Kerugian mereka terletak pada “timing” mereka, karena bagi mereka waktu adalah uang. Untuk meminimalisir masalah akses dari pusat kota Jogja menuju bandara tersebut, mungkin dapat dilakukan pembangunan jalan tol dari pusat kota menuju bandara seperti yang ada di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya (yang tentunya dilengkapi sarana transportasi umum seperti trans jogja khusus jurusan bandara). Namun solusi ini akan sedikit menimbulkan masalah lagi dalam pembangunannya. Pada dasarnya, setiap kebijakan pembangunan pasti terdapat kelebihan dan kekurangannya. Untuk dapat mewujudkan suatu pembangunan, maka harus didasari dengan kondisi internal dan ekternal yang ada serta konsep menuju efisiensi permasalahan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuannya.
    Terimakasih,
    Hani Hidayah (11/312768/GE/06984)

    BalasHapus
  11. Menurut pemikiran saya, perubahan alih fungsi bandara yang akan dijadikan untuk pembuatan bandara memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Jika ditinjau dari segi kekurangan, akan terlihat adanya masalah sebagai berikut:
    -Apabila dilakukan pembuatan bandara pada daerah Kulon Progo, maka secara langsung akan mengubah pola struktur kehidupan daerah tersebut. Perubahan ini akan mencakup pada zonasi wilayah, penguasaan atas tanah, dan pusat pertumbuhan masyarakat.
    -Apabila diidentifikasi akan terlihat adanya permasalahan bahwa, pada zonasi wilayah tersebut akan berubah alih fungsi dari yang semula untuk keperluan hunian menjadi keperluan komersial. Hal ini menyebabkan penduduk sekitar daerah Kulonprogo akan kehilangan matapencahariannya, yang disebabkan oleh faktor relokasi wilayah tersebut.
    -Penguasaan atas tanah akan diserahkan kepada investor pembuat proyek. Dimana apabila investor tersebut berkomitmen untuk tetap melanjutkan proyek pembuatan bandara, maka katakanlah proyek tersebut dapat berjalan lancar. Namun apabila investor tersebut tidak mampu meneruskan proyek pembuatan bandara, maka proyek tersebut dapat dihentikan secara langsung. Hal ini akan menyebabkan lahan tersebut menjadi lahan tidak terpakai, sehingga akan kehilangan sebagai fungsi lahannya.
    Namun apabila ditinjau dari masalah kelebihan proyek pembuatan bandara, maka akan memiliki faktor kelebihan sebagai berikut:
    -Pusat pertumbuhan masyarakat akan merata. Dalam hal ini pusat pertumbuhan masyarakat yang dimaksudkan yaitu jumlah penumpang pesawat yang semakin meningkat apabila dilakukan penerbangan tetap berada pada Bandara Adi Sucipto. Sehingga menyebabkan kapasitas penumpang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan pembatasan penumpang bahkan hingga penolakan beberapa penumpang untuk singgah langsung di Yogyakarta, karena tidak adanya kapasitas untuk lahan parkir. Maka dengan adanya pembuatan proyek bandara pada daerah Kulonprogo akan meratakan jumlah penumpang sehingga akan terjadi keseimbangan.
    Maka dapat disimpulkan, sebelum memulai proyek pembuatan bandara pada dearah Kulonprogo, hendaknya pemerintah melakukan identifikasi potensi dan masalah yang ada pada daerah tersebut. Sehingga dapat dibuat suatu perencanaan proyek yang matang dengan mempertimbangkan aspek yang terkandung didalamnya. Hal ini akan menentukan kelayakan suatu perencanaan proyek tersebut untuk dapat berjalan. Apabila proyek tersebut telah berhasil, maka akan mempengaruhi pada pembangunan wilayah tersebut.

    Terima kasih,
    Isti Anisya (11/313649/GE/07032)

    BalasHapus
  12. saya sepaham dengan pendapat teman-teman yang telah berkomentar diatas. Mungkin pemerintah telah mempertimbangkan sematang mungkin untung ruginya berkenaan dengan ganti rugi yang akan diberikan oleh warga yang telah bertempat tinggal disana lama dan saya yakin pemerintah telah bertindak sangat adil dalam memikirkan hal tersebut, namun apakah itu sebenarnya permasalahan yang paling utama? menurut saya bukan hal tersebut yang dipikirkan oleh warga setempat,paling tidak bukan hal yang utama namun hal yang paling utama ialah masalah tradisi, sosial serta ikatan kekeluargaan yang telah lama terjalin antar warga sekitar yang terkadang sulit untuk dilepaskan, melihat kebanyakan warga pastilah sudah hampir berpuluh-puluh tahun menempati tempat tersebut. Begitu juga dengan pemikiran masyarakat setempat berkenaan dengan proses adaptasi yang akan mereka jalani dengan tempat barunya lagi. Belum tentu masyarakat sekitar akan mendapatkan hal yang sama dari baik aspek fisik (keadaan lingkungannya dalam hal ini misalnya kesuburan tanahnya), aspek non-fisik (sosial, ekonomi, budaya). Maka dari itu ada baiknya bagi pemerintah selain memikirkan aspek fisik bagi masyarakat yang akan direlokasikan, pemerintah juga harus memikirkan aspek-aspek non fisik akibat dari relokasi tersebut. Karena kebanyakan masyarakat lokal pastinya juga akan mempertimbangkan aspek-aspek non-fisik tersebut. Misalnya yang banyak dipertimbangkan masyarakat setempat seperti apakah nantinya mereka dapat beradaptasi di lingkungan yang baru? Apakah budaya mereka dapat di terima atau sesuai di lingkungan yang baru? Dan masih banyak lagi yang dipertimbangkan masyarakat lokal. Mereka juga akan merasa ragu atau takut apabila di lokasi baru mereka, mereka tidak akan mendapatkan penghasilan yang memuaskan seperti yang mereka dapatkan di tempat tinggalnya dahulu. Alangkah lebih baik jika nantinya pemerintah juga memberikan sosialisasi berkenaan dengan strategi pemberdayaan masyarakatnya di lingkungan yang baru guna meyakinkan masyarakat bahwa di tempat yang baru masyarakat dapat berkembang bahkan jauh lebih berkembang ketimbang berada di tempat tinggalnya yang lama. Pemberian pelatihan keterampilan mengenai segala usaha yang dapat dijadikan sebagai alternatif mata pencaharian yang baru juga penting diberikan sebelum dilakukan relokasi. Segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang dan terkonsep, agar nantinya tidak menjadi penyesalan beberapa pihak.

    Terima kasih,
    Defi Kusuma Octafira
    11/319949/GE/07222

    BalasHapus
  13. Diwya Safitri
    11/319889/GE/07219

    Menurut saya, sebelum kita secara lebih rinci membahas mengenai pengadaan tanah untuk bandara sekiranya kta perlu memikirkan kembali keuntungan dan kerugian yang akan dialami oleh pihak-pihak yang terkait dengan adanya proyek pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo tersebut. Salah satu keuntungan yang akan diperoleh apabila bandara jadi dibangun didaerah tersebut adalah perkembangan wilayah yang akan semakin pesat, hal itu dikarenakan bahwa selama ini pada kenyataaannya Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten yang perkembangannya sedikit tertinggal daripada kabupaten lain yag ada di Provinsi DIY. sehngga apabila wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat berkembang dengan pesat hal itu tentu saja akan mempengaruhi perkembangan wilayah Provinsi DIY secara keseluruhan ke arah yang lebih baik. Sedangkan kerugiannya adalah adanya permasalahan pengadaan tanah untuk bandara tersebut, karena telah diketahui sebelumnya Kabupaten Kulon Progo memiliki jumlah penduduk dan area permukiman yang cukup padat, sehingga memerlukan proses regulasi pengadaan lahan/tanah yang cukup rumit.

    Sesuai dengan artikel di atas, saya sangat setuju apabila pengadaan tanah untuk bandara dilakukan secara musyawarah dan tidak sepihak, karena bagaimanapun juga masyarakat yang ada di sekitar wilayah tersebut merupakan pihak-pihak yang juga terkait dalam perencanaan pembangunan bandara tersebut.Walaupun demikian ganti rugi yang dilakukan seharusnya tidak hanya sekedar ganti rugi secara materiil (uang) namun juga perlu memikirkan kelangsungan hidup masyarakat yang ada seperti mata pencaharian, dan sarana dan prasarana serta akses yang baik pada pusat-pusat pelayanan umum, seperti sekolah, bank, rumah sakit, dll. Menurut saya, walaupun proses pengadaan tanah dapat berjalan dengan lancar dan pengusaan tanah nantinya akan jatuh kepada pemerintah (karena bagaimanapun juga tanah tersebut sudah dibeli oleh pihak pemerintah) namun apabila hal-hal tersebut diperhatikan dan dipenuhi maka proses pengaadan tanah untuk bandara dapat berjalan dengan lebih mudah karena masyarakat akan dapat melangsungkan kehidupannya kembali dengan berbagai sarana dan prasarana yang disediakan. Oleh karena itu terdapat dua keuntungan kembali yang diperoleh yaitu pembangunan bandara yang dapat terealiasasikan dan perkembangan wilayah khususnya Kabupaten Kulon Proga dapat berjalan dengan pesat, lancar dan memungkinkan berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru di kabupaten Kulon Progo tersebut sehingga perkembangan wilayah di Provinsi DIY pada umumnya dan Kabupaten Kulon Progo pada Khususnya dapat merata.

    BalasHapus
  14. Pengadaan tanah untuk bandara ini, harus benar-benar diperhatikan oleh semua pihak yang terkait karena bila sedikit saja merugikan suatu pihak maka akan memberikan efek negatif berupa respon tidak setuju di masa kini atau juga tidak efisiennya fungsi bandara di masa yang akan datang.
    Menurut saya, masalah pengadaan lahan untuk bandara ini bukan sepenuhnya terletak pada ganti rugi kepada pemilik hak guna lahannya. Tetapi juga terhadap dampak keberlanjutan adanya bandara terhadap kehidupan masyarakat. Dengan adanya bandara yang baru, akan menimbulkan perubahan terhadap mata pencaharian masyarakat dan cara kehidupannya. Tentu saja fasilitas bandara memberikan perubahan yang sangat drastis bagi kehidupan masyarakat baik itu aspek sosial dan aspek fisik. Dalam aspek sosial misalnya masyarakat yang dulunya bertani sebagai mata pencahariannya akan berubah seiring adanya bandara menjadi pedagang atau jasa misalnya. Suatu hal yang baik apabila masyarakat tersebut memiliki keahlian lain selain sebagai petani, namun apabila tidak punya keahlian lain dalam bidang jasa atau pun perdagangan bagaimana mungkin masyarakat untuk bisa mendapatkan penghasilan? Dalam aspek fisik, suatu bandara tentu di lengkapi dengan aksesibilitas yang baik dan untuk itu pembuatan infarstruktur juga harus di tingkatkan, jalan misalnya. Untuk menambah infrastruktur jalan juga dibutuhkan lahan, dan darimana lahan itu? Tentu dari masyarakat sekitar yang sudah memanfaatkannya terlebih dahulu. Dan lagi-lagi sebagian lahan pertanian akan berkurang , secara bertahap seiring dengan pembuatan infarstruktur yang kegiatan pertanian akan hilang dan beralih kepada kegiatan lainnya, dalam hal seperti ini kesiapan masyarakat perlu dipertanyakan.

    Pengadaan tanah untuk bandara ini, membutuhkan perencanaan yang lebih jauh lagi. Untuk menghindari pengadaan bandara yang cenderung tiba-tiba bagi masyarakat, pembuatan bandara harus sudah disosialisasikan kepada masyarakat setempat terkait dengan keadaan yang akan ditimbulkan oleh adanya bandara tersebut agar setiap lapisan masyarakat siap dengan perubahan yang ada paling tidak masyarakat sudah memiliki gambaran bagaimana yang akan dilakukannya apabila bandara tersebut telah dibuat. Dengan demikian pengadaan tanah untuk bandara yang direncanakan lebih mudah karena masyarakat yang ada sudah siap dengan hal itu. Yang menjadi intinya adalah pembagunan bandara harus disosialisasikan kepada masyarakat sehingga tidak terasa tiba-tiba layaknya hujan yang turun deras ditengah teriknya matahari.

    Boy Boang Manalu
    11/316529/GE/07104

    BalasHapus
  15. Sri Ayu Wulandari (11/313491/GE/07023)

    Menurut saya pengadaan tanah untuk pembuatan bandara baru itu memang harus mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak yaitu dari pihak masyarakat dan pengelolanya. Dimana dengan adanya persetujuan dan kesepakatan ini nantinya akan menghasilkan suatu rumusan ataupun suatu output yang baik untuk dikemudian hari. misalnya saja pihak pengelola atau yang terkait memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang lahannya terpakai, ganti rugi ini bisa berupa uang, lahan baru ataupun permukiman baru. namun yang menjadi permasalahannya saat ini yaitu masyarakat yang ada di wilayah sekitar masih tidak setuju dengan adanya rencana pembangunan bandara baru ini. Mereka beranggapan bahwa dengan adanya pembangunan bandara ini tentu saja akan memakan lahan mereka dan tentu saja akan menghilangkan rumah ataupun lapangan pekerjaan mereka. Persepsi ini lah yang saat ini muncul dari kalangan masyarakat yang ada disana. oleh karena itu antara pihak pengelola harus mengadakan sosilalisasi kepada masyarakat, ini bertujuan agar masyarakat disana tidak hanya berpikiran negatifnya saja.
    selain itu, pada proses ganti rugi kepada masyarakat ini sebaiknya dibuat suatu kesepakatan secara hukum baik itu perjanjian diatas materai atau lainnya. ini bertujuan agar ganti rugi yang telah diberikan sebelumnya tidak diminta lagi oleh generasi mendatang seperti banyak kejadian yang terjadi saat ini.
    pada proses pembangunan bandara ini nanti nya juga akan menimbulkan banyak dampak positif diantaranya, wilayah yang akan dibangun bandara akan lebih berkembang, akan menarik para wisatawan ataupun pengunjung lainnya untuk datang ke Yogyakarta sebab sekarang ini adanya pembatasan pesawat terbang yang akan mendarat di bandara Adi Sucipto ini karena lahan yang ada disana kecil dan landasan pacu juga pendek. landasan pacu yang pendek ini sering membuat penumpang menjadi was-was, termasuk saya sendiri. namun rencana pembangunan bandara ini juga perlu diberi pengelolaan yang baik serta sarana dan prasarana yang lengkap sebab jarak tempuh dari pusat kota ke lokasi pembangunan bandara ini cukup jauh. oleh karena itu perlu dilakukan pengadaan seperti adanya angkutan umu seperti trans jogja yang memiliki tujuan rute kesana.
    sekian dan terima kasi, maaf kalau ada kata-kata yang salah ya pak...

    BalasHapus
  16.  Tampaknya saya kurang setuju apabila bandara dipindahkan ke Kulonprogo yang juga merupakan kawasan pesisir selatan. Hal ini berkaitan dengan zonasi (tata ruang) yang menurut saya wilayah ini tidak diperuntukkan untuk bandara. Mengacu pada Rencana zonasi menurut UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Dalam penentuan zonasi terutama untuk pembangunan bandara tentunya harus mengkaji beberapa aspek terutama aspek lingkungan, spasial, maupun kompleks wilayah. Menurut saya kawasan pesisir Kulonpogo tidak boleh didirikan pabrik-pabrik ataupun penggunaan lahan yang berlebihan (bandara) karena hal ini dapat mendorong adanya degradasi lahan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Wilayah pesisir Kulonprogo ini menurut saya sudah seharusnya dijadikan sebagai kawasan budidaya yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan maupun meningkatkan ekonomi warga sekitar (budidaya mangrove/tembakau). Adanya pembangunan bandara secara tidak langsung akan mendorong adanya alih fungsi lahan yang seharusnya dibudidaya ke”natural”anya malah menjadi kawasan terbangun (bandara) yang mendorong adanya penurunan kualitas lingkungan (polusi).
    Apabila dilihat dari segi tingkat perkembangan wilayah tentunya pembangunan bandara ini akan meningkatkan perekonominan regional . hal ini terjadi karena adanya bandara ini menandakan bahwa daerah ini adalah pusat pertumbuhan dan dianggap paling prospektif jika mendirikan usaha di daerah ini (usaha kuliner atau lainnya). Namun hal ini tidak akan mewujudkan adanya pembangunan yang berkelanjutan karena apabila bandara tetap dibangun di kawasan yang seharusnya tidak untuk bandara akan berakibat buruk tertama pada lingkungan tersebut. Padahal syarat terjadinya pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya kesimbangan antara aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Belum juga adanya konflik tentang pengusaan tanah oleh pihak pendiri bandara dengan masyarakat setempat. Selain itu akan terjadi perubahan struktur pola hidup masyarakat setempat. Yang semula lebih berorientasi ke kebahagian dan kenyamanan berubah menjadi komersil (mencari profit sebesar-besarnya) hehe
    Jadi kesimpulannya saya kurang setuju apabila bandara direlokasi ke Kulonprogo baik dari aspek lingkungan maupun pembangunan wilayah (pembangunan berkelanjutan).. terimakasih :D
    ULILUL ROHMAN P.S (11/312795/GE/06985)

    BalasHapus
  17. menurut pandangan saya proyek pengadaan tanah untuk bandara ini akan memerlukan waktu yang tidak singkat, karena para pengambil kebijakan harus memperhatikan berbagai aspek tidak hanya dari aspek ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan mengenai aspek yuridis (hukum) pada wilayah tersebut.
    penempatan lokasi bandara yang baru di daerah bagian barat DIY tersebut dari sisi ekonomi wilayah memang bagus, selain akan terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru di DIY juga akan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dikarenakan persebaran pusat-pusat pertumbuhan yang semakin merata di DIY yang saat ini cencerung berkembang ke arah timur dan utara saja.
    selain itu dengan dibangunnya bandara di daerah kulun progo, maka pembangunan-pembangunan infrastruktur pendukung adanya bandara tersebut juga akan meningkat, misalnya saja perkembangan aksesibilitas yang mendukung masyarakat untuk menuju ke arah Bandara.
    dengan diadakannya pembangunan bandara pada daerah tersebut, juga pastinya banyak masyarakat yang dulunya memiliki mata pencaharian sebagai petani di daerah tesebut jug akan kehilangan mata pencaharian, seharusnya selain diadakannya ganti rugi mengenai kepemilikan tanah/lahan di daerah tersebut, masyakat juga dilakukan pemberdayaan penghidupan untuk beralih mata pencaharian ke sektor lain, misalnya perdaganan dan jasa

    dari segi hukum yang perlu diperhatikan yaitu mengenai hak kepemilikan tanah, pengambil kebijakan juga harus memperhatikan apakah semua tanah yang telah ditempati oleh masyarakat sekitar semuanya telah memiliki surat tanda kepemilikan (sertifikat) tanah yang legal? dan bagaimana mengenai penempatan hak anatar masyaraka yang memiliki sertifikat dengan yang tidak? apakah disamaratakan atau seperti apa?
    trimakasih
    Tria Febrina Seli
    11/313691/GE/07035

    BalasHapus
  18. hmmm... setelah menyimak beberapa komentar di atas, saya tertarik dengan komentar terakhir,
    pembangunan Bandara di bagian barat DIY menurut saya memang sudah tepat sasaran. hal ini sebetulnya untuk menyeimbangkan arah pembangunan DIY yang selama ini cenderung ke arah timur dan utara.
    terlepas dari hal itu, proyek pembangunan bandara yang memakan banyak tanah milik warga sekitar juga tentunya akan menimbulkan pro kontra, hal ini kembali kepada pengembang bagaimana menerapkan regulasi yang tepat agar pihak pengembang dan masyarakat tidak saling merugikan. terkait ganti rugi memang perlu dipertimbangkan lagi bagaimana langkah yang diambil sehingga tepat sasaran.
    hal yang tak kalah penting adalah sosialisasi dan komunikasi antara pihak pengembang dengan masyarakat

    Devki Firmansyah (06802)

    BalasHapus
  19. Gerry Kristian (10/300873/GE/06806)

    Berkaitan dengan pengadaan tanah untuk bandara ini, memang akan menjadi konflik bila mana tidak adanya pengontrolan dan keterbukaan diantara kedua belah pihak, yaitu pihak yang membutuhkan tanah, dengan pihak pemilik tanah. Setuju dengan isi dari ertikel ini, dimana dibutuhkan aspek-aspek dasar dalam perhitungan ganti rugi bagi mereka pemilik tanah. Tentunya yang terpenting dan harus diperhatikan adalah tahap pengontrolan dari pelaksanaan tahapan ganti rugi, mulai dari persetujuan penetapan lokasi, hingga pemberian gati rugi atas sejumlah tanah yang digunakan. Seperti pendapat teman saya Ari Nova Firnanda yang memberi contoh timbulnya konflik permasalahan ganti rugi di Banjir Kanal Timur, Jakarta, tidak adanya keterbukaan dan sistem pengontrolan yang tidak berat kesebelah pihak , mengakibatkan si pemilik tanah justru menjadi pihak yang dirugikan. Selain itu dampak lebih jauh dari ketidak jelasan akan ganti rugi tanah di dalam pengadaan tanah ini adalah status kepemilikan tanah tersebut. Kedepan dapat dimungkinkann timbulnya konflik perebutan hak tanah oleh karena adanya dua status kepemilikan tanah, antara si pemilik lama dengan pihak penyelenggara proyek, dan biasanya keadilan sulit didapat bagi masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan untuk membela haknya meski memiliki sertifikat akan tanah tersebut. Inilah dampak kecil dari permasalahan kejelasan didalam penggantian rugi bagi pengadaan tanah.
    Selain itu dengan adanya bandara baru yang dibuka tentunya bandara ini akan menjadi pemacu atau biasa disebut sebagai ”urban trigger” terhadap perkembangan daerah sekitar. Tentunya ini akan berpengaruh pada perkembangan lingkungan hidup sekitarnya. Melihat dari tiga aspek yaitu, abiotik, biotik dan kultural tentunya akan mengalami perubahan yang pesat dari adanya pusat pertumbuhan baru. Mengambil contoh adanya kampus UUI di Kaliurang Atas menjadi pemicu pertumbuhan daerah sekitar, seperti munculnya permukiman dan jasa-jasa penunjang, dan ini tentunya memberikan efek negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu menjadi hal penting untuk diperhatikan di dalam pengadaan sejumlah tanah guna penggunaan pembentukan pusat pertumbuhan baru (seperti dalam hal ini bandara) agar pelaksana kegiatan tidak hanya melihat dari sisi sukses tidaknya bandara terbangun, tetapi juga melihat dampak yang ditimbulkan dalam jangka panjang terhadap permasalahan lingkungan. Hukum terhadap lingkungan menjadi penting untuk dapat mengontrol perkembangan penggunaan tanah.

    BalasHapus
  20. Fauzan Maulana S
    11/319893/GE/07220

    saya sangat setuju mengenai pengadaan Tanah untuk bandara tersebut, asalka pengelolaan dari pemberian ganti rugi di salurkan secara tepat sehingga tidak menimbulkan konflik yag berkepanjangan. Sebagai konsekuensi dari keadaan diatas maka pemerintah harus berpartisipasi aktif dalam pengelolan Pelaksanaan Pengadaan Tanah, yang secara substansial harus lebih memberikan ruang pada kepentingan masyarakat yang terkena dampak.Konsultasi public harus dilakukan seobyektif dan se transparan mungkin sehingga di dapatkan kesepakatan. Bentuk besarnya ganti rugi di serahkan kepada masyarakat laulu di proses ke institusi institusi yang berwajib untuk di proses ulang , layaknya otonomi daerah, namun lebih di spesifikan lagi ke bidang yang lebih kecil, sehingga kesepakatan dapat di peroleh dengan cepat dan tepat tanpa meninggalkan konflik yang berkepanjangan.

    Dari segi tata ruang pun saya setuju mengenai pengadaan bandara ini, mengapa? melihat perkembangan Kulonprogo yang relative lambat perkembanganya, perlu di bangun sebuah infrasturkutur sarana dan prasarana di dalamnya agar Kabupaten tersebut dapat berkembang. Setelah terbangun sarana dan prasarana, maka akan terjadi multiflier effect dan pertumbuhan pusat-pusat baru, dimana akan timbul usaha-usaha baru secara makro maupun mikro yang menyeluruh untuk mengembangkan Kabupaten tersebut sehingga berpotensi besar bagi Kabupaten tersebut untuk semakin berkembang. Ini merupakan kesempatan emas yang sangat di sayangkan apabila bandara tersebut tidak jadi terbangun.

    Kembali lagi ke masalah Pengadaan Tanah, selama Pelaksana Pengadaan Tanah bergerak sesuai prosedur yang ada dan pro terhadap masyarakat setempat , bukan tidak mungkin impian untuk membangun Bandara di Kulonprogo dapat terealisasikan.

    Fauzan Maulana S
    11/319893/GE/07220

    BalasHapus
  21. Berdasarkan pemahaman saya, masalah krusial yang ada bukanlah berasal dari proses ganti rugi semata, melainkan keberlangsungan tanah itu sendiri yang telah lama dimiliki oleh masyarakat sekitarnya, Dikarenakan kemungkinan besar masyarakat sekitar telah terlanjur menggantungkan keberlangsungan hidup dan perekonomian mereka di tanah tersebut, semisal para petani di sana.

    Andaipun terjadi proses ganti rugi tanah serta mendapatkan persetujuan dari masyarakat Kulonprogo , maka permasalahan tidak semata-mata hilang begitu saja, karena ditakutkan sebagian masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari tanah tersebut hanya memiliki keahlian dan pengetahuan akan pengelolaan tanah di sekitarnya saja. Maka dari itu, pemerintah juga harus memahami aspek demografi di sana sehingga pemerintah mampu memberikan kebijakan terbaik bagi keberlangsungan hidup masyarakat di sana setelah mereka melepaskan tanahnya.

    JALIL FIRMANSYAH
    11/311428/GE/06976

    BalasHapus
  22. Iim Choirun Nisak26 Maret 2013 pukul 20.19

    IIM CHOIRUN NISAK
    11/316640/GE/07204

    Secara umum artikel Pengadaan Tanah Untuk Bandara berisi tentang berbagai permasalahan terkait pemberian ganti rugi untuk penduduk asli di wilayah yang akan dilakukan pembangunan bandara. Pencapaian kesepakatan dalam menentukan ganti rugi yang adil bagi masyarakat, pihak pembangun bandara, dan berbagai pihak lain yang terkait, adalah satu masalah yang paling pelik seperti yang diungkapkan teman-teman di atas. Secara hukum, pengadaan tanah telah diatur dengan baik sehingga dapat menjamin kepentingan dari berbagai pihak yang terkait. Namun dalam kenyataannya, belum tentu pengadaan tanah berjalan sesuai hukum yang berlaku sehingga terdapat pihak-pihak yang dirugikan.
    Penduduk asli pasti akan mengalami relokasi dari tempat asalnya yang akan dibangun menjadi bandara. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan tempat tinggal baru bagi penduduk asli yang dipindahkan adalah kondisi dari tempat tinggal baru yang menyerupai tempat tinggal lama. Dalam hal ini bukan hanya kondisi ekologi misalnya terdapat lahan pertanian yang dapat digarap oleh penduduk yang sedari awal bekerja sebagai petani. Tetapi perlu adanya aset dan akses yang menyerupai tempat tinggal awal sehingga penduduknya dapat dengan mudah beradaptasi. Aset dalam hal ini dapat berupa sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya sosial, sumberdaya fisik, dan sumberdaya finansial. Karena apabila kondisi tempat tinggal baru berbeda dengan tempat tinggal yang lama, diperlukan special treatment agar penduduk dapat benar-benar nyaman di tempat yang baru. Tetapi dengan adanya aset dan akses yang tidak jauh berbeda dengan tempat tinggal lama, maka dapat mengarah ke sustainable livelihood dengan aset dan akses yang ada.
    Dalam hal ini pihak yang harus memberikan ganti rugi harus bersikap bijaksana dan tidak egois dengan hanya mementingkan keuntungannya sendiri. Di lain pihak, penduduk asli yang akan mendapatkan ganti rugi tidak boleh menuntut terlalu banyak tetapi harus sesuai dengan porsi dan hak yang seharusnya diterima. Banyak yang menganggap penduduk asli sebagai pihak yang dirugikan. Tetapi apabila dilihat dari sisi lain, kedepannya bandara dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai pusat pertumbuhan baruu yang dapat menguntungkan penduduk itu sendiri. Hal ini bergantung bagaimana penduduk asli dapat menyikapi kebijakan yang ada, sehingga juga harus dapat mengerti segi positif pembangunan bandara tersebut. Selain itu penduduk asli setempat harus ikut berperan aktif dalam hal konsultasi publik dan musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi sehingga akan mendapatkan ganti rugi yang sesuai dan tidak ada tuntutan-tuntutan lain ke depannya. Dan saya setuju dengan Febriani Sibi yang mengatakan perlu adanya bukti telah dilakukannya penggantian rugi sehingga di masa depan, generasi penerusnya tidak meminta ganti rugi lagi padahal sudah diberikan sebelumnya.
    Pada intinya, semua pihak yang terkait dengan pengadaan tanah tersebut harus dapat bersikap bijaksana dan tidak egois memikirkan keuntungan sendiri dalam melakukan pengadaan ganti rugi tersebut, sehingga kepentingan berbagai pihak dapat terpenuhi dan tidak ada yang dirugikan. Kedepannya dengan adanya pembangunan bandara yang diawali dengan permulaan yang baik, akan memicu perkembangan yang semakin baik pula di masa mendatang.

    BalasHapus
  23. Assalammu'alaikum

    Membaca dan memahami artikel diatas, saya mengambil pemahaman bahwa yang paling penting ialah pembangunan bandara harus sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) DI Yogyakarta yang telah ada sejak tahun 2009. Gubernur DI Yogyakarta tidak mempermasalahkan pembangunan di Kulonprogo, asalkan harga tidak melambung dan tetap fisiable (seperti yang Gubernur ungkapkan dalam Kompas.com, 7 Maret 2013). Sayangnya, munculnya spekulan tanah menyebabkan harga tanah melambung.

    Berdasarkan pengalaman saya KKL I tentang Kepesisiran Kulonprogo, sebagian besar warga Kecamatan Temon tidak mempermasalahkan pembangunan Bandara di daerah mereka, sebab sebagian besar warga memang tinggal di "tanah Raja" bahkan Bulaksumur Pos pernah menuliskan pendapat warga ini dalam artikel dengan judul "Susahnya Hidup di Tanah Raja". Intinya mereka "manut" dengan keputusan Raja, "toh nanti apa yang kami tanam di tanah ini juga akan dibayar sama Sultan" begitu ungkap salah satu warga yang pernah saya wawancara dalam KKL I mandiri. Adapun warga yang tidak setuju, (menurut hasil tanya jawab KKL I Mandiri) sebagian besar menyatakan bahwa mereka belum tau,dan mereka takut tidak bisa bertani lagi.
    Sejak minggu ke dua bulan Maret, Pemerintah DI Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo telah memberi rekomendasi, artinya PT Angkasa Pura I (Persero) (selaku pengembang) harus mengajukan izin penetapan lokasi (IPL) ke Kementerian Perhubungan. Berdasarkan hal tersebut artinya telah ada studi kelayakan iklim, fisik, dan ekonomi, di Kulonprogo.

    Setelah selesainya proyek ini, dapat dipastikan Kulonprogo menjadi "pintugerbang", "generator", "permata baru" bagi DI Yogyakarta.
    Di sisilain, Kulonprogo harus siap menerima "pendatang" yang akan "memmadati" laju ekonomi Kulonprogo. Di atas telah saya sebutkan bahwa sebagian kecilwarga belum siap dari segi "ketrampilan", sebaiknya nanti ada semacam pelatihan bagi warga yang belum siap ketrampilannya, apalagi struktur penduduk Kecamatan Temon didominasi Penduduk usia non-produktif, akibat Angakatan kerjanya migrasi keluar daerah).
    Wassalammu'alaikum

    Khusnul Intan Dwi Fajar
    11/316588/GE/07161

    BalasHapus
  24. Saya sangat setuju dengan isi dari artikel tersebut. Persoalan tentang pengadaan tanah untuk bandara tidak dapat semena-mena dapat dilakukan begitu saja oleh pihak pengelola dan pengembang bandara. Banyak sekali aspek yang perlu diperhatikan untuk mempertimbangkan hal tersebut. Pengadaan lahan baru untuk lokasi pemindahan bandara harus melalui persetujuan antara pihak masyarakat selaku pemilik lahan, pihak pengelola bandara, dan pihak pemerintah yang mengeluarkan ijin untuk pendirian dan pembangunan bandara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
    Terdapat beberapa keuntungan dari Pembangunan bandara di lokasi Kulon Progo, yaitu meningkatnya perkembangan lokasi baru (Kulon Progo) yang semakin pesat. Keberadaan sebuah bandara di tengah kota akan mengakibatkan perkembangan pembangunan yang kurang maksimal terhadap kota Yogyakarta, karena pembatasan terhadap bangunan gedung tinggi yang dibangun memiliki ketinggian yang terbatas. Hal ini karena memperhatikan letak Kota Yogya yang dekat dengan lokasi bandara, dimana bangunan gedung yang didirikan memiliki ketinggian terbatas, agar tidak mengganggu ketika pesawat melakukan pendaratan. Namun terdapat pula kerugian atau kelemahan dari rencana akan dipindahkannya lokasi bandara, dimana letak lokasi bandara yang baru tersebut sangat jauh dari pusat kota. Hal ini tentu akan mempersulit bagi para wisatawan yang datang kejogja, maupun warga masyarakat Yogyakarta sendiri yang akan mengakses menuju bandara. Sementara Kota Yogyakarta adalah salah satu kota tujuan wisata yang cukup terkenal. Kita harus memperhatikan pula aspek pariwisata yang selama ini dibangun dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pendapatan daerah Yogyakarta itu sendiri.

    Winda Hanifah 11/319817/GE/07215

    BalasHapus
  25. Saya sepaham dengan pendapat dari teman-teman semua, pembangunan Bandara khususnya permasalahan pembebasan tanah akan menjadi pro kontra. Menurut saya, hal tersebut tidak hanya akan terjadi di Kulon Progo saja, melainkan di wilayah lain. Pro Kontra dalam sebuah proyek merupakan hal yang jamak dan sering ditemui. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat harus bijak dalam menanggapi permasalahan ini.

    Status tanah yang akan dibangun Bandara tersebut adalah hal yang harus dicermati sejak awal. Sebenarnya status tanah yang di tepati masyarakat tersebut bagaimana? Apakah tanah tersebut sudah bersertifikat hak milik, atau sebenarnya tanah yang dihuni masyarakat tersebut merupakan tanah Sultan Ground / Pakualam Ground. Karena tidak sedikit masyarakat di pesisir selatan Yogyakarta yang hanya memiliki hak guna atas tanah yang digarapnya, sementara kekuasaan penuh berada di kasultanan Yogyakarta. Menimbang akan hal tersebut, tentunya permasalahan status tanah akan semakin kompleks dan melibatkan banyak pihak yang terlibat. Dari status lahan tersebut, akan turun pada mekanisme ganti rugi lahan yang mestinya harus disesuaikan dengan status lahannya.

    Selanjutnya terkait dengan pemerataan pertumbuhan, saya sepenuhnya setuju dengan pendapat teman-teman. Bandara baru di Kulonprogo, akan menimbulkan pusat pertumbuhan baru di sebelah Barat Yogyakarta sehingga pembangunan akan lebih merata. Selain itu multiple effect dari pembangunan Bandara di Kulonprogo tersebut akan meningkat, sesuai dengan contoh yang diutarakan Saudara Gerry. Indikasi pertumbuhan wilayah tersebut yang saat ini sudah mulai dirasakan adalah melambungnya harga tanah di sekitar Bandara. Namun, satu hal yang harus digaris bawahi menurut saya, guna mendukung Bandara tersebut tentunya akan dibangun infrastruktur pendukung seperti Jalan yang kemungkinan besar akan memunculkan kembali konflik di dalamnya.

    Terlepas dari semua hal tersebut, masyarakat sebagai subjek sekaligus obyek pembangunanpun harus diperhatikan. Menurut saya, masyarakat dianugerahi kemampuan untuk adaptasi dengan lingkungan baru. Memang, kemampuan adaptasi tersebut berbeda-beda setiap orang akan tetapi hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk menghambat pembangunan. Oleh karena itu, selain ganti rugi lahan , sosialiasasi , pendampingan, pelatihan merupakan hal yang harus dilakukan guna memperdayakan masyarakat setempat untuk kemudian dapat terserap pada sektor-sektor yang akan muncul kemudian.

    Ifa Meilyana Sari
    11/316482/GE/07061

    BalasHapus
  26. Assalamu'alaikum

    Menurut saya, untuk terlaksanakannya suatu proses pembangunan yang baik dan berkelanjutan perlu adanya suatu pengorbanan dari semua pihak. Baik itu pemerintah, pihak pengelola, dan juga masyarakat. Akan tetapi dengan melihat lebih besar terhadap kepentingan rakyat yang disini merupakan korban dari dampak pengadaan tanah untuk bandara. Rakyat juga diberikan ruang dalam berpatisipasi dalam proses pembangunan.

    Dan perlu diantisipasi di wilayah yang akan dijadikan calon bandara dijaga agar tidak terjadi transaksi jual beli tanah atau hak pengalihan tanah dalam waktu dekat untuk menjaga agar tidak terjadi isu spekular. terimakasih

    Bethawan Danny Pragusta
    11/316563/GE/07137

    BalasHapus
  27. Saya setuju dengan isi artikel Pengadaan Tanah untuk Bandara ini. Tentu saja pembangunan bandara ini perlu pemikiran dan persiapan yang matang, tidak kalah penting tentang pembangunan bandara ini adalah perizinan. Perizinan ini harus melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pihak pembangun bandara yang terikat dalam persetujuan, sehingga nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Apabila akan dibangun bandara di tempat tersebut, maka bagi penduduk yang di mana tanahnya termasuk ke dalam lahan yang akan dibangun bandara perlu diberi ganti rugi. Seperti yang sudah disebutkan, ganti rugi tersebut bisa berupa permukiman baru dan atau mata pencaharian yang tetap bisa menjadi penghidupan bagi masyarakat setempat. Kepemilikan tanah pada lahan baru (ganti rugi) saya rasa juga perlu adanya bukti kepemilikan tanah, seperti sertifikat tanah. Bukti yang legal akan kepemilikan tanah ini harapannya mampu mencegah terjadinya konflik perebutan status tanah nantinya.
    Seiring dengan pembangunan bandara baru di Kulon Progo ini nantinya juga akan memicu perkembangan di wilayah itu sendiri. Yang awalnya daerah tersebut masih belum berkembang, maka lama-lama akan berkembang karena daerah tersebut akan menjadi ramai. Dengan perkembangan tersebut, juga perlu diimbangi oleh penyediaan fasilitas yang memadai sebagai pendukung aktivitas. Meskipun demikian, perlu juga memperhatikan aspek lingkungan dan tetap memperhatikan penataan ruang di wilayah pesisir. Jangan sampai menyulap suatu daerah yang tidak sesuai dengan sekitarnya sehingga terkesan ‘memaksakan’.

    Marcelina Dian C
    11/316586/GE/07159

    BalasHapus
  28. Dita Wulandari (11/316430/GE/07049)
    Saya pikir, proses pembangunan bandara Kulonprogo tidak menyalahi aturan hukum apapun jika memang pembangunan dilakukan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hal lain yang mendasari pemikiran saya bahwa "untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil" menjadi salah satu hal yang ditimbang dalam pembuatan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
    Namun yang benar-benar perlu diperhatikan adalah Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan alasan yang mulia tersebut, hendaknya pembangunan fasilitas umum memang dilakukan demi memenuhi kebutuhan rakyat di suatu negara.
    Yang saya khawatirkan adalah mengenai ancaman bencana alam yang terntu akan menjadi poin penting dalam melaksanakan proses pembangunan. Mengingat Kulonprogo terletak di kawasan pesisir Jawa bagian selatan merupakan kawasan prioritas dengan risiko tsunami tinggi.
    Dikutip dari https://djuni.wordpress.com/2013/03/14/membangun-bandara-internasional-yogyakarta-di-kulonprogo/, "Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU 24/2007) pada Pasal 40 ayat (3) disebutkan bahwa setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal ini analisis risiko bencana menjadi kebutuhan yang penting seperti halnya Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dalam aspek pengelolaan lingkungan hidup."
    Saya setuju bahwa keselamatan masyarakat harus diutamakan di atas kepentingan pembangunan karena toh pembangunan di suatu negara ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat pula.

    BalasHapus
  29. Marco Darmansyah
    11/316492/GE/07071

    Saya setuju apabila lokasi bandara di Yogyakarta di pindah ke sebelah barat Yogyakarta. Karena lokasi Bandara Adi Sucipto saat ini menurut saya sudah tidak layak lagi karena lokasinya yang berada di sekitar area pemukiman ini secara tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar yaitu adanya polusi suara yang disebabkan oleh suara pesawat. Apabila terjadi secara terus menerus hal ini bisa membahayakan kesehatan masyarakat sekitar seperti stres, gila, perubahan denyut nadi, tekanan darah berubah, gangguan fungsi jantung, kontraksi perut dll (http://mixzhare.com/thread-6779.html). Selain itu, lokasi bandara yang dekat dengan permukiman juga dapat memungkinkan terjadinya hal negatif yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan pesawat disekitar bandara yang tidak hanya dapat membahayakan keselamatan penumpang tetapi juga dapat membahayakan warga disekitar bandara.Berdasarkan pertimbangan tersebut maka memang sudah seharusnya lokasi bandara harus dipindahkan ke lokasi lain yang masih minim tingkat aktivitas masyarakatnya dan dapat menciptakan pusat pertumbuhan baru Yoogyakarta supaya lebih merata.
    Isu-isu yang ada berkenaan dengan pemindahan lokasi bandara yaitu rencana pemindahan lokasi bandara ke Kulonprogo. Saya sangat setuju apabila lokasi bandara tersebut dipindahkan ke Kulonprogo, mengingat di Kulonprogo ini masih sangat strategis dan sangat layak untuk proses pembangunan fisik maupun sosial supaya area pertumbuhan di Yogyakarta ini lebih merata dan tidak hanya berpusat di wilayah utara dan timur Yogyakrta. Selain itu rencana lokasi bandara yang jauh dari permukiman juga dapat menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat Yogyakarta karena bisa terbebas dari polusi suara seperti yang terjadi di sekitar Bandara Adi Sucipto.
    Namun dalam pelaksanaannya pemindahan lokasi bandara ini juga tidak hanya mementingkan faktor lokasi yang strategis saja, tapi juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat terkait dengan kepemilikan lahan yang akan dijadikan bandara. Seperti yang telah disebutkan pada artikel di atas bahwa pihak yang membutuhkan tanah dan masayarakat sebagai pemilik tanah harus sama-sama diuntungkan dalam proses pemindahan lokasi bandara ini demi terciptanya pembangunan bandara yang lancar dan kedepannya memberikan manfaat positif baik bagi masyarakat Yogyakarta ataupun masyarakat lain yang memanfaatkan bandara tersebut.
    Terimakasih

    BalasHapus
  30. Pembangunan sebuah bandara haruslah melihat lokasi yang cukup efisien dan efektif untuk dilakukannya pembangunan tersebut. Berbicara tentang penyatuan suara dari berbagai pihak sangatlah ditentukan oleh stakeholders dalam penentuan lokasi pembangunan. Bagaimana mungkin pihak masyarakat tidak setuju apabila lokasi proyek ditetapkan di kawasan yang hanya menghasilkan sektor nonbasis bagi daerah tersebut. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Kenapa?? Coba kita bayangkan betapa banyaknya fasilitas fasilitas pelayanan yang akan tumbuh di daerah tersebut dimana akan ada banyak lowongan pekerjaan yang akan melibatkan seluruh masyarakat tersebut dalam seperti dalam sektor jasa. Dimana sektor ini akan lebih berkembang jauh lebih pesat. Mau tidak mau ini merupakan salah satu konsekuensi pemerintah dalam melibatkan masyarakat setempat terlibat dalam pengembangan sektor sektor yang nantinya akan tumbuh di daerah tersebut. Menurut saya planner yang baik tidak akan menetapkan lokasi pembangunan proyek tersebut di kawasan yang memiliki potensi sumber daya yang merupakan sektor basis. Karena akan sangat merugikan pihak pihak yang terlibat didalamnya yang nantinya juga akan menurunkan potensi sumber daya nya. Saya akan sangat setuju apabila relokasi bandara akan ditetapkan di daerah pesisir kulonprogo daripada di Bantul. Jika pembangunan dilakukan di Bantul maka potensi sektor pertanian akan menurun dan otomatis pasokan pangan untuk Provinsi DIY akan berkurang. Akan sangat disayangkan apabila potensi sumber daya alam di daerah bantul yang seharusnya dapat berkembang di sektor pertaniannya diubah menjadi kawasan bandara. Lain halnya jika pembangunan dilaksanakan di daerah pesisir kulonprogo, hal ini akan lebih mengoptimalkan potensi di sektor kepariwisataan yang nantinya berdampak pada peningkatan PDRB DIY. Pembangunan bandara di daerah pesisir akan menjadi daya tarik dalam pengembangan pusat pertumbuhan baru nantinya. Jika jarak menjadi sebuah kendala maka akan adanya pembangunan infrastruktur yang akan mempermudah proses aksesibilitas seperti pelebaran jalan, penggunaan busway, serta penyediaan layanan kereta api yang langsung menuju daerah Kulon Progo.

    STENFRI LOY PANDIA
    11/316497/GE/07074
    PEMBANGUNAN WILAYAH

    BalasHapus
  31. Menanggapi artikel "Pengadaan Tanah untuk Bandara", saya sependapat dengan isi dari artikel tersebut. Rencana pembangunan bandara di Kulonprogo, menjadi perbincangan yang menarik karena menuai pro-kontra di dalam rencana tersebut. Pro dan kontra ini disebabkan oleh akses, tanah dan kepemilikannya.
    Berdasarkan artikel lain yang saya baca, Sri Sultan telah memberikan izin pembangunan bandara di Kulonprogo sehingga proses selanjutnya sedang berjalan sembari melakukan pengadaan tanah. Dengan demikian, izin, proses untuk pembangunan bandara dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditargetkan, yang menjadi masalah adalah pengambilalihan lahan guna pembangunan bandara tersebut. Menurut saya, hal ini menjadi kendala utama dalam pembangunan bandara di Kulonprogo. Pemerintah perlu melakukan pendekatan khusus pada masyarakat (pemilik tanah), untuk pengadaan tanah tersebut. Pendekatan ini guna menghindari spekulan tanah yang mana telah menaikkan tanah di lkasi rencana pembangunan. Meskipun, kemungkinan besar tanah di sekitar lokasi pembangunan sudah dimiliki oleh para spekulan dan developer dengan harga tanah yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pemerintah perlu menanamkan kesadaran pada masyarakat bahwa pembangunan bandara itu untuk kepentingan bersama, sehingga proses pengadaan tanah dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan target perencanaannya.
    Terimakasih

    Hillary Kristarani (11/316590/GE/07163)

    BalasHapus
  32. Saya sependapat dengan isti anisya bahwa sebelum kita melakukan kegiatan pembangunan perlu melakukan identifikasi yang meliputi identifikasi masalah dan potensi terkait dengan kondisi wilayahnya diantaranya terkait dengan kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan infrastruktur. Kondisi fisik misalnya seperti tanah, angin, dan daya dukung lahan di sekitarnya. Bila ditelaah lebih lanjut apakah tanah di kulonprogo sesuai apabila dibangun bandara yang seperti kita ketahui tanahnya berupa tanah berpasir yang apabila dibangun konstruksi bangunan dirasa kurang kuat menahan beban diatasnya. Karena pacuan pesawat benar – benar memerlukan kondisi tanah yang mampat tidak terlalu lembek ataupun remah-remah. Kemudian untuk angin di kulonprogo, apakah apabila dibangun bandara disana anginnya tidak terlalu kencang, yang seperti kita ketahui kulonprogo berada di dekat pantai dengan angin yang lumayan kencang. Apakah angin di kulonprogo tidak mengganggu pesawat yang akan lepas landas? Selain itu juga untuk daya dukung lahannya, seberapa berpengaruh dan dampak yang akan ditimbulkan dengan munculnya pembangunan bandara, dengan penggunaan lahannya yang masih berupa pertanian apakah akan terjadi perubahan penggunaan lahan dari pertanian kearah non pertanian, yang padahal kulonprogo sebagai salah satu pemasok hasil pertanian beras dengan hasil produksi yang melimpah. Apakah hal ini akan berpengaruh juga pada aspek sosial yang mulanya masyarakat bekerja sebagai petani berubah menjadi nonpetani/ penyedia fasilitas, barang/ jasa akan merubah kondisi sosialnya/ kesejahteraanya kearah positif ataupun kearah negative karena bisa saja dengan tingkat pendapatan yang tinggi dari keadaan semula yang hanya seorang petani tiba- tiba menjadi seorang penyedia pelayanan dan fasilitas aspek sosialnya berubah dari yang memiliki sikap kegotong royongan berubah menjadi sifat individualis. Ditambah lagi dengan banyaknya pendatang baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang transit di kulonprogo meyebabkan lunturnya budaya desa akibat kurangnya masyarakat dalam menyaring budaya luar yang masuk. Pada tingkat infrastruktur hal yang mungkin terjadi adalah semakin bertambahnya sarana dan prasarana di kulonprogo, hal ini tentu saja bagus karena dengan adanya akses yang mudah dan lancar dapat membawa suatu wilayah menuju tingkat perkembangan. Namun dampak yang mungkin juga bisa terjadi yaitu menjadikan kulonprogo struktur baik fisik maupun sosialnya mengarah kekotaan, dengan kondisi macet, polusi, dan kebisingan. Akan tetapi masalah dapat diminimaisasi dengan melakukan kerja sama antara stakeholder terkait.

    Tahap yang penting juga tahap perijinan dan pembebasan lahan. Seperti Hani Hidayah saya juga sangat mengapresiate kepada pemerintah apabila masyarakat merasa keberatan dengan adanya pembebasan lahan maka pembangunan dibatalkan. Hal ini Karena masyarakatlah yang secara langsung menerima dampak baik positif maupun negative dari adanya suatu pembangunan. Juga pembebasan lahan tida hanya semata – mata meberi ganti rugi, karena sebagai masyarakat desa rasanya sulit apabila harus melepaskan hak milik tanahnya meskipun untuk pembangunan public. Perlu diketahui bahwa Negara hanya menguasai bukan memiliki, masyarakatlah yang berhak memiliki tanah WNI -lah pemilik tanah yang sebenanya, bukan negara. termuat secara kontemporer atas Pancasila, UUD 1945, dan UU PA.,

    Masyarakat desa biasanya merasa nyaman dengan kehidupannya dan akan merasa sulit untuk beradaptasi apabila harus berpindah ke tempat lain/ direlokasikan. Juga masyarakat desa yang tingkat pengetahuannya masih rendah sehingga apabila mereka direlokasikan, tidak secepat memikirkan bagaimana bermata pencaharian lain. Malah pasti mengeluh, “andai dulu saya tidak merelakan tanah saya dibeli??” sehingga mereka tidak akan maju. Oleh karena itu adanya sosialisasi sebelum, sedang, dan setelah relokasi sosialisasi masyarakat itu perlu dilakukan agar wawasannya bertamabah sehingga dapat berpikir kreatif dan inovatif serta dapat melangsungkan hidupnya secara berkelannjutan.

    Sumartini 11/313749/GE/07040

    BalasHapus
  33. jawabannya keren-keren :)

    BalasHapus
  34. http://jogja.tribunnews.com/2013/03/06/kulonprogo-lokasi-terbaik-bagi-bandara-baru/

    BalasHapus
  35. Menurut saya tentang pengadaan tanah untuk bandara tersebut dapat dilihat dari kerugian dan keuntungannya. Saya sependapat dengan artikel di atas bahwa perlunya musyawarah antara pengelola dan masyarakat. Dimana diketahui bahwa dengan pengadaan tanah untuk bandara tersebut sangat banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar. Banyak masyarakat sekitar yang kehilangan lahan dan kehilangan pekerjaan di lahan tersebut seperti bertani, berkebun, dll. Maka dari itu perlu adanya penggantian ganti rugi yang hal tersebut bukan hanya uang saja tetapi dapat dengan mengganti lahan baru serta memberikan pekerjaan. Apabila hal tersebut dilakukan oleh pengelola maka dapat memberikan solusi bagi masyarakat sekitar sehingga masyarakat sekitar tidak akan mengalami kerugian yang sangat besar.

    Sedangkan keuntungannya yaitu dapat memajukan daerah Kulonprogo menjadi pesat karena adanya bandara yang dimana bandara merupakan aktivitas penerbangan dari dalam maupun dari luar negeri. Sedangkan untuk masyarakat yang tinggal di Kota Jogja sendiri akan menimbulkan pro kontra dimana mengingat letak Kabupaten Kulonprogo lumayan jauh dari Kota Jogja sehingga membutuhkan waktu yang lama. Namun apabila bandara tetap berada di Kota Jogja akan semakin membuat Kota Jogja tidak memiliki gedung-gedung yang tinggi karena jalur pesawat tidak dapat melalui gedung-gedung yang tinggi yang dimana apabila bandara ada di pusat kota.

    Maka dari itu saya setuju dengan pengadaan tanah untuk bandara baru di Kabupaten Kulonprogo dimana mengingat mungkin hal tersebut dilakukan karena lahan bandara lama tidak cukup dan tidak sesuai dengan standar bandara internasional sehingga diperlukan lahan yang luas, namun pengadaan tanah tersebut harus dipertimbangkan lebih matang agar tidak menimbulkan pro kontra serta kerugian bagi siapa saja. terimakasih

    Sellyta Novitasari
    11/313253/GE/07005

    BalasHapus
  36. Atika Perwita Sari Putri (11/316503/GE07078)

    Tanggapan saya mengenai Pengadaan tanah untuk bandara baru di Yogyakarta ini akan menimbulkan dampak yang mencakup berbagai aspek kehidupan baik masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, hingga para stakeholder yang terkait dengan pengadaan lahan untuk bandara ini.
    Jika membahas mengenai perspektif hukum pertanahan/ lingkungan, pengadaan tanah untuk bandara di Kulonprogo ini boleh diwujudkan pembangunannya karena sudah ada pengesahan hukumnya yang terwujud dalam Undang-Undang, namun dari aspek lingkungan, daerah ini tidak baik untuk dialihfungsikan keberadaan lahannya untuk dikembangkan menjadi kawasan penerbangan. Hal ini mencakup pada kondisi lingkungan yang berada di pesisir pantai selatan yang memiliki tekanan udara yang kurang baik untuk aktivitas penerbangan serta kondisi angin di daerah ini sehingga kebijakan yang dibuat sebaiknya meminimalkan dampak-dampak neagtif yang akan muncul baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah.
    Penguasaan tanah untuk pengadaan bandara ini akan berpindah tangan dari milik masyarakat menjadi milik pemerintah dengan cara pemerintah melakukan ganti rugi tanah masyarakat (membeli tanah masyarakat) yang terkena proyek pembangunan bandara ini. Jika tanah sudah menjadi milik pemerintah, maka masyarakat sudah tidak berhak lagi akan kuasa tanah tersebut yang berdampak pada pemindahan keberlangsungan penghidupan masyarakat yang mungkin sudah lama tinggal di daerah tersebut sehingga berdampak pada perubahan struktur sosial-budaya maupun ekonomi masyarakat tersebut.
    Jika memandang dari aspek lingkungan, pembangunan bandara baru ini akan berdampak buruk pada kondisi lingkungan unstuk masa mendatang. Kegiatan penerbangan akan memberikan dampak pada menurunnya kualitas lahan, “pengistirahatan” potensi tanah yang semula potensial dan produktif yang cocok untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian maupun untuk bercocok tanam, polusi dan pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penerbangan juga akan merubah ekosistem yang ada pada daerah tersebut terutama pada ekosistem pesisir.
    Pengadaan tanah untuk bandara yang dilakukan dengan cara mengganti rugi tanah yang terkena jangkauan pembangunan bandara ini dapat menjadi suatu masalah yang pelik jika tidak ada komunikasi yang baik antara masyarakat setempat dengan para stakeholder sehingga perlu diadakan suatu dialog antara keduanya agar dapat mencapai suatu musyawarah yang sesuai. Kepemilikan lahan yang akan beralih tangan ini seharusnya memiliki prosedur dan pengesahan yang jelas agar tidak terjadi konflik pada masyarakat.

    Atika Perwita Sari Putri (11/316503/GE/07078)

    BalasHapus
  37. Harus kita sadari bahwa pembangunan tidak saja ditujukan pada hal-hal yang
    bersifat phyisic, tetapi juga tujuan yang bersifat non physic.
    Karena pembangunan pada hakekatnya bukanlah sebuah proses yang semata bertujuan untuk meningkatkan tersedianya sumberdaya masyarakat, tapi ditujukan pada pemberdayaan dan pengembangan kemampuan masyarakat. Dalam konteks yang agak berbeda juga dapat dilihat dalam tujuan pembangunan nasional yang diarahkan pada pencapaian masyarakat yang adil dan makmur.
    Secara normatif, pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dapat dijumpai dalam berbagai peraturan, yaitu Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 jo Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang menggantikan peraturan sebelumnya yang diatur dalam Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993.
    Adanya pengaturan tersebut, selain mengatur tentang prosedur juga pada dasarnya memberikan kewenangan kepada para pihak (pemohon, pemegang hak atas tanah, Panitia Pengadaan Tanah, serta pejabat terkait) untuk melaksanakan pengadaan tanah dalam rambu atau bingkai hukum yang sudah ditentukan.
    Dengan demikian, tindakan-tindakan yang terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku akan dapat dikualifisir sebagai perbuatan yang melanggar hukum dan karenanya dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum.
    Diberlakukannya peraturan hukum tersebut di atas, tidak serta menyebabkan pengadaan tanah untuk kepentingan umum berjalan lancar tanpa
    hambatan.
    menurut saya " Pengadaan Tanah untuk Bandara" ini sangatlah kompleks di lain sisi pemerintah ingin memajukan infrastruktur yang ada di daerah kulonprogo tersebut tetapi disisi lain ada masyarakat yang menempatkan tanah yang akan di rencanakan untuk pembangunan bandara tersebut . Sehingga adanya perbedaan kepentingan ini tidak dapat dijadikan sebagai pengadaan tanah untuk kepetingan umum apalagi sebagian besar dari masyarakat tidak setuju Jadi dalam pembangunan seharusnya di identifikasi dulu dampak apa saja yang akan ditimbulkan . Karena ini bukan saja masalah ganti rugi tapi kesejahteraan masyarakat dan suara masyarakat yang harus di dengarkan .

    PUTU SRIASTUTI
    11/312846/GE/06986

    BalasHapus
  38. Yoga Noor Setiawan
    11/316548/GE/07122

    Pada dasarnya saya setuju dengan relokasi bandara yang akan dipindahkan ke daerah kulonprogo, karena memang lokasi bandara saat ini kurang mendukung untuk kegiatan penerbangan, khususnya dikarenakan landasan pacu bandara yang sangat pendek sehingga mempunyai resiko kecelakaan yang cukup besar.
    Mengenai dipilihnya kulonprogo sebagai alternatif tempat pemindahan bandara tentu akan banyak menimbulkan pro dan kontra. Pembangunan suatu bandara tentu perlu memperhatikan kondisi fisik wilayah di tempat tersebut. Kondisi fisik wlayah dapat dicontohkan misalnya kondisi tanah, karena akan berpengaruh pada landasan pacu bandara yang kemudian akan berpengaruh juga pada biaya perawatan bandara yang akan membengkak. Kemudian jarak ke pusat kota yang akan semakin jauh menjadi hal yang perlu diperhatikan. Jalan utama yang akan menghubungkan bandara dengan pusat kota perlu diperbaiki agar aksesbilitas menjadi tidak terganggu.
    Dilain sisi, dengan dibangunnya sebuah bandara di Kulonprogo, maka secara tidak langsung akan ikut memajukan perekonomian daerah setempat. Daerah Kulonprogo yang notabene merupakan daerah yang kurang maju, dengan berdirinya sebuah bandara, maka pelan-pelan akan timbul banyak sektor-sektor baru disekitar bandara, misalnya sektor perdagangan, perhotelan, jasa, pariwisata.
    Masalah ganti rugi yang menjadi polemik pembangunan bandara di Kulonprogo tentu perlu mendapat perhatian lebih dari pihak-pihak terkait. Perlu peran aktif dari semua pihak agar proses ganti rugi akan sampai tepat dan adil pada yang berhak mendapatkan. Selain itu perlu pengawalan terhadap adanya indikasi korupsi pada proses ganti rugi tersebut.
    Sebuah pembangunan yang berhasil adalah yang berhasil mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan.

    Yoga Noor Setiawan
    11/316548/GE/07122

    BalasHapus
  39. Prakoso Adisaputra
    11/316540/GE/07114

    Berkaitan dengan topik perbincangan Pengadaan Tanah Untuk Bandara,menurut saya hal tersebut dapat menjadi hal yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat atau bumerang yang akan menjatuhkan perekonomian masyarakat. Menanggapi hal tersebut, saya sependapat dengan saudara Happy Okysari bahwasanya dengan adanya relokasi permukiman masyarakat ke tempat yang baru akan timbul permasalahan baru dari segi ekonomi dan sosial, yaitu masyarakat yang di relokasikan tempat tinggalnya akan kehilangan mata pencaharian mereka yang telah lama dikerjakan, kemudian akan ada perubahan penghidupan masyarakat yang terkait aset modal penghidupan, akses dan aktivitas masyarakat serta hubungan sosial dengan masyarakat lain dan lingkungan baru. Namun menurut saya dampak ini dapat diminimalisir dengan peran aktif seluruh elemen masyarakat untuk membuat kesepakatan bersama yang mampu menjamin kestabilan penghidupan masyarakat baik dari segi ekonomi maupun soasial. Meskipun telah ada ganti rugi berupa pengadaan tanah dari pihak pengembang dan pemerintah, masyarakat masih berhak menuntut untuk diberikan pengadaan lapangan perkerjaan, modal untuk membuka usaha yang baru, atau saham sah dalam bandara tersebut. Namun berkaca pada zaman saat ini, apa yang dikatakan oleh "penguasa" A sewaktu-waktu dapat berubah menjadi B, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki, itu mengapa pentingnya engawalan, pengawasan, dan penjagaan yang ketat oleh seluruh lapisan elemen masyarakat dalam masa pembangunan bandara dan penggantian ganti rugi lahan yang di alokasikan baik selama berlangsungnya pembangunan maupun setelah bandara tersebut berdiri.

    BalasHapus
  40. Setiap kebijakan yang diambil pasti akan selalu diiringi dengan berbagai hal yang akan selalu menyertainya. Baik yang berpandangan positif maupun yang kontra dengan hal tersebut. Hal yang kemudian memancing munculnya berbagai anggapan yaitu karena kurang tegasnya sikap pemerintah, hal tersebut tak dapat langsung menyalahkan pemerintah secara sepihak, karena dirasa atau tidak, mungkin pembangunan ini salah satu inisiasi yang dilakukan pemerintah untuk perkembangan daerah, terlepas dari segala niat dan tujuan yang terkadang melenceng jauh dari mengutamakan kepentingan umum, bersama. Urgensi dari agenda besar ini karena menyangkut hajat hidup orang banyak didalamnya. Terkait dengan pengadaan tanah untuk bandara, mungkin pengambilan langkah dengan penggantian rugi tanah, bangunan beserta yang lainnya secara wajar dan pantas bukan lagi masalah yang dipikirkan warga, namun lebih karena akan hilangnya lapangan kerja mereka yang sudah menjadi tulang kehidupan mereka hingga saat ini. Dari agenda yang pernah dilakukan disekitar desa Glagah, pada akhir tahun 2012. Hasil wawancara dengan warga sekitar banyak yang menyatakan bahwasannya sebagian warga disini telah sepakat untuk mengalokasikan tanahnya untuk pembangunan bandara, namun sebagian lain masih berkutat dengan hal yang menyangkut lapangan pekerjaan. Mungkin untuk yang sepaham karena mereka masih mempunyai tanah atau lapangan kerja yang memang sudah mapan sehingga mereka berani mengambil keputusan tersebut, yang sudah barang tentu akan sangat bertentangan dengan warga yang masih menolak. Meskipun pernah disampaikan bahwasanya dengan pembangunan bandara ini maka akan banyak lapangan pekerjaan yang terbuka, namun kemampuan yang dimiliki warga kebanyakan kurang sesuai apabila bekerja dibandara. Apabila dilihat dari perspektif wilayah keadaan Kulonprogo akan tetap sama apabila tidak dilakukan gebrakan-gebrakan terhadap wilayah tersebut. Dan harapanya pembangunan bandara ini menjadi inisiasi awal untuk memicu tumbuhnya perkembangan wilayah. Barokalloh.

    Ridlo Gilang W
    11/316556/GE/7130

    BalasHapus
  41. Saya setuju dengan cara ganti rugi seperti yang tertulis pada artikel di atas, karena cara tersebut merupakan cara terbaik yang akan meminimalisir konflik yang mungkin terjadi antara pihak yang membutuhkan tanah dan pihak yang memiliki tanah. Serta dengan adanya UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang berarti bahwa pengadaan tanah harus menjamin adanya proses pengadaan tanah yang transparan dan memberikan ruang untuk terjadinya komunikasi dua arah yang seimbang antara masyarakat dan pemerintah. Meskipun pemerintah mengambil inisiatif atas suatu proyek kepentingan umum, masyarakat yang terkena dampak harus diberitahu jauh-jauh hari untuk memperoleh kesamaan persepsi dan pemahaman termasuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul.
    Proses yang demokratis seperti itu, akan membangun sense of belonging dari sisi masyarakat terhadap proyek pembangunan yang dibangun di atas tanah yang sebelumnya mereka miliki. Pandangan yang bersifat psikologis ini sangat penting karena mereka yang menyerahkan tanahnya untuk kepentingan proyek pembangunan (bersifat kepentingan umum) adalah seperti seorang yang berjasa. Para pemilik tanah tersebut telah mengorbankan tanah mereka untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu mereka berhak untuk dihormati dan mendapat perlindungan hak yang memadai sehingga mereka tidak merasa diabaikan atau bahkan dikorbankan oleh proses pengadaan tanah yang sesungguhnya dilaksanakan untuk mensejahterakan rakyat dan menegakkan keadilan.
    Sayangnya UU No. 2/2012 tidak menjelaskan secara memadai tentang pelaksana pengadaan tanah tersebut. Secara singkat hanya disebutkan bahwa proses penetapan lokasi pengadaan tanah menjadi wewenang pemerintah daerah sedangkan proses pengadaan tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Ketentuan UU seperti ini menyisakan pertanyaan yang harus dijelaskan secara lengkap dan operasional pada peraturan-peraturan pelaksanaan baik di tingkat pemerintah pusat, kementrian, ataupun lainnya.
    Dan menurut pandangan saya Kulonprogo merupakan lokasi terbaik dan pas dalam diadakannya pembangunan Bandara, karena pada daerah tersebut masih memiliki tanah yang landai dan luas di pinggir laut (Bandara Kulonprogo akan dibangun pada lahan seluas 637 hektare di Kecamatan Temon). Serta dilihat dari sisi lain Bandara Internasional tersebut akan banyak memberi manfaat bagi Yogyakarta sendiri, karena menghidupkan Kulon Progo dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Jumlah penerbangan dari dan ke Yogya pun akan bisa lebih banyak, sehingga Yogyakarta sebagai destinasi wisata (setelah Bali) semakin memikat. Pemikiran saya ini berdasar pada sifat bandara adalah untuk kepentingan umum dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun akan ada dampak buruknya tapi dampak baiknya akan lebih banyak apabila dalam pengelolaan dan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang telah ada sebelumnya.

    Bunga Hendra Asmara
    11/316576/GE/07149

    BalasHapus
  42. Setelah membaca artikel tentang “PENGADAAN TANAH UNTUK BANDARA” tersebut, saya memiliki pemikiran bahwa saya akan setuju dengan proyek tersebut. Dalam hal ini saya membuat posisi saya adalah sebagai masyarakat Kabupaten Kulonprogo tersebut. Jika saya menjadi mereka, saya akan setuju dengan proyek pembangunan ini. Mengapa? Karena saya berpikir bahwa memang suatu pemerataan itu sangat penting dan diharuskan terwujud,walaupun dalam perjalanannya tidak mungkin tidak mendapatkan kendala. Banyak orang yang mengeluh kepada Pemerintah, selalu menyalahkan Pemerintah yang selalu me”anak-emaskan” pusat-pusat kota dibandingkan daerah pinggirannya, tapi disaat akan dilakukan perencanaan pembangunan di daerah pinggiran, banyak juga masyarakat yang tidak terima, dengan berbagai alasan yang mereka miliki masing-masing. Saya pun setuju dengan pendapat-pendapat sebelumnya yang menyebutkan bahwa pasti masyarakat akan kehilangan mata pencaharian, asset, akses, aktivitas, dll mereka, namun hal tersebut tidak perlu terlalu dipusingkan. Karena apa? Pemerintah pun pastinya telah berpikir panjang dalam melakukan suatu perencanaan itu. Tidak mungkin mereka melakukan perencanaan dengan hanya berpikir secara satu sisi saja, pastinya mereka pun tidak mau jika nantinya perencanaan pembangunan yang mereka upayakan untuk tujuan pemerataan pembangunan itu malah akan menimbulkan masalah baru kedepannya. Mereka pastinya memiliki orang-orang ahli dalam mengurusi perencanaan tersebut, misalnya dari ahli tata ruang, ahli dalam melihat kondisi kelingkungannya, ahli pembangunan wilayahnya, dll. Mereka pastinya telah melakukan perencanaan berdasarkan RTRW yang ada seharusnya. Apalagi ditambah dan dikuatkan dengan diterbitkannya UU 12/2012 jo Perpres 71/2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah, yang secara substansial lebih memberikan ruang pada kepentingan masyarakat terkena dampak. Seharusnya kita lebih menghargai upaya Pemerintah tersebut. Kita pun sudah diberi kepastiaan akan diberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam hal ini, intinya kan adalah bagaimana kita (Pemerintah+stakeholder dan masyarakat lokal) merasa saling menguntungkan dan tidak dirugikan. Dalam hal ini, Pemerintah tidak boleh semena-mena dengan masyarakat. Karena beberapa oknum pun terkadangan memanfaatkan keadaan dalam kondisi seperti ini sebagai akibat kurang nya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat. Begitupun dengan masyarakatnya. Masyarakat pun harus memiliki pandangan yang luas, tidak hanya dalam satu sisi saja, masyarakat harus jujur dalam hal ganti rugi misalnya, tidak juga memanfaatkan keadaan, masyarakat harus mendapatkan yang sesuai dengan hak yang mereka miliki, jangan dilebih-lebihkan juga.
    Dalam hal ini mungkin identifikasi mengenai potensi yang dimiliki dan permasalahan yang akan diterima nanti nya sangat penting untuk dilakukan. Pihak perencana pun harus berpikir lebih komprehensif lagi, lebih mendalam lagi agar perencanaan ini agar dapat bertahan sampai jangka panjang. Sebagai solusinya, mungkin Pemerintah dalam hal ini harus melakukan pendekatan-pendekatan yang baik, sosialisasi terarah, mengenai kondisi ini. Semua itu agar semua perencanaan yang dilakukan tidak lain adalah bertujuan agar semua pihak merasa tidak dirugikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tanggapan diatas dibuat oleh :
      Nadhila Shabrina
      11/319923/GE/07221

      Hapus
  43. Menurut saya, pengadaan tanah tersebut tidak hanya terfokus pada proyek pembuatan bandara saja. meski sudah dipublikasikan dan disosialisakan beberapa tahun sebelumnya, menurut saya itu adalah keputusan sepihak, karena "seolah-seolah" tanah milik rakyat harus dipaksa untuk dijual untuk pemerintah, sedangkan kita tidak tahu penghidupan selanjutnya bagi rakyat tersebut. jika hanya dipandang pada kerugian terhadap nilai:
    (a) tanah;
    (b) ruang atas tanah dan bawah tanah;
    (c) bangunan;
    (d) tanaman;
    (e) benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
    (f) kerugian lain yang dapat dinilai, secara keseluruhan.

    dan mungkin memberikan beberapa aspek positif yang meliputi:
    (a) terwujudnya nilai tanah secara fair dan adil
    (b) terlindunginya hak-hak pemilik tanah dan terjangkaunya nilai/harga tanah yang harus dibayarkan oleh instansi yang membutuhkan tanah; serta
    (c) mempersempit ruang gerak spekulan tanah dalam ‘memainkan’ harga tanah.

    namun, hal tersebut itu terasa belum adil, karena tanah yang dimiliki rakyat berbeda-beda penggunaan dan fungsinya. gampangannya saja jika ada rakyat yang hanya memiliki tanah yang luasnya kecil, dan tanah tersebut menjadi sumber penghidupannya. jika tanah itu terpaksa dijual dan hasil penjualannya mendapatkan uang yang banyak namun rakyat tidak memiliki tanah lagi, bagaimana kehidupan selanjutnya?
    Mungkin ini agak melenceng dari topik, namun saya berpendapat bahwa dalam pengadaan tanah, tidak hanya faktor "memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak" namun juga dilihat bagaimana selanjutnya kehidupan rakyat yang diambil tanahnya setelah itu, apakah rakyat akan lebih baik atau justru menderita. jika dari hal terebut ada rakyat yang dirugikan maka saya tidak setuju. Terimakasih

    Hibatul Haqqi
    11/318050/GE/07211

    BalasHapus
  44. Pada dasarnya prinsip pembangunan adalah “bisa/tidak bisa” dan “boleh/tidak boleh”. Pengadaan tanah untuk bandara di sini secara potensi dapat dikatakan “bisa”. Namun, tatkala berbicara boleh atau tidak boleh, maka hal ini akan erat kaitannya dengan permasalahan hukum, dimana dalam fase ini akan mulai muncul berbagai persoalan-persoalan seperti yang diuraikan dalam artikel dan saya menganggap itu syah-syah saja.
    Saya secara pribadi tidak setuju dengan adanya pengadaan tanah untuk bandara di DIY. Hal ini dikarenakan pengadaan tanah tersebut hanya akan buang-buang waktu dan menghambur-hamburkan dana saja. Jika ada masalah di bandara yang lama, maka perbaiki masalah tersebut, bukannya memindahkannya. Jika pengadaan tanah tersebut berkedok ingin mengembangkan suatu wilayah, maka kembangkanlah potensi yang sudah ada.
    Mengenai persoalan-persoalan negosiasi, saya rasa akan sangat rumit dan memakan waktu. Hal ini mungkin malah akan menimbulkan kesenjangan sosial seperti yang terjadi pada kasus pasir besi di Kulonprogo. Sistem birokrasi hukum di Indonesia yang berbelit-belit, tidak tegas, dan terlalu banyak syarat menjadi salah satu penyebabnya. Untuk itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai aspek fisik(ekologi), sosial, dan ekonomi. Sosialisasi proyek dan AMDAL harus transparan, selain itu, pengadaan tanah tersebut memang benar-benar dapat menjamin peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara luas. Terima kasih
    Indiarto
    11/316546/GE/7120

    BalasHapus
  45. Rifki Muhammad Audy
    11/320054/GE/07225

    Saya setuju dengan relokasi bandara ini, karena kondisi bandara adi sucipto yang sudah kurang baik. Saya hanya ingin sedikit menambahkan, bahwa menurut saya dalam melakukan suatu pembangunan dan inovasi yang bersifat merubah pasti akan ada suatu hal yang dikorbankan. oleh karena itu, tugas seorang perencana adalah meminimalisir apa yang dikorbankan itu.
    Pada situasi ini, penduduk lah yang dikorbankan dalam relokasi bandara ini.
    menurut saya, pemerintah selain harus memberi ganti rugi berupa tempat tinggal atau sebagainya, yang bersifat jangka pendek, pemerintah juga harus dapat memberikan suatu manfaat dari dibangunnya bandara di Kulonprogo tersebut kepada masyarakat tersebut, yang bersifat jangka panjang. sehingga mereka mau merelakan tempat tinggalnya dijadikan sebagai bandara. Oleh karena itu, dalam pembangunannya, pemerintah jangan hanya memperhatikan pembangunan bandaranya saja, melainkan pembangunan yang bersifat memberikan manfaat kepada masyarakat yang telah dikorbankan tersebut.

    BalasHapus
  46. Saya menyetujui pemindahan lokasi penerbangan komersial dari Adisucipto, Sleman, ke kawasan baru di pesisir pantai Glagah, Kulonprogo. Pembangunan bandara memang tidak boleh berada di tengah kota dan sangat ditekankan untuk berada di lokasi yang jauh dari permukiman padat penduduk agar tidak saling mengganggu antara aktifitas masyarakat dengan kesibukan bandara. Saat ini bandara Adisucipto sudah tidak ideal lagi menjadi lokasi penerbangan komersial karena sempitnya luas bandara, pendeknya landasan, dan wilayah sekitar bandara telah mengalami urban sprawl Kota Yogyakarta. Lokasi bandara yang baru jika saya amati dari aspek regional dan ekonomi daerah setempat memang merupakan lokasi yang paling ideal di DIY karena memiliki topografi tanah yang relatif datar, tidak jauh dari pusat kota besar (Yogyakarta), jarang penduduk, aksesibilitas dan mobilitas berupa jalan Negara yang baik, dan berada pada daerah yang agak terbelakang dibandingkan dengan daerah lain (Kabupaten Kulonprogo). Saya pun yakin bahwa pembangunan bandara ini sudah mengikuti KLHS dan amdal dan mengikuti segala macam peraturan perundang-undangan, termasuk UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    Jika megaproyek bandara ini selesai dibangun, maka provinsi DIY memiliki satu lagi titik pusat pertumbuhan baru yang akan memberikan kemajuan pembangunan yang berarti bagi daerah Kulonprogo dan sekitarnya. Majunya sektor transportasi (pengangkutan) akan diikuti oleh sektor-sektor perdagangan, industri, dan sebagainya. Hal ini tentu saja akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Ganti rugi lahan tentu saja harus dilakukan sebab itu semua merupakan hak-hak masyarakat yang lahan dan tempat tinggalnya tergusur akibat pembangunan, baik dalam segi materi maupun non materi. Namun yang mungkin perlu dicermati oleh pihak pengembang bandara dan pemerintah, sesuai dengan artikel di atas, ada pihak-pihak atau mungkin juga masyarakat setempat yang memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari keuntungan lebih dan menginginkan biaya ganti rugi yang lebih besar atas lahan yang telah tergusur. Pihak yang bertanggungjawab atas penggusuran lahan masyarakat tentunya harus memiliki dasar hukum/yuridis yang kuat khususnya dari hukum pertanahan agar mereka tidak mengalami kerugian akibat pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Lahan pembangunan bandara tentu saja mutlak dikuasai negara dan tidak boleh ada pihak lain, termasuk investor, yang diperbolehkan menguasai sebagian maupun keseluruhan lahan tersebut.

    Muncul kekhawatiran dari saya pribadi mengenai pembangunan bandara karena lokasi rencana pembangunan bandara berada di kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia (rawan tsunami) dan satu lokasi dengan pertambangan pasir besi. Namun apabila pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan pihak-pihak lain yang berwenang dapat memberikan suatu sinergitas antara pembangunan bandara internasional dengan pertambangan, dapat membuat zonasi pemanfaatan lahan dan kawasan secara terpadu antara bandara dengan pertambangan, dan mampu mengantisipasi kemungkinan potensi bencana di lokasi tersebut, maka bukan tidak mungkin Kulonprogo mampu mengejar keterbelakangan wilayahnya dan menjadi kabupaten yang memiliki tingkat perekonomian tertinggi di provinsi DIY.


    Radifan Dwisandhyoko H.
    11/316270/GE/07046

    BalasHapus
  47. idem banget sama mas indiarto :)

    BalasHapus
  48. Rencana Pembangunan bandara di Kab.Kulon progo ini jika dilihat dari sisi ekonomi sangatlah dapat mendongkrak perekonomian di wilayah tersebut,karena dangan dibangunnya bandara ini tentu akan menambah banyaknya jumlah lapangan kerja terutama di bidang jasa(poenginapan,jasa pelayanan tiket,dsb).namun satu yang menjadi catatan:Masyaraka(menengah ke bawah),tentu untuk mendirikan satu jenis usaha tentu dibutuhkan modal yang besar.terdapat kontradiksi dan kebijakan yang ambigu menurut saya antara memajukan pihak masyarakat atau hanya menjadi pengalihan semata dengan alasan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.Saya tidak mencoba berpikiran negatif,hanya saja sudah terlalu banyak kasus di negara kita,dimana pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat,kesejahteraan tersebut bukan hanya dari segi ekonomi tapi juga kesehatan dari segi kesehatan dan lingkungan.Terlepas dari sudah tersetujuinya analisis lingkungan,perizinan,sesuai RTRW dan sebagainya.Dari aspek kesejahteraan di bidang ekonomi juga belum tentu masyarakat disana terkena dampak positif(dari sektor jasa).Untuk membuat sebuah pelayanan jasa dengan kulaitas baik dibutuhkan modal besar,semntara kenyataan di lapangan,,,berapa persen warga Kulon Progo yang diatas garis kemiskinan?Tidak mungkin ada asongan di bandara bukan?(yang notabenenya masyarakat Kulon Progo hanya mampu medirikan pelayanan jasa kecil-kecilan).Bisa dilihat para pembajak dari luar dan dalam daerah Kluon Progo yang akan mengekploitasi peluang-peluang bisnis yang ada dengan berdirinya bandara tersebut.Goal dari rencana ini adalah kurang lebih untuk mensejahterakan masyrakat(meskipun itu tujuan yang kesekian kalinya).Untuk itu penting dilakukan pengawalan dan observasi secara langsung di lapangan.Membuat hipotesis dan peka terhadap apa dan akan apa yang terjadi selama dan setelah pembangunan tersebut.Penting sekali membentuk suatu badan untuk mengawasi dan mengamati pembangunan tersebut(para simpatisan Kab.Kulon Progo).Sehingga diharapkan dengan adanya badan tersebut dialog diharapkan dua arah(masyarakat tidak hanya mendengar dan iya iya saja),badan tersebut diharapkan sebagai penyambung aspirasi masyaraklat.Sehingga akan tercapai kesepakatan bersama.
    11/316520/ge/07095

    BalasHapus
  49. Untuk masalah pengadaan tanah memang menjadi masalah penting dalam pembangunan bandara baru ini. Berita terbaru yang saya baca, proses relokasi ini yang semula ditargetkan berada di KulonProgo akan dipindah di Bantul karena masalah pembebasan tanah yang biayanya cukup mahal. Untuk masalah ini saya sebenarnya kurang setuju jika relokasi berada Di Bantul, karena proyek pembangunan bandara internasional ini akan mengorbankan lahan pertanian milik warga. Selain itu sektor pertanian di Bantul merupakan salah satu sektor basis yang berperan penting dalam memasok kebutuhan pangan di Provinsi DIY. Oleh karena itu pertimbangan dalam memilih lokasi Bantul, harus dikaji ulang karena dampak yang terjadi dimasa yang akan datang adalah alih fungsi lahan secara besar-besaran, yang diakibatkan oleh proses urbanisasi/pengkotaan. Kekhawatiran saya mengenai ketahanan pangan di Provinsi Yogyakarta 10-20 tahun mendatang jika proyek ini jadi dilaksanakan. Untuk itu dalam hal ini pemerintah seharusnya dapat melakukan negosiasi lebih lanjut kepada pihak-pihak terkait agar kelanjutan proses pengadaan tanah di Kulonprogo tidak menemui jalan buntu. Proses musyawarah mufakat juga harus terealisasikan untuk mencapai kata sepakat atau mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
    Perlu diketahui bahwa pengadaan lahan bandara akan membutuhkan luas lahan sekitar 50 hektar lebih untuk pembangunan landasan pacu dengan panjang sekitar 3200 meter dengan tujuan awalnya yakni menjadikan bandara baru ini sebagai bandara berkelas internasional, sisanya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur (pelebaran jalan, jaringan listrik, jaringan air, jaringan telekomunikasi, rumah sakit, pendidikan, dsb) serta sarana prasarana penunjang lain seperti restaurant, toko, hotel, dan sebagainya. Melihat peluang ini, masyarakat disekitar proyek sebenarnya mampu memanfaatkannya dengan maksimal yakni mengambil keputusan untuk bekerja disektor ini (alih pekerjaan), sehingga permasalahan mata pencaharian masyarakat yang seakan-akan lenyap akan mulai hilang dengan sendirinya.

    Dilihat dari perspektif perkembangan wilayahnya, Kabupaten Kulonprogo akan menjadi salah satu kabupaten yang mampu memberikan PDRB besar ke Provinsi baik itu dari sektor perdagangan, pariwisata, jasa dan juga transportasi. Sektor-sektor ini merupakan sektor yang paling berkembang pesat jika proyek pengadaan Bandara di Kulonprogo terwujud. Sektor properti juga diperkirakan akan meningkat, seiring berkembangnya daerah Kulonprogo. Interaksi antar wilayah seperti Sleman, Purwodadi, Purworejo, dsb juga akan memiliki intensitas yang tinggi karena obyek transportasi udara hanya ada di Kulonprogo saja, sehingga dimungkinkan terjadinya urban sprawl akibat besarnya interaksi tersebut.

    11/316500/GE/07076

    BalasHapus
  50. Tanggapan saya mengenai artikel ini adalah dengan adanya pemindahan Bandara ke Kulonprogo maka dipastikan pengembangan Bandara baru akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Kulonprogo. Namun, jika ada dampak negatifnya, contohnya seperti jauh dari kota yogyakarta, maka dapat dilakukan solusi seperti pembangunan transportasi baru yang memudahkan menuju ke kota Yogyakarta. Kita juga dapat mencontoh berbagai Bandara International di luar negri, misalnya seperti Bandara Changi di Singapore dan Sepang di Kuala Lumpur, Perjalanan antara Bandara Sepang dan juga Changi dengan kota tidak memakan waktu lama. karena kedua bandara tersebut dengan masing masing kotanya yaitu kualalumpur dan Singapore sudah dihubungkan angkutan rel yang sangat handal dan nyaman sehingga meskipun jauh dari pusat kota, tapi tetap terasa nyaman dan cepat karena ada fasilitas pendukungnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan bandara baru dikulon progo ini selain memikirkan hukum status tanah pada area pembangunan bandara namun juga memikirkan status hukum tanah pada area yang akan terkena dampak wilayah yang akan terkena jalur fasilitas fasilitas baru yang mendukung bandara baru tersebut. Sehingga dengan adanya hukum lingkungan yang jelas pada wilayah poembangunan dapat mengurangi masalah masalah lingkungan dan juga agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan pada masyarakat yang terkena dampak pembangunan.

    Disisi lain juga diperkirakan pengembangan Bandara baru akan memberikan keuntungan finansial karena potensi pengguna jasa angkutan udara mencangkup seluruh wilayah Provinsi DIY dan wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Namun, pemindahan bandara ini tentunya harga tanah dikulonprogo akan melonjak. Dan lancar tidaknya rencana pembangunan bandara di Kulonprogo sangat tergantung dari harga tanah. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah menghimbau masyarakat terutama masyarakata kulonprogo agar warga jangan sampai terjebak ulah spekulan, calo atau makelar tanah. Karena status hukum dan harga tanah sangat menentukan jadi tidaknya dan lancar tidaknya bandara di bangun di Kulonprogo. karena banyak rencana pembangunan bandara gagal karena harga tanah dikendalikan spekulan. Sehingga agar pemindahan bandara ini tidak terhambat maka perlu kepastian yang jelas dari segi hukum status tanah di calon lokasi pembagunan bandara. Oleh karena itu, saya setuju jika penduduk yang terkena dampak pembangunan bandara baru tersebut diberi ganti tanah ataupun permukiman baru, namun hal tersebut dilakukan pemerintah dengan cara merealisasikan dengan baik ke masyarakat dan menjelaskan keuntungan dari pembangunan tersebut bagi masyarakat. Terutama meningkatkan ekonomi wilayah kulonprogo.

    Mentari (11/316611/GE/07178)

    BalasHapus
  51. Terkait dengan pemindahan bandara Adisucipto Yogyakarta, saya setuju. Sebab letak dari bandara yang sekarang yakni yang berada dekat pusat kota yang dapat mengganggu kegiatan perkotaan tersebut. Selain itu juga ada peraturan bahwasannya pesawat terbang tidak boleh terbang di atas kota karena bisa membahayakan perkotaan tersebut seperti jika terjadi kecelakan pesawat maka yang terkena imbasnya bukan hanya pesawatnya melainkan juga kehidupan perkotaan.
    Dalam pemindahannya harus dipikirkan secara matang-matang supaya tidak terjadi masalah lagi yang menyebabkan terjadinya pemindahan bandara lagi. Dalam kasus pemindahan ini unsur yang paling penting menurut saya adalah pengadaan lahan. Meskipun dalam pemindahan bandara Adisucipto ini telah mendapatkan izin dari Kementrian Perhubungan dan hak sepenuhnya berada di PT angkasa Pura, akan tetapi terdapat persoalan krusial lainnya terkait dengan pengadaan lahan yakni “mau” apa “tidak” masyarakat sekitar yang memiliki lahan untuk bernegoisasi supaya lahannya di buat bandara dengan ganti rugi yang setimpal. Jika masyarakat mau ya OK OK saja sehingga pembangunannya pun akan berjalan lancar. Akan tetapi jika ada masyarakat yang menolak lahannya di jadikan lahan bandara tentunya hal ini yang menjadi masalah yang besar. Maka dari itu menurut saya perlu adanya opsi lain terkait dengan pemindahan ini, jangan Cuma hanya ada satu opsi tempat saja yang dijadikan lahan pemindahan akan tetapi harus ada opsi tempat lain sehingga apabila pada tempat yang satu terdapat jalan buntu, ada opsi tempat lain. Akan tetapi apabila semua opsi terdapat jalan buntu maka menurut saya jalan satu-satunya yakni memperbaiki Bandara yang sekarang untuk memperkecil (syukur menghilangkan) berbagai masalah yang ada pada bandara yang lama.
    Intinya Pemindahan bandara Adisucipto ini harus disetujui semua pihak baik dari kementrian Perhubungan sampai masyarakat kecil. Apabila hal tersebut sulit dicapai maka menurut saya lebih baik memperbaiki yang ada dulu.

    Mukmin Al Kahfi
    11/316514/GE/07089

    BalasHapus
  52. Menanggapi artikel diatas menurut saya memang pemindahan bandara ke lokasi baru yaitu di Kabupaten Kulonprogo ini merupakan pekerjaan yang sebaiknya dilakukan karena dengan dibangunnya bandara di lokasi tersebut maka nantinya akan tumbuh pusat pertumbuhan baru yang akan menguntungkan bagi Kabupaten Kulonprogo, mengingat sejauh ini Kabupaten Kulonprogo perkembangannya sangat lambat. Adanya bandara baru nantinya akan banyak fasilitas dan kemudahan pelayanan dalam hal apapun tersedia sehingga menjadi pusat daya tarik yang menumbuhkan berbagai macam kegiatan tertarik untuk berlokasi di tempat itu dan masyarakat pun berdatangan untuk memanfaatkan fasilitas yang ada. Dari segi ekonomi para pelaku usaha akan lebih tertarik untuk menempatkan usaha di Kabupaten Kulonprogo karena pastinya mereka mempertimbangkan Economic of Location yaitu keuntungan karena di tempat tersebut terdapat berbagai keperluan dan fasilitas penunjang yang dapat digunakan oleh pelaku usaha/perusahaan. Pusat lokasi tersebut sekaligus sebagai pusat perdagangan baik untuk memperoleh bahan baku maupun untuk menjual kembali barang hasil produksi.
    Terlepas dari gambaran keuntungan yang akan didapat, persoalan yang harus dituntaskan yaitu terkait dengan pembebasan lahan haruslah benar-benar diselesaikan secara tuntas. Kesepakatan antara pihak-pihak yang berkepentingan haruslah disepakati, terutama masyarakat sebagai obyek yang menerima pembangunan. Untuk meredam masyarakat yang kontra terhadap pembangunan bandara baru ini memang perlu adanya pendekatan yang intensif misalnya dengan cara sosialisasi. Masyarakat sebenarnya tidak perlu takut rugi karena pemberian ganti rugi terhadap tanah yang mereka miliki, nantinya malah akan mendapatkan keuntungan yang bisa dirasakan dikemudian hari, ganti rugi tidak melulu soal jumlah nominal uang yang diterima namun manfaat-manfaat lain disamping itu masih banyak lagi. Terlebih lagi sudah berlakunya UU no. 2 tahun 2012 akan lebih menjamin kekuatan hukum.
    Untuk antisipasi dini apabila proyek pembangunan bandara baru tersebut sudah goal nantinya Pemerintah Daerah perlu menetapkan kebijakan agar perkembangan yang terjadi tidak menimbulkan banyak masalah dan kerugian. Kebijakan pembatasan alih fungsi lahan pertanian dan perijinan mendirikan bangunan tentunya sangat perlu untuk dipikirkan serius.
    Harapannya dengan adanya pembangunan bandara baru bukan hanya semata-mata bandara saja yang terbangun namun perkembangan wilayah, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat juga ikut terbangun.

    Putri Nurida P
    11/316607/GE/07175

    BalasHapus
  53. Pembangunan bandara internasional dikabupaten kuloprogo dapat dikatakan sebagai langkah terbaik yang dilakukan untuk untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah di Yogyakarta. Dapat dikatakan juga kalau dengan pembangunan Bandar udara baru dikuloprogo ini dapat menghidupkan perekonomian wilayah barat dan selatan. Berdasarkan apa yang kita lihat, kalau selama ini petumbuhan ekonomi di Yogyakarta lebih condong ke wilayah utara , timur dan tengah. Karna dengan adanya perencanaan pembangunan Bandar udara baru dikabupaten kulonprogo ini dapat memberi banyak keuntung bagi Yogyakarta. Yaitu peningkatan pertumbuhan perekonomiannya, dan dengan adanya bandara ini akan menjadi pintu gerbang bagi Yogyakarta untuk ke dunia internasional dengan kekayaan pariwisata yang dimilikinya. Maka itu berbagai masalah yang ada harus segera diselesaikan, dalam hal ini masalah tanah dan proses ganti rugi harus dipertegas ( Musyawarah bersama antar masyarakat dan PEMDA setempat ). Agar kedepannya investor mendapat jaminan kepastian, Biaya pembebasan sangat tinggi dan harus rasional. Sebab, jika banyak broker tanah, sangat mungkin investor enggan membangun. Karna peran investor ini sangat berperan besar dalam kemunculan usaha – usaha baru. Karna ini akan mempengarui perekonomian wilayah setempat. Dengan demikan pengembangan pusat pertumbuhannya akan semakin jelas, baik dalam bidang pariwisata ataupun lain sebagainya. Maka itu masyarakat harus dituntut untuk memiliki jiwa nasionalisme yang luar agar tidak terbentur dengan kepentingan sesaat. Agar kedepannya tidak terjadi permasalahan seperti di Negara- Negara lain, salah satunya adalah Republic Cheko. Maka itu untuk mencegah semua itu diperlukan musyawarah bersama , karna masyarakat perlu diprioritaskan dan bukan dijadikan korban. Lahan pertanian ini kan menjadi warisan dan modal hidup bagi cucu-cucu di masa depan.

    Corneles Salomo Sikora
    11/312655/GE/06979

    BalasHapus
  54. FERNANDA RUSMAYANTI
    11/313659/GE/07033

    Saya sangat setuju dngan artikel ini. Sesungguhnya tidak mudah untuk memberikan izin atas pengadaan tanah karena akan banyak sekali masalah yang muncul. Pemilik tanah yang sebelumnya pasti merasa dirugikan oleh hal ini. Ganti rugi yang dimaksud juga tidak semudah yang dibayangkan, mediasi antara pemilik lahan dengan institusi yang membutuhkan tanah pasti akan sulit. Ganti rugi bukan hanya masalah uang, tapi berupa sesuatu yang bisa dijadikan investasi oleh penduduk yang terkena dampak. Misalnya seperti permukiman yang layak, kondisi geografis yang dapat menunjang pekerjaan mereka untuk tetap berkembang, infrastruktur yang lebih baik dari yang mereka dapatkan sebelumnya. Saya rasa semua itu tidak mudah dilakukan. Banyaknya aksi perebutan lahan menjadi cerminan bahwasanya kebijakan yang diambil tidak selalu sesuai dengan aspirasi masyarakat, walaupun mungkin sudah megacu pada peraturan hukum dan undang undang yang berlaku. Saya setuju dengan beberapa comentar teman teman sebelumnya

    BalasHapus
  55. Saya sepakat dengan beberapa komentar dari rekan-rekan, bahwa pengadaan tanah memang harus melibatkan banyak pihak dan dibutuhkan waktu yang tidak singkat. Banyak aspek yang harus dikaji terkait pengadaan tanah untuk bandara baru, seperti aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lainnya. Pengadaan tanah. Aspek aspek tersebut saling mempengaruhi dan membentuk sebuah sistem, maka ketika salah satu dari aspek tersebut mengalami gangguan sudah barang tentu akan menggangu keberlangsungan aspek lainnya. Pengadaan tanah memang harus direncanakan dengan sangat matang jika tidak akan ada pihak-pihak yang dirugikan, seperti yang disampaikan oleh saudara Ari Nova Firnanda bahwa pengadaan tanah yang ada terkadang menimbulkan kerugian bagi si pemilik tanah. Pengadaan tanah juga terkait dengan ganti rugi tanah milik masyrakat. Pada bagian ini terkadang sulit ditemukan pemecahan “win-win solution”. Selalu ada saja pihak-pihak yang merasa dirugikan. Oleh karenannya, pemahaman dan pengertian antar masyarakat dan instansi terkait menjadi hal yang sangat penting. Seperti yang disampaikan Anindya Kusuma Hapsari,bahwa bentuk penggantian ganti rugi tidak melulu harus berbentuk fresh money, bisa tempat tinggal baru untuk masyarakat yang lahannya terkena pengadaan tanah untuk pembangunan bandara. memang bentuk ganti rugi seperti permukiman baru bagi pemilik tanah akan membutuhkan waktu yang jauh lebih lama ketimbang langsung memberikan fresh money kepada masyarakat. namun, jika dengan membangunkan permukiman baru lebih banyak meminimalisir kemungkinan masalah yang akan timbul kedepannya,tentu hal tersebut menjadi perlu untuk dipertimbangkan. Seperti yang disampaikan tria Febrina Seli, bahwa dalam pengadaan tanah aspek legalitas dari dokumen terkait kepemilikan tanah yang dimiliki masyarakat juga perlu ada kejelasan. Aspek legalitas terkait dengan hukum, jika ini diabaikan maka potensi timbulnya konflik dalam waktu waktu kedepan menjadi hal yang sangat dimungkinkan. Seperti juga yang disampaikan Febriana Sibi, bahwa dimungkinkan generasi masa depan mengakui kembali tanah yang sudah dibeli oleh gnerasi sekarang. Sekali lagi, bahwa pengertian dan pemahaman antara masyarakat dan instansi terkait menjadii hal yang sangat penting agar tiap pembangunan yang dilakukan benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu yang memiliki hak untuk pendapat, hak untuk mendapat hidup damai dan layak.
    Fridayanti, 11/316577/GE/07150

    BalasHapus
  56. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  57. Pemindahan bandara ke Kabupaten Kulonprogo sebenarnya mempunyai dampak positif dan negatif untuk masyarakat yang berada di sekitar lokasi yang akan dibangun bandara tersebut. Masayarakat yang memilih tinggal di Kabupaten Kulonprogo untuk menghindari kebisingan yang ada di Kota Yogyakarta akan merasa dirugikan dengan adanya pembangunan bandara yang akan menyebabkan suara bising dari bandara tersebut akan terdengar dan mengganggu. Tetapi, banyak masyarakat yang menaikkan harga tanah di daerah yang akan dibangun bandara tersebut ketika mengetahui akan dibangunnya bandara di tanah daerah tersebut sehingga masyarakat dapat mengambil keuntungan dari sana. Banyak juga masyarakat yang masih enggan meninggalkan tanahnya yang sudah dijadikan sebagai tempat mereka menetap. Jika pembangunan bandara masih akan tetap berlanjut di Kabupaten Kulonprogo ini, maka saya menyetujui apa yang tertulis dalam artikel ini. Menurut saya, kebijakan yang dibuat untuk tidak merugikan pihak-pihak lain yang terkait sudah sangat tepat dengan memberikan ganti rugi yang dibuat kesepakatan antar 2 belah pihak sehingga nantinya tidak ada konflik yang timbul dengan adanya bandara baru yang dibangung di Kabupaten Kulonprogo ini. Untuk pembangunan bandara ini sebaiknya sudah tidak ada lagi yang mengalami kerugian.Pembangunan bandara di Kulonprogo sebenarnya merupakan alternatif yang baik untuk meningkatkan perekonomian di kabupaten tersebut mengingat saat ini Kabupaten Kulonprogo masih cukup tertinggal di provinsi DIY sendiri. Peran pemerintah adalah memberikan pengetahuan tentang keuntungan yang didapat oleh masyarakat Kulonprogo sendiri dengan adanya bandara di kabupaten ini sehingga masayarakat di sekitar tempat pembangunan bandara baru tidak akan merasa dirugikan. Pembangunan ini harus sudah dipikirkan baik-baik mengenai dampak positif dan negatifnya juga harus sudah dipastikan tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya pembangunan bandara baru ini.

    Aruni Rizka Aninda
    11/316495/GE/07073

    BalasHapus
  58. Setelah saya membaca artikel bapak di atas, saya menangkap bahwa pengadaan tanah merupakan hal yang penting terkait ganti rugi tentang nilai-nilai tanah yang dimiliki oleh pihak yang berhak, dalam kasus ini adalah warga yang wilayahnya terkena dampak lokasi pembuatan bandara baru.
    Memang sampai saat ini informasi tentang pemindahan bandara sudah begitu marak di media massa, baik itu lokal maupun nasional. Namun yang saya lihat disini ternyata penentuan lokasi dari bandara tersebut masih dapat dikatakan belum jelas, walaupun pada akhirnya akan mengerucut pada kandidat dua wilayah yang berada di daerah Temon yaitu pesisir selatan pada Kabupaten Kulonprogo dan daerah pesisir selatan pada Kabupaten Bantul.
    Menurut saya masalah pengadaan tanah memang begitu krusial ketika sudah dihadapkan pada masalah tentang pengadaan ganti rugi atas kepemilikan tanah oleh masyarakat. Dalam beberapa kasus tertentu, masyarakat mungkin kebanyakan akan merasa dirugikan dengan pemberian harga ganti rugi dalam bentuk uang yang seringkali lebih kecil dari nominal yang diharapkan, sehingga akan muncul masalah di kemudian hari. Namun, apabila lebih dicermati ternyata konflik pemberian ganti rugi juga erat kaitannya dengan maraknya muncul para spekulan tanah, ataupun pihak-pihak yang ingin berkepentingan pada profit semata, sehingga ketika proyek pengadaan tanah sendiri akan terhambat pada proses ganti rugi tersebut.
    Disini peran pemerintah dalam hal pemberian informasi menurut saya sangat penting pak. Sampai saat ini walaupun lokasi bandara sudah menerucut pada 2 tempat tersebut, nyatanya warga masyarakat di sekitar lokasi itu tidak begitu paham terkait dengan konsep pngadaan tanah yang benar.Menurut saya masyarakat kurang begitu peduli tentang adanya pembangunan bandara baru ini, sehingga apabila mereka ditanya tentang pembangunan bandara mereka memang mengetahui, akan tetapi mereka bingung apabila ditanyakan tentang keberlangsungan proyek tersebut. Di sisi lain, ternyata banyak pihak yang mengendus pengembangan bandara ini sebagai ladang bisnis yang begitu besa sehingga banyak muncul para spekulan tanah yang pada akhirnya dapat menghambat perkembangan bandara itu sendiri.
    Sudah seharusnya pihak pemerintah selaku pelaksana dalam hal ini lebih gencar lagi melakukan sosialisasi kepada warga masyarakat yang ada di wilayah itu sehingga munculnya konflik kepentingan dalam hal ini pengadaan tanah dapat dikurangi.

    AFWAN ANANTYA P
    11/312674/GE/06981

    BalasHapus
  59. Umi Alfiah 11/316507/GE/07082
    Saya sependapat dengan pemerintah jika kita mengaitkan dengan peraturan hukum yang telah disebutkan dalam paragraf pertama mengenai ganti rugi yang akan diterima oleh penduduk sekitar akibat pengadaan tanah bandara. Itu jelas akan meringankan penduduk karena dilihat dari sisi ekonomi pembangunan bandara tersebut akan membawa dampak positif bagi perekonomian masyarakat. Dampak tersebut juga tidak lepas dari persetujuan masyarakat yang dalam masalah ini sebagai pihak yang terugikan, karena tidak semua persetujuan itu akan lebih dengan mudah didapatkan. Umumnya tanah yang akan dibangun tersebut merupakan pengusaan tanah jelas terlihat dikuasai oleh masyarakat dan yang pasti msayarakat akan meminta lebih atas yang mereka punyai. Mungkin jika untuk pengembangan suatu wilayah itu merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh. Karena yang telah kita tahu bahwa kulonprogo sulit berkembang jika dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di DIY. Dengan dibangunnya bandara tersebut akan mengakibatkan pembangunan-pembangunan sarana pendukung yang lain seperti sarana aksesibilitas. Maka lambat laun mungkin akan berkembang sebuah kawasan perekonomian yang jauh lebih baik. Namun terlepas dari itu semua, secara zonasi apakah pengadaan tanah tersebut sudah cocok dan jelas diperuntukan oleh sebuah bandara atau belum, memungkinkan zonasi tanah tersebut menurut funsgsionalitas adalah untuk kawasan budidaya yang dimaksud disini adalah “pemukiman”. Pertanyaan lain kemudian timbul, apakah nantinya atau di masa yang akan datang pembangunan bandara tersebut akan berdampak negatif pada lingkungan sekitar. Dalam pembangunan bandara ini tentunya dapat mempertimbangkan aspek-aspek lain selain gantirugi. Sehingga tidak menimbulkan pro dan kontra di kemudian hari.

    BalasHapus
  60. Chaidir Arsyan Adlan
    10/300703/GE/06803

    Pembangunan bandara yang dibarengi dengan permasalahan pengadaan tanah atau lebih umum dikenal sebagai pembebasan tanah memang sudah jamak terjadi. Contoh lalu dalam periode singkat adalah mandeknya pembangunan bandara Samarinda Baru, di Kalimantan Timur. Banyaknya masyarakat yang menjadi opurtunis tak terkendali dalam melihat peluang yang ada.

    Dari aspek sosial, muculnya spekulan tanah yang mencari keuntungan itu dianggap wajar. Dalam mekanisme pasar dimana ada supply dan demand. Pemerintah disisi pengadaan tanah dan masyarakat di sisi penyedia tanah. Proses ini terjadi dalam mekanisme pasar dengan wajar sampai ditemukan titik temu harga yang sesuai. Namun perlu diketahui hal ini dapat menimbulkan sikap masyarakat yang mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Status masyarakat bergeser dari penerima harga (price taker) menjadi penentu harga (price maker), lebih jauh lagi ini dapat menjurus pada bentuk monopoli.
    Aspek lainnya dalam perspektif logika negara, kondisi dimana pemerintah sebagai pemegang kekuasaan cenderung memaksakan pelaksanaan pembangunan dengan mengabaikan kebutuhan utama kehidupan masyarakat yaitu tanah atau lahan. Dimungkinkan regulasi dimana masyarakat “harus” menjual kepada negara untuk kepentingan umum ini. Dengan segala konsekuensinya.

    Sebagai tambahan dalam pengadaan tanah, interaksi yang teradi tidak selalu antara negara dan individu. Namun dapat juga interaksinya berupa negara dengan sektoral. Dari aspek hukum, sejak dahulu sering terjadi overlap antara hukum yang berlaku pada tanah wilayat ini. Dahulu peraturan yang mengatur berupa UU Agraria dan saat ini bertubrukan dengan hukum sektoral lainnya seperti perairan, lingkungan hidup dan lainnya. Yang mana jika dikaitkan dengan konteks pengadaan tanah ini, maka prosesnya akan berhadapan dengan institusi atau lembaga sektoral terkait. Hal ini juga perlu dibuat mekanismenya. Sebab walaupun interaksinya dengan lembaga, sangat memungkinkan ada “permainan” dari orang-orang yang ada di dalam institusi tersebut dalam pembebasan tanah.

    Saat ini terdapat hukum yang mengatur terkait pengalihan hak atas tanah yaitu pada PP No.48/1994, dalam pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa “penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus”. Peraturan ini sifatnya masih general yang memastikan harus ada pelepasan dan penyerahan hak dengan cara yang disepakati untuk kepentingan umum. Namun saya belum menemui peraturan yang menjelaskan secara detail mekanisme ini. Maka dari itu dibutuhkan peraturan yang mengatur, dimulai dari peraturan daerah yang dapat menjamin tidak melambungnya harga tanah terlalu tinggi.

    Dari review yang disampaikan diatas, permasalahan lintas sektoral ini sudah sewajarnya juga ditangani oleh pakar-pakar ilmu, misalnya hukum dan politik yang berkaitan dengan kenijaksanaan pertanahan. Sosiologi yang mengkaji mengapa kebiasaan masyarakat ini membentuk pola yang sama dan penyelesaian masalah dengan pendekatan kemasyarakatan. Pakar-pakar ini yang dapat menyelesaikan masalah multi-perspektif dengan menerapkan konsep-konsep pertanahan yang dikembangkan pakar-pakar geografi dan perencanaan wilayah.

    BalasHapus
  61. Secara konsep sudah bagus untuk mempertimbagkan aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara. Namun, dalam pelaksanaanya pasti akan banyak hambatan mulai dari perdebatan akan nilai tanah yang ada, adanya spekulan tanah yang hanya ingin mencari kesempatan di balik kesemipitan saja, dan relokasi masyarakat yang ada di sana. Tidak semua masyarakat akan dapat menerima kebijakan yang diambil, karena berbafai faktor. Biasanya ada masyarakat yang tidak mau dipindah dengan dalih bahwa tanah ini merupakan warisan turun temurun dari keluarga dan sudah mendiami tempat itu sejak lama. Masalah lain juga timbul saat meminta surat kuasa tanah yang ada. Ada kemungkinan bahwa dari masyarakat miskin surat kepemilikan tanah sudah tidak ada, entah karena hilang atau karena memang tidak mempunyai sejak awal.
    Jika dalam diskusi pengadaan tanah dengan masyarakat sudah mendapat suatu keputusan dimana tercapainya keinginan pemerintah untuk mendapatkan tanah dari pemilik tanah yang ada, pembangunan bandara harus mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari efeknya terhadap lingkungan dan sesuai atau tidaknya terhadap RTRW yang ada. Bandara sendiri pastinya tidak banyak mengeluarkan limbah yang banyak terhadap lingkungan seperi pabrik, namun kemungkinan adanya limbah dan permasalahan lingkungan pasti ada. hal tersebut perlu ditinjau sebagai dampak pembangunan bandara. Selain itu pembangunan bandara sewajarnya harus sesuai peruntukan ruang yang ada yaitu sesuai RTRW. Penerapan pembangunan sesuai RTRW inilah yang terkadang susah dalam pelaksanaannya.
    Adam Abraham Wiwaha
    11/316614/GE/07180

    BalasHapus
  62. Rohmah Noor Rosyidah
    11 / 316613 / GE / 07179

    Saya sepakat dengan beberapa komentar dari rekan-rekan di atas, bahwa pengadaan tanah harus melibatkan diskusi antara pihak terkait dengan masyarakat di wilayah tersebut. Seperti yang kita ketahui seringkali usaha pembebasan tanah dalam suatu proyek merupakan permasalahan yang cukup rumit. Contohnya usaha pembebasan tanah masyarakat yang terkena dampak pembangunan Jalur Lintas Selatan di Kabupaten Gunungkidul. Apabila hal tersebut tidak didukung dengan adanya diskusi terbuka antara pihak pengembang dengan masyarakat mengenai kesepakatan biaya maupun bentuk dari ganti rugi, tentu saja wacana pembangunan bandara justru akan semakin tersendat.

    Di sisi lain, seperti yang disampaikan saudara Radifan bahwa apabila proyek pembangunan bandara ini terealisasikan maka hal tersebut dapat menjadi 'batu loncatan' dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kulonprogo. Seperti yang kita ketahui bahwa pengembangan sarana transportasi pada suatu wilayah akan mendukung pengembangan berbagai sektor usaha yang ada di wilayah tersebut seperti sektor ekonomi, jasa, industri dsb. Namun apabila dikaitkan dengan sektor utama di lokasi pembangunan bandara yaitu sektor pertanian, maka pertanyaan yang mendasar adalah apakah warga masyarkat yang berada di sekitar sudah siap atau mampu mengikuti berbagai perubahan baik ekonomi, sosial, dan bahkan budaya yang ada?

    Wilayah dengan sektor basis berupa ekonomi non-pertanian seringkali mempunyai perkembangan wilayah yang cukup baik. Oleh karena itu apabila bandara yang baru di Prov DIY benar-benar terealisasi di Kab Kulonprogo, maka ada suatu permasalahan baru dimana dikhawatirkan bahwa kegiatan non-pertanian yang dimungkinkan akan berkembang justru akan dimonopoli oleh investor-investor besar tanpa adanya peluang bagi masyarakat lokal.

    Oleh karena itu, perlu adanya peran pemerintah dalam kasus ini sebagai pembuat regulasi guna mengatur berbagai perkembangan sektor usaha yang akan berkembangan mengikuti pembangunan bandara di Kulonprogo. Selain itu pemerintah Kab Kulonprogo juga berperan dalam penyusunan tata ruang bandara, baik dari desain perencanaan teknis, dimana pemerintah menentukan tata letak yang sesuai bagi pengembangan kawasan bandara, serta berbagai fasilitas terkait seperti lokasi parkir, penginapan, rumah makan, maupun tempat peristirahatan. Selain itu juga perlu adanya penataan permukiman yang akan muncul seiring dengan perkembangan pusat pertumbuhan di Kab Kulonprogo. Sehingga diharapkan pembangunan bandara baru di Kab Kulonprogo mampu memecahkan permasalahan di bandara yang ada saat ini (Bandara Adisucipto), dimana kawasan bandara yang ada saat relatif cukup sempit.

    Saya juga sependapat dengan saudara Chaidir Adlan, dimana solusi dari berbagai permasalah ini yaitu dengan adanya keterlibatan berbagai pakar lintas-keilmuan dengan adanya penerapan konsep-konsep pertanian dan perencanaan wilayah.

    BalasHapus
  63. Nita Yunita Ferdiani (11/316485/GE/07064)

    Pengadaan tanah untuk pembangunan bandara baru di Kulonprogo sebagai pengganti bandara yang sudah ada sebelumnya (Bandara Adisucipto) di daerah Kabupaten Sleman, sejatinya pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Pengadaan tanah yang ada tidak semata-mata pemerintah memberikan mandat pada masyarakat untuk rela memberikan tanahnya untuk pemerintah, dengan imbalan adanya ganti rugi secara materi (individual), tetapi juga efek dan dampak pada aspek lain (sosial, ekonomi, lingkungan daerah). Karena pada dasarnya akan terjadi pemindahan status tanah, dari hak individu/ulayat (adat istiadat) menjadi hak organisasi (lembaga/pemerintah). Oleh karena itu perlu adanya penyatuan persepsi, visi, dan misi antara masyarakat dengan pemerintah/lembaga.

    Saya sependapat dengan komentar teman-teman di atas, bahwasannya pembangunan bandara di Kulonprogo ini memiliki nilai lebih dan kurangnya. Seperti yang dikatakan oleh Saudara Radifan, pemindahan Bandara Adisucipto (Sleman) ke Kulonprogo, disebabkan oleh sempitnya luas bandara, pendeknya landasan, dan wilayah sekitar bandara telah mengalami urban sprawl Kota Yogyakarta. Hal ini memicu perkembangan di daerah sekitarnya, sehingga berdampak pada semakin tingginya kepadatan penduduk dan semakin kompleksnya aktivitas masyarakat.
    Pro dan kontra juga terjadi dalam megaproyek ini. Pro akan berkaitan dengan program pembangunan dan aglomerasi pusat pertumbuhan dan perkembangan di Provinsi DIY, yang akan menyebabkan adanya multiplier effect multisektor (infrastruktur, perdagangan, industri, dll). Sehingga, kesejahteraan masyarakat sekitar akan meningkat. Sedangkan kontra akan berkaitan dengan permasalahan ganti rugi lahan. Seperti penjelasan mengenai ganti rugi pada artikel di atas, ganti rugi merupakan sebuah hak masyarakat, dimana lahan mereka yang terpakai akan diganti oleh pihak yang menggunakannya (pemerintah) berupa fresh money, relokasi permukiman, dll. Namun, dimungkinkan akan adanya pihak-pihak 'nakal' yang akan menggunakan kesempatan dari pembangunan ini untuk memainkan harga lahan, mengembangkan sektor-sektor lain secara tidak teratur (zonasi), investor dari luar Kulonprogo bahkan luar provinsi DIY yang gencar membeli lahan, yang kemudian dijual lagi dengan harga lebih tinggi, sehingga mematikan kesempatan dan potensi masyarakat domestik. Oleh karena itu, pemerintah secara tegas harus mengatur kebijakan dalam pengadaan lahan ini.

    Seperti yang dikatakan oleh Saudari Rohmah, pemerintah perlu membuat regulasi guna mengatur berbagai perkembangan sektor-sektor yang akan berkembangan mengikuti pembangunan bandara di Kulonprogo, dengan memperhatikan tata ruang yang dapat dituangkan dalam RTRW. Pembangunan bandara juga harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya agar tidak merusak aspek biotik, abiotik, dan budaya. Sehingga, sesuai dengan pendapat saudara Adlan bahwasannya perlu adanya keterlibatan peran dari berbagai pakar lintas keilmuan dalam membuat dan merencanakan konsep pembangunan ini.

    BalasHapus
  64. Menata sebuah wilayah memanglah tidak semudah membalikkan telapak sebuah tangan, begitu juga pengadaan tanah untuk bandara di Daerah Kulonprogo ini. Namun tidak menutup kemugkinan bahwa permasalahan tersebut tidak ada jalan keluarnya. Permasalahan yang paling mendasar yang terdapat didalam pengadaan tanah untuk bandara ini mungkin terletak pada ketidaksetujuan masyarakat setempat apabila lahannya oleh pemerintah setempat akan dimanfaatkan untuk pembuatan Bandara baru, mengingat Bandara sekarang yang terdapat diprovinsi ini “katanya dan sepertinya” sudah “terlalu sempit” untuk dimanfaatkan lagi, dan sudah saatnya untuk diperbaharui, mengingat masih terdapat lokasi di Provinsi ini yang layak untuk dibangun Bandara baru,yaitu di Kulonprogo. Namun permasalahan tersebut masih bisa di atasi dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain:
    1. Memberikan sosialisasi dan solusi kepada masyarakat mengenai dampak positif dan negatifnya Bandara baru tersebut, kemampuan menampung penumpang Bandara lama, dan bagaimana nasip warga selanjutnya.
    2. Memberikan ganti rugi (yang sepantasnya dan disetujui oleh warga sekitar) terhadap warga yang lahannya terkena proyek pembangunan Bandara baru. Karena beberapa kasus, biasanya ganti rugi tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah dikorbankan masyarakat sekitar (lahannya, tanamannya, bangunannya, dll)
    3. Pemerintah harus bertindak adil, tidak boleh hanya memihak salah satu pihak saja (tetapi harus mementingkan kepentingan umum), meskipun dalam UU No 26 Tahun 2007, Pasal 10 dan 11 Pemerintah Provinsi dan Kabupaten memiliki hak untuk menata ruangnya. Namun pada UU RI No 5 Tahun 1960, masyarakat juga memiliki hak untuk menikmati sumberdaya alam sesuai dengan kebutuhannya. Jadi, pemerintah harus bertindak adil dan tidak boleh bertindak semena-mena.
    4. Pemerintah faham dan mengerti terkait apa yang harus dilakukan mengenai dampak pembangunan Bandara tersebut sesuai dengan UU No 23 Tahun 1997 Pasal 10 Butir 1 dan Pasal 41 Butir 41 dan 42.
    5. Pemerintah faham, mengerti, dan melaksanakan UU RI No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

    Apabila sosialisasi terkait hal-hal di atas telah dilakukan oleh pemerintah, maka tidak menutup kemungkinan proyek pembangunan Bandara di Kulonprogo tersebut akan berjalan kembali. Hal ini terjadi karena masyarakat sadar bahwa pembangunan Bandara tersebut bukan semata-mata hanya untuk kepentingan pemerintah saja, tetapi untuk kepentingan umum (termasuk kepentingan masyarakat sekitar).
    M.Slamet (6940)

    BalasHapus
  65. Ketut Joshua Heningpraja Sariasa
    09/284354/GE/6595

    Kurang lebih saya sepakat dengan artikel diatas mengenai "Pengadaan Tanah untuk Bandara" studi kasus di Kabupaten Kulonprogo. Berdasarkan apa yang saya tangkap dari isi artikel diatas, yaitu stakeholder terkait rencana pembangunan bandara internasional (exclude masyarakat)telah mengupayakan ganti rugi tanah bagi masyarakat dengan cukup adil dan telah memberikan ruang bagi masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah untuk pembangunan bandara internasional Kulonprogo dengan mengacu pada UU No 2 tahun 2012 tentang "Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum", Perpres No 71 tahun 2012 tentang "Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepntingan Umum", dan Peraturan Kepala BPN 5 tahun 2012 tentang "Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah" seperti yang telah disebutkan pada artikel diatas.
    Saya sepakat dengan saudara Adlan bahwa pembangunan bandara (bahkan bukan hanya bandara, tetapi pembangunan infrastruktur umum lainnya) sering mengalami permasalahan seperti kasus yang telah disebutkan. dan dalam pengadaan tanah para spekulan tanah pasti akan bermain dalam penentuan harga tanah, dan hal itu merupakan hal yang wajar terjadi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
    Jadi, saya sepakat dengan artikel diatas bahwa masyarakat yang terkena dampak tidak perlu mengkhawatirkan penggantian kerugian karena telah mengacu pada regulasi yang tidak memungkinkan penentuan nilai kerugian secara sepihak. akan tetapi, ganti rugi akibat dampak pengadaan tanah untuk bandara ini bijaknya tidak hanya putus sampai pada pemberian ganti rugi atas baik berupa uang atau tanah pengganti. Stakeholder terkait pembangunan bandara, khususnya pemerintah harus bisa menjamin beberapa hal agar pembangunan bandara yang nantinya dapat menciptakan pusat perrtumbuhan baru di wilayah tersebut tidak menggeser kehidupan masyarakat baik sosial, budaya maupun ekonomi. Pertama, pemerintah harus bisa menjamin dalam zonasi kawasan pesisir kulon progo tidak terjadi tumpang tindih rencana pengembangan bandara, pariwisata, pertambangan, pertanian dan sektor lainnya yang selama ini menjadi sumber pendapatan kabupaten kulonprogo dan sumber matapencaharian masyarakat. kedua, seperti yang kita tahu, pembangunan bandara di suatu wilayah akan meberikan efek pengganda yang luar biasa terutama pada sektor ekonomi yang juga akan memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, peran pemerintah diharapkan dapat menjamin penataan ruang dalam pengembangan wilayah akibat dampak pembangunan bandara bertujuan mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. nyaman dalam artian masyarakat daerah tersebut memiliki ruang untuk mengekspresikan nilai-nilai sosial dan budaya yang slema ini sudah ada sesuai fungsinya sebagai manusia dan ntidak tergerus oleh pembangunan. produktif dalam artian memberi nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sehingga mampu meningkatkan daya saingnya. berkelanjutan dalam artian,kualitas lingkungan fisik tetap bisa dipertahankan untuk generasi selanjutnya. Harapannya masyarakat lokal bisa menjadi pemeran utama dalam pengembangan wilayahnya akibat dampak dari pembangunan bandara internasional tersebut.

    BalasHapus
  66. R. A. Siti Delima Amanda 0.
    11/316604/GE/07172

    Assalamu'alaikum Wr. Wb
    Saya sependapat dengan artikel tentang 'Pengadaan Tanah untuk Bandara' dimana rencana pembangunan bandara ini rencananya akan dibangun di Kulonprogo. Menurut saya juga bandar Adisutjipto sudah tidak terlalu kondusif lagi dimana pesawat yang mendarat di Adisutjipto ini sering melewati permukiman atau pusat kota. Dalam UU No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan pasal 53 ayat 1 yang berisikan setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan / atau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain. Dan juga bandaranya terlalu kecil untuk menampung baik orang-orang dalam negeri ataupun luar negeri, yangmana juga kota ini bukan hanya tempat wisata saja melainkan kota pelajar.
    Namun tidak dapat menutup kemungkinan juga apabila terjadi pro dan kontra dalam pembangunan bandara baru tersebut dan juga sebagai perencana wilayah harus melihat berbagai aspek yang bisa ditimbulkan akibat dari pembangunan tersebut. Kenyamanan dan keamana dari masyarakat cukup penting dalam pembangunan bandara ini, dimana masyarakat menjadi orang yang mendapat dampaknya. Sebagai pemerintah juga dalam membuat musyawarah atau keputusan dengan masyarakat atau stakeholder harus adil dan tidak berat sebelah pihak saja. maka dari itu pemerintah harus lebih bijaksana dalam memutuskannya,karena hal ini tidak hanya terkait dalam aspek sosial, tetapi juga kesesuaian lahannya juga.
    Wassalam
    Terima Kasih

    BalasHapus
  67. Ahmad Nur Alam S.P.
    11/316587/GE/07160

    Sebelumnya,bila rencana pembangunan bandara di Kulonprogo dilaksanakan maka saya akan setuju karena itu akan meningkatkan perekonomian di kulonprogo yang selama ini menurun bahkan konstan di titik rendah,hal itu akibat dari daerah-daerah yang ada di pinggiran Kulonprogo tidak menyalurkan bahan-bahan pokoknya ke Pusat wilayahnya namun malah kearah luar Kulonprogo.
    Namun ditengah sikap kesetujuan saya itu juga ada keraguan,keraguan tersebut terletak di bagian kesesuaian lahan untuk bandara dan pembebasan lahannya.Kesesuaian lahan maksudnya apakah lahan yang notabene masih masuk ke pesisir apakah akan sesuai untuk bandara?pasti angin pesisir yang kencang dan tanah yang pasir akan memberikan efek pada bandara dan pesawat yang akan landing.Sedangkan pembebasan lahan terkendala pada dana yang tidak sesuai antara yang disediakan dengan keinginan warga pemilik lahan,tentang pembebasan lahan yang semula saya kurang referensi ternyata sudah dibahas diatas,sehingga artikel di atas sangat membantu untuk pembelajaran penelitian saya.

    BalasHapus
  68. Trafika Anggini 11/316487/GE/07066

    saya fikir disini, pendapat teman-teman antar satu dan yang lain saling berkaitan dan isi nya pun tak jauh berbeda dan saling melengkapi satu sama lain :)
    Pemindahan bandara (pembangunan baru) di Kulonprogo bukan tanpa asalan. Semua telah dikaji oleh pihak yang bersangkutan. Terkait tanah sebagai media pembangunan, seperti yang telah dijelaskan oleh teman-teman, pembangunan ini menuai konflik. konflik datang atas dasar pemindahan permukinan, ganti rugi dan sebagainya. disini masyarakat merasa dirugikan. ya,secara psikis, ada ego yang telah tumbuh sejak masyarakat tinggal disana. sulit memahami ego tersebut.
    disisi lain, PT. Angkasa Pura juga memiliki alasan pemindahan tersebut. yang jadi masalah disini, masyarakat menolak pembangunan tersebut karena harus merelakan tanah mereka (meski ada ganti rugi). soal ganti rugi sudah banyak diutarakan teman-teman kan. Masalah ganti rugi. saya yakin berapapun dan apapun bentuk ganti rugi yang diberikan tidak akan pernah cukup tanpa "dibarengi dengan usaha dari kedua belah pihak". dan sebaiknya ganti rugi tersebut bersifat berkelanjutan agar tidak ada yang merasa dirugikan.
    selain alasan utama pemindahan bandara (sisi internal), ada alasan lain yang juga digembor-gemborkan yakni dengan adanya bandara baru di Kulonprogo akan membuat kehidupan masyarakat di Kulonprogo semakin membaik, tentu dari segi pembangunan. Pembangunan sendiri memiliki arti yang banyak, baik pembangunan masyarakat, fisik, lingkungan dan sebagainya.Tetapi jika direalisasikan akan kah seperti yang digembor-gemborkan?
    Proses pembangunan tidaklah cepat. semua dalam tahapan yang relatif lama dan selalu berkembang.kekuatan, kelemahan, hambatan, peluang menjadi analisis dalam proses tersebut. apakah masyarakat Kulonprogo siap dengan semua itu?
    Berkembangnya infrastruktur di sekitar lokasi bandara dan akses tertentu akan menumbuhkan pusat pertumbuhan.hadirnya pusat pertumbuhan membuat orang berbondong-bondong untuk datang ke tempat tersebut dalam berusaha, mencari kerja dan lainnya.Jika dengan dibangunnya bandara akan menyebabkan hal seperti itu, maka tentu banyak investor atau pendatang yang datang. bagaimana dengan masyarakat Kulonprogo yang bisa saja terpinggirkan dalam kondisi ini?
    kita belum tahu semua itu bila belum terjadi. namun untuk mengantisipasi hal seperti itu, baiknya ada peraturan atau regulasi yang mengatur itu semua. bahkan ditetapkannya secara pasti masterplan daerah Kulonprogo. Belum cukup dengan adanya masterplan, hukum pun harus diatur dan ditetapkan. banyak daerah yang jika di masterplan berupa suatu penggunaan lahan lain, ternyata pada kenyataannya berupa penggunaan lahan yang lain. padahal masterplan itu dibuat dengan memperhatikan tata ruang, zonasi, kebermanfaatan, dan lainnya. tak dapat dipungkiri adanya perubahan karena kehidupan itu dinamis, begitu pula kebutuhan, terlebih kebutuhan atas lahan maupun tanah. dengan adanya peraturan dan hukum yang jelas dapat mengurangi masalah-masalah yang akan datang.
    Hal penting lagi yakni, seluruh pihak yang berkepentingan saling terbuka, transparan,dan bekerja secara mutualisme. Pembangunan hakikatnya adalah membangun masyarakat (sebagai obyek maupun subyek). Kelemahan kita saat ini baik di Kulonprogo maupun di seluruh Indonesia adalah masyarakat kurang tahu hal-hal seperti ini. masyarakat tidak paham betul dengan pembangunan, tujuan pembangunan, dan lain sebagainya. solusinya adalah menyediakan wadah untuk sosialisasi maupun dialog.

    BalasHapus
  69. Ada beberapa hal yang akan saya tanggapi terkait tulisan mengenai pengadaan tanah untuk bandara. Pertama adalah penggunaan istilah ganti rugi. Menurut saya istilah yang lebih tepat adalah proses jual beli. Alasannya karena pihak Angkasa Pura selaku pemrakarsa pendirian bandara tidak melakukan sesuatu yang berdampak kerugian terhadap masyarakat yang tanahnya akan dibangun bandara. Sampai belum dilakukannya pembangunan masyarakat tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa.

    Karena fokus yang dibicarakan adalah pengadaan tanah, saya menambahkan bahwa selain faktor ekonomi yang terpaparkan dalam artikel tersebut ada hal lain yang tidak kalah penting yakni faktor sosial. Tatanan nilai dan kehidupan yang telah berjalan akan terganggu karena masyarakat akan berpindah ke tempat lain. Mata pencaharian masyarakat yang akan berubah akan mempengaruhi kehidupan sosialnya karena mendiami lokasi yang baru. Sejalan dengan hal tersebut, baiknya Angkasa Pura tidak hanya melihat daerah yang akan dibangun bandara, tetapi melihat secara lebih luas tentang daerah-daerah yang akan terkena dampak dari keberadaan bandara tersebut. Masyarakat yang pada awalnya hidup dari sektor agraria perlahan mulai mengubah kehidupannya. Terjadi pengalihfungsian lahan. Lahan pertanian diubah menjadi pertokoan, permukiman, maupun pusat perniagaan karena melihat potensi yang besar terkait keberadaan bandara. Dampak positifnya adalah perekonomian masyarakat meningkat. Sedangkan dampak negatifnya adalah dalam tahun-tahun mendatang akan menghasilkan area padat penduduk dengan berbagai macam masalah yang timbul. Dengan demikian hal tersebut harus diperhitungkan dan direncanakan dari awal oleh pemerintah sebagai pelaku pembangunan bandara.

    Muhammad Fauzi
    11/316475/GE/07055

    BalasHapus
  70. Indra Juni Yanto. 10/298034/GE/06791

    pengadaan tanah merupakan bagian dari proses pengembangan wilayah yang memiliki kedudukan yang penuh dengan kepentingan bersama maupun kepenrtingan khusus/tertentu. sehingga wajar rentan terjadi spekulasi dalam proses menuju kesepakatan yang adil dan berkelanjutan. sehingga proses yang menjadi titik penting untuk di lakukan yaitu proses ganti rugi sebagai upaya penghormatan kepada hak atas tanah dan kepentingan perseorangan yang telah di korbankan untuk kepentingan umum. dengan demikian SDA yg telah dimiliki oleh perseorangan tidak boleh dirampas sewenang wenangnya,demi mewujudkan keadilan tersebut maka perlu standar yg obyektif dalam hasil proses perundingan tersebut dalam meuju keadilan dalam pengadaan tanah tersebut.

    harga tanah pun harus diperhitungkan dalam menentukan ukuran harga dalam tawar menawar untuk pengadaan tanah. sehingga fakto-faktor yg mempengaruhi harga tanah perlu dirumuskan dalam musyawarah tersebut. seperti: lokasi tanah, jenis hak tanah, status penguasaan, peruntukan lahan, kesesuaian penggunaan tanah dgn RTRW, prasarana yg tersedia, fasilitas dan utilitas, lingkungan, dll. sehingga pada akhirnya kesepakatan harga pun dapat di tetapkan sehingga tidak ada lagi antara kedua pihak yang bernegoisasi saling bertentangan dan sewenang-wenang.

    BalasHapus
  71. Saya sependapat dengan beberapa pendapat teman-teman mengenai pengadaan tanah di wilayah pesisir Pantai Glagah, Kulonprogo. Benar, apabila pengadaan tanah di Kulonprogo harus dikaji lebih lanjut, dan didiskusikan dengan melibatkan masyarakat setempat yang akan menerima dampak langsung dalam pembangunan bandara. Karena bagaimanapun juga, masyarakatlah yang kaan menerima dampak langsung dari pembangunan bandara, baik itu dampak positif maupun dampak negatif, sehingga adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang kurang setuju atau bahkan tidak setuju untuk mengajukan keberatan terhadap megaproyek pembangunan bandara di Kulonprogo tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

    Berbagai dampak positif maupun negative dapat muncul dalam proses pembangunan bandara di Kulonprogo, berupa dampak terhadap lingkungan, social budaya dan perekonomiannya sendiri. Disini, pendapat saya lebih mengarah ke dampak social yang akan muncul terhadap pembangunan bandara dan tahapan sebelumnya yaitu pengadaan tanah untuk bandara tersebut.

    Meskipun sudah ada regulasi yang mendasari pengadaan tanah di Kulonprogo sebagai lokasi pembangunan bandara baru, namun kemungkinan adanya suatu spekulan tanah yang memanfaatkan kondisi masyarakat yang mudah terpengaruh karena sempitnya pemikiran mereka serta kurangnya pengetahuan mengenai UU. Masyarakat di Kulonprogo cenderung menolak pembangunan bandara di Kulonprogo, disebabkan karena kultur mereka yang cenderung akan memepertahankan tempat tinggal mereka sehingga mereka akan berat dalam melepaskan tanah mereka. Belum lagi matapencaharian masyarakat yang mayoritas berupa sector pertanian yang akan mereka tinggalkan, sehingga mereka akan beralih profesi yang bisa saja tidak sesuai dengan skill mereka. Di sini mereka sangat membutuhkan sosialisasi mengenai pengadaan tanah untuk bandara dan alternative matapencaharian untuk masyarkat di luar sector pertanian, sehingga dampak social dapat diminimalisir.

    Meskipun pembangunan bandara di Kulonprogo tersebut juga akan menimbulkan dampak positif, berupa peningkatan perekonomian dan peningkatan perkembangan wilayah di Kulonprogo, namun menurut saya pembangunan bandara di Kulonprogo memiliki dampak negative yang lebih banyak daripada dampak positifnya.

    11/313747/GE/07038
    Tri Nofitasari

    BalasHapus
  72. FIKRI FAUZI FIRDAUS
    09/284938/GE/06651

    Pembangunan bandara baru di DIY memiliki beberapa nilai plus dan minus. Pembangunan bandara baru ini merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dikarenakan Bandara Adisucipto tergolong sangat mungil sehingga di masa yang akan datang tidak akan mampu lagi untuk mengakomodasi traffic penumpang pesawat terbang. Namun di lain hal Bandara Adisucipto sangat access friendly, dimana pengguna sangat dimanjakan dengan jarak ke arah pusat kota, plus ditambah integrasi yang sangat baik dengan perpaduan Damri, Trans Jogja, dan Kereta Api. Yang menjadi pertanyaan dan harus dipecahkan dalam pembangunan Bandara Baru di Kulon Progo ini adalah apakah bandara baru ini mampu menyamai bahkan melebihi aspek access friendly serta integrasi yang mantap seperti bandara sebelumnya?

    Kembali ke arah pembebasan lahan, pembebasan lahan memang sudah ada peraturan perundang-undangannya. namun dalam pelaksanaannya pasti ada oknum yang mencari keuntungan. Pihak yang tanahnya akan digunakan untuk pembangunan bandara baru pasti akan mematok harga yang tinggi untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Padahal bisa jadi tanah tersebut sebelumnya dimiliki penduduk Kulon Progo yang telah dijual kepada oknum yang telah mengetahui rencana pembangunan bandara Kulon Progo. Tanah yang baru tersebut akan dijual kembali kepada pemerintah yang ingin membebaskan lahan dengan harga yang tinggi.

    Selain itu masalah lain yang terkait dengan lahan adalah status kepemilikan lahan. Perlu diperhatikan DIY ada tanah yang merupakan Sultan Ground. Tanah ini merupakan tanah milik kesultanan yang sebagian "dipinjamkan" kepada warga secara cuma-cuma dan turun temurun. Karena sifatnya pinjaman maka sewaktu waktu kesultanan berhak untuk mengambil kembali tanah tersebut apabila dibutuhkan. Hal ini juga harus diamati dalam pembangunan bandara di Kulon Progo. Tidak menutup kemungkinan ada tanah sultan yang diklaim menjadi hak milik perorangan karena sudah ditempati turun temurun. Oleh karena itu harus ada penelitian apakan di daerah rencana pembangunan bandara apakan ada Sultan Ground atau tidak. Apabila ada maka pembebasan lahan dapat dinegosiasikan dengan kesultanan.

    Hal terakhir yang harus diperhatikan dalam masalah pembebasan lahan untuk bandara baru adalah penjaminan kehidupan yang lebih layak oleh pemerintah. Pemerintah harus mampu menjamin kehidupan masyarakat yang lahannya digunakan, baik dari finansial sampau kepada pemberian lahan pengganti. Harus ada "simbiosis mutualisme" diantara kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan yang saling menguntungkan maka pembangunan bandara baru ini tidak akan mengalami banyak kendala

    BalasHapus
  73. Wilda Wija Bahana
    11/316622/GE/07187

    Saya setuju dengan pendapat saudara Radifan dimana lokasi bandara Adisucipto tidak relevan dengan ketentuan dimana bandara sebaiknya berlokasi jauh dari permukiman sedangkan bandara adisucipto sangat berdekatan dengan permukiman. Oleh sebab itu perlu adanya relokasi bandara yang akan direncanakan di Kulonprogo, tentunya hal tersebut ada pro dan kontra mengenai rencana tersebut. Yang mana ada beberapa pihak dan masyarakat yang dirugikan, oleh sebab itu perlu adanya musyawarah dan pemberian pengganti rugi yang setimpal dan sesuai antara pihak keduanya (pemerintah dan masyarakat) sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

    BalasHapus
  74. Saya sependapat terhadap artikel tersebut yang mengatakan bahwa rencana pengembangan bandar udara sering terhambat karena masalah pembebasan lahan. Pengadaan tanah untuk pembuatan bandar udara baru tentu saja harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat yang memiliki lahan di area bandar udara baru yang akan dibangun. Tentu saja hal ini akan menimbulkan efek yang beragam terhadap masyarakat. Pihak pengelola juga harus mempertimbangkan ganti rugi kepada pemilik tanah yang bersangkutan, baik dari hak atas tanah dan jumlah ganti rugi bagi para pemilik tanah. Penggantian terhadap kerugian akibat pengadaan tanah seharusnya diharapkan mampu memberikan tingkat kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik daripada sebelum terkena pengadaan tanah. Sehingga nantinya masyarakat dapat beralih mata pencaharian ke sektor lain di tanah yang baru misalnya di bidang jasa dan sebagainya.

    BERNIMAT BAI A'LAA
    09/284155/GE/6581

    BalasHapus
  75. SAFRIADY SITOMPUL
    09/284705/GE/6632

    Pembangunan Infratruktur merupakan hal penting dan strategis, dalam hal ini mengenai pembangunan Bandara di Kulon Progo dimana saat ini letak bandara Adisucipto berada di Sleman yang berdekatan dengan pemukiman warga. Pembangunan bandara di Kulon Progo memerlukan hubungan timbal balik antara masyarakat sekitar dengan pemerintah agar pembangunan bandara tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Pemerintah yang kini telah memegang izin relokasi Bandara Adisucipto serta Pengelolaan Bandara baru oleh Kementrian Perhubungan sudah dapat melakukan rangkaian proses yang diperlukan dalam hal pembangunan Bandara di Kulon Progo yang tentunya apabila mayarakat telah menyetujui pembangunan Bandara tersebut.
    Pemerintah harus memberikan ganti kerugian yang layak bagi masyarakat sekitar melalui musyawarah dan berbagai penilaian, misalnya penilaian mengenai ganti kerugian atas bangunan adalah berdasarkan nilai jual yang ditaksir instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab dibidang tersebut. Selain itu penilaian ganti kerugian juga dengan melihat tanahnya, yaitu harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau memperhatikan NJOP Bumi dan Bangunan yang terakhir.
    Dalam setiap pembangunan dengan melakukan pengadaan tanah hampir selalu memunculkan rasa tidak puas antara para pihak yang berkepentingan, terutama pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatas tanah hak milik yang terkena proyek tersebut. Permasalahan ganti rugi pada pengadaan tanah memang merupakan masalah yang rumit, namun serumit apapun haruslah diupayakan pelaksanaannya.

    BalasHapus
  76. Saya setuju dengan wacana mengenai pemindahan bandara AdiSucipto ke Kulonprogo. Hal ini disebabkan karena kondisi bandara Adisucipto yang sekarang sudah tidak ideal sebagai bandara, dimana kondisi keterbatasan lahan yang ada saat ini. Karena bagaimanapun, bandara merupakan pelayanan publik yang penting dan sangat menentukan keberlangsungan kelancaran mobilitas serta aksesibilitas bagi para penggunanya.

    Namun dalam proses pemindahan tersebut masih harus banyak yang dipikirkan lebih matang, termasuk yang paling penting adalah mengenai pembebasan lahan di Kulonprogo yang akan didirikan sebagai lokasi bandara yang baru. Saya setuju dengan mekanisme ganti rugi lahan melalui kesepakatan kedua belah pihak. Namun saya pikir ini akan memakan waktu yang sangat lama, karena ini melibatkan banyak pihak dan belum tentu semua warga mau untuk diganti rugi tanahnya, dengan alasan misalnya itu adalah tanah kelahirannya, dan lain sebagainya. Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di dekat tempat tinggal saya di Jakarta, yaitu konflik pembebasan lahan untuk pembangunan Banjir Kanal Timur. Konflik ini terlihat sangat rumit dan berkepanjangan. Sebagian warga banyak yang pasrah untuk diganti rugi, namun sebagian masih bersikukuh untuk tetap tidak meninggalkan lokasi tersebut. Hal ini tentu akan menghambat dalam pembangunan BKT tersebut.
    Dalam proses ganti rugi juga perlu adanya peraturan hukum yang jelas untuk menghindari para spekulan yang hanya akan memanfaatkan kondisi ini untuk mencari keuntungan semata. Dan masih banyak lagi yang harus dipertimbangkan.

    Menurut saya rencana untuk relokasi bandara ke Kulonprogo ini masih harus dikaji lebih dalam lagi dari berbagai aspek, seperti aspek fisik, sosial, ekonomi, dan lainnya agar dalam pembangunannya dapat memberikan manfaat yang lebih banyak daripada kerugian yang ditimbulkan, karena pembangunan bandara ini digunakan untuk jangka panjang.

    Fakhriah Aqmarina Quinta (11/321154/GE/07237)

    BalasHapus
  77. Bagus sekali pendapat kawan2.....tetapi tampaknya belum ada yang berani menyoroti permasalahan pengadaan tanah melalui perspektif GEOGRAFI POLITIK.....masih agak langka ya topik diskusi ttg Geografi Politik di Fakultas kita....coba dech kita mulai!

    BalasHapus
  78. pemindahan bandara tersebut pasti memiliki alasan dan pertimbangan tersendiri,,,apabila sampai di izinkan, berarti berbagai penelitian dan pertimbangan sudah dilakukan,,,
    untuk pindah lokasi diperlukan uji kelayakan, pengkajian area topografinya dan itu kurang lebih memerlukan waktu 6 bulan sampai 1 tahun...
    setelah ada kabar apabila bandara akan di pindah, harga tanah di sana naik drastis,,dari 50rb naik hingga 300 - 500 rb,,hal ini akn membuat pihak bandara mengurungkan niat untuk memindahkan bandara,,harga tanah yang ada menjadi permainan,,
    Sebenarnya saya sependapat dengan artikel ini. Menurut saya bandara Adisutjipto cukup berbahaya apabila berada di situ, karena bandara tersebut berada di daerah padat penduduk.
    tetapi, secara geografi tidak tepat bahwa apabila bandara akan di pindah dikulonprogo karena kondisi lingkungannya yang berada di pesisir pantai selatan yang memiliki tekanan udara yang kurang baik untuk aktivitas penerbangan, terutama untuk angin yang sangat berpengaruh untuk penerbangan.
    apabila memang di pindah di kulonprogo, masyarakat (baik sekitar bandara dikulonprogo maupun penumpang pesawat terbang) harus siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Secara otomatis, sekitar bandara pasti akan ada beberapa hotel atau penginapan, rumah makan, jasa traveler, dan lain - lain. Hal ini akan membuat masyarakat sekitar dirugikan. Akibatnya, Kulonprogo akan terus tertinggal dari daerah lain. Tidak hanya itu, para penumpang yang berasal dari luar Kulonprogo juga akan merasa dirugikan karena lokasi yang jauh sehingga harus mengeluarkan uang cukup besar untuk menuju ke bandara.

    11/316490/GE/07069


    BalasHapus
  79. Luara Biasa pendapat kawan2 semua.....terimakasih! Berbagai input & gagasan yang telah muncul, tampak sekali bahwa persoalan pembangunan merupakan pesoalan yang sangat komplek. Hal ini menunjukkan bagi kita semua bahwa perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah memainkan peran sangat dominan & sangat menentukan keberhasilan proyek pembangunan yang direncanakan. Untuk itu, tidak salah kiranya kawan2 mahasiswa memperluas cakrawala dan cara pandang terhadap proyek2 pembangunan, tidak hanya terbatas pada perspektif & pendekatan geografis semata...tetapi juga perspektif hukum, sosial, ekonomi dan budaya.

    BalasHapus
  80. menurut saya proses pembangunan bandara di kulonprogo ini hendaknya dikaji terlebih dahulu dengan menggandeng masyarakat yang tinggal di daerah sekitar..apabila proyek bandara tersebut jadi dibangun di kulonprogo, pemerintah juga harus siap menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan masyarakat sekitar yang mayoritas adalah sebagai petani dan nelayan..transisi kultur sosial ekonomi ini yang harus di antisipasi oleh pemerintah jangan sampai dengan berdirinya proyek bandara ini masyarakat setempat menjadi terpinggirkan.. pemerintah juga harus menyediakan lahan pengganti bagi warga yang lahannya dipakai untuk membuat bandara.. tentunya di wilayah yang sesuai bagi kehidupan mereka sehari-hari sebelum terjadinya proyek bandara ini..memang dengan adanya proyek bandara ini daerah kulonprogo akan menjadi semakin berkembang dan akan merubah kultur sosial ekonomi masyarakat sekitar yang tadinya sebagai petani/nelayan bertransisi ke sektor jasa..dilihat dari segi teknisnya menurut saya apabila bandara dibangun didekat pesisir pantai tentunya akan dapat sangat berbahaya apabila tekanan udara di laut kencang danmengakibatkan gangguan terhadap aktivitas penerbangan di bandara..waktu yang ditempuh oleh penumpang juga menjadi lebih lama karena lokasi bandara yang terletak jauh dari pusat kota sehingga penumpang harus mengeluarkan biaya ekstra dalam perjalanan..

    11/316515/GE/07090

    BalasHapus
  81. Melihat dari pendapat teman-teman sebelumnya, Saya sependapat jika bandara Adisucipto dipindah. Memang sudah saatnya dilakukan relokasi. Seperti yang kita semua tahu Bandara Adisucipto merupakan bandara internasional, sehingga lebih banyak pesawat yang mendarat yang menyebabkan kondisi di sekitar bandara menjadi sangat crowded dan overload. Selain itu, runway pendek sehingga harus dipindah agar runway tersebut bisa lebih panjang sehingga dapat meminimalisir potensi terjadinya kecelakaan.
    Saya juga setuju dengan artikel diatas terkait besarnya ganti rugi yg harus diberikan secara adil. Masyarakat juga harus melihat kedepan dan tidak perlu khawatir ataupun terpancing isu-isu yg dibuat spekulan tanah. memang keadilan terkait ganti rugi sangat penting , namun juga harus memikirkan dampak yg ditimbulkan dari pembangunan bandara baik secara ekonomi ,sosial ,budaya ,dll. Karena dengan adanya bandara baru akan dimungkinkan adanya diversifikasi ekonomi yg akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika masyarakat hanya menginginkan ganti rugi yg sebesar-besarnya saja maka keberhasilan pembangunan tidak akan tercapai. Oleh karena itu kebesaran hati masyarakat sangat penting sekali . Peran aktif masyarakat disini juga sangat diperlukan ,seperti yg telah disebutkan artikel diatas yaitu untuk mencegah spekulan tanah.
    Sehingga benar sekali yg dikatakan oleh pak Sutaryono bahwa memang dalam proses pembangunan tidak hanya melihat dari pendekatan geografis saja ,namun juga dari perspektif hukum ,sosial ,ekonomi dan budaya.

    11/316551/GE/ 07125

    BalasHapus
  82. Saya setuju dengan pengadaan tanah dan perhitungan ganti rugi kepada masyarakat yang dilakukan secara adil dan berdasarkan UU. Dan dari segi proses pengadaannya, memang yang dibutuhkan dalam tahapan pengadaan tanah adalah konsultasi publik yang mungkin dapat dilakukan dalam bentuk mediasi. Yaitu perlunya para pihak-pihak tertentu seperti pemerintah, masyarakat, BPN atau pihak lain yang terlibat untuk duduk bersama sehingga antarpihak dapat memahami masalah terkait. Karena belum tentu khususnya masyarakat mengerti bagaimana prosedur pengadaan tanah serta ganti ruginya. Selain itu masalah pengadaan tanah untuk bandara ini perlu lebih dipublikasikan dan terbuka, agar tidak terjadi isu-isu yang tidak benar atau malah cenderung “sok tahu” di kalangan masyarakat.

    11/313153/GE/06997

    BalasHapus
  83. Saya setuju dengan pengadaan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Proses ini memerlukan kesepakatan dan musyawarah dari semua pihak terutama masyarakat setempat mengenai ganti rugi dan daerah mana saja yang terkena dampak bandara, sehingga masing-masing pihak akan memahami, segala kepentingan terakomodir untuk kemudian dipecahkan bersama dan pembangunan bandara baru di Kulonprogo dapat terwujud dengan baik tanpa adanya konflik antar pihak. Bentuk ganti rugi yang diberikan juga tidak hanya berupa uang melainkan tanah pengganti dan permukiman kembali sehingga masyarakat yang terancam tergusur tempat tinggalnya tidak merasa dirugikan. Kebijakan mengenai pembangunan bandara baru di Kulonprogo juga diharapkan dapat menaikan perekonomian dan memberikan efek yang positif di daerah tersebut.

    11/316549/GE/07123

    BalasHapus
  84. saya beranggapan ada positif dan negatifnya dalam masalah pengadaan bandara baru ini.
    positifnya adalah dengan adanya bandara baru di daerah tersebut dapat timbul perkembangan pusat ekonomi baru yang dimana dapat menjadi nilai positif untuk pendapatan daerah sekitarnya, dan juga haruslah penggatian rugi atas lahan yang akan digunakan tersebut harus sesuai, dalam hal ini bukan hanya sesuai dengan NJOP nya saja, namun juga harus bermusyawarah antara kedua belah pihak sehingga di antara kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.
    negatifnya adalah pemerintah harus memikirkan sarana dan prasarana yang akan diperlukan dalam menunjang bandara tersebut, sehingga pastilah pemerintah akan lebih banyak mengorbankan waktu, biaya dan tenaga ekstra untuk membuat bandara tersebut yang layak dan tidak juga merugikan bagi konsumen pengguna bandara.

    09/285231/GE/06682

    BalasHapus
  85. Verry Octa K.
    11/316625/GE/07190

    Tanggapan saya mengenai artikel tersebut, pengadaan tanah dalam rangka pembangunan bandara di kulonprogo ini perlu dikaji lebih lanjut tentang dampak dan manfaat yang akan di dapat. apakah dengan membangun bandara yang baru akan lebih mendapatkan manfaat yang lebih besar atau justru hanya merupakan pemborosan terhadap anggaran yang ada. dalam prakteknya pun dalam pengadaan tanah untuk bandara di kulonprogo ini tidak sesederhana yang dibayangkan perlu adanya mediasi terhadap masyarakat sekitar daerah tersebut. perlu adanya tinjauan dari segala aspek yang ada spasial, ekologi, dan kompleks wilayah serta keadaan sosial dan dari segi hukum pertanahan yang ada. Pengadaan tanah juga perlu mempertimbangkan ganti rugi yang setimpal dan disetujui oleh kedua belah pihak dalam hal ini tidak hanya ganti rugi harga jual pada saat itu juga tertapi dampak yg akan terjadi setelahnya atau dengan kata lain ganti rugi kehidupan masyarakat dalam jangka panjang dan berkelanjutan. hal ini diharapkan dapat meniadakan spekulan-spekulan yang mencari untung dan menghambat proyek tersebut.tetapi sulit untuk pemerintah melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan kedua belah pihak, hal ini dipengaruhi masyarakat telah mengetahui lahan yang akan dibeli akan digunakan sebagai bandara yang baru hal ini semakin meningkatkan harga jual karena masyarakat akan menjual mahal tanahnya di atas harga normal dan membuat pemerintah berpikir dua kali menyesuaikan anggaran yang ada.
    Tetapi, jika proyek tersebut terhambat akibat tidak cocoknya ganti rugi yang dirasa cukup besar, pemerintah tidak perlu membangun bandara baru, tetapi dengan memaksimalkan serta meningkatkan kualitas bandara internasional adi sucipto, yang saya rasa jauh lebih efisien daripada menghambur-hamburkan anggaran untuk membuat yang baru, karena provinsi DIY sendiri yang tidak terlalu besar dan intensitas rute pernebangan yang masih dapat di handle oleh bandara adisucipto. memperpanjang landasan pacu di bandara yang sudah ada dan meningkatkan keamanan serta pelayanan yang ada saya rasa cukup untuk provinsi DIY yang tidak terlalu besar.
    Menurut Saya, tidak perlu membangun sebuah bandara baru yang diperlukan adalah meningkatkan optimalisasi sarana prasarana serta infrastruktur bandara yang telah ada agar selalu berada dalam standar internasional dan meminimalisir kecelakaan pesawat yang ada serta peningkatan pengamanan yang lebih baik. Terimakasih.

    BalasHapus
  86. Saya setuju dengan artikel ini bahwa memang pembangunan perumahan merupakan salah satu penyebab banjir . jika dilihat dari data menunjukan bahwa pembangunan perumahan di sleman 39% lokasi bermasalah dan masalah ini 62 % disebabkan oleh pengembang. sangat terlihat bahwa pihak developer banyak yg tidak peduli terhadap dampak yg akan ditimbulkan dan hanya memikirkan keuntungan semata.
    Disinilah sebenarnya ilmu geograf dapat berperan . Kita bisa saja membantu pihak developer dalam menentukan lokasi perumahan yg strategis dan tidak mengganggu lingkungan dengan memetakanya. Namun saya rasa pihak developer sudah tidak memperdulikan hal tersebut karena pihak konsumen juga tidak tahu bahkan juga tidak peduli, yg penting bagus ,murah ,dan lokasinya strategis. Mungkin solusi yg dapat dilakukan adalah mempertegas peraturan dan pengawasan serta pemberian sanksi yg tegas kepada developer yg nakal. Selain itu juga adanya penyuluhan kepada masyarakat agar hati-hati dalam memilih perumahan.

    11/316551/GE/07125

    BalasHapus
  87. Sesuai dengan prinsip ekonomi,semakin banyak permintaan maka harga akan semakin naik.. dalam masalah pembebasan lahan untuk bandara, tampaknya prinsip ini dimanfaatkan betul oleh para mafia tanah untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. sehingga harga tanah yang tadinya hanya berkisar 50rb/m kini melonjak hingga 300rb/m. dalam hal ini lagi-lagi pemerintah kecolongan start dari para mafia tanah yang dengan segera mengambil peran dalam proyek ini..

    pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya "koq bisa ya para mafia itu tahu persis lokasi yang selanjutnya akan dijadikan bandara?
    jikapun lokasi itu memang sudah diumumkan kepada masyarakat umum, kok bisa ya para mafia itu bergerak lebih cepat dari pemerintah..? padahal seharusnya sebelum merencanakan proyek, pemerintah sudah mengkalkulasi dulu berbagai potensi dan masalahnya termasuk mengantisipasi munculnya mafia-mafia tanah.. dan bukankah dalam aktivitas pemebebasan tanah sudah ada SOP-nya? artinya sudah ada panduan seperti perlunya bermusyawarah dengan masyarakat dan sebagainya? jika SOP itu dijalankan dengan benar, seharusnya tidak perlu terjadi masalah seperti ini..
    menurut saya, ada oknum pemerintah yang ikut bermain dalam masalah ini,karena para mafia tanah itu tak mungkin bergerak sendiri tanpa adanya koordinasi.. hehe

    syamsul ma'arif
    09/288473/GE/6743

    BalasHapus
  88. Menanggapi artikel diatas tentang “Pengadaan Tanah untuk Bandara”. Bahwa benar jika proses pengadaan tanah merupakan yang paling krusial. Ini karena mengandung unsur kesepakatan antar kedua belah pihak mengenai dampak jika bandara benar-benar akan dibangun. Selain itu didalamnya mengandung unsur “adu untung” baik oleh masyarakat maupun intstitusi yang membutuhkan tanah.
    Proses ganti rugi oleh institusi terhadap masyarakat yang terkena dampak pembangunan menurut saya sudah bijak dan bersahaja. Ini didasari oleh adanya pihak independen yang disetujui kementrian keuangan untuk menangani kesepakatan antara masyarakat yang punya tanah dan institusi yang membutuhkan tanah. Dengan adanya pihak independen diharapkan masyarakat tidak terbebani dalam memperjuangkan ganti rugi.
    Namun menurut saya apakah kerugian itu hanya dipandang pada saat kondisi masyarakat saat ini? Bahwa perubahan pola kehidupan dimasa datang akan berpengaruh besar terhadap kondisi perekonomian wilayah tersebut. Sebagai contoh pengurangan produksi padi dan lainnya. Belum lagi pihak independen tersebut apakah benar-benar independen? Diperlukan kontrol dari pemerintah supaya pihak independen tersebut benar-benar melakukan sesuai tugasnya dan tidak ada “kong kali kong” oleh institusi maupun masyarakat.
    Selain itu, bila telah terjadi kesepakatan terhadap masyarakat dengan institusi. Apakah Gubernur dengan serta merta menetaokan lokasi bandara? Harus ada evaluasi lebih lanjut oleh Gubernur apakah bandara tersebut tidak akan menimbulkan bencana sosial, ekonomi dan lainnya. Bagaimanapun juga Gubernur bertanggung jawab atas kesejah teraan masyarakat kedepannya.
    Terlepas dari hal di atas, bahwa prosedur pengadaan tanah yang ada menurut saya sudah cukup untuk menuju keadilan terhadap masyarakat dalam memperoleh haknya.

    Miftachul Hadi
    10/301408/GE/06858

    BalasHapus
  89. Saya setuju dengan artikel tersebut bahwasanya pengadaan tanah bandara merupakan hal sangat perlu dipikirkan dengan matang-matang mengenai konsultasi publik untuk persetujuan penetapan lokasi dan musyawarah pemberian ganti kerugian kepada masyarakat yang terkena dampak ditempatkannya bandara.
    Ada sisi positif dan negatifnya jika bandara tersebut akan diadakan di daerah Kulonprogo. Dari sisi positifnya, dilihat dari:
    (1) aspek ekonomi: maka daerah kulonprogo akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat sehingga memicu persebaran ekonomi wilayah yang merata di provinsi Yogyakarta.
    (2) aspek fisik : sangat mendukung karena bandara ditempatkan dipinggir pantai yang bertopografi datar.
    Tetapi dari segi negatifnya, tidak bisa dihindari masyarakat akan mengalami kendala mengenai akses menuju ke daerah Kulonprogo karena letaknya jauh dari pusat kota, Jika pemerintah bisa menjamin aksesibilitas yang lancar menuju Kab. Kulonprogo maka pengadaan tanah bandara tersebut bisa sukses.

    10/296747/GE/06772

    BalasHapus
  90. Memang sangat kompleks dan rumit bila persoalan sudah menyangkut kepentingan banyak pihak. Pemerintah yang menganggap bahwa perlunya lokasi bandara yang baru, terbentur kepentingannya dengan penduduk lokal yang berada pada lokasi tersebut. Memang sangat perlu kesepakatan antara dua belah pihak, agar sama-sama "diuntungkan" dan tidak terjadi perselisihan antar dua belah pihak.
    Pembangunan bandara yang berlokasi di pesisir pantai selatan perlu perhatian khusus dan teliti tentang kerawanan bencana yang dapat terjadi, dan seharusnya sudah dikaji dalam AMDAL. Seperti yang kita ketahui bersama ada banyak bencana yang mungkin saja terjadi di pesisir pantai selatan, seperti Tsunami, badai, hingga banjir yang di sebabkan oleh air laut yang meluap. Tentunya hal tersebut seharusnya sudah menjadi pertimbangan pemerintah terkait lokasi bandara di Klon Progo. Termasuk di dalamnya, apakah ekosistem laut tidak tergaggu atas keberadaan bandara yang berskala internasional ini.
    Jika memang bandara yang direncanakan bernama Nyi Ageng Serang ini benar-benar di bangun, pengembangan ke arah selatan akan sangat terbatas karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Hal tersebut akan membatasi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan yang seharusnya dapat dikembangkan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan.
    Bandara yang direncanakan dilengkapi dengan akses jalan tol serta kereta api ini akan sangat berpotensi menimbulkan lebih banyak konflik, mengingat pembebasan tanah yang sangat alot di DKI Jakarta. Memang tidak dapat dibandingkan dengan Jakarta, namun hal tersebut seharusnya dapat menjadi bahan kajian pemerintah dalam upaya pembebasan tanah yang di perlukan untuk kepentingan pembangunan bandara serta pengembangannya.

    09/286441/GE/6736

    BalasHapus
  91. '...you get what you want but not what you need...'
    -Fix You, ColdPlay-
    lirik yang disampaikan oleh band ternamaan asal Inggris ini setidaknya memberikan gambaran terkait problematika yang disampaikan oleh penulis artikel berjudul "Pengadaan Tanah Untuk Bandara". Mengapa?
    Pertama yang mau saya kritisi adalah penggunaan istilah "ganti rugi". Sebelum menuliskan tanggapan atas artikel ini, penulis menyempatkan waktu untuk sharing dengan beberapa rekan yang memiliki fokus studi terkait pemasalan tersebut, salah satunya adalah rekan dari Sospol. Dimana menurut rekan saya, penggunaan istilah "ganti rugi" dalam wacana sosio-humaniora sudah lama diganti dengan istilah "ganti untung". Karena idealnya, sebuah kesepakatan hanya 'mungkin' dapat terealisasikan apabila kedua belah pihak saling diuntungkan, bukanlah sebaliknya dimana satu pihak diuntungkan namun dipihak lain justru dirugikan. Logika ini kemudian memberikan banyak inspirasi oleh penulis untuk membidik permasalahan ini dari kedua 'kepentingan' yang ada. Dimana pemerintah disatu sisi, dan masyarakat di sisi yang lain.
    Kedua, meskipun izin relokasi Bandara Adisucipto serta pengelolaan bandara baru sudah diterbitkan oleh Kementrian Perhubungan dan tinggal eksekusi pembebasaan lahannya saja, namun hal tersebut bukan berarti bahwa Bandara Adisucipto akan berpindah tempat ke Kulon Progo. Karena seperti yang disampaikan oleh penulis artikel ini juga, apabila dalam proses hearing dengan masayarakat tidak ditemukan kesepakatan, maka mau tidak mau Adisucipto tidak akan berpindah tempat ke Kulon Progo. Sehingga semakin jelas, bahwa duduk permasalahannya sekarang adalah ‘berkenankah masyarakat untuk meralakan tanahnya dibangun sebuah bandara?’
    Tapi tunggu dulu, ada sebuah logika umum yang ‘mungkin’ salah kita tangkap atas hal tersebut. Apakah itu? Logika yang memberikan penafsiran tentang “bagaimana cara memberikan pengertian agar masayarakat mau berpindah tempat atau merelakan tanahnya untuk dibangun sebuah bandara”. Fakta yang luar biasanya, hampir sebagian besar yang memberikan komen atas artikel ini menurut penulis salah kaprah menafsirkan hal tersebut. Mengapa? Misalkan masayarakat ternyata setuju ataupun tidak setuju, janganlah dipahami secara sempit atas tindakan mereka. Karena meninggalkan tempat yang telah mereka huni mungkin samapai beberapa generasi dan pindah ke daerah sang sama sekali baru itu memang bukanlah perkara gampang, karena ada “historis dan romantika” yang masing-masing dari masyarakat alami. Sehingga, harapan penulis untuk para pembaca artikel ini agar lebih proporsional dalam menempatkan posisi masyarakat atas rencana mega proyek pemindahan bandara Adi Sucipto.

    Imanda Nico Kareza
    07/257472/GE/6356

    ***lanjutannya dibawah*****

    BalasHapus
  92. Terakhir, beberapa minggu yang lalu waktu mendengarkan ceramah Jumat Ustadz Yusuf Mansyur di Masjid Kampus UGM ada beberapa value yang penulis kira cukup make sense dengan permasalahan ini, salah satunya adalah manajemen bagi hasil. Ketika banyak pemberi komen atas tulisan ini mengesankan bahwa tuntutan paling utama dari pembebasan lahan ini adalah ‘pemberian materi yang setimpal’ menurut penulis justru sebaliknya. Apabila memang benar pemerintah memiliki iktikad baik untuk keberlangsungan hidup masyarakat yang tanahnya akan terkena dampak pembebasan lahan dalam jangka panjang, idealnya tidak “sekonyong-konyong koder” (istilah dalam bahasa jawa yang artinya ‘langsung tiba-tiba’) bertanya kepada masyarakat “kamu mau tak ganti uang berapa atas tanahmu?”.
    Menjamin akan kesejahteraan masyarakat yang akan terkena dampak pembebasan tanah itu mutlak adanya, dengan misalnya membuatkan perumahan baru, pengadaan lapangan kerja baru yang memungkinkan, ataupun alternatif solusi lainnya. Namun kekhawatiran akan adanya ‘penumpang gelap’ atas proses ganti-untung itu akan dapat diminimalisir ataubahkan dihilangkan abila masyarakat dilibatkan secara ‘nyata’. Maksudnya dilibatkan secara nyata, bukan lantas diterjemahkan dengan masyarakat akan diberi jatah lapanagan pekerjaan dilingkup bandara. Namun masyarakat memiliki ‘kepemilikan’ yang benar-benar mengikat anatara pihak pengurus bandara dengan masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembebasan lahan. Bagaimana caranya? Seperti yang disinggung oleh penulis atas value yang disampaikan oleh Ustadz Yusuf Mansyur, dengan memberikan saham atas kepemilikan bandara. Karena nyatanya, dengan model tersebut Yusuf Masyur sukses membbangun beberapa hotel dan pusat pebelanjaan disekitar bandara di salah satu kota, dan bahkan kini beliau berencana membeli sebuah pesat terbang komersial dengan metode tersebut. Disinlah poin besarnya menurut penulis atas sukses atau tidaknya restu dari masyarakat untuk berdirinya bandara baru di Yogyakarta.
    Karena dapat dibayangkan apabila perumahan diberikan, lapangan kerja dijamin, dan kepemilikan saham atas bandara diakui. Maka masyarakat mana yang akan menolak?hehe
    Tapi sekali lagi, semuanya ini berpangkal dari iktikad pemerintah itu sendiri. Kalau pemerintah memang serius memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, penulis yakin solusi ini tidak berlebihan. Namun sebaliknya, jika pemerintah tidak memiliki nyali untuk melakukan hal tersebut maka ide atas relokasi pembebasan lahan untuk bandara harus dikaji lebih mendalam lagi, khususnya dalam hal pemerhatian atas kesejahteraan masayarakat kedepannya.
    Demikian yang menjadi respon penulis atas artikel yang telah dibuat dengan cukup seksi dalam melihat duduk permasalah pembebasan tanah di Kulon Progo. Terkait hal-hal yang diluar dari lingkup hubungan antara faktor pemerintah dengan pemilik tanah memang sengaja tidak singgung, karena nanti akan terlalu jauh pembahasannya. Karena jelas ada unsur-unsur politk dibalik itu semua.
    Maka lirik yang disampaikan oleh ColdPlay diatas setidaknya menjadi kritik bagi pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kaitan erat atas Mega Proyek Pemindahan Bandara Adi Sucipto ke Kulon Progo.
    Terimakasih

    Imanda Nico Kareza
    07/257472/GE/6356

    BalasHapus
    Balasan
    1. siiip...Mantap sekali pendapat dan argumen kawan Imanda Nico Kareza (Mas atau mBak ya?. Persoalannya terletak pd pelaksanaan pengadaan tanah hrs mengikuti regulasi yg ada...istilah ganti untung pasti leih bagus, tetapi realitas tetap blm terakomodasi dlm regulasi yg baru. soal penyelesaian dengan berbagi sama, itu sudah dimungkinkan dilaksanakn berdsrkan UU 2/2012 jo Perpres 71/2012...silahkan dicek......persoalan yg tampaknya sulit diselesaikan adalah bermainnya spekulan, yg demi kepentingannya mereka berlindung dibalik kepentingan masyarakat luas......nah, problem2 seperti ini hemat saya, kawan2 Geografi musti perdalam agar ketika berada pd pengambil kebijakan mampu bertiindak lebih adil dan bijak

      Hapus
  93. Menurut saya yang akan menjadi kendala dalam pengadaan tanah untuk bandara ini adalah besarnya nilai ganti rugi tanah yang akan diberikan kepada masyarakat terkait dengan kepentingan umum. Berdasarkkan peraturan Presiden RI No. 65 tahun 2006, Pasal Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah, dimana penghormatana terhadap hak atas tanah tersebut merupakan suatu tambahan nilai terhadap tanah tersebut yang disebut dengan kompensasi, namun kompensasi tersebut serong disalah artikan deengan meminta nilai yang setinggi-tingginya dan tidak wajar sehingga para pemeriksa tanah sering menemukan kejanggalan. Jadi secara tidak langsung masyarakat yang memiliki lahan atau tanah yang akan digunakan sebagai pengadaan lahan untuk bandara akan mau merelakan tanahnya apabila dalam proses ‘ganti rugi’ mendapatkan untung baik dari segi ekonomi maupun sosial. Dan apabila hal ini tidak terjadi maka saya yakin akan ada beberapa orang yang tidak terima dengan proses ganti rugi tanah, karena kita tahu bahwa tidak semua masyarakat memiliki kesadaran dan pemikiran yang sama.
    Masalah berikutnya yang mungkin akan muncul setelah masalah ganti rugi selesai adalah apakah masyarakat mau pindah begitu saja ke lokasi permukiman yang baru?hal ini tidaklah mudah mengingat adanya budaya maupun tradisi turun temurun dalam masyarakat yang sangat sulit untuk diubah atau bahkan tidak mungkin. Solusinya adalah bagaimana pemerintah dapat memberikan mengikutsertakan tradisi dan budaya tersebut dalam pemberian lokasi permukiman yang baru.
    Demikian yang menjadi respon saya atas artikel yang dibuat.
    Amirrul Arifin
    07/254034/GE/6198

    BalasHapus
  94. Wow, komentar-komentar yang sangat dahsyat.

    seperti halnya telah dijelaskan pada komentar, banyak hal yang menyebabkan permasalahan pengadaan tanah ini menjadi mahal. namun dalam kacamata pribadi saya sendiri, sejak awal rencana pembangunan Bandara yang -katanya- akan dilakukan di Kabupaten Kulon Progo ini adalah rencana yang tidak melihat dari sudut pandang geografi.
    sebagaimana yang kita ketahui bahwa Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki tanah paling subur di Provinsi DI Yogyakarta sehingga menjadi salah satu sentra produksi bahan pangand di DI Yogyakarta.
    apabila kemudian pembangunan Bandara dilakukan, maka menurunnya produksi bahan pangan di Kulon Progo tentunya menjadi suatu keniscayaan.
    Pembangunan Bandara di Kulon Progo tentunya akan menyebabkan tumbuhnya koridor ekonomi yang menghubungkan antara Bandara-Kota Yogyakarta, atau bandara dengan wilayah lainnya sehingga tentunya akan menyebabkan tingginya angka perubahan penggunaan lahan.
    jika hal ini tidak diimbangi oleh kemampuan masyarakat setempat, maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan perekonomian yang awalnya dikuasia oleh masyarakat dan berbasis pertanian, akan beralih pada ekonomi yang dikuasai oleh investor asing dan berbasis pda ekonomi non pertanian.

    langkah terbaik sebenarnya adalah pembangunan Bandara dilakukan di Kabupaten Gunungkidul. terutama karena lahan yang tidak produktif dan harga lahan relatif lebih murah. hanya saja memang akses yang dibutuhkan untuk ke wilayah tersebut relatif sulit dengan morfologi yang bergunung-gunung

    namun hal ini tidak menjadi masalah jika kita melihat kembali akan dilaksanakan pembangunan terowongan yang menembus jajaran pegunungan karst yang menjadi masalah utama aksesbilitas. hanya saja hal ini akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
    lalu pertanyaan saya adalah, apakah memang pembangunan Bandara memang harus terburu-buru ?

    Ahmad Muhaimin
    10/301086/GE/06828

    BalasHapus
  95. kawan2 yang baik...luar biasa komentar & gagasan yg dimunculkan....silahkan diperdalam lagi kajian2 pembangunan wilayah secara komprehensif. Oya, tolong bantu beritahu kawan2 yg belum sempat submit komentar...masih ditunggu, ada sekitar 16 mahasiswa yg akan kehilangan skor 5 dari keseluruhan nilai dari saya..thank

    BalasHapus
  96. Try Mariance
    10/297674/GE/06775

    Saya sependapat dengan isi artikel tersebut mengenai pengadaan tanah di Kulonprogo. Sebagaimana pengadaan tanah merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan

    Untuk kasus ini apabila pengadaan tanah di Kulonprogo harus dikaji lebih lanjut, dan didiskusikan dengan melibatkan masyarakat setempat yang akan menerima dampak langsung dalam pembangunan bandara. Karena bagaimanapun juga, masyarakatlah yang kaan menerima dampak langsung dari pembangunan bandara, baik itu dampak positif maupun dampak negatif, sehingga adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang kurang setuju atau bahkan tidak setuju untuk mengajukan keberatan terhadap megaproyek pembangunan bandara di Kulonprogo tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

    Terkemukanya berbagai dampak positif maupun negatif dapat muncul dalam proses pembangunan bandara di Kulonprogo, berupa dampak terhadap lingkungan, sosial budaya dan perekonomiannya sendiri. Disini, pendapat saya lebih mengarah ke dampak social yang akan muncul terhadap pembangunan bandara dan tahapan sebelumnya yaitu pengadaan tanah untuk bandara tersebut. Meskipun sudah ada regulasi yang mendasari pengadaan tanah di Kulonprogo sebagai lokasi pembangunan bandara baru, namun kemungkinan adanya suatu spekulan tanah yang memanfaatkan kondisi masyarakat yang mudah terpengaruh karena sempitnya pemikiran mereka serta kurangnya pengetahuan mengenai UU. Masyarakat di Kulonprogo cenderung menolak pembangunan bandara di Kulonprogo, disebabkan karena kultur mereka yang cenderung akan memepertahankan tempat tinggal mereka sehingga mereka akan berat dalam melepaskan tanah mereka. Belum lagi matapencaharian masyarakat yang mayoritas berupa sector pertanian yang akan mereka tinggalkan, sehingga mereka akan beralih profesi yang bisa saja tidak sesuai dengan skill mereka. Di sini mereka sangat membutuhkan sosialisasi mengenai pengadaan tanah untuk bandara dan alternatif matapencaharian untuk masyarkat di luar sektor pertanian, sehingga dampak sosial dapat diminimalisir.

    Peningkatan perekonomian dan peningkatan perkembangan wilayah di Kulonprogo merupakan dampak positif dari pembangunan bandara di Kulonprogo namun menurut saya pembangunan bandara di Kulonprogo memiliki dampak negatif khususnya bagi masyarakat sekitar pembangunan bandara dibanding dampak positif yang dimunculkan sebagaimana PAD kulonprogo meningkat dan image kulonprogo terangkat di ruang publik sebagai bandara internasional dii Yogyakarta kelak.

    BalasHapus
  97. mudah mudahan masalah ini misa dikaji secara mendalam dalam bentuk karya tulis atau SKRIPSI...

    BalasHapus
  98. Kabar baik!!!

    Nama saya teddy dan saya dari Jawa Tengah Indonesia dan alamat saya KP. KADU RT 10 RW 04 KEL SUKAMULYA KEC CIKUPA KAB TANGERANG BANTEN, Saya baru saja menerima pinjaman Rp 3 Miliar (Small Business Admintration (SBA) dari Perusahaan Pinjaman Dangote setelah membaca artikel dari Lady Jane Alice (ladyjanealice@gmail.com) dan Mahammad Ismali (mahammadismali234@gmail.com) tentang cara mendapatkan
    pinjaman dari Perusahaan Pinjaman Dangote dengan tingkat bunga 2% tanpa lisensi atau biaya gurantor, saya baru saja melamar melalui email dan ikhlas selama prosesnya, awalnya saya takut mengira itu seperti penipuan perusahaan peminjaman sebelumnya, tetapi yang mengejutkan saya ini nyata bahwa saya juga berjanji akan memberi tahu lebih banyak orang, percayalah itu nyata 100%, pelamar lain dari negara lain juga dapat bersaksi.

    Email Perusahaan Pinjaman Dangote Melalui email: Dangotegrouploandepartment@gmail.com

    Email saya: teddydouble334@yahoo.com

    BalasHapus