Rabu, 16 Oktober 2013

PPL Berbasis Komunitas



PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN
BERBASIS KOMUNITAS

Oleh:
Sutaryono
(taryo_jogja@yahoo.com; 08122958306)
www.manajemenpertanahan.blogspot.com
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta


A.  Pendahuluan
            Dinamika wilayah yang mewujud dalam berbagai bentuk perkembangan wilayah terjadi di wilayah pinggiran kota maupun di wilayah perdesaan. Wilayah pinggiran kota dalam kajian urban peri sering disebut juga dengan berbagai istilah, antara lain rurban, rural-urban, peri-urban, rurban periphery dan urban fringe.  Browder, et al (1995) menyebutnya sebagai metropolitan fringe. Istilah ini menurut German Adel dikategorikan sebagai konsepsi tradisional peri urban (Adell, 1999). Browder, et al (1995) menyebutkan bahwa metroplitan fringe merupakan: (a) sebuah kenampakan pengembangan penggunaan lahan yang bervariasi, dalam keterkaitan antara kota dan desa; (b) wilayah transisi, antara penggunaan alamiah yang berorentasi pada aktivitas keagrariaan (pertanian) dengan aktivitas yang berorientasi kota secara progresif; (c) penggunaan lahan untuk pertanian, tenaga kerja dan keterkaitan dengan perdesaan mulai memudar bergeser ke arah aktivitas kota, dan jarak ke pusat kota menjadi lebih singkat; (d) didiami oleh penduduk miskin yang berasal dari wilayah perdesaan, yang sebagian bergerak di sektor informal; (e) pola pertumbuhan heterogen seperti pertumbuhan kota yang menggeser eksistensi lahan pertanian dan desa, munculnya migran perdesaan yang menunjukkan transitional social space, proses sub urbanisasi seperti munculnya sewa lahan, adanya peluang pemilik modal untuk mengakuisisi lahan, spekulan dan  sektor informal lainnya (Browder et al., 1995 dalam Adell, 1999 ).
Tesis Browder et al di atas, memberikan implikasi pada munculnya degradasi dan deteriorisasi lingkungan perkotaan dan pinggiran kota yang mewujud dalam masifnya pemekaran kota, tercemarnya air, udara dan tanah dengan berbagai polutan, tumbuh suburnya slum area dan sektor informal, menurunnya permukaan tanah dan permukaan air tanah, meningkatnya banjir, semrawutnya tata kota & tata bangunan. Kondisi demikian, perlahan tetapi pasti semakin bergerak menuju wilayah pinggiran kota dan perdesaan.  Untuk mengantisipasi dan mengurangi meluasnya degradasi dan deteriorasi lingkungan yang semakin meluas ke arah perdesaan perlu dilakukan pengendalian lahan. Pengendalian lahan dapat berjalan secara optimal apabila melibatkan komunitas masyarakat (lokal) secara aktif partisipatoris, mengingat komunitas inilah yang paling mengerti dan paling berkepentingan terhadap lahan di wilayahnya.  Pelibatan komunitas masyarakat dalam pengendalian lahan ini dapat diimplementasikan melalui proses dan mekanisme penataan ruang.
Secara yuridis, peran komunitas masyarakat dalam penataan ruang sudah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini menunjukkan bahwa pelibatan komunitas masyarakat dalam penataan ruang secara partisipatif merupakan suatu keniscayaan untuk mewujudkan keberlanjutan masa depan wilayah. Dalam hal ini salah satu esensi implementatif dalam penataan ruang adalah perencanaan penggunaan lahan.  
Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas ini merupakan salah satu alternatif pengendalian lahan yang dapat dilakukan pada berbagai kondisi wilayah dan komunitas, baik komunitas kota, desa ataupun komunitas adat tanpa menafikan keberadaan institusi pemerintah yang bertanggungjawab dalam perencanaan penggunaan lahan.

B.  Urgensi Pengendalian Lahan Partisipatif
Pergeseran paradigma pembangunan yang mengarah pada pembangunan terpadu berbasis komunitas lokal atau masyarakat setempat (people centered development) mendapatkan momentum pada era otonomi dan desentralisasi. Artinya, daerah otonom mempunyai peluang yang cukup luas untuk melakukan insiasi dalam penataan ruang dan wilayahnya sesuai dengan aspirasi dan kondisi masyarakatnya (Sutaryono, 2008). Peluang ini memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk menginisiasi penataan ruang berbasis komunitas yang esensinya adalah pengendalian ruang (lahan) secara partisipatif.
Pengendalian ruang (lahan) secara partisipatif ini dikedepankan mengingat persoalan mendasar berkenaan dengan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang selama ini berkisar pada: (1) kurangnya informasi dan sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan tata ruang menyebabkan kurang dipahaminya kebijaksanaan penataan ruang oleh masyarakat, dunia usaha maupun oleh aparat pemerintah; (2) persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap rencana tata ruang, seringkali menjadi penyebab terjadinya conflict of interest antar segenap stake holder; (3) rencana tata ruang kurang mampu mengakomodasikan kepentingan segenap stake holder yang mempunyai kompetensi terhadap pemanfaatan ruang. Hal ini menyebabkan disharmoni dan konflik tata ruang tidak mendapatkan ruang sebagai media penyelesaian masalah; (4) kebijakan dan strategi penataan ruang suatu wilayah tidak konsisten dan terpadu. Hal ini sering terjadi ketika pengambil kebijakan tidak mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan wilayahnya atau juga adanya pergantian kepemimpinan pemerintahan yang diikuti oleh berubahnya kebijaksanaan penataan ruang; (5) pendekatannya normatif dan cenderung berorientasi pada aspek fisik semata tanpa mempertimbangkan aspek non fisik yang sangat pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah; (6) terlalu berorientasi pada kepentingan pemerintah dan ada kecenderungan bahwa pendapat dan kebijakan pemerintah sebagai pengelola wilayah adalah  hal yang paling benar; (7) tidak/kurang pekanya pengelola wilayah terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat; dan (8) rendahnya partisipasi masyarakat, mengingat belum tersedianya ruang interaksi yang cukup antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka penyusunan rencana tata ruang (Sutaryono, 2008).
Beberapa persoalan di atas mewujud dalam tidak terkendalinya pemanfaatan lahan, meningkatnya degradasi lingkungan, munculnya konflik dan disharmoni sosial serta terganggunya keberlanjutan wilayah. Realitas ini mengharuskan pemerintah untuk melakukan berbagai agenda aksi berkenaan dengan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian lahan untuk mengantisipasi dan mengurangi berbagai persoalan di atas. Dalam hal ini, pemerintah harus berkolaborasi dengan semua stake holder  yang berkepentingan terhadap lahan, utamanya adalah komunitas masyarakat.
Komunitas masyarakat di sini dimaknai sebagai a group of interacting people living in a common location[1]. Dengan demikian komunitas masyarakat dapat dianalogikan sebagai komunitas lokal, baik komunitas perkotaan, perdesaan ataupun komunitas adat. Komunitas masyarakat ini memainkan peran paling penting dalam menjaga keberadaan ruang wilayahnya masing-masing. Komunitas kota bertanggungjawab terhadap keberlanjutan wilayah kota, komunitas desa sangat berkepentingan terhadap terjaganya lingkungan perdesaan dari segala macam kerusakan lingkungan dan komunitas adat sangat berkepentingan terhadap ‘habitat’ aslinya. Peran ini tidak dapat dinafikan dalam pengambilan kebijakan terhadap ruang.
Dalam konstelasi keilmuan, pemaknaan terhadap ruang semakin berkembang. Ruang sebagai objek pembangunan tidak hanya dipahami pada ruang fisik semata (lahan), tetapi juga ruang mental dan ruang sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat yang merupakan respon terhadap perubahan. Lefebvre dalam The Production of Space mengkonstruksikan ruang (space) sebagai field  yang terdiri dari: (a) physical (natural) space; (b) mental space; dan (c) social space (Lefebvre, 1991). Ruang fisik (physical space)  merupakan objek pembangunan yang paling mudah untuk diamati, mengingat gejala ini sangat kasat mata dan bersifat fisik. Ruang mental (mental space) dapat berbentuk pada perubahan logika dan pola pikir masyarakat dalam merespon berbagai perubahan, sedangkan ruang sosial (social space) berhubungan dengan entitas individual dan interaksi sosial di masyarakat. Dalam hal ini ruang sosial dipahami sebagai human space yang memberikan dinamisasi sosial yang dapat mengarah pada kohesivitas sosial maupun konflik di masyarakat (Tuan, 2001).
Perkembangan pemaknaan terhadap ruang sebagaimana di atas menjadikan komunitas masyarakat merupakan bagian ruang yang tidak dapat dipisahkan dengan ruang secara fisik (lahan). Dengan demikian, pengendalian ruang (lahan) secara aktif partisipatoris merupakan sebuah keharusan untuk mewujudkan pengelolaan ruang (lahan) secara baik, berkeadilan dan berkelanjutan.


C.  Penyelenggaraan Perencanaan Penggunaan Lahan Partisipatif
Implementasi pelibatan komunitas masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan partisipatif dapat dilakukan melalui kegiatan penataan ruang wilayah. Pelibatan di sini tidak sekedar formalitas belaka, yang melibatkan komunitas masyarakat dalam berbagai pertemuan formal berkenaan dengan perencanaan penggunaan lahan, tetapi lebih jauh lagi menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dan meningkatkan pemberdayaan. Prinsip pelibatan komunitas ini perlu dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Dalam pendekatan ini masyarakat tidak dijadikan sebagai obyek pembangunan belaka tetapi dijadikan sebagai subyek yang ikut menentukan keberhasilan sebuah program penggunaan lahan yang esensinya adalah pengendalian lahan. Komunitas masyarakat diberi kewenangan dan otoritas untuk merencanakan dan menentukan pilihan-pilihan secara aktif dalam proses perencanaan penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang. Pendekatan ini akan mendorong semakin kuat dan aktifnya proses pemberdayaan masyarakat.
Pergeseran paradigma pengelolaan lingkungan dari Atur Dan Awasi (ADA) menuju paradigma Atur Diri Sendiri (ADS) menjadikan peluang komunitas masyarakat dalam mengatur wilayah masing-masing melalui perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas mendapatkan momentum yang tepat. Paradigma ADS dalam pengelolaan lingkungan dan wilayah mensyaratkan adanya fleksibilitas dan local wisdom yang mampu menggerakkan komunitas masyarakat secara aktif partisipatoris dalam berbagai tindakan pengendalian lahan. Dalam hal ini pemerintah tidak perlu membuat regulasi yang rigid dalam mengatur penataan penggunaan lahan pada aras mikro komunitas, tetapi cukup memberikan rambu-rambu (aturan) yang bersifat pokok saja. Komunitas masyarakat diberikan kesempatan untuk berinisiatif dan berkreasi dalam mengatur ruang wilayahnya agar dapat bermanfaat secara brkelanjutan bagi seluruh anggota komunitasnya tanpa merugikan komunitas di wilayah lain dan melanggar regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. 
Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yang mengedepankan semangat menghindarkan diri dari NIMBY Syndrome (Not in My Back Yard Syndrome)[2], dapat dijadikan prinsip utama sebuah komunitas untuk mengatur wilayahnya sendiri secara baik dan berkelanjutan tanpa memberikan kerugian bagi wilayah di sekitarnya. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka self of belonging setiap komunitas terhadap keberadaan wilayahnya menjadi tumbuh. Artinya, setiap anggota komunitas masyarakat akan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, yang bisa jadi akan memberikan dampak yang merugikan bagi keberlanjutan sebuah wilayah.
Pelibatan secara aktif partisipatoris komunitas masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan ini akan mampu melahirkan gagasan-gagasan cerdas dalam mengatasi persoalan keterbatasan lahan. Misalnya, keterbatasan lahan dan ketidakteraturan permukiman yang telah disadarinya memungkinkan tumbuhnya gagasan untuk melakukan konsolidasi tanah perkotaan ataupun melakukan land readjustment[3] guna memperbaiki kondisi spasial wilayah permukiman agar tidak berkembang menjadi wilayah yang kumuh.  Gagasan lain yang sudah cukup banyak dilakukan adalah pengaturan sampah dan limbah domestik secara bersama-sama yang mampu mengendalikan permasalahan sampah dan limbah secara lebih ekonomis dan efisien.
Beberapa wacana dan agenda aksi yang perlu didorong untuk mewujudkan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yang mampu menjadi instrumen pengendalian lahan secara partisipatif antara lain:
1.     menetapkan komunitas masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam penataan wilayah melalui peraturan perundang-undangan;
2.     memberikan kesempatan kepada komunitas masyarakat, baik secara politis maupun sosial untuk mengatur wilayah masing-masing melalui perencanaan penggunaan lahan partisipatif dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3.     memfasilitasi komunitas masyarakat dalam merencanakan, memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang dalam upaya mewujudkan keberlanjutan wilayah melalui berbagai pelatihan teknis, jasa konsultansi hingga dukungan pembiayaan;
4.     mengkampanyekan pentingnya masa depan wilayah melalui pengelolaan lingkungan dan lahan dengan pendekatan Atur Diri Sendiri, tanpa melanggar regulasi dan memberikan dampak merugikan bagi wilayah lainnya;
5.     menetapkan satu komunitas masyarakat berikut wilayahnya sebagai pilot project perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yang dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak-pihak terkait.
Beberapa agenda di atas layak dikedepankan mengingat bahwa di era pembangunan yang memfokuskan people centered development tidak akan terlepas dengan pemberdayaan komunitas masyarakat. Pembangunan yang memberdayakan selalu menggunakan prinsip dasar perencanaan komprehensif yang melibatkan semua stake holder yang berkepentingan, utamanya adalah komunitas lokal. Namun demikian, apapun gagasan dan bentuk partisipasi komunitas dalam perencanaan penggunaan lahan, implementasinya sangat tergantung pada good will dan political will pengambil kebijakan, dalam hal ini Pemerintah Daerah.

D.  Penutup
Kebijakan dan pilihan strategi perencanaan penggunaan lahan yang menempatkan komunitas masyarakat sebagai subjek pembangunan merupakan bagian dari  pembangunan partisipatif yang perlu didorong dan diperjuangkan. Hal ini penting, mengingat kondisi berbagai wilayah di Indonesia sudah menunjukkan gejala degradasi dan deteriorisasi lingkungan yang yang diakibatkan oleh kebijakan penataan ruang yang tidak mempedulikan komunitas masyarakat. Komunitas masyarakat sebagai ‘owner’, adalah pemangku kepentingan yang  paling dekat dan paling dapat diberdayakan dalam mewujudkan kelestarian lingkungan dan keberadaan wilayah secara berkelanjutan.  
Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas sebagaimana di atas merupakan salah satu alternatif pengendalian lahan yang partisipatif, murah, dekat dengan masyarakat, terkontrol oleh instansi terkait, taat azas, dan sesuai dengan orientasi pembangunan wilayah serta sesuai dengan karakteristik masyarakat kontemporer yang kritis partisipatoris. Ide dan gagasan ini dapat terwujud apabila kesadaran pembangunan wilayah secara partisipatif  dan paradigma Atur Diri Sendiri dalam pengelolaan lingkungan dan wilayah telah melembaga dan menjadi mainstream bagi segenap stake holder yang terlibat dan bertanggungjawab dalam penggunaan lahan.

E.  Daftar Bacaan

Adell, German. 1999. Theories And Models Of The Peri-Urban Interface: A Changing Conceptual Landscape. Development Planning Unit University College London.
Amler, B. etc., 1999. Land Use Planning: Methods, Strategies and Tools. Deuscche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ). Eschborn, Germany.
Hetifah Sj. Sumarto, 2004. Inovasi, Partisipasi Dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Lefebvre, Henri. 1991. The Production of Space. Basil Blackwell Ltd. Oxford.
Salampessy, J. 2008. “Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Tradisi Sasi Di Pulau Haruku Maluku Tenga” dalam Geografi Perdesaan: Sebuah Antologi. Ideas Media. Yogyakarta.
Sutaryono, 2008. Dinamika Penataan Ruang dan Peluang Otonomi Daerah. TuguJogja Grafika. Yogyakarta.
Tuan, Yi-Fu. 2001. Space and Place: The Perspective of Experience. University of Minnesota Press. Minneapolis.



[1] sering digunakan untuk merujuk kepada kelompok yang terorganisir di sekitar nilai-nilai bersama dan dikaitkan dengan kohesi sosial dalam lokasi geografis bersama, umumnya dalam unit sosial yang lebih besar daripada rumah tangga (diambil dari www.wikipedia.com)
[2] secara definitif  NIMBY SYNDROME adalah suatu gejala munculnya dampak negatif pada suatu wilayah (terhadap lingkungan biotik, abiotik, atau lingkungan sosial, kultural, ekonomi, politik) sebagai akibat dari proses dan program pembangunan yang dilaksanakan oleh wilayah lain (Yunus, 2008)
[3] Konsolidasi Tanah Perkotaan ataupun Land Readjustment merupakan salah satu sarana pembangunan kota yang melibatkan pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah yang bertujuan untuk membangun lingkungan perkotaan yang sehat dan menyenangkan melalui pembangunan infrastruktur seperti jalan, taman, drainase, saluran limbah, dll. serta pengaturan kembali tapak bangunan yang cocok bagi penggunaan lahan perkotaan.

82 komentar:

  1. Fridayanti
    11/316577/GE/07150

    Memang benar bahwa dalam perencanaan lahan penting untuk melibatkan masyarakat lokal. Hal ini karena masyarakat setempat yang jauh lebih paham tentang peruntukan yang terbaik dari lahan yang ada di sekitar mereka tanpa memungkiri tetap diperlukannya campur tangan dari pemerintah, sehingga perencanaan lahan yang baik menurut saya yaitu gabungan antara bottom-up dan top down. Pelibatan masyarakat lokal seperti yang disampaikan Pak Sutaryono yaitu dalam bentuk komunitas masyarakat. Komunitas masyarakat memang perlu diatur dalam perundang-undangan salah satunya untuk melindungi kepentingan mereka dari kelompok “orang berduit yang tidak jujur”, yang bisa saja melakukan bentuk kecurangan kepada pemerintah sehingga mengusik kepentingan masyarakat lokal dalam perencanaan penggunaan lahan, yang pada akhirnya pemanfaatan lahannya menjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan komunitas masyarakat, dampaknya bisa tercipta konflik. Satu wilayah sebaiknya hanya ada satu komunitas masyarakat agar hanya ada satu visi untuk perencanaan lahannya. Batasan wilayah bagi tiap komunitas masyarakat harus jelas untuk mencegah terjadinya konflik antar komunitas masyarakat.

    BalasHapus
  2. Saya sangat setuju dengan pendapat tulisan Pak Sutaryono mengenai pentingnya peran serta komunitas masyarakat setempat terhadap perencanaan penggunaan lahan. Masyarakat diharapkan dapat memberi masukan atau saran, kritikan, serta respons terhadap rencana penggunaan lahan agar nantinya pemanfaatan ruang oleh stakeholder terkait tidak merugikan berbagai pihak. Hal tersebut dilakukan mengingat semakin tak terkendalinya pemanfaatan lahan yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam pelibatan masyarakat untuk perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yakni dengan cara sosialisasi terhadap strategi dan rencana kerja yang dibantu oleh fasilitator yakni tenaga pendamping yang dapat mensosialisasikan kepada tokoh-tokoh masyarakat setempat. Dengan begitu, masyarakat dapat berperan dalam pengendalian penggunaan lahan ke arah yang lebih bermanfaat, tepat guna, dan nantinya dapat mendukung terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Partisipasi masyarakat dalam rencana penggunaan lahan juga dapat mengurangi terjadinya dampak negatif seperti bencana. Contoh nyata yang ada, masyarakat sekitar Gunungapi Merapi yang telah menerapkan pendekatan berbasis masyarakat sehingga mampu memotivasi sesama untuk bersiap dalam menghadapi risiko terjadinya bencana. Sependapat dengan sdri. Fridayanti bahwa partisipasi masyarakat yang menggunakan pendekatan bottom-up dapat meningkatkan kualitas perencanaan tata ruang wilayah. Namun, hal yang terpenting ialah pemerintah daerah yang harus dapat bertindak tegas dalam pengambilan kebijakan dengan mengedepankan partisipasi masyarakat.

    ANINDYAKUSUMA HAPSARI
    11/316478/GE/07057

    BalasHapus
  3. Khusnul Intan Dwi Fajar
    11/316588/GE/07161

    Komentar saya ini berbentuk critical review dari artikel berjudul Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas yang ditulis oleh Bapak Sutaryono yang merupakan Dosen di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) di Yogyakarta.
    Artikel ini secara garis besar menjelaskan bahwa untuk mengantisipasi dan mengurangi meluasnya degradasi dan deteriorasi lingkungan yang semakin meluas ke arah perdesaan perlu dilakukan pengendalian lahan dengan melibatkan komunitas masyarakat secara aktif partisipatoris. Menurut penulis perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas merupakan salah satu alternatif pengendalian yang partisipatif murah, dekat dengan masyarakat, terkontrol oleh instansi terkait, taat azaz dan sesuai dengan orientasi pembangunan wilayah.
    Dalam penulisan artikel ini, penulis sangat baik dalam memberikan penjelasannya karena terbagi dalam bab-bab. Namun akan lebih baik bila pada awal artikel, penulis menjelaskan bahwa pembangunan dilaksanakan oleh tiga komponen yakni negara (pemerintah), mayarakat, dan swasta. Sehingga pembaca memahami makna dari keimpulan poin kedua Serta untuk pemahaman lebih dalam sebaiknya penulis menyajikan data-data dan fakta mengenai masalah mendasar berkenaan dengan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang di suatu daerah. Kekurangan lainnya adalah penulis tidak memberikan informasi mengenai tujuan dan sasaran penulis dalam menulis artikel ini. Apakah penulis ingin memberikan kontribusi kepada para praktisi, mahasiswa atau umum, sejauh ini artikel hanya dilakukan berdasarkan penafsiran pembaca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih masukannya...tetapi apa yg anda sampaikan ttg tujuan & sasaran penulis itu sudah out of date. untuk tulisan essay atau paper sebagaimana di atas, hal itu tidak perlu...yg penting adalah gagasan apa yg disampaikan dan feasible atau tidak untuk diimplementasikan. Untuk critical review, sebaiknya berkenaan dengan substansi tulisan, bukan pada cara penulisan. tidak ditulisnya pelaksana pembangunan, penulis yakin bahwa semua pembaca sudah tahu sehingga tdk memerlukan lagi penjelasan. Begitu nggih...sukses slalu

      Hapus
  4. ILYAS MUSTAFA M.
    11/316522/GE/07097

    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas memang sudah seharusnya mendapat respon yang baik untuk semua pihak yang terlibat mengingat perkembangan wilayah yang semakin kompleks. Dalam perencanaan penggunaan lahan partisipatif ini komunitas masyarakat perlu dilibatkan untuk ikut berpartisipasi serta menumbuhkan rasa sadar akan tata ruang. Permasalahan terkait lingkungan yang diakibatkan oleh adanya penataan ruang yang kurang efisien sangat memerlukan penanganan dan solusi yang bijak. Masyarakat dalam hal ini bukannya tidak memiliki andil ataupun justru malah dikesampingkan namun perlu diberdayakan karena masyarakat ikut terlibat bersamaan dengan kelangsungan dan keberadaan lingkungan terutama penggunaan lahan. Untuk selanjutnya perencanaan penggunaan lahan yang sudah ada dapat dilaksanakan dengan pengawasan, pengendalian serta evaluasi secara bijak dan tidak lupa melibatkan masyarakat di dalamnya. Suatu keberhasilan pembangunan tentu saja dapat terwujud apabila pihak di dalamnya (pemerintah, masyarakat, investor dan pihak lain yang terlibat) dapat saling berkoordinasi dengan baik. Upaya yang dilakukan juga turut mempertimbangkan aspek berkelanjutan demi kelestarian dan kelangsungan lingkungan sebagai salah satu komponen penting kehidupan.

    Saya sangat setuju dengan artikel ini yang memberikan penjelasan tentang pentingnya peran serta kelompok masyarakat terkait penggunaan lahan. Secara keseluruhan artikel ini sudah cukup baik serta dipaparkan secara terstruktur dan runtut. Akan lebih baik lagi jika ditambahkan lagi penjelasan mengenai upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pihak terkait seperti pemerintah terkait pendekatan partisipatif untuk komunitas masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih....silahkan ditambahkan tulisan ttg apa saja yang sudah dilakukan oleh pihak terkait?

      Hapus
  5. Diwya Safitri
    11/319889/GE/07219

    Artikel Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas yang dituis oleh Bapak Sutaryono menurut saya merupakan suatu upaya yang perlu dijadikan perhatian lebih oleh pihak-pihak yang terkait dengan adanya kegiatan perencanaan penggunaan lahan yang ada seperti pemerintah, masyarakat, investor maupun pihak-pihak lain yang terlibat. Seperti yang telah dingkapkan oleh penulis bahwa keberadaan masyarakat maupun yang disebut sebagai komunitas sampai saat ini masih merupakan suatu formalitas belaka. Padahal sesungguhnya dengan adanya keterlibatan dari masyarakat maupun komunitas lokal yang ada maka perencanaan penggunaan lahan dapat berjalan dengan baik. Salah satu penyebab terjadinya konflik lahan adalah karena kurangnya koordinasi maupun sosialisasi dari pihak pemerintah terhadap masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya perencananaan penggunaan lahan berbasis komunitas ini diharapkan pastisipasi masyarakat terhadap perencanaan penggunaan lahan dapat meningkat dan dapat mengurangi risiko terjadinya konflik lahan. Selain itu pula dengan adanya partisipasi dan dukungan masyarakat atau komuunitas yang ada perencanaan penggunaan lahan dapat dilakukan secara tepat dan kebutuhan masyarakat akan lahan dapat terpenuhi secara maksimal. Dan adanya keterlibatan langsung komunitas maupun masyarakat dapat membuat komunitas yang terlibat tersebut memiliki rasa tangggung jawab yang besar terhadap penggunaan lahan yang ada dan turut menjaganya dari kerusakan mapun degradasi lingkungan yang mungkin terjadi
    Secara garis besar saya sangat setuju dengan adanya perencaanaan lahan berbasis komunitas seperti yang telah dijabarkan diatas. Namun, saat ini hal tersebut masih terasa sedikit sulit dilakukan karena adanya kebijakan yang berbeda antar wilayah dan kurangnya partisipasi masyarakat. Artikel diatas menurut saya sudah dapat memberikan gambaran betapa pentingnya perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas dengan bahasa yang mudah dipahami dan dipaparkan secara jelas dan runtut.

    BalasHapus
  6. Sellyta Novitasari
    11/313253/GE/07005

    Menurut saya dalam artikel yang berjudul "Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas" yang ditulis Bapak Sutaryono ini merupakan suatu artikel yang dapat membangun kepedulian masyarakat terhadap penggunaan lahan, dimana telah dijelaskan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dapat dikatakan berhasil ketika suatu komunitas seperti pihak pemerintah, swasta dan masyarakat dapat saling bekerjasama dan saling berkoordinasi dengan baik. Akan tetapi, hal tersebut berbeda dengan seperti yang dijelaskan oleh penulis, dimana keberadaan masyarakat dan komunitas lainnya hanya merupakan formalitas sehingga hal tersebut perlu diperhatikan. Hal tersebut perlu diperhatikan karena dengan keberadaan masyarakat sendiri untuk ikut berperan dan terjun langsung dalam perencanaan penggunaan lahan dapat membuat perencanaan penggunaan lahan tersebut menjadi baik, dimana masyarakat merupakan salah satu yang mengetahui langsung penggunaan lahan tersebut dan lebih paham dengan lahan yang ada disekitar mereka digunakan sebagai apa. Komunitas masyarakat ini akan memudahkan pemerintah dalam melaksanakan perencanaan penggunaan lahan, dimana dalam komunitas masyarakat itu sendiri perlu diatur dalam perundang-undangan agar dapat melindungi mereka dari orang-orang yang tidak jujur dan melakukan kecurangan terhadap pemerintah sehingga mengusik kepentingan masayarakat dalam perencanaan penggunaan lahan seperti yang dijelaskan oleh saudari Fridayanti.
    Maka dari itu secara garis besar saya setuju dengan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yang dapat melibatkan semua pihak terutama masyarakat sehigga dapat dijadikan suatu faktor pentingnya perencanaan penggunaan lahan yang mendorong adanya partisipasi masyarakat yang dapat meningkatkan kualitas perencanaan tata ruang wilayah, dimana juga diperlukan adanya peran pemerintah dalam memberikan kebijakan bagi partisipasi masyarakat.

    BalasHapus
  7. AHMAD DHILAL NASRULLOH22 Oktober 2013 pukul 01.47

    AHMAD DHILAL NASRULLOH
    10/305517/GE/06972

    Pada dasarnya artikel ini telah menjelaskan bahwasanya pemerintah harus lebih mengintensifkan komunitas masyarakat dalam aspek perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian lahan. Namun sekiranya perlu pula digambarkan secara lebih jelas dan dapat dipahami bagaimana konsep partisipasi masyarakat tersebut . Mungkin pada artikel ini peranan komunitas ,masyarakat bisa dikaitkan serta dikelompokkan dengan konsep partisipasi masyarakat oleh Sherry Arnstein (1969) dalam Suciati ( 2006) pada makalahnya yang termuat dalam Journal of America Institute Of Planners dengan judul “ A Ladder of Citizien Participation “ bahwa terdapat 8 tangga tingkat partisipasi masyarakat. Kedelapan tingkat partisipasi tersebut adalah : Manipulation, Therapy, Informing, Consultation, Placation, Partnership, Delegated Power dan Citizien Control. Menurut Arnstein, peran serta masyarakat adalah bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan mereka mendapatkan keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Lewat 8 tingkat partisipasi di ata, Arnstein menekankan bahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara bentuk peran serta yang bersifat upacara semu ( empty ritual ) dengan bentuk peran serta yang mempunyai kekuatan nyata ( real power yang diperlukan untuk mempengaruhi hasil akhir dari suatu proses. Misalnya saja pada point ke 5 pada wacana dan agenda aksi yang perlu didorong untuk mewujudkan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yaitu penetapan satu komunitas masyarakat berikut wilayahnya sebagai pilot project perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yang dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak-pihak terkait. Jika kita mengkaitkan point ke 5 ini dengan 8 tangga tingkat partisipasi masyarakat maka point ke 5 ini masuk ke dalam tingkat keenam yaitu Partnership. Sedangkan misalnya point ke empat yaitu mengkampanyekan pentingnya masa depan wilayah melalui pengelolaan lingkungan dan lahan dengan pendekatan Atur Diri Sendiri, tanpa melanggar regulasi dan memberikan dampak merugikan bagi wilayah lainnya. Jika kita mengkaitkan point ke 4 ini dengan 8 tangga tingkat partisipasi masyarakat maka point ke 4 ini masuk ke dalam tingkat ketiga yaitu informing. Kejelasan konsep serta pengelompokkan bentuk pada partisipasi masyarakat ini amatlah penting karena nantinya hal ini akan memberikan kadar kekuataan masyarakat dalam memberikan pengaruh perencanaan. Perlu dipahami pula bahwa peranan serta pelibatan komunitas masyarakat bukanlah sebebas bebasnya tanpa memandang hak dan kewajiban. Peran masyarakat serta komunitas pada perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang adalah bagian dari pengaturan keseimbangan antara hak dan kewajiban.Sehingga perlu dijelaskan pula mengenai hak hak yang dimiliki oleh masyyarakat serta kewajiban apa saja pula yang menyertainnya, begitu pula dengan pemerintah hal seperti itu jugalah berlaku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus sekali review-nya..........syukur2 bisa dituliskan disini tentang hak dan kewajiban masyarakat yg anda maksudkan

      Hapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf pak, kemarin ada beberapa salah redaksional ...isinya sama dengan komen di bawah Pak.

      Hapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  10. Menurut pendapat saya terhadap artikel Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas yang telah ditulis oleh Bapak Sutaryono, saya setuju terhadap peran partisipasi aktif dari masyarakat terkait dengan pemanfaatan penggunaan lahan. Suatu wilayah akan mampu berkembang dengan baik apabila dilakukan pembangunan yang mempertimbangkan segala aspek, yang terdiri dari aspek fisik, aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek budaya. Dalam hal ini partisipasi masyarakat telah mewakili dari aspek sosial yang diperlukan untuk melakukan pembangunan. Sehingga perencanaan penggunaan lahan diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Namun apabila suatu perencanaan penggunaan lahan tersebut dilakukan dengan terlalu mempertimbangkan aspek sosial dari partisipasi masyarakat, maka perencanaan tersebut kurang berkembang karena tidak mampu melakukan suatu inovasi terhadap perubahan yang baru.
    Perubahan ini dimaksudkan agar suatu perencanaan yang dilakukan bertujuan tidak hanya untuk mengembangkan wilayah lokal tersebut, tetapi juga bertujuan untuk memajukan pada tingkat level pembangunan yang lebih tinggi. Dalam hal ini perencanaan tersebut juga dilakukan harus untuk memajukan pembangunan di Negara Indonesia. Dengan berprinsip pada pola kehidupan, suatu perencanaan dapat dilakukan dengan baik. Mengingat tujuan dasar bahwa perencanaan penggunaan lahan dibuat dengan memiliki fungsi yaitu penggunaan lahan sebagai tempat tinggal, tempat bekerja, dan tempat melakukan kegiatan hidup lainnya. Maka dengan berpedoman pada asumsi tersebut, suatu perencanaan penggunaan lahan dirasakan sudah cukup terpenuhi dengan baik.

    Isti Anisya
    11/313649/GE/07032

    BalasHapus
  11. Ok...ayok ditulis usulan Dhilal

    BalasHapus
  12. Silahkan kawan2 lain merespon pendapat2 kawan2 terdahulu. Coba cermati comment Dhilal.....paling tidak, seperti itulah critical review

    BalasHapus
  13. Hani Hidayah (11/312768/GE/06984)
    Dari artikel diatas, yakni tentang perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas sangatlah erat kaitannya dengan melibatkan masyarakat atau mempersilahkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam sebuah perencanaan.Menurut Mikkelsen dalam Arif (2010) partisipasi biasa digunakan di masyarakat dalam makna umum. Adapun definisi partisipasi menurutnya yakni, partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek (pembangunan), tapi mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Sudah selayaknya kini masyarakat dilibatkan dalam sebuah perencanaan untuk kepentingan penggunaan lahan untuk membangun wilayahnya. Saya pribadi sangat setuju dengan uraian tulisan mengenai perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas tersebut. Pada dasarnya peran sebuah komunitas dalam sebuah perencanaan dan pembangunan adalah sangat besar. Karena, untuk membangun suatu wilayah, pihak yang lebih tahu mengenai masalah wilayah tersebut adalah komunitas atau masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah itu. Untuk itu, melibatkan komunitas atau masyarakat setempat harus dilakukan agar sebuah pembangunan suatu wilayah dapat berkembang dengan baik. Dalam melibatkan masyarakat di sebuah proyek tentu saja tidak asal melibatkan saja, namun harus dilandasi sebuah ilmu pengetahuan dasar yang mendasari mereka untuk dapat menyusun sebuah rencana. Dengan demikian pemikiran perencana dengan masyarakat setempat dapat searah yaitu menuju perbaikan. Harapannya, dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam melakukan sebuah perencanaan ini dapat membuka kesadaran masyarakat untuk melakukan pembangunan wilayah yang sustainable. Untuk itu, kini banyak peneliti menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk menganalisis partisipasi masyarakat desa terhadap sebuah pembangunan. Metode PRA ini merupakan pembaruan dari pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA) yang biasa digunakan sebagai alat analisa kawasan perdesaan dengan seperangkat variabel yang ditelaah dari gagasan pemetaan sekaligus perencanaan partisipatif dalam melihat potensi sekaligus permasalahan perdesaan. Adapun kelebihan dari metode PRA yaitu memiliki cita-cita menjadikan masyarakat menjadi peneliti, perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan.

    BalasHapus
  14. ROHMAH NOOR ROSYIDAH
    11/316613/GE/07179

    Saya setuju dengan artikel dan juga pendapat teman-teman sebelumnya, bahwa adanya perubahan paradigma pembangunan yang mengarah pada pembangunan terpadu berbasis masyarakat lokal, mau tidak mau memaksa pemerintah untuk lebih intensif memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut andil dalam berbagai tahapan dalam perencanaan. Dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan wilayah masyarakat merupakan pihak yang akan merasakan secara langsung dampak dari pelaksanaan penataan ruang. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah secara tegas disebutkan tentang peran masyarakat, dalam Pasal 65, bahwa “Pemerintah melakukan penyelenggaraan penataan ruang dengan melibatkan peran masyarakat”. Selain itu juga dapat dilihat dalam Peraturan Menteri PU No. 14/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan dan Penataan Ruang dapat menjadi tolak ukur mengenai peran masyarakat dalam penataan ruang. Berdasarkan beberapa kebijakan pemerintah tersebut dapat disarikan bahwa peran masyarakat dalam penataan ruang tersebut antara lain melalui (1) Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, (2) Partisipasi dalam pemanfaatan ruang, dan (3) Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
    Adanya kebijakan pemerintah yang pro akan partisipasi masyarakat seolah-olah membawa angin segar bahwa perencanaan penggunaan lahan telah sesuai dengan aspirasi maupun kebutuhan tiap komunitas lokal. Namun dalam kenyataannya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dalam berbagai jenjang hampir tidak pernah melibatkan masyarakat. Kalaupun ada partisipasi tersebut terbatas pada kalangan tertentu yang dinilai tidak mewakili kepentingan masyarakat luas. Menurut pendapat saya, realitas akan masih rendahnya bahkan tidak adanya partisipasi masyarakat juga merupakan bahasan yang cukup penting, mengingat masyarakat-lah yang akan menjadi subjek dalam perencanaan penggunaan lahan.
    Rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor baik secara eksternal dan internal. Secara eksternal, Menurut Suciati (2006), minimnya tingkat keikutsertaan masyarakat dalam tiap tahapan perencanaan salah satunya disebabkan karena kurangnya pemberian informasi dan pembinaan oleh pemerintah. Pembinaan pemerintah dalam penyelenggaraan tata ruang menurut UU 24/1992 meliputi mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat, serta menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan. Seharusnya pemerintah harus lebih kreatif dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang rencana penyusunan tata ruang dengan melalui media cetak dan elektronik. Selain itu menurut Hartuti (2011) juga disebabkan karena tidak adanya intermediary agencies atau agen-agen perantara yang menjadi penghubunga antara komunitas lokal dengan pemerintah. Agen-agen ini dapat berupa LSM atau organisasi sosial-kemasyarakatan lain. Sedangkan secara internal, kurangnya partisipasi masyarakat disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan yang berimplikasi pada rendahnya pemahaman masyarakat, kesadaran implementasi, dan komitmen masyarakat itu sendiri.

    BalasHapus
  15. Fadchuli Janah
    11/313188/GE/06998

    Saya sependapat dengan artikel tersebut dan pendapat dari teman – teman mengenai Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasisi Komunitas. Artikel yang dituliskan secara runtut memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami isi artikel. Secara garis besar artikel tersebut menjelaskan mengenai suatu perencanan khususnya perencanaan lahan yang telah mengalami degradasi yang kemungkinan akan mendapatkan dampak negatif pada waktu yang akan datang dan perlu menggerakkan partisipasi masyarakat sebagai pemiliki lahan secara nyata. Salah satunya dengan pemberukan komunitas yang fokus terhadap masalah perubahan penggunalan lahan. Peranan komunitas tersebut dirasakan akan bersifat lebih efisien dan efektif apabila mayoritas anggota komunitas adalah masyarakat lokal suatu wilayah tersebut (masyarakat asli). Masyarakat setempat adalah masyarakat yang memang mengetahui keadaan lahan secara nyata. Sehingga alternatif ini merupakan pengendalian yang bersifat murah. Namun peranan komunitas tersebut tidak langsung bergerak tanpa ada pengendalian. Saya juga setuju dengan pendapat saudara Ahmad Dhilal, dimana Pemerintahlah yang bertindak sebagai fasilitator, kegiatan pengendalian perubahan penggunaan lahan seutuhnya diberikan kepada masyarakat dengan panduan – panduan pemerintah yang bersifat nasional (sistem bootom – up ). Jadi bentuknya kegiatan diserahkan kepada komunitas yang telah terbentuk dengan inovasi atraksi maupun kegiatan dari komunitas untuk menarik perhatian masyarakat banyak dalam pengendalian tersebut. Dengan adanya aksi yang memang aksi yang dekat dengan adat, lingkungan, dan sejarah masyarakat setempat akan bersifat strategis. Aksi - aksi dari komunitas tersebut hendaknya diawali dengan memberian pengertian mengenai dampak – dampak dari perubahan lahan khususnya lahan pertanian menjadi non pertanian, serta pemberian pemahan mengenai seberapa strategis lokasi lahan masyarakat yang akan menjadi incaran shakeholder yang nantinya diharapkan masyarakat pinggiran tidak tegusur dan tidak melepakan lahannya dengan nilai tawar yang rendah.
    Bagi saya, bangsa yang besar adalah bangsa yang madani. Mereka mengetahui masalah dan potensi wilayahnya. Maka mereka juga yang mampu mengatasi masalah dengan potensi wilayah tersebut. Pemerintah adalah media legalitas cara masyarakat dalam mengatasi permasalahan wilayah.

    BalasHapus
  16. Dita Wulandari
    11/316430/GE/07049

    Saya rasa, artikel yang ditulis Bapak Sutaryono dapat membawa angin segar bagi para komunitas pecinta lingkungan mengingat adanya usulan untuk mematenkan komunitas masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam penataan wilayah melalui peraturan perundang-undangan. Hal ini akan membantu meminimalisir degradasi lingkungan yang kerap kali terjadi di Indonesia akibat ulah kegiatan manusia. Konsep ini akan membawa dampak baik karena perhatian terhadap lingkungan akan lebih tercurah sehingga ada pengawasan yang lebih ketat mengenai pembangunan dan tata lingkungan di suatu wilayah. Perencanaan Penggunaan Lahan berbasis komunitas dapat meringankan beban berat pemerintah untuk menjaga lingkungan dengan partisipasi masyarakat yang peduli dengan lingkungan tetapi bukan berarti pemerintah sama sekali lepas tangan jadi tetap harus ada pengawasan dari pemerintah. Saya rasa, konsep ini muncul akibat menipisnya rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah dalam bidang pelestarian lingkungan sehingga harus dilakukan evaluasi pemerintah yang berada di bidang kelestarian lingkungan. Selain itu, mengingat mahalnya penetapan UU dan lamanya proses penyusunan UU sehingga saya kurang setuju apabila komunitas ini ditetapkan melalui undang-undang. Namun saya rasa tanpa undang-undang, komunitas ini juga tidak akan bisa bergerak dan berpolitik sehingga kedudukannya kurang kuat.

    Pergeseran paradigma Atur dan Awasi menjadi Atur Diri Sendiri juga merupakan hal positif yang tentunya diharapkan menjadi pola pikir yang sudah tertanam sejak dini. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajarkan paradigma Atur Diri Sendiri pada pendidikan dasar, baik pendidikan dari lingkungan keluarga ataupun pendidikan dasar formal (SD). Sedangkan paradigma NIMBY seharusnya dapat diminimalisir mengingat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk yang tidak dapat hidup tanpa lingkungannya sehingga sudah seyogyanya manusia peduli terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik.

    BalasHapus
  17. Artikel yang di tulis oleh Bapak Sutaryono berisi mengenai degradasi dan deteriorisasi lingkungan (baik perkotaan maupun pinggiran) yang menimbulkan berbagai masalah yang sangat kompleks, mulai dari tercemarnya air, udara, dan tanah dengan berbagai polutan, meningkatnya slum area, banjir, kesemrawutan tata kota, dan sebagainya. Untuk mengendalikan hal tersebut, strategi yang digunakan adalah melibatkan partisipasi dari masyarakat (dalam hal ini komunitas masyarakat lokal) dalam hal perencanaan penggunaan lahan. Kebijakan dan strategi perencanaan penggunaan lahan yang menempatkan komunitas masyarakat lokal sebagi subjek pembangunan merupakan bagian dari pembangunan partisipatif. Saya sependapat dengan artikel di atas dan pendapat dari teman-teman.
    Menurut Diana Conyers (1954:154), ada tiga alasan utama mengenai pentingnya partisipasi masyarakat (dalam hal ini partisipasi masyarakat lokal). Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan cenderung akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya karena akan lebih mengetahui seluk-beluk program pembangunan tersebut. Ketiga, partisipasi menjadi penting karena timbul anggapan bahwa suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam program pembangunan. Dalam hal partisipasi ini, masyarakat hendaknya masyarakat dilibatkan dalam tiap tahap pembangunan, yaitu (1) identifikasi permasalahan atau potensi dimana masyarakat bersama perencana ataupun pemegang otoritas kebijakan tersebut mengidentifikasikan peluang, potensi, dan hambatan, (2) proses perencanaan dimana masyarakat dilibatkan dalam penyusunan rencana dan strategi, (3) pelaksanaan program pembangunan, (4) evaluasi, dimana masyarakat dilibatkan untuk menilai hasil pembangunan (apakah pembangunan tersebut memberikan dampak positif bagi masyarakat atau masyarakat di rugikan dengan proses yang telah dilakukan, (5) mitigasi, dimana masyarakat dapat terlibat dalam mengukur sekaligus mengurangi dampak negatif dari pembangunan tersebut, (6) monitoring. Sehingga perencanaan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat, masyarakat sebagai pemangku kepentingan dapat diberdayakan dalam mewujudkan kelestarian lingkungan dan keberadaan wilayah secara berkelanjutan.
    Ika Wulandari
    11/316610/GE/07177

    BalasHapus
  18. Winda Hanifah
    11/319817/GE/07215

    Saya setuju dengan isi artikel yang berjudul Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas. Latar belakang terjadinya pemekaran kota disebabkan oleh keadaan kota yang sudah tidak mampu menampung lagi penduduk yang sangat padat. Disamping itu, dengan padatnya penduduk dan semakin terbatasnya lahan, kemudian menimbulkan permasalahan lingkungan yang sangat mengancam eksistensi kota. Permasalahan lingkungan yang dialami di kota diantaranya pencemaran lingkungan baik udara, air, dan tanah, penurunan permukaan tanah dan permukaan air tanah, munculnya permukiman kumuh, dan ketidakteraturan tata ruang kota. Kualitas kehidupan masyarakat kota pun semakin menurun akibat terjadinya pencemaran-pencemaran tersebut. Dengan adanya kondisi tersebut, kemudian pembangunan terutama untuk kawasan permukiman berpindah ke daerah pinggiran. Pembangunan sebuah kawasan permukiman tentunya akan mendorong berkembangya berbagai kegiatan ekonomi serta pembangunan fasilitas-fasilitas pelayanan bagi kawasan permukiman tersebut. Namun terdapat permasalahan dalam fenomena pergeseran pembangunan yang berpindah ke daerah pinggiran. Karena pada umumnya daerah pinggiran merupakan daerah yang memiliki sifat peralihan antara perkotaan dan perdesaan. Dimana sebagian sifat perdesaan di daerah pinggiran masih berupa lahan persawahan. Dengan adanya pembangunan di daerah pinggiran, kegiatan tersebut akan mendesak eksistensi dari lahan persawahan. Dan pada kenyataanya di daerah pinggiran telah mengalami peralihan fungsi lahan pertanian yang sangat tinggi. Perubahan lahan persawahan menjadi bangunan akan mengancam produksi pertanian wilayah tersebut, dan tentunya dapat menurunkan ketahanan pangan. Dengan adanya permasalahan tersebut, kegiatan perencanaan penggunaan lahan sangat diperlukan untuk meminimalisasi peralihfungsian lahan. Pengendalian lahan dapat berjalan secara optimal apabila melibatkan komunitas masyarakat secara aktif , mengingat komunitas inilah yang paling mengerti dan paling berkepentingan terhadap lahan di wilayahnya. Komunitas masyarakat daerah pinggirian inilah yang nantinya akan merasakan dampak dari kegiatan pembangunan di kawasan tersebut baik positif maupun negatifnya. Sehingga kegiatan musyawarah antara pihak pengembang maupun pemerintah untuk mendengarkan aspirasi pendapat masyarakat sangat harus dilakukan, untuk mencapai kesepakatan bersama. Terlebih dengan adanya otonomi daerah, dimana suatu wilayah dapat melakukan pengaturan terhadap wilayahnya sendiri. Dan kemudian Kegiatan perencanaan penggunaan lahan dapat dilakukan pemerintah lebih dekat dengan masyarakat. Dengan adanya partisipasi masyarakat, perencanaan penggunaan lahan yang dilakukan dapat diharapkan tidak memberikan dampak negatif.

    BalasHapus
  19. Niki anneke R. Nasution
    11/316569/GE/07142

    Artikel di atas menyebutkan bahwa beberapa wacana dan agenda aksi yang perlu didorong untuk mewujudkan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas yang mampu menjadi instrumen pengendalian lahan secara partisipatif pada point 1 dan 2, yaitu (1) menetapkan komunitas masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam penataan wilayah melalui peraturan perundang-undangan; (2) memberikan kesempatan kepada komunitas masyarakat, baik secara politis maupun sosial untuk mengatur wilayah masing-masing melalui perencanaan penggunaan lahan partisipatif dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Point satu dan dua tersebut menyebutkan bahwa perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas dapat diimplemetasikan melalui adanya kebijakan dari pemerintah untuk melibatkan masyarakat sebagai komponen dalam suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam perencanaan ruang wilayah secara formal tertuang pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah, pada tanggal 3 Desember 1996, yaitu PP No.69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban,serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. PP tersebut diatur berdasarkan tingkatan hirarki pemerintahan dari tingkat nasional, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota. Berdasarkan PP tersebut dijelaskan tentang hak masyarakat dalam penataan ruang wilayah yaitu berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan; menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam mendorong terlaksananya hak tersebut maka harus dimbangi oleh pemerintah dengan mengumumkan/menyebarluaskan rencana tata ruang yang telah ditetapkan pada tempat- tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah dan melakukan pembinaan, menyebarluaskan informasi dan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang ketentuan peraturan perundang-undangan atau kaidah yang berlaku. Sedangkan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang berupa memelihara kualitas ruang dan keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sebagai contoh lainnya dalam RTRW Kota Bandung 2004-2013, disebutkan bahwa dalam kegiatan penataan ruangwilayah, masyarakat berhak : 1. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 2. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah Kota Bandung. 3. Menikmati pemanfaatan ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataanruang .4. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. 5. Mengajukan keberatan pada masa/periode tertentu yang ditetapkan. 6. Mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan. Walaupun telah dilegalisasi dan disosialisasikan mengenai peran serta masyarakat, namun kenyataannya sangat sulit mengajak dan membiasakan masyarakat untuk tetap berperan aktif dalam perencanaan penggunaan lahan sebagai bentuk penataan ruang. Beberapa tindakan nyata yang mungkin dapat merangsang peran aktif masyarakat adalah dengan melibatkan banyak orang sehingga menjadi umpan balik untuk perencanaan yang dilakukan, mengumpulkan data dan informasi tentang daerah dan bagaimana cara masyarakat menggunakan segala potensi daerahnya, serta pelibatan secara nyata memperbantukan masyarakat dalam proses perencanaan.

    BalasHapus
  20. Tria Febrina Seli
    11/313691/GE/07035

    Artikel yang ditulis oleh Bapak Sutaryono diatas, sangat membantu dalam menemukan titik terang dari berbagai permasalahan pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan pada wilayah perkotaan yang merembet hingga daerah di sekitarnya.
    Dimana seperti yang kita ketahui, banyak pembangunan yang menyimpang dari tujuan utamanya yaitu untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. tetapi, pembangunan-pembangunan tersebut justru malah menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks terutama yang berkaitan dengan keseimbangan lingkungan (ekologi wilayah). hal tersebut karena sebagian besar mengartikan pembangunan yaitu hanyalah pembangunan-pembangunan dalam bentuk fisik, tanpa memperhatikan lingkungan serta masyarakat yang ada di sekitarnya.
    sehingga perencanaan yang melibatkan komunitas masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu kebutuhan pokok dalam perencanaan pembangunan, karena seperti yang kita ketahui bahwa pembangunan dilakukan untuk kepentingan masyarakat, sehingga sudah sepatutnya masyarakat juga ikut serta dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan wilayahnya. dengan demikian pembangunan yang ada tidak menjadi sia-sia karena sudah disesuaikan dengan porsi kebutuhan masyarakatnya.

    saya juga sependapat dengan berbagai argument yang disampaikan oleh teman-teman pada komentar sebelumnya, khususnya argument dari rekan saya Ika Wulandari mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah menurut Diana Conyers (1954).

    selain itu juga seperti juga halnya yang disampaikan oleh Asri Lubis (2009) dalam jurnalnya yang berjudul "Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakt dalam Pembangunan", implementasi perencanaan pembangunan partisipatif tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari prasayarat yang mencakup perubahan struktur dan kultur dalam masyarakat daerah antara lain:
    1. adanya upaya pelibatan seluruh stakeholders
    2. adanya upaya pembanguna institusi masyarakat yang kuat dan legitimate
    3. adanya proses politik melalui upaya negosiasi sehingga pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama
    4. adanya usaha pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui kebutuhannya, kapasitas yang dimilikinya, mampu mengidentifikasi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhannya, serta dapat memilih alternatif terbaik yang paling sesuai dengan kapasitasnya.

    BalasHapus
  21. Saya sangat setuju dengan tulisan Pak Sutaryono, dimana dalam membuat perencanaan penggunaan lahan sangat penting untuk melibatkan peran serta komunitas masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan pihak yang paling mengetahui kondisi di kawasan tersebut adalah masyarakat setempat, baik kondisi fisik wilayah maupun kondisi sosial masyarakat.
    Banyak perencanaan penggunaan lahan di Indonesia yang telah dilaksanakan namun ternyata tidak sesuai dengan kondisi di wilayah tersebut, sehingga perencaan tersebut pun tidak dapat berjalan dengan baik, bahkan ada yang sampai merusak kondisi fisik wilayah tersebut.Masalah ini terjadi karena planner kurang mengerti secara keseluruhan kondisi wilayah tersebut.
    Oleh karena itu, masyarakat lokal seharusnya membantu planner dalam membuat perencanaan penggunaan lahan yang tepat untuk dilaksanakan di wilayahnya. Namun, seharusnya semua pihak ikut berpartisipasi dalam perencanaan penggunaan lahan ini, baik masyarakat, swasta, planner, maupun pemerintah. Hal ini dikarenakan perencaan lahan sifatnya multidimensional, banyak aspek yang mempengaruhi. Sehingga apabila semua pihak tidak dapat bekerjasama, maka perencanaan pun akan sulit terlaksana dengan baik. Contohnya, apabila masyarakat dan planner sudah membuat suatu rencana penggunaan lahan dengan baik, namun dalam pelaksanaan proyek tersebut ada pihak yang memainkan anggaran proyek, sehingga hasilnya pun tidak dapat terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

    Rifki Muhammad Audy
    11/320054/GE/07225

    BalasHapus
  22. Artikel di atas menjelaskan tentang bagaimana sebuah perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komunitas. Secara garis besar saya setuju dengan artikel tersebut, terlebih dengan pendapat teman-teman yang sudah sangat lengkap dan membangun karena pada dasarnya sebuah kebijakan yang baik dalam hal ini adalah mengenai perencanaan penggunaan lahan tentu perlu untuk melibatkan masyarakat di dalamnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan. Akan tetapi perlu juga memperhatikan tingkat kesiapan masyarakat lokal terkait dengan aturan maupun undang-undang yang berlaku serta sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Karena apabila dilakukan perencanaan berbasis komunitas masyarakat tanpa diikuti dengan kesiapan masyarakat itu sendiri maka akan percuma dan cenderung akan gagal. Perlu sosialisasi yang intensif terhadap masyarakat terkait dengan bagaimana seharusanya penggunaan yang baik, benar, serta tidak melanggar aturan dan undang-undang yang berlaku.

    Dalam era otonomi daerah, memang masing-masing wilayah diberi kewenangan khusus untuk mengatur daerahnya sendiri. Dalam hal ini masyarakat setempat mempunyai andil yang besar dalam membuat sebuah kebijakan, khususnya dalam perencanaan penggunaan lahan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi baik fisik, sosial, maupun budaya yang berbeda wilayah satu dengan wilayah lainnya. Sebenarnya saat ini pun masyarakat sudah banyak yang berpartisipasi dalam proses perencanaan, akan tetapi bukan sebagai pihak yang ikut menyuarakan aspirasi masayarakat lokal, namun cenderung sebagai pihak yang "dipaksa" mengikuti rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya yang sebagian besar merupakan rencana yang tidak sesusai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. Apabila masyarakat menolak rencana tersebut, bukan tidak mungkin masyarakat akan menerima imbas dari penolakan tersebut oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu perlu pihak-pihak netral yang bertugas untuk mengawasi jalannya sebuah proses "urun rembug" tersebut diluar pihak-pihak utama yang terkait masuk ke dalam proses tersebut, sperti pemerintah daerah, investor/pengusaha, dan masayarakat itu sendiri agar nantinya proses perencanaan dalapat berjalan secara adil dan bijaksana sehingga akan benar-benar pro kepada rakyat tanpa "diboncengi" oleh kepentingan suatu golongan tertentu.

    Untuk lebih memunculkan gairah partisispasi yang tinggi dari masayarakat dalam hal merencanakan, melaksanakan, maupun mengawasi, mungkin perlu diadakan sebuah penghargaan khusus dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah yang berhasil mengatur tata ruang serta penggunaan lahan dengan baik dan benar tanpa melanggar aturan yang berlaku sehingga masing-masing wilayah akan berlomba-lomba agar wilayahnya menjadi yang terbaik dalam hal tata ruang maupun penggunaan lahan.

    Yoga Noor Setiawan
    11/316548/GE/07122

    BalasHapus
  23. Saya setuju dengan artikel Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas ini. Memang sudah saatnya masyarakat terlibat dalam perencanaan penggunaan lahan atau yang dinamanya sebagai suatu bentuk pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat melalui partisipasinya dalam penataan ruang ini bukan hanya sekadar melibat mereka dalam proses pelaksanaan pembangunannya, tetapi melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan pembangunan, sampai pada tahap evaluasi terutama mengenai lahan. Masyarakat lokal adalah mereka yang lebih memahami dan mengerti apa yang menjadi keinginan dari wilayahnya tersebut sehingga komunitas ini memiliki peran penting. Ketika masyarakat dilibatkan dari proses awal penataan ruang, maka akan timbul rasa memiliki terhadap lahan di sekitarnya. Untuk memberikan gambaran mengenai penggunaan lahan berdasarkan komunitas, masyarakat perlu diberikan pengarahan atau penjelasan mengenai pokok-pokok perencanaan penggunaan lahannya dan selebihnya masyarakat sendirilah yang mengembangkan kreasi dalam penggunaan lahannya.
    Paradigma Atur Diri Sendiri ini dinilai memberikan pikiran baru yang semakin menguatkan bahwa masyarakat diberikan kesempatan dalam mengatur wilayah masing-masing melalui perencanaan penggunaan lahan. Meskipun demikian, diperlukan kerjasama antara pemerintah, stakeholder, dan masyarakat itu sendiri sehingga yang terlibat didalamnya sekaligus bisa mengontrol penggunaan lahan yang ada. Seperti yang di sampaikan Sdr. Ifa Meilyana Sari, jangan sampai terjadi masyarakat ini ditumpangi dengan kepentingan-kepentingan tertentu dari pemilik kekuasaan karena hanya akan sama saja hasilnya bahwa masyarakat sebagai objek yang dimanfaatkan. Harapannya dalam pelaksanaan perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komunitas ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap wilayahnya dan tetap menjaga keseimbangan segala sesuatu di dalamnya tanpa harus menambah parah degradasi yang sudah terjadi.

    Marcelina Dian C
    11/316586/GE/07159

    BalasHapus
  24. Setelah membaca artikel mengenai Perencanaan Penggunaan Lahan berbasis Komunitas yang ditulis oleh Bapak Sutaryono menjadikan saya mengerti mengenai pentingnya perencanaan penggunaan lahan yang dalam pelaksanaanya di lapangan perlu melibatkan peran serta dari komunitas lokal, baik di kota, desa, maupun suatu adat tertentu. Hal ini karena memang masyarakat lokal lah yang lebih tahu mengenai kondisi di wilayahnya sehingga lebih paham mengenai kedinamisan lingkungan yang akan terjadi apabila dalam pengolahan, pemanfaatan, dan atau penggunaan lahannya tidak sesuai dengan kondisi wilayah tersebut. Selain itu masyarakat lokal jugalah yang pertama kali merasakan dampaknya apabila timbul permasalahan lingkungan. Seperti para pengembang yang cukup dengan memanfaatkan tanpa memahami terlebih dahulu mengenai kondisi wilayah tersebut, alhasil mengakibatkan degradasi lahan dan ujung-ujungnya masyarakat lokal lah yang terkena dampak. Apabila perencanaan penggunaan lahannya melibatkan masyarakat dan tanpa NIMBY Syndrome tentu akan menumbuhkan kesadaran dari diri masing-masing masyarakat untuk terus menjaga lingkungan karena mereka merasa memiliki dan ikut terlibat dalamnya.
    Meskipun demikian perlu dicermati pula kapasitas dan kualitas SDM masyarakat lokal apabila dilibatkan dalam perencanaan penggunaan lahan karena akan berpengaruh pada output penggunaan lahan yang dihasilkan. Mengingat hal itu menjadikan saya mengarah pada pertanyaan dari mbak Dhilal bahwa meskipun masyarakat dilibatkan penuh dalam perencanaan penggunaan lahan tetapi masyarakat juga perlu memahami Peran serta masyarakt, hak, dan kewajiban dalam penataan ruang.
    Seperti yang tercantum pada Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah termuat dalam UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 60, bahwa dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk : a)mengetahui rencana tata ruang, b)menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, c)memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang, d)mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya, e)mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang, f)mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan / atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian
    Sedangkan Kewajibannya a). mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, b). memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, c). mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, d). memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang – undangan dinyatakan sebagai milik umum.
    Agar masyarakat benar-benar terlindungi dan berperan dalam perencanaan, maka dari pihak pemerintah perlu adanya pendampingan kepada masyarakat, baik melalui penjaminan keamanan, pemberian penyuluhan, dan lain-lain. Contoh yang pernah dilakukan oleh pemerintah melalui pendekatan partisipasif adalah di salah satu kabupaten sleman yang Pemerintah desanya mampu melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan wilayah melalui penggunaan lahan berupa Desa Wisata. Di desa tersebut hal-hal yang ditonjolkan adalah keadaan sosial dan budaya, seperti kondisi masyarakat perdesaan berupa membajak sawah menggunakan kerbau, pemukul emping, dan budaya pentas jathilan, yang semuai itu sudah di bagi-bagi serta bergantian tugasnya. Selain itu yang paling menarik adalah mengenai hubungan baik warga dengan banyak burung kuntul yang tinggal di pohon mlinjo. Hal inilah yang menjadi aset termahal dan menjadi sumber produktif desa untuk kesejahteraan masyarakat tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan dan makhluk hidup lainnya.
    Sumartini
    11/313749/GE/07040

    BalasHapus
  25. Muhammad Fauzi
    11/316475/GE/07055

    Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan sesuai dengan UU No 26 Tahun 2007. Saya sependapat dengan Pak Sutaryono beserta teman-teman lainnya terkait keterlibatan komunitas masyarakat dalam kegiatan perencanaan penggunaan lahan. Akan tetapi, hal ini perlu dipahami lebih dalam melalui pendekatan spasial. Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat daerah pinggiran dan masyarakat pedesaan. Sehingga tidak bisa dilakukannya generalisasi terhadap harapan akan wujud partisipasi, keaktifan, dan kontribusi masyarakat dalam perencanakan penggunaan lahan. Tujuan tercapai pengelolaan ruang (lahan) secara baik, berkeadilan, dan berkelanjutan akan menemui kegagalan bila kita tidak bisa membedakan karakteristik masyarakat antardaerah. Keadaan sosial, budaya, dan ekonomi yang berbeda berpengaruh terhadap tingkat pemahaman masyarakat. Sejalan dengan pendapat Mas Dhilal yang mengutip Sherry Arnstein tentang tingkat partisipasi masyarakat, bahwa peran masyarakat terbagi ke dalam jenis-jenis tingkat partisipasi. Masyarakat kota dapat secara langsung menjadi partner pemerintah dalam menyusun perencanaan penggunaan lahan. Hal tersebut didasarkan atas tingkat pendidikan masyarakat serta kemudahan akses memperoleh informasi sehingga terjadi pemahaman yang sama dan kerjasama yang baik. Sebagai contoh seperti apa yang diterapkan Jokowi dengan program membangun Jakarta dari kampung. Berbeda halnya dengan daerah pedesaan. Kerjasama masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan penggunaan lahan dihubungkan oleh kepala desa atau ketua adat. Hal ini dikarenakan kondisi masyarakat desa itu sendiri, yang terbatas dalam memperoleh informasi terkait program pemerintah dan mayoritas berasal dari tingkat pendidikan yang rendah sehingga mempunyai pengetahuan yang berbeda dengan masyarakat kota. Sehingga peran lebih besar diambil oleh kepala desa atau ketua adat dalam mempersiapkan masyarakatnya untuk menjalankan program pemerintah. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Yoga Noor bahwa perlu dilakukannya rembuk desa agar masyarakat mempunyai pemahaman yang sama. Tujuannya untuk meminimalisir masuknya kepentingan tertentu pihak luar yang bermaksud kurang baik dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. Selain itu perlu adanya pihak ketiga yang juga terlibat dalam perencanaan. Pihak ketiga ini bersifat netral yang dapat berasal dari akademisi ataupun dari LSM yang menjembatani antara tujuan pemerintah dengan keinginan masyarakat. Seringkali terjadi kesalahpahaman yang berujung pada tidak tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak

    BalasHapus
  26. Saya sangat setuju tentang tulisan Pak Sutaryono mengenai perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas masyarakat. Mengingat semakin parahnya daerah pinggiran yang makin hari mulai terdegradasi oleh dampak kota yang semakin hari mendesak daerah-daerah dipinggirannya, khususnya berkenaan dengan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi pemukiman. Berkenaan dengan isu tersebut, saran dari Pak Sutaryono untuk dilakukannya perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas masyarakat merupakan salah satu saran yang sangat cemerlang dan dirasa dapat memberikan prospek yang baik bagi daerah tersebut kedepannya. Metode atau langkah perencanaan penggunaan lahan tersebut dipilih karena menurut saya komunitas masyarakat tersebut merupakan pihak yang secara langsung mengetahui karakteristik wilayah yang mereka tinggali, sehingga sangat paham akan permasalahan-permasalahan apa saja serta potensi apa saja yang ada didaerah mereka. Melihat keadaan tersebut biasanya komunitas masyarakat kebanyakan dianggap memiliki kedudukan yang dihormati, misalnya apabila ada warga dari suku tertentu melakukan kesalahan, maka orang tersebut juga akan diberi hukum adat selain hukum formal yang berada di naungan pemerintah. Orang yang bersalah tersebut akan merasa takut dan jera, sehingga tidak akan mengulangi kesalahan tersebut untuk yang kedua kalinya. Dari contoh kecil tersebut dapat diketahui bahwa adanya hukum adat tersebut memiliki peranan yang sangat besar. Dengan adanya keikutsertaan komunitas masyarakat dalam menyusun beberapa rancangan penggunaan lahan, hal itu dapat membentuk transparansi pembangunan diantara pemerintah dan masyarakat. Sehingga pada kesempatan tersebut pula, masyarakat dapat mengutarakan saran-saran atau ide mengenai perencanaan wilayah mereka. Ketika peran komunitas masyarakat ini diikutsertakan, masyarakat berhak menolak atau menerima usulan dari pemerintah mengenai rencana penggunaan lahan. Begitu juga ketika rancangan tersebut diterima komunitas masyarakat mewakili masyarakat hendaknya dapat bersikap kooperatif dan dapat menjaga sepenuhnya apa yang dibangun didaerah mereka. Komunitas masyarakat dapat ikut serta dalam pembentukkan perencanaan penggunaan lahan didaerah mereka, namun tidak berarti komunitas masyarakat dapat sesukanya sendiri merencanakan penggunaan lahan. Semua ada aturan-aturan yang telah dibentuk pemerintah setempat dan badan terkait. Agar perencanaan suatu wilayah dapat berkembang dengan baik dan berlangsung secara berkelanjutan.

    BalasHapus
  27. Pada dasarnya artikel “Perencanaan Penggunaan Lahan berbasis komunitas” sebenarnya merupakan ide yang bagus dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan penggunaan lahan. Namun, menurut saya perlu dipikirkan ulang tentang bagamaina atau sejauh mana peran masyarakat disini dalam penataan ruang. Apakah diberikan suatu batasan-batasan tertentu atau semacamnya. Hal ini dikarenakan ketika masyarakat diberikan “kekuatan” dalam hal penataan ruang, ditakutkan akan muncul stimulan-stimulan negatif, misalnya untuk kepentingan bisnis atau semacamnya. Nampaknya hal tersebut juga perlu dipertimbangkan. Menurut saya peran partisipatif masyarakat disini seharusnya hanya sebagai informan dan pelaksana saja karena tidak semua masyarakat mempunyai keahlian dalam perencanaan tata ruang. Jika ingin melibatkan masyarakat dalam pembuatan kebijakan, selayaknya peru diseleksi terlebih dahulu masyarakat yang seperti apa, tidak mungkin semua kalangan dapat dilibatkan dalam pembuatan kebijkan karena hanya akan mengacaukan perumusan kebijakan yang nantinya malah tidak akan menemui titik pemahaman yang sama. Secara garis besar, ide dari artikel ersebut sudah sangat bagus, namun yang saya tambahkan disini adalah mengenai pemberian batasan-batasan dari partisipatif masyarakat sendiri tujuannya agar pembuatan kebijakan tata ruang yang direncakan dapat berjalan lancar.

    Indiarto
    11/316546/GE/7120

    BalasHapus
  28. Artikel mengenai Perencanaan lahan berbasis komunitas membahas mengenai Penyelenggaraan perencanaan penggunaan lahan pertisipatif yang menekankan pada urgensi pengendalian lahan partisipatif. Saya setuju dengan isi dari tulisann tersebut dimana Dalam pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat tidak hanya terbatas dalam pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah dan potensi yang terdapat dalam lingkungan sendiri, kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan khususnya mengenai pengendalian perencanaan lahan untuk mencegah degradasi dan deteriorisasi lingkungan perkotaan dan pinggiran kota .

    Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah pada tumbuhnya kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung dengan orang lain. Sehingga output yang di dapat akan berjalan secara optimal dimana masyarakat atau komunitas tersebut paling mengerti dan berkepentingan terhadap lahan di wilayahnya.

    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas ini merupakan salah satu alternatif pengendalian lahan yang dapat dilakukan pada berbagai kondisi wilayah dan komunitas, baik komunitas kota, desa ataupun komunitas adat tanpa menafikan keberadaan institusi pemerintah yang bertanggungjawab dalam perencanaan penggunaan lahan. Hal tersebut sesuia dengan Tujuan dari pendekatan partisipatif yang menekankan adanya perubahan sosial, dimana masyarakat mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Masyarakat memberikan segenap kemampuannya, baik fisik, pemikiran dan harta untuk kebutuhan memperkuat dan mengembangkan kapasitasnya (capacity building).

    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas sebagaimana di atas merupakan salah satu alternatif pengendalian lahan yang partisipatif, murah, dekat dengan masyarakat, terkontrol oleh instansi terkait, taat azas, dan sesuai dengan orientasi pembangunan wilayah serta sesuai dengan karakteristik masyarakat kontemporer yang kritis partisipatoris. Ide dan gagasan ini dapat terwujud apabila kesadaran pembangunan wilayah secara partisipatif dan paradigma Atur Diri Sendiri dalam pengelolaan lingkungan dan wilayah telah melembaga dan menjadi mainstream bagi segenap stake holder yang terlibat dan bertanggungjawab dalam penggunaan lahan.

    Fauzan Maulana
    11/319893/GE/07220

    BalasHapus
  29. Bunga Hendra Asmara
    11/316576/GE/07149
    Saya setuju dengan artikel Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas tulisan Bapak Sutaryono. Memang seharusnya dalam era global semacam ini masyarakat diikutsertakan dalam perencanaan penggunaan lahan karena pada dasarnya masyarakat tersebutlah yang mengetahui potensi wilayahnya, sehingga mereka dapat menentukan ke arah mana wilayah mereka akan dituju. Roberts (1986) menekankan bahwa pentingnya keterlibatan publik pada proses perencanaan itu sungguh beralasan karena publik (masyarakat) memiliki penguasaan yang tinggi akan potensi daerahnya baik potensi alami maupun yang berkenaan dengan aspek demografi dan ekonomi. Karena ketepatan dalam penetapan penggunaan lahan ini dipengaruhi oleh tingkat penguasaan perencana terhadap potensi yang dimiliki daerah tersebut beserta aspek-aspek dinamisnya.
    Selain itu perlu adanya kinerja yang sinergis dan kemitraan antara stakeholder Perencanaan Penggunaan Lahan yaitu Masyarakat dan Pemerintah. Paradigma yang memandang masyarakat sebagai bagian dari objek perencanaan memang telah diubah sebab telah terbukti bahwa masyarakat juga memiliki kemampuan untuk menelusuri permasalahan, merumuskan solusi dan mengambil keputusan. Disini pemerintah harus mendukung dengan fungsi regulasinya dan pemegang anggaran utama serta pelindung atas keputusan yang telah ditetapkan.. Sehingga perencanaan yang ada mempunyai landasan hukum yang kuat dan membuat pihak-pihak yang ingin memanfaatkan suatu lahan berpikir dua kali pada saat mereka ingin menggunakan lahan tersebut diluar ketentuan hukum yang berlaku.
    Karena kerjasama yang solid antara stakeholder dan kedekatan yang erat antara subjek dan objek perencanaan penggunaan lahan mampu menciptakan penggunaan lahan yang berkesinambungan dalam menghadapi dinamika saat ini. Masyarakat sebagai subjek dan pengguna dapat dengan cepat melakukan monitoring dan evaluasi yang dilanjutkan dengan kegiatan perencanaan penggunaan lahan yang perlu dibimbing oleh instansi terkait agar tercipta PPL yang sesuai dengan harapan bersama.

    BalasHapus
  30. Peran serta masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan memang perlu dilakukan agar pemerintah secara keseluruhan mendapat kontrol sosial. Kontrol sosial dari masyarakat merupakan hal yang efektif dilakukan untuk menghindari penyimpangan atau ketidak cocokkan perencanaan penggunaan lahan dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungannya, karena yang menggunakan lahan adalah masyarakat maka sebaiknya masyarakat dilibatkan di dalam perencanaannya. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan juga akan memberikan masyarakat itu rasa memiliki sebuah perencanaan, sehingga masyarakat akan lebih "lilo"/rela untuk melaksanakan dan mengusahakannya. Komunitas disini berfungsi untuk menyeleksi masyarakat mana yang berkompeten untuk ikut memberikan andil di dalam perencanaan penggunaan lahan, karena di dalam komunitas berisi bagian-bagian dari masyarakat yang peduli dan biasanya lebih berkompeten. Sekarang tinggal mencari cara bagaimana agar komunitas tersebut tidak "ditunggangi" oleh suatu kepentingan golongan yang akan cenderung mengakibatkan tercorengnya peran komunitas dalam perencanaan penggunaan lahan. Jika sudah sampai ketahap ini maka kontrol dari masyarakat umum sangat diperlukan untuk mengontrol komunitas dan pemerintah yang melakukan perencanaan, masyarakat umum tersebut diantaranya adalah mahasiswa.

    Ahmad Nur Alam S.P.
    11/316587/GE/07160

    BalasHapus
  31. Happy Pramesti Siwi
    11/316490/GE/07069

    Artikel Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas merupakan artikel dimana menjelaskan bagaimana pentingnya peran masyarakat dalam suatu perencanaan dan pembangunan suatu lahan. Seperti yang kita ketahui bahwa lahan kosong yang tersedia di Indonesia semakin sedikit, sedangkan pertumbuhan penduduk semakn meningkat. Sangat penting dibutuhkan pengendalian pada pembangunan penggunaan lahan dimana pengendalian tersebut seharusnya dilakukan oleh pemerintah, stakeholder, dan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus mampu menciptakan sinegri dan kerjasama yang kuat. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Selain memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaandan efektif dari segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini penting karenaakan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis.
    Istilah partisipasi masyarakat sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pengembangan masyarakat, tetapi dalam perkembangannya kurang dipraktekkan. Gaventa dan Valderama (1999) dalam Arsito (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu: 1) partisipasi politik Political Participation, 2)partisipasi sosial Social Participation dan 3) partisipasi warga Citizen Participation/Citizenship, ke tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :1. Partisipasi Politik, political participation lebih berorientasi pada”mempengaruhi” dan ”mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintahan ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahanitu sendiri.2. Partisipasi Sosial, social Participation partisipasi ditempatkan sebagaiketerlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai beneficiary atau pihak di luar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilankeputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi.3. Partisipasi Warga, citizen participation/citizenship menekankan padapartisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga danproses kepemerintahan.
    Untuk mencapai keberhasilan pembangunan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan sangat diperlukan. Pembangunan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya akan sangat berbeda apabila pembangunan tersebut didukung dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan harus dilaksanakan sebagai bagian penting dari pembangunan itu sendiri. Dengan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan penggunaan lahan berwawasan lingkungan, maka masyarakat perlu dibekali dasar – dasar dari sebuah pembangunan serta yang terpenting adalah ruang terbuka hijau dan etika lingkungan. Dengan dibekalinya masyarakat tentang hal tersebut, maka pembangunan akan lebih teratur dan lebih optimal serta tidak merusak lingkungan sekitar.

    BalasHapus
  32. Dalam melakukan perencanaan penggunaan lahan pada suatu wilayah sebaiknya memang penting untuk mengikutsertakan masyarakat lokal atau masyarakat setempat. Dimana masyarakat memiliki peranan penting pada penggunaan lahan di wilayah mereka sendiri. Sebab masyakarat lebih paham tentang peruntukan yang baik dari lahan yang ada bila dibandingkan dengan pemerintah atau pihak yang terkait lainnya. Oleh karena itu, pembentukan suatu komunitas masyarakat dalam suatu wilayah sangatlah penting. Dimana komunitas masyarakat ini mampu memainkan peranan penting dalam menjaga keberadaan ruang wilayahnya masing-masing . Mengingat saat ini kondisi berbagai wilayah di Indonesia sudah menunjukkan gejala degradasi dan deteriorisasi lingkungan yang diakibatkan oleh kebijakan penataan ruang yang tidak memperdulikan komunitas masyarakat. Sehingga dalam hal ini komunitas masyarakat diharapkan mampu untuk melahirkan gagasan-gagasan cerdas dalam mengatasi persoalan penggunaan lahan sehingga nantinya segala permasalahan yang terkait dengan penggunaan lahan mampu dikendalikan secara lebih efisien. Namun hal yang perlu diingat bahwa komunitas masyarakat ini sebaiknya diberi kewenangan dan otoritas untuk merencanakan dan menentukan pilihan-pilihan secara aktif dalam proses perencanaan penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang.

    Sri Ayu Wulandari
    11/313491/GE/07023

    BalasHapus
  33. Putu sriastuti 11/312846/GE/06986

    Artikel yang berjudul PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS KOMUNITAS Oleh Pak Sutaryono merupakan artikel yang menjelaskan bahwa dalam perencanaan penggunaan lahan haruslah melibatkan komunitas masyarakat yang aktif dalam berpatisipator. Dalam pendekatan ini masyarakat tidak dijadikan sebagai obyek pembangunan belaka tetapi dijadikan sebagai subyek yang ikut menentukan keberhasilan sebuah program penggunaan lahan yang esensinya adalah pengendalian lahan. Namun pada kenyataan di lapangan hanya sedikit sekali masyarakat yang memang ikut andil dalam proses pengendalian penggunaan lahan karena kita tahu ketika Pemerintah sudah memiliki kebijakan maka masyarakat kecil tidak di ikut sertakan lagi dalam pengambilan keputusan, malah yang berperan besar adalah para pemilik modal atau investor yang menginginkan suatu lahan tersebut. Maka dengan kenyataan yang ada ini sering sekali menimbulkan konflik sengketa lahan antara masyarakat dan pemerintah. Lalu bagaimana masyarakat bisa di ikut sertakan dalam pengendalian penggunaan lahan ? sedangkan jika ada aliran dana dari para investor ke pemerintah maka yang terjadi adalah masyarakat selalu tersingkirkan.
    Namun tulisan ini cukup bagus untuk solusi dalam perencanaan penggunaan lahan, setidaknya dalam artikel ini bertuliskan " Atur diri sendiri" jadi penulis menyarankan kepada masyarakat untuk lebih jelih dalam memanfaatkan lahannya, dimana di harapkan bahwa penggunaan lahan tersebut dapat berkelanjutan. Selain itu masyarakat diharapkan memiliki keinginan untuk menjadikan wilayahnya seimbang dengan lingkungan tampa adanya kerusakan lingkungan akibat penggunaan lahan yang tidak baik.
    mungkin kurangnya artikel ini adalah tidak diberikannya contohnya nyata sehingga ketika membaca artikel ini seperti menerawang karena tidak menemukan contohnya nyata yang mungkin akan memudahkan untuk mengerti maksud dan tujuan dari tulisan ini.

    BalasHapus
  34. JALIL FIRMANSYAH
    11/311428/GE/06976

    Saya setuju dengan tulisan Bapak bahwa di dalam perencanaan penggunaan lahan haruslah melibatkan masyarakat juga (partisipatif). Saya setuju karena kebijakan yang melibatkan masyarakat tentu akan didukung oleh masyarakat juga, sebab suatu kebijakan yang telah dibuat tidak akan bisa berhasil tanpa adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Selain itu, masyarakat sekitar pun pasti lebih mengetahui tentang keadaan lingkungan (lahan/ruang) di sekitarnya, sehingga pengambilan keutusan akan lebih tepat. Namun, sebagai seorang perencana juga harus tetap menimbang matang-matang masukan dari masyarakat tersebut, karena apa yang masyarakat inginkan belum tentu sesuai dengan aturan yang ada.
    Setiap wilayah biasanya memiliki kawasan lindung dan kawasan budiaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang terdiri dari kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi, dan sebagainya. Sementara kawasan budidaya terdiri dari kawasan permukiman, pariwisata, dan sebagainya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kawasan lindung sebaiknya tidak dibangun, karena bisa saja membahayakan masyarakat sekitar. Tugas seorang perencana di sini adalah memastikan bahwa apa yang masyarakat inginkan sesuai dengan keadaan lahan yang ada, dan jika tidak sesuai, maka seorang perencana harus dapat membicarakannya secara baik-baik dengan masyarakat.



    BalasHapus
  35. Adam Abraham W
    11/316614/GE/07180

    Gagasan mengenai perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komunitas menurut saya adalah gagasan yang perlu diterapkan. Mengingat sekarang ini posisi masyarakat yang sering hanya dijadikan sebagai objek pembangunan. Pembangunan yang lebih dikuasai oleh sektor swasta dan pemerintah terkadang memposisikan masyarakat sebagai korban pembangunan. Memang gagasan tersebut perlu segera dilakukan agar masyarakat juga dapat berperan dalam pembangunan kaitanya dengan perencanaan penggunaan lahan. Namun pada kenyataanya tidak semua masyarakat siap dengannhal tersebut. Otonomi daerah saja hanya berlaku di beberapa daerah karena beberapa daerah tidak mampu untuk melaksanakannya. Apalagi untuk pelaksanaan gagasan perencanaan penggunaan lahan. Perlu kiranya pengembangan masyarakat di bidang terkait agar masyarakat menjadi paham akan hal tersebut.Pahamnya masyarakat tentu akan meningkatkan minat masyarakat untuk berperan serta dalam usaha prencanaan penggunaan lahan. Dengan adanya partisipasi maka perencanaan penggunaan lahanhasilnya tidak saja berorientasi pada pertumbuhan daerah, tapi juga pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun sebelum itu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas melalui sosualisasi atau program pengembangan masyarakat.

    BalasHapus
  36. Setelah membaca artikel yang telah Bapak buat, saya menangkap bahwa masyarakat memiliki peran yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan. Seperti yang telah disampaikan oleh saudara Fridayanti sebelumnya, bahwa dalam melakukan perencanaan penggunaan lahan tidak hanya berupa perencanaan satu arah, yang dalam hal ini diwujudkan dengan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah (top-down planning), namun juga jauh lebih penting lagi bahwa perencanaan penggunaan lahan sehrusnya mengacu pada dua arah top down planning dan bottom up planning. Apabila perencanaan hanya dilakukan oleh pembuat keputusan dan administrator dalam hal ini pemerintah pusat, maka dapat dipstikan akan dapat muncul konflik di kemudian hari disebabkan pusat tidak memahami kondisi penduduk serta wilayah di daerah perencanaan. Apabila hal tersebut dikombinasikan dengan mengikutsertakan masyarakat lokal dalam proses perencanaannya, maka diharapkan hasil dari perencanaan dapat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat lokal itu sendiri.

    Saya juga setuju dan sependapat dengan mas Dhilal tentang penting adanya konsep partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga dapat diwujudkan dengan peran serta masyarakat maupun komunitas dalam proses perencanaan lahan dengan tetap memperhatikan pengaturan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
    Untuk melengkapi hal tersebut, ternyata dalam UU no 26 tahun 2007 pasal 60 telah disebutkan adanya hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam proses perencanaan suatu lahan dalam wujud tata ruang. Dari pasal tersebut hak dari masyarakat berupa mengetahui perencanaan lahan yang dilakukan di wilayahnya serta dapat menikmati dan juga memanfaatkan akibat dari pelaksanaan perencanaan penggunaan lahan yang ada, dan juga selain itu masyarakat juga berhak untuk mengajukan tuntutan, gugatan, ataupun keberatan kepada pihak yang berwenang apabila perencanaan pengggunaan lahan tidak sesuai dengan rencana tata ruang awal yang telah dibuat sebelumnya.

    Sebagai kewajibannya dalam pasal selanjutnya disebutkan bahwa kewajiban masyarakat adalah mematuhi, menaati, serta memanfaatkan ruang yang telah dilakukan akibat dari proses perencanaan penggunaan lahan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam pelaksanaannya pada bebreapa daerah di Indonesia yang dapat dicontohkan di wilayah Pemerintah kabupaten Mamberamo Raya Propinsi Papua, dalam suatu artikel disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan serta perencanaan suatu lahan dapat diwujudkan dengan metode wawancara, diskusi kelompok, pembuatan peta, ataupun lokakarya yang diharapkan mampu mengakomodasi berbagai prioritas lokal, sehingga mampu menjawab kebutuhan pembangunan berkelanjutan.

    AFWAN ANANTYA PRIANGGORO
    11/ 312674/GE/06981

    BalasHapus
  37. Terimakasih respon anda semua....hampir semua pendapat bagus dan dapat dikualifikasikan dg nilai A...he...he...silahkan yg lain menyusul, paling tidak seperti tulisan Dhilal dan Happy...

    BalasHapus
  38. Mentari
    11/316611/GE/07178

    Artikel ini menjelaskan bahwa untuk menciptakan perencanaan penggunaan lahan berjalan dengan baik, maka penting sekali untuk mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan ruang. Terutama pada masyarakat yang berada atau menduduki wilayah perencanaan. Hal ini disebabkan karena masyarakat sekarang cenderung memiliki sifat yaitu “ketika seseorang merasa ikut mempunyai suatu barang maka akan ikut melindungi dan merawat apa yang dia punyai, dan sebaliknya ketika seseorang tersebut merasa tidak ikut mempunyai sesuatu maka akan acuh pada sesuatu tersebut”. Dari kalimat tersebut maka juga dapat diimplementasikan pada lahan. Jika masyarakat diikutsertakan dalam proses rencana penataan ruang, maka mereka akan memiliki rasa mempunyai sehingga tidak akan merusak apa yang telah mereka punya. Lain halnya ketika masyarakat hanya menjalankan apa yang diberlakukan oleh pemerintah, mereka cenderung merasa tidak memiliki dan merasa bahwa hal tersebut merupakan urusan pemerintah. Dengan adanya perencanaan penggunaan berbasis komunitas dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai perencanaan tata ruang, sehingga mereka tidak akan sembarangan merusak lahan atau wilayah yang ada. Selain itu juga dapat membantu pemerintah dalam menjalankan pembangunan, sehingga tidak perlu lagi bersengketa dengan masyarakat, karena masyarakat telah aktif berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta, stakeholders dan masyarakat yang dapat terus dijalankan secara berkelanjutan maka tidak mustahil suatu saat nanti wilayah wilayah di Indonesia dapat berkembang maju, tertib, aman, dan dapat bersaing dengan negara negara maju lainnya. Untuk itu, penyelenggaraan penggunaan lahan partisipatif ini penting untuk segera direalisasikan kemasyakarat. Sehingga nantinya rencana penataan ruang dapat dijalankan dengan baik, dan dapat meminimalisir konflik pada masyarakat dan dapat berjalan secara berkelanjutan karena telah didukung oleh berbagai aspek baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat demi keberhasilan pembangunan wilayah.

    BalasHapus
  39. Saya sangat setuju dengan tulisan Bapak Sutaryono tentang Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas, karena secara yudiris seperti yang ditulis oleh bapak bahwa peran komunitas masyarakat dalam penataan ruang sudah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini menunjukkan bahwa pelibatan komunitas masyarakat dalam penataan ruang secara partisipatif merupakan suatu keniscayaan untuk mewujudkan keberlanjutan masa depan wilayah dan juga untuk menjadi pengendalian penggunaan lahan baik di desa maupun di daerah perkotaan. Sehingga suatu perencanaan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau instansi tersangkut melainkan dapat dilakukan oleh masyarakat yang berada pada daerah tersebut, dengan demikian makan perencanaan tersebut dapat terlaksana dengan baik karena ada campur tangan dari masyarakat. Karena komunitas masyarakat diberikan kesempatan untuk berinisiatif dan berkreasi dalam mengatur ruang dan wilayah. Peran komunitas harus bertanggung jawab untuk mengatur wilayahnya sendiri tanpa merugikan wilayah disekitarnya. Dengan demikian peran komunitas sangat menguntungkan dalam menjaga penggunaan lahan, agar perencanaan penggunaan lahan dapat bermaanfaat dalam kurung waktu yang lama.
    Namun suatu perencanaan tidak harus melihat pada apa yang dibutuhkan dan akan di bangun namun juga harus melihat dari sisi lingkungannya. karena pembangunan yang baik harus melihat juga tengtang lingkungan disekitarnya. Hampir kebanyakan daera di indonesia yang sedang berkembang menjadi kota primer merupakan daerah yang menyumbang banyak limbah, ini harus diperhatikan. inilah dimana peran perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas di butuhkan. Lingkungan juga sangat pentring untuk masa yang akan datang, karen lingkungan yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup dan juga kualitas suatu wilayah.

    Yosephine Paula Watopa
    11/314029/GE/07042

    BalasHapus
  40. Happy Okysari
    11/316598/GE/07168

    Artikel PPL Berbasis Komunitas diatas membahas terkait pentingnya peran masyarakat dalam perencanaan dan pengendalian penggunaan lahan. Adanya perkembangan wilayah pinggiran yang kini semakin terlihat bercirikan kekotaan akan menjadi ancaman tersendiri bagi wilayah tersebut dan masyarakat didalamnya, terkait degradasi lingkungan yang menjadi akibatnya. Penggunaan lahan penting untuk direncanakan mengingat adanya supply(ketersediaan lahan) yang statis bahkan semakin menipis dan demand(manusia) yang dinamis terus bertambah. Perencanaan penggunaan lahan sebaiknya melihat pada karateristik wilayah masing-masing, karena setiap wilayah memiliki karakteristik kemampuan lahan dan daya dukung yang berbeda-beda, untuk meminimalisir munculnya dampak negatif di wilayah tersebut. Pengendalian akan lahan ini juga penting untuk melibatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek namun juga sebagai subjek pembangunan. Dengan pelibatan peran serta masyarakat ini, baik dalam tahap perencanaan penggunaan lahan, pengelolaan dan pengendalian lahan, maupun monitoring serta evaluasi lahan, maka akan memunculkan rasa memiliki wilayah tersebut serta tanggung jawab dalam pengelolaan dan pengendalian lahan di wilayah mereka. Sehingga dalam pemanfaatan serta pengendalian lahan masyarakat itu sendiri akan memikirkan untuk generasi selanjutnya agar dapat terus berkelanjutan. Dengan pengendalian penggunaan lahan yang melibatkan peran serta masyarakat atau komunitas ini dapat meminimalisir degradasi lingkungan dan mewujudkan suatu pemanfaatan dan penggunaan lahan yang berdampak positif serta berkelanjutan. Sehingga perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas sangat penting untuk keberlanjutan suatu wilayah. Maaf dan terima kasih banyak Pak.

    BalasHapus
  41. Perencanaan Penggunaan Lahan berbasis komunitas ini merupakan suatu gagasan yang bertujuan untuk menciptakan kapasitas masyarakat serta mendukung adanya pembangunan yang berkelanjutan. Konsep dari pembangunan berkelanjutan sendiri berorientasi pada bagaimana menciptakan masyarakat yang mandiri. Bentuk kemandirian masyarakat tersebut erat kaitannya dengan bagaimana partisipasi masyarakat terhadap proses pembangunan. Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan proses dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, Keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggung-jawab dalam pelaksanaan pembangunan, dan Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan (Bintoro Tjokroamidjojo, 1988).
    Dalam artikel ini dijelaskan bahwa, kebijakan dan pilihan strategi perencanaan penggunaan lahan yang menempatkan komunitas masyarakat sebagai subjek pembangunan merupakan bagian dari pembangunan partisipatif yang perlu didorong dan diperjuangkan. Pernyataan ini sangat benar, mengingat bahwa untuk mendorong proses pembangunan yangberkelanjutan, perlu diusahakan adanya kesinambungan dan peningkatan yang bersifat kumulatif dari partisipasi masyarakat melalui berbagai tindakan bersama. Tindakan bersama inilah yang diwadahkan dalam suatu “komunitas masyrakat” tertentu yang secara bersama-sama menentukan arahan perencanaan penggunaan lahan. Dalam hal ini masyarakat tentunya lebih tahu mana yang menjadi kebutuhan dan bagaimana mereka memenuhi kebutuhan tersebut dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada, termasuk sumberdaya lahan. Perencanaan lahan berbasis komunitas ini sangat baik mengingat bahwa pembangunan sebaiknya diprakarsai dan dilaksanakan oleh masyrakat dengan pengontrolan dan peraturan dari pemerintah pusat. Namun dalam pelaksanaannya perencanaan lahan berbasis komunitas ini masih kurang efektif dan efisien. Mengingat bahwa kapasitas dan kemampuan masyarakat terhadap pemanfaatan lahan masih kurang sehingga dapat menghambat gagasan ini. Selain itu pembangunan berbasis komunitas ini tentunya akan melibatkan banyak orang, sehingga pengambilan keputusan sulit, memakan waktu lama sehingga tidak efisien dalam waktu dan biaya. Sebaiknya perlu diadakan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka terkait dengan perencanaan penggunaan lahan, sehingga perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas ini akan berjalan dengan baik serta mndorong terwujudnya masyarkat yang mandiri ( ciri utama pembangunan berkelanjutan).

    ULILUL ROHMAN P.S
    11/312795/GE/06985

    BalasHapus
  42. Perencanaan penggunaan lahan secara partisipatif merupakan salah satu cara yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan pengendalian lahan yang melibatkan komunitas atau masyarakat. Masyarakat dalam hal ini dapat berperan sebagai subjek dalam pembangunan, sesuai dengan perubahan paradigma pembangunan yang saat ini mulai mengarah pada pembangunan terpadu berbasis komunitas atau masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat merupakan salah satu komponen penting dan tidak boleh dikesampingkan peranannya dalam pelaksanaan pembangunan. Diberlakukannya sistem otonomi daerah telah memberikan peluang besar kepada tiap-tiap daerah dalam mengatur penataan ruang daerahnya masing-masing, yang berarti memiliki peluang besar pula untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan penataan ruang di daerahnya. Masyarakat merupakan komponen yang paling berpengaruh dan yang paling merasakan terhadap berbagai perubahan penggunaan lahan dan berbagai permasalahan lahan yang terjadi di daerahnya. Oleh karena itu, mereka juga memiliki kepentingan terhadap kegiatan penataan ruang, dalam hal ini adalah pengendalian ruang yang dirasa semakin lama mengalami perubahan dan sering menimbulkan konflik. Berbagai persoalan ruang yang seringkali terjadi adalah tidak terkendalinya pemanfaaatan lahan, meningkatnya degradasi, serta masalah-masalah sosial lainnya.
    Pemerintah sebagai pihak yang memegang kekuasaan besar dalam penataan ruang perlu untuk mengajak masyarakatnya dalam berperan serta dalam kegiatan penataan ruang. Komunitas masyarakat disini telah diberikan kesempatan untuk mengatur dan menata wilayahnya agar bermanfaat bagi komunitasnya tanpa merugikan komunitas di wilayah lain. Keterlibatan secara aktif komunitas masyarakat ini diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan lahan, dimana lahan yang tersedia semakin lama semakin berkurang dan permintaan akan lahan semakin bertambah. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penataan ruang ini perlu didukung oleh peran pemerintah dengan pemberdayaan masyarakat agar mampu memberikan solusi yang berdampak pada keberlanjutan wilayahnya namun tetap berpedoman pada hukum yang ada.
    Pelibatan masyarakat dalam kegiatan penataan ruang sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UU No.26 Tahun 2007) Pasal 65, yang berbunyi “Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masayarakat”. Dalam hal ini peran masyarakat disini dapat dilakukan melalui partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, pemannfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Disini jelas terlihat bahwa masyarakat memiliki hak untuk terlibat dalam kegiatan penataan ruang, terutama dalam menentukan dan mengontrol pemanfaatan lahan agar sesuai dengan asas-asas penataan ruang. Asas-asas penataan ruang tersebut meliputi: keterpaduan, yaitu mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan (pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat); keterbukaan, yaitu memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang; kebersamaan dan kemitraan, yaitu melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder); kepastian hukum dan keadilan, yaitu yang berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secacara adil dengan jaminan kepastian hukum; dan akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan, baik proses maupun hasilnya.
    Proses penyusunan rencana tata ruang yang melibatkan komunitas atau masyarakat lokal selain bertujuan untuk mencapai keberlanjutan wilayahnya, juga menjamin bahwa masyarakat akan mendapatkan manfaat dari perencanaan tersebut sehingga akan terjadi timbal balik yang saling menguntungkan antara pemangku-pemangku kepentingan dalam kegiatan penataan ruang (penggunaan lahan) dan pengendalian lahan itu sendiri.

    Fakhriah Aqmarina Quinta
    11/321154/GE/07237

    BalasHapus
  43. Perencanaan wilayah merupakan salah satu bentuk perencanaan yang secara khusus berkaitan dengan penggunaan dan sumberdaya lahan termasuk di dalamnya sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan lain-lain. Pada umumnya perencanaan wilayah bersandar pada prinsip-prinsip dasar perencanaan yaitu: efisiensi (effiency), kesesuaian(suitability), keberlanjutan (sustainability) dan kesetaraan (equity).
    Perencanaan wilayah pada dasarnya penting untuk dilakukan karena adanya keterbatasan lahan. Sumberdaya lahan yang terbatas akan selalu dihadapkan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan yang terus meningkat. Dengan prinsip perencanaan diharapkan dapat mendorong optimalisasi penggunaan lahan berdasarkan kesesuaian dan kebutuhan dari multipihak. Perencanaan wilayah adalah pelaksanaan proses pembelajaran yang diawasi dan dievaluasi secara partisipatif, dengan menggunakan data yang informatif.
    Berbagai bentuk partisipasi masyarakat di dalam perencanaan program pembangunan dapat dibentuk atau diciptakan. Hal ini sangat tergantung pada kondisi masyarakat setempat, baik kondisi sosial, budaya, ekonomi maupun tingkat pendidikannya. Di beberapa daerah bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan telah terjadi, dimana wadah serta mekanisme partisipasinya telah terbentuk dengan baik, (Bratakusumah, 2004).
    Terbentuknya beberapa kegiatan pada tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten menunjukkan antusiasme dan harapan masyarakat pada kegiatan pembangunan yang ada, namun hal ini tidak secara jamak terjadi disemua tempat, banyak kegiatan yang ditujukan untuk pembangunan tidak berjalan sesuai dengan harapan bahkan memunculkan hal yang berkebalikan. Beberapa padangan yang sering diungkapkan oleh masyarakat mengenai kegiatan perencanaan diantaranya adalah:
    1. Munculnya pandangan bahwa tidak semua rencana diimpelementasikan dengan baik dalam bentuk kegiatan
    2. Se.ringkali aktifitas yang sama dilaksanakan secara berulang-ulang
    3. Masyarakat berpikir bahwa segala sesuatunya tergantung pada kewenangan dari eksekutif dan legislatif dalam hal ini DPRD
    4. Anggapan masyarakat bahwa APBD tidak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat tertentu.
    Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan. Stakeholder perencanaan penggunaan lahan sendiri secara umum dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Beneficiaries masyarakat yang mendapat manfaat/dampak secara langsung maupun tidak langsung, Intermediaries kelompok masyarakat atau perseorangan yang dapat memberi pertimbangan atau fasilitasi dalam penanggulangan banjir (konsultan, pakar, LSM, dan profesional di bidang SDA) dan Decision/policy makers, lembaga/institusi yang berwenang membuat keputusan dan landasan hukum, seperti lembaga pemerintahan dan dewan sumberdaya air. Sejalan dengan tuntutan masyarakat akan keterbukaan dalam program-program pemerintah, maka akuntabilitas pemerintah dapat dinilai dari sejauh mana partisipasi masyarakat dan pihak terkait (stakeholder) dalam program pembangunan. Partisipasi masyarakat, mulai dari tahap kegiatan pembuatan konsep, konstruksi, operasional, pemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan.
    Dengan melihat penjelasan diatas maka saya setuju dengan artikel Bapak diatas. Dalam perencanaan penggunaan lahan itu sendiri memang dapat dilakukan dengan perencanan yang berbasis komunitas. Hal ini dikarenakan dalam perencanaan tersebut masyarakat mempunyai porsi yang lebih dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dibuat oleh pemerintah pusat tidak lepas dari kebutuhan masyarakat yang ada.

    Umi Alfiah Istiqomah
    11/316507/GE/07082

    BalasHapus
  44. Degradasi dan deteriorisasi lingkungan merupakan suatu fenomena penurunan kualitas lingkungan. Seiring dengan perkembangan suatu wilayah teradi degradasi dan deteriorisasi lingkungan ini terjadi diakibatkan oleh semakin besarnya tekanan terhadap lahan. Daerah perkotaan dengan berbagai macam aktivitas manusia dengan kepentingan masing-masing memicu terjadinya degradasi dan deteriorisasi lingkungan. Sebagai contoh perubahan penggunaan lahan, misalnya semakin banyaknya lahan terbangun sehingga menyebabkan semakin berkurangnya daerah resapan air. Hal tersebut memberikan dampak pada semakin besarnya aliran permukaan saat terjadi hujan akibat air sedikit yang terinfiltrasi sehingga menyebabkan terjadinya banjir. Dampak lain dari semakin besarnya tekanan terhadap lahan adalah pemukiman kumuh terutama di perkotaan akibat bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan penigkatan kemiskinan karena kurangnya kesempatan kerja dan minimnya SDM yang memiliki keahlian khusus. Seiring dengan berjalannya waktu fenomena degradasi dan deteriorisasi lingkungan meluas ke arah wilayah pinggiran kota dan wilayah perdesaan. Menilik dari fenomena tersebut maka diperlukan tindakan pengendalian agar degradasi dan deteriorisasi lingkungan di wilayah perkotaan dapat dikurangi dan mencegah agar tidak terjadinya perluasan ke arah wilayah pinggiran kota dan wilayah perdesaan. Tindakan pengendalian yang dilakukan harus berkolaborasi antara pemerintah dengan semua stake holder serta komunitas masyarakat. Program-program yang dibuat untuk upaya pengendalian lingkungan harus berwawasan kependudukan, yang berarti bahwa kebijakan yang dibuat harus meletakkan masyarakat sebagai titik sentral pembangunan dan memberdayakan penduduk secara adil. Artikel “Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas” ini telah menjelaskan terkait pentingnya pembangunan berwawasan kependudukan dan juga beberapa wacana aksi yang dapat dilakukan untuk mendorong perwujudan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas. Pemberian kewenangan kepada komunitas masyarakat dalam mengatur urusan wilayahnya masing-masing tetap perlu diawasi oleh pemerintah dan mengagendakan diskusi mendalam untuk lebih memahami secara bersama mengenai perencanaan penggunaan lahan agar tujuan dari pengendalian lahan dapat tercapai. Namun yang perlu digaris bawahi adalah pembangunan dilakukan tidak hanya berdasarkan kepada kepentingan komunitas tertentu tetapi juga berdasarkan kondisi fisik dari suatu lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peranan penting dalam menentukan kebijakan pembangunan agar dapat mensejahterakan masyarakat, mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian lingkungan. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah terhadap komunitas masyarakat dalam hal merencanakan, memanfaatkan, dan mengendalikan pemanfaatan ruang agar tindakan yang akan dilakukan nantinya sesuai dengan kepentingan masyarakat dan tetap memperhatikan kelestarian alam.

    PRAKOSO ADISAPUTRA
    11/316540/GE/07114

    BalasHapus
  45. Marco Darmansyah
    11/316492/GE/07071

    Artikel diatas pada dasarnya berisi mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan. Pentingnya partisipasi masyarakat tidak hanya dipandang dari segi perencanaan penggunaan lahan saja, tetapi juga dalam berbagai macam bentuk perencanaan termasuk dalam tahap pengambilan keputusan. Peran dan partisipasi masyarakat dalam berbagai pembangunan telah banyak diatur dalam berbagai kebijakan publik di negeri ini. Sejak pengakuan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik diatur dalam Pasal 53 UU No. 10/2004 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, maka banyak UU yang lahir setelah itu yang mengatur partisipasi masyarakat, termasuk UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
    Peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu konsultatif dan kemitraan (Cormick,1979). Pola partisipatif yang bersifat konsultatif ini biasanya dimanfaatkan oleh pengambilan kebijakan sebagai suatu strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support). Dalam pendekatan yang bersifat konsultatif ini meskipun anggota masyarakat yang berkepentingan mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk diberitahu, tetapi keputusan akhir tetap ada ditangan kelompok pembuat keputusan tersebut (pemrakarsa). Pendapat masyarakat di sini bukanlah merupakan faktor penentu dalam pengambilan keputusan, selain sebagai strategi memperoleh dukungan dan legitimasi publik. Sedangkan pendekatan partisipatif yang bersifat kemitraan lebih menghargai masyarakat lokal dengan memberikan kedudukan atau posisi yang sama dengan kelompok pengambil keputusan. Karena diposisikan sebagai mitra, kedua kelompok yang berbeda kepentingan tersebut membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan secara bersama-sama. Dengan demikian keputusan bukan lagi menjadi monompoli pihak pemerintah dan pengusaha, tetapi ada bersama dengan masyarakat. dengan konsep ini ada upaya pendistribusian kewenangan pengambilan keputusan.
    Pada mata kuliah Geografi Politik, Partisipasi masyarakat dalam teori politik sering disebut "Participatory Democracy" yang dipopulerkan oleh Gibson. Gibson (1981) menyatakan bahwa penyelarasan kedua macam kepentingan tersebut dapat terwujud jika proses pengambilan keputusan menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepeda mereka untuk mengungkapkan kepentingan dan pandangan mereka. Proses pengambilan keputusan, yang menyediakan kelompok kepentingan untuk berperan serta didalamnya, dapat mengantarkan kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan mencapai saling pengertian dan penghayatan terhadap satu sama lain. Dengan demikian perbedaaan kepentingan dapat dijembatani.
    Dalam UU No. 32/2009, masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran masyarakat berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Sementara tujuan peran masyarakat yaitu meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

    BalasHapus
  46. FARIZ BIMANANTA SAPUTRA
    11/313242/GE/07002

    Saya setuju dengan artikel yang berjudul pembangunan berbasis komunitas ini. Karena artikel sangatlah baik bagi pembangunan untuk kedepannya. Hal ini dikarenakan dalam artikel ini sudah dijelaskan bagaimana kerusakan pengunaan lahan yang sudah terjadi saat ini. Dengan mengetahui semua hal tersebut sekiranya kita dapat mengatur pengunaan lahan yang lebih baik dengan meminimalisir kerusakan lingkungan.
    Artikel ini menjelaskan salah satu cara untuk mengatur pengunaan lahan dengan melakukan pembangunan berbasis komunitas. Masuknya masyarakat setempat untuk membantu memeberikan saran bagi pembangunan pada wilayahnya, maka pemerintah akan tahu bagaimana wilayah tersebut seharusnya dibangun. Akan tepapi untuk mencapai hal tersebut, sebaiknya pemerintah melakukan sosialisai terlebih dulu kepada masayarakat setempat agar tidak terjadi ketidak harmonisan yang berlebih antara masyarakat dan pemerintah. Selain itu pemerintah perlu mempertimbangkan wacana yang sudah ada dengan memberikan kesempatan atau mendengar masukan dari masyarakat setempat. Sehingga pembangunan pada wilayah tersebut dapat padu dan harmonis sesuai dengan kemauan masyarakat setempat dan pemerintah serta tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

    BalasHapus
  47. Memang benar bahwasannya perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas merupakan salah satu bentuk pengendalian lahan yang mampu meredam adanya alihfungsi lahan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Peran masyarakat saat ini dipandang sebagai alternatif solusi, karena kurang kuatnya pengaruh undang-undang dan peraturan perundangan yang membatasi pemanfaatan lahan serta alihfungsi lahan yang dilakukan tanpa izin dari pemerintah. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan bertujuan untuk mengoptimalkan partipasi masyarakat sehingga setiap langkah perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat. Namun untuk melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan tentunya dibutuhkan kapasitas masyarakat yang memadai, dalam hal ini pemerintah harus berperan aktif memberikan pengarahan dan pengetahuan dasar terhadap masyarakat mengenai rencana tata ruang serta rencana tata guna lahan yang akan dibuat atau dilaksanakan sesuai dengan dokumen perencanaan yang ada. Selain itu untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan terutama terhadap penggunaan lahan yang ada, dibutuhkan pemerintahan yang terbuka dan mau menerima pendapat atau masukan dari masyarakat yang notabene lebih mengetahui proses dan kegiatan penggunaan lahan dilapangan sehingga jika terjadi adanya pelanggaran terhadap pemanfaatan lahan, masyarakat dapat secara tegas menolak dan melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak atau instansi pemerintahan yang berkewajiban menangani masalah-masalah berkaitan dengan pemanfaatan lahan. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah harusnya saling bekerjasama dalam hal mengatur dan merencanakan setiap persil lahan yang ada diwilayahnya, sehingga akan mempermudah tercapainya pelaksanaan pembangunan secara partisipatif melalui perencanaan yang terpadu.

    Imam Prasetyo
    11/316500/GE/07076

    BalasHapus
  48. Saya setuju dengan artikel bapak. Sudah seharusnya masalah-masalah yang timbul mengenai degradasi dan deteriorasi lingkungan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat lokal. Pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya sadar dengan kondisi yang semakin memburuk mengenai degradasi lingkungan. Peran serta masyarakat lokal sangatlah dibutuhkan karena merekalah yang mengetahui karakteristik dan kondisi di wilayahnya sendiri. Disinilah peran pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat, dimana pemerintah dapat mendelegasikan wewenangnya kepada masyarakat agar bisa berpartisipasi dalam memecahkan masalah yang ada. Sehingga dapat menimbulkan kondisi yang sinergi antara pemerintah dan masyarakat, dalam hal perencanaan penggunaan lahan di suatu wilayah. Pemerintah sebagai pelaksana dan monitoring selayaknya mengadakan berbagai kajian dan penyuluhan kepada masyarakat, yang diharapkan ke depannya mampu menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. Wacana dibentuknya perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas ini diharapkan munculnya gagasan-gagasan baru serta partisipasi masyarakat yang lebih intensif terutama dalam hal menjaga lingkungannya sendiri dulu

    Bethawan Danny Pragusta
    11/316563/GE/7137

    BalasHapus
  49. Febriani Yosina Sibi
    (11/313401/GE/07014)

    Secara keseluruhan, Saya sangat setuju atas artikel yang telah dipaparkan diatas, karena menurut saya ini merupakan salah satu tulisan yang berani memberikan sebuah gagasan yang sebenarnya sejak dahulu ada tetapi tidak mampu dikembangkan bahkan hilang begitu saja di beberapa daerah tertentu.

    Komunitas menjadi suatu kesatuan yang selayaknya menyatukan segala persepsi, pedapat dan keinginan para anggota untuk berdiri di bawah satu tujuan. Setelah saya mempelajari PPL barulah saya menyadari bahwa semua yang dilakukan seorang geograf tidak berpaut pada karya "fisik" semata, apa yang kita lihat & kita analisis di lapangan, karena geografi lebih daripada itu, apalgi tersangkut dengan perencanaan yang melibatkan semua komponen penting dalam wilayah kajian baik dari segi ABC ( Abiotik, Biotik & Cultural)
    Terkadang, Komunitas yang ada malah ingin berdiri sendiri dengan pengertian mereka, dengan pengetahuan mereka yang ada, pengetahuan yang didapat dari nenek moyang mereka, terkadang hal-hal tersebut juga menjadi penghambat terbesar juga berkembangnya suatu wilayah. Kemudian Pemda yang awalnya mendekatkan diri secara halus hingga dengan cara yang sedikit kasaar, bahkan hingga lelah sendiri untuk melakukan perencanaan / "perubahan" pada daerah yang dikuasai komunitas tersebut. Hal ini menjadi tidak tersinkron sehingga masing - masing berdiri dengan pengertiannya sendiri.

    Pada artikel di atas saya menemukan beberapa pernyataan yang saling terkait satu dengan lainnya seperti : Menjadikan masyarkat sebagai 'subjek" dari pembangunan , selama ini memang mindset perencana sudah mengarah ke sana, hanya saja tidak tahu apa caranya untuk menjadikan subjek tersebut tetap bergerak aktif ,dan tidak stagnan mengikuti perintah para stake holder semata.
    Kemudian, pada bagian B. ada beberapa point2 seperti :
    (4) kebijakan dan strategi penataan ruang suatu wilayah tidak konsisten dan terpadu. Hal ini sering terjadi ketika pengambil kebijakan tidak mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan wilayahnya atau juga adanya pergantian kepemimpinan pemerintahan yang diikuti oleh berubahnya kebijaksanaan penataan ruang; (5) pendekatannya normatif dan cenderung berorientasi pada aspek fisik semata tanpa mempertimbangkan aspek non fisik yang sangat pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah; (6) terlalu berorientasi pada kepentingan pemerintah dan ada kecenderungan bahwa pendapat dan kebijakan pemerintah sebagai pengelola wilayah adalah hal yang paling benar;

    Pada artikel di atas saya menemukan beberapa pernyataan yang saling terkait satu dengan lainnya seperti : Menjadikan masyarkat sebagai 'subjek" dari pembangunan , selama ini memang mindset perencana sudah mengarah ke sana, hanya saja tidak tahu apa caranya untuk menjadikan subjek tersebut tetap bergerak aktif ,dan tidak stagnan mengikuti perintah para stake holder semata.

    Kemudian, dari Point B
    hal ini cukup sering terjadi,dan terus berulang ,, tanpa adanya kesadaran untuk merubah pola berpikir atau pola perencanaan yang terpadu seperti apa, baik dari segi masyarakat , stake holder ataupun pemda .

    Ada baik beberapa para anggota dari Komunitas yang berbasis PPL adalah orang2 yang memang mengerti benar untuk mengendalikan lingkungan mereka / habitat mereka terutama para generasi muda. Setidaknya jika dari sesama anggota ada yang paham, akan lebih mudah untuk menyampaikan bagaimana pengendalian wilayah yang terpadu karena mereka akan lebih mencoba untuk "mendengarkan" sesama mereka dibanding orang yang berada di luar komunitas. Saya merasa ini solusi yang akan cukup membantu, dibanding harus berdebat dengan orang - orang yang belum tentu mau didengarkan suaranya oleh para anggota komunitas.

    BalasHapus
  50. lanjutan pak....

    ada lagi satu fakta menarik yang ingin saya sampaikan terkait komunitas
    di kota Merauke, Provinsi Papua, memiliki sebuah lembaga yaitu LMA ( Lembaga masyarkat adat ) sebenarnya ada di seluruh daerah di papua, tetapi di meraukelah yang cukup nyata terasa aksinya. Disana jika akan dilaksanakan pembangunan di atas tanah adat para perencana harus meminta surat pelepasan tanah adat yang telah disetujui oleh masyarakat , LMA maupun oleh pemda, dengan begitu hal ini tidak akan merugikan masyarakat maupun perencana, karena semua yang dilaksakan secara terpadu dan diawasi juga oleh LMA sebagai salah satu komunitas adat
    Nah, jika hal ini diaplikasikan pada beberapa tanah adat maka permasalahan pembangunan tidak akan terhambat terutama di kawasan timur Indonesia.
    Pembangunan bukan hanya sekedar fisiknya sja, tetapi juga manusianya perlu dibangun, membangun "Mindset" mereka, pendekatan mental , sosialisasi & aksi yang lebih partisipatif akan meyakinkan
    dan terlebih lagi jika diberikan dukungan penuh dari segenap pihak. Adanya pemahaman satu sama lain dari berbagai pihak, menemuka satu titik temu pendapat agar mampu membangun kerjsama yang baik terutama dengan komunitas dengan pemda. Dengan begitu saya yakin akan mempermudah berbagai perencanaan yang telah dibuat

    Terimakasih Pak
    Gbu :D

    BalasHapus
  51. Terimakasih semuanya.....semua pendapat bagus, bernas dan inspiratif. Terakhir catatan Febriani Yosina Sibi...sangat inspiratif. Akan jauh lebih bagus dan bermanfaat apabila anda berkenan menuliskan atau melanjutkan dg riset tentang Peran LMA dalam Pembangunan wilayah......banyak aspek yg bisa ditulis!
    Sukses Untuk Semua

    BalasHapus
  52. Nadhila Shabrina
    (11/319923/GE/07221)

    Gagasan pembangunan yang bersifat komunitas yang di rancang dalam artikel bapak kali ini dapat dikatakan sangat benar jika dikaitkan dengan kondisi pembangunan di negara kita saat ini. Permasalahan pembangunan yang banyak ditemui saat ini bukan tidak mungkin karena Pihak Pemerintah terlalu memperhatikan atau mengedepankan pandangan-pandangan dari satu pihak saja (pihak yang dianggap berkompeten), tanpa menganggap keberadaan masyarakat atau komunitas yang ada di dalam sebagai subjek dari sebuah pembangunan.
    Jika dikaitkan dengan daerah pinggiran kota, hal ini sepertinya sangat membantu menyelesaikan masalah pembangunan yang ada disana. Saya misalkan saja daerah Lampung Selatan yang dalam hal ini berada dekat dengan pusat Kota Jakarta. Jika dilihat dari pembangunannya, tiap tahunnya atau bahkan tiap waktu, pembangunan itu selalu saja dilakukan oleh Pemerintah di daerah ini. Pembangunan jalan, jembatan layang, dan lain-lain banyak ditemui jika kita berkunjung ke wilayah ini. Hal itu mungkin dikaitkan karena Lampung Selatan merupakan gerbang masuk dari luar menuju Sumatera atau khususnya kota-kota disekitarnya (Bandarlampung, Palembang, Bengkulu, dll). Seharusnya, yang dapat kita asumsikan adalah daerah ini harusnya sangat maju. Namun apabila kita perhatikan, khususnya saya, jika saya lihat daerah tersebut belum cocok jika dikatakan maju. Sebagai jalur transportasi, perpindahan barang dan jasa, seharusnya hal tersebut tidak mungkin terjadi. Apalagi adanya teori yang mengatakan bahwa jika ingin memajukan suatu wilayah, kembangkanlah transportasinya, yang dalam hal ini berkaitan dengan jalan sebagai media transportasi tersebut. Hal ini menurut saya adalah karena ada kesalahan dari aspek masyarakatnya. Pihak masyarakat dalam hal ini mungkin belum sepenuhnya mendukung pembangunan dari Pemerintah tersebut. Saya menilai bahwa, sebenarnya kebutuhan yang diinginkan masyarakat di wilayah tersebut bukanlah yang sedang dibangun saat ini. Mereka membutuhkan hal lain, tidak hanya kemajuan jalur transportasi. masih banyak permasalahan fisik maupun sosial yang mereka rasakan. Permasalahan ketersediaan fasilitas air misalnya, ataupun lain-lain. Oleh karena itulah mungkin pembangunan yang dilaksanakan di daerah ini tidak berjalan dengan baik karena adanya ketidaksepemahaman visi antara Pemerintah dan masyarakatnya. Dan untuk itulah, dalam hal ini mungkin pendekatan kelompok atau gagasan berbasis komunitas itu dapat dilakukan. Jadi, masyarakat tetap diberikan bagian mereka untuk ikut serta. Pendekatan kelompok yang saya maksudkan disini adalah bagaimana masyarakat yang memiliki aspirasi atau pemikiran yang sama, membentuk sebuah kelompok (menjadi satu), dan masyarakat lain yang mempunyai pemikiran lain pun berkumpul mengelompok juga (menjadi satu), sehingga masing-masing aspirasi tersebut keseluruhannya dapat terwujud, tidak ada yang merasa dirugikan, semuanya merasa dihargai karena memiliki hak yang sama. Namun untuk mendukung pendekatan ini, tentunya dalam hal SDM nya sendiri haruslah yang berkualitas, dan disini peran pendampingan dari Pemerintah barulah dibutuhkan.

    BalasHapus
  53. IIM CHOIRUN NISAK
    11/316640/GE/07204

    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas menjadi angin segar bagi perencana pembangunan untuk menjadi alternatif solusi penyelesaian permasalahan penggunaan lahan. Ketersediaan lahan semakin terbatas, namun kebutuhan akan lahan semakin tidak terbatas dengan pertambahan jumlah penduduk dunia yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Partisipasi masyarakat atau komunitas dalam pembangunan telah dipertegas dengan terbitnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Seperti yang disebutkan oleh Quinta, bahwa dalam undang-undang tersebut disebutkan partisipasi masyarakat dapat berupa penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas ini dianggap penting karena adanya 8 persoalan mendasar berkenaan perencanaan, pemanfaatan, dan pengelolaan ruang yang semuanya berkaitan dengan masyarakat. Dalam hal ini, komunitas masyarakat merupakan bagian ruang yang tidak dapat dipisah dengan ruang fisik, yang keduanya menjadi objek pembangunan. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga dikarenakan terdapat 3 elemen pembangunan yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta, yang ketiganya saling berkaitan dan berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan. Selain itu, seperti yang telah diungkapkan Ika, Diana Conyers menyebutkan bahwa terdapat 3 alasan utama pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan cenderung akan gagal; masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya karena akan lebih mengetahui seluk-beluk program pembangunan tersebut; dan partisipasi menjadi penting karena timbul anggapan bahwa suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam program pembangunan.
    Partisipasi masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan penting karena pola penggunaan lahan dan masalah-masalah telah terkait sejak periode waktu yang lama. Setiap perubahan berakibat/membawa akibat perencanaan harus dimulai dengan kondisi terakhir dan menyangkut masyarakat di daerah tersebut. Kebiasaan penggunaan lahan masyarakat umumm juga diperlukan untuk membantu perencana memahami lahan di daerah perencanaan. Informasi ini mencakup bentuk, pola, kecenderungan atau orientasi dari hasil penggunaan, seperti tingkat produksi dan hasil-hasil dari lahan tersebut. Dimana informasi-informasi tersebut dapat diperoleh dengan adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Seperti contoh kasus perencanaan di Tunisia dalam program pada zone tingkat mikro, pertama kali yang ditempuh perencana secara langsung menghubungi masyarakat di daerah perencanaan, untuk emngkaji kebutuhan mereka. Sehingga sejak saat itu dapat ditanamkan rasa kerja sama yang erat, serta mengurangi kesalahpahaman, yang sangat bermanfaat pada masa proses perencanaan selanjutnya.

    BalasHapus
  54. Lanjutan Iim Choirun...
    Penyelenggaraan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas sudah semakin nyata dengan adanya pergeseran paradigma dari Atur Dan Awasi (ADA) menjadi Atur Diri Sendiri, dan adanya sistem desentralisasi. Daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri, sehingga pemerintah hanya perlu membuat aturan atau rambu-rambu dan masyarakat memiliki peluang dan inisiatif dalam mengembangkan wilayahnya sesuai local wisdom masyarakat setempat. Namun kenyataannya, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan belum benar-benar terwujud meskipun sudah dijelaskan dalam undang-undang. Seperti yang diungkapkan oleh Rohmah, terdapat beberapa faktor partisipasi masyarakat masih rendah dalam pembangunan, diantaranya kurangnya sosialisasi dan pembinaan oleh pemerintah; tidak adanya agen penghubung masyarakat dan pemerintah; dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang berimplikasi pada rendahnya pemahaman masyarakat, kesadaran implementasi, dan komitemen masyarakat itu sendiri.
    Pada dasarnya, partisipasi masyarakat atau komunitas dalam pembangunan merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan. Hal ini juga telah diatur secara jelas dalam undang-undang dan telah dirancang secara terstruktur. Namun dalam pelaksanaannya masih terkendala beberapa permasalahan. Saat ini, penting untuk menyeimbangkan ketiga elemen pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan swasta) sehingga dapat menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Juga perlu untuk mempertegas hak dan kewajiban tiap elemen pembangunan tersebut dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan itu sendiri, utamanya perencanaan penggunaan lahan.

    BalasHapus
  55. Perencanaan penggunaan lahan yang partisipatif memang merupakan suatu jawaban atas persoalan perencanaan dan pemanfaatan lahan yang terjadi sekarang ini. partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi dari semua lapisan masyarakat. karena dalam realitanya, masyarakatlah yang bertindak sebagai tuan di wilayahnya, masyarakat tahu bagaimana kondisi lahan yang ada disekitarnya. akan tetapi, trobosan "komunitas masyarakat" dalam perencanaan penggunaan lahan perlu diperkirakan terkait aspek teknisnya dan keberlanjutannya. pasalnya dalam realita kehidupan masyarakat, hal yang paling diutamakan adalah ekonomi. Masyarakat butuh uang, masyarakat butuh pengembangan terhadap usaha atau peningkatan pendapatan. atas dasar keadaan seperti ini, apakah masyarakat mau ikut ambil bagian dalam komunitas yang dimaksud? Lain halnya sperti koperasi unit desa, atau semisal kelompok tani yang merupakan bentuk komunitas masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian masyarakat. komunitas ini memberikan dampak langsung kepada masyarakatnya, berupa bantuan pupuk, bibit, dan dana usaha. maka dari itu, komunitas untuk perencanaan penggunaan lahan perlu diperkirakan terkait dampak langsungnya ke masyarakat.

    BalasHapus
  56. Secara keseluruhan ,saya setuju dengan isi artikel dan pendapat teman-teman semua bahwa partisipasi masyarakat sangatlah penting dalam penataan ruang. Seperti yang dikatakan Saudara Dhilal , akan lebih jelas jika tingkat partisipasi masyarakat tersebut dikelompokan menurut jenisnya. Begitu juga dengan peran masyarakatnya mungkin dapat diberikan contoh detailnya, menurut profesi atau kemampuanya karena tiap orang memiliki kemampuan yang berbeda seperti yang sudah dijelaskan saudara Indiarto. Sehingga akan lebih jelas dan detail peran masyarakat itu seperti apa. Sebagai contoh seperti yang tertulis di dalam makalah “Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang” oleh Mayjen Chris P. Masengi (2001) , peran masyarakat dapat terdiri dari :
    - Partisipasi para ilmuwan; dapat berupa hasil seminar, lokakarya,dan diskusi yang membahasas tata ruang
    - Partisipasi para pengusaha; dapat berupa saran-saran tentang efektivitas pemanfaatan lokasi maupun bantuan fasiltas
    - Partisipasi para praktisi hukum; dapat berupa saran pencegahan atau penyelesaian permasalahan yang terkait dengan hukum
    - Masyarakat umum, misalnya memberi saran,pertimbangan, penyampaian masukan melalui media massa , ataupun seperti yang sudah dicontohkan di dalam artikel yaitu pengaturan sampah dan limbah domestik secara bersama-sama. Peran masyarakat umum disini dapat terdiri dari masyarakat umum diluar profesi-profesi diatas, ataupun gabungan dari seluruh mayarakat.

    Selain contoh peran masyarakat menurut golongan diatas, bisa juga dijelaskan peran masyarakat dalam tahap perencanaan itu seperti apa, pemanfaatan dan penataan ruang itu seperti apa.
    Terimakasih...

    Dimas Prawira D.S
    11/316551/GE/07125

    BalasHapus
  57. Pada dasarnya saya sangat setuju dengan adanya Komunitas dan berbagai bentuk lain dari komunitas itu di daerah pinggiran desa maupun desa.Hal seperti ini secara konsep sangat benar,namun yang terkadang membuat pemahaman dan kerancuan dalam berpandangan dan menilai adalah terletak dari cara pandang kita melihat permasalahan tersebut dan seringnya banyak pihak memandang terlalu simpel suatu permasalahan yang berhubungan dengan masyarakat.Ketidakberlanjutan dan kekurangan sumberdaya akan pengetahuan terhadap penggunaan lahan yang benar menjadi alasan mengapa sering terjadi perebutan lahan.Berbagai polemik tentang penggunaan lahan yang sering terjadi adalah jelas sangat mempengaruhi keberlanjutan dari perencannaan yang sudah dibuat sekalipun melalui komunitas tersbut.Perlu adanya pengawasan dari berbagai pihak khususnya pemerintah.Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika kearifan lokal tidak diperhatikan dalam melakukan perencanaan selain karena tidak dilibatkannya masyarakat secara langsung,masyarakat hanya sebagai "penonton",ada hal-hal yang penting diperhatikan guna meningkatkan keefektivan dari sebuah perencanaan,tidak adanya titik temu antar masyarakat dengan pemerintah adalah ketika pemerintah menginstruksikan masyrakat untuk menggunakan lahan untuk tanaman "x" sementara masyarakat(pada umumnya adalah petani) sudah berpuluh-puluh keturunan manggunakan lahan tersebut untuk tanaman atau keperluan"y",perubahan paradigma masyarakat yang seperti ini tentu sulit untuk diubah.Kesabaran pemerintah seakan diujui dengan situasi yang seperti ini hal ini juga turut menjadi alasan mengapa sering terjadi perebutan lahan.Keberadaan pemerintah harus benar-benar terasa jika ingin menjadikan penggunaan lahan bebabasis komunitas ini alternatif di masa yang akan datang harus benar-benar mampu menampung dan memberdayakan masyarakat dan berlangsung secara bertahap,pemberdayaan masyarakat seperti penggunaan lahan berbasis komunitas ini membutuhkan waktu yang lama karna hal ini akan berhubungan langsung dengan keberadaan masyarakat,perlu adanya terobosan dan pengawasan dari pemerintah secara bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengubah paradigma dan pembelajaran serta sosialisasi yang baik dan berkelanjutan agar masyraakat tidak terkejut dengan berbagai kebijakan pemerintah.Hal ini penting karena apa yang di konsepkan itu tidak semudah apa realisasinya.Hal lain yang penting adalah kemandirian komunitas tersebut tidak ditunggangi oleh kepentinga-kepentingan yang lain karena banyak komunitas seperti ini ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan lain karena tidak ada proses keberlanjutan dan kurangnya pasokan dana.Penggunaan lahan berbasisi komunitas ini harus membutuhkan jangka waktu yang cukup lama dan butuh pengawasan dari pemerintah atau dari pihak pembentukan serta adanya pengawasan serta penyadaran bersama dari masyrakat dan pihak pembentuk komunitas tersebut.

    BalasHapus
  58. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan memang sangat penting seperti yang disebutkan dalam artikel “PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS KOMUNITAS” karena masyarakat bukan hanya merupakan obyek pembangunan namun juga sebagai subyek pembangunan yang merupakan kunci penting keberhasilan program yang dalam hal ini adalah pengendalian lahan.
    Partisipasi menurut Siagian (1985) ada dua yaitu bersifat aktif dan pasif. Partisipasi pasif berarti bahwa dalam sikap, perilaku dan tindakannya tidak melakukan hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya suatu kegiatan pembangunan, sedangkan partisipasi aktif dapat berwujud memikirkan nasib diri sendiri dengan memanfaatkan lembaga-lembaga sosial dan politik yang ada dimasyarakat sebagai saluran aspirasinya, menunukkan adanya kesadaran bermasyaraka dan bernegara yang tinggi dengan tidak menyerahkan penentuan nasib kepada orang lain.
    Meskipun penting, namun keterlibatan masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan perlu diketahui hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh masyarakat seperti yang telah tercantum dalam UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 60. Hak masyarakat antara lain adalah mengetahui rencana tata ruang, menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang, mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya, mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang, dan mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan / atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Sedangkan kewajiban yang harus dilakukan adalah mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang – undangan dinyatakan sebagai milik umum.
    Selain itu pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat agar berperan serta dalam perencanaan penggunaan lahan harus dipilah-pilah penyampaiaannya karena karakter masyarakat berbeda-beda. Masyarakat desa tentu pengetahuaannya akan berbeda dengan masyarakat kota, begitu juga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian maka apabila memang perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas dengan melibatkan peran langsung masyarakat ingin benar-benar terwujud, pembekalan pengetahuan secara matang mengenai hak dan kewajiban masyarakat mutlak perlu dilakukan.

    Terimakasih dan mohon maaf atas keterlambatannya pak. .
    Putri Nurida P
    11/316607/07175

    BalasHapus
  59. Aruni Rizka Aninda
    11/316495/GE/07073

    Peran masyarakat untuk ikut terlibat dalam penataan ruang merupakan solusi untuk menghadapi munculnya masalah akibat adanya pembangunan dalam suatu wilayah. Masalah yang sering muncul adalah masyarakat sekitar yang tidak setuju dengan adanya pembangunan di wilayah tersebut. Dengan dilakukannya penataan ruang dengan melibatkan masyarakat, maka hal ini akan menguntungkan bagi pemerintah, pihak investor, maupun masyarakat itu sendiri. Pemerintah dapat mengetahui bagaimana kondisi wilayahnya dengan menanyakan langsung ke masyarakat sekitar karena masyarakat sekitar wilayah tersebutlah yang lebih mengetahui bagaimana kondisi wilayah mereka. Masyarakat merasa lebih dihargai karena merekalah sebenarnya yang merasakan langsung dari dampak penataan ruang. Sudah saatnya mereka dijadikan sebagai subyek yang ikut dalam penataan ruang di wilayah mereka. Mekanisme peran serta masyarakat dilakukan sesuai dengan tahapan kegiatan penataan ruang. Secara umum mekanisme tersebut dapat berbentuk penyampaian informasi, usul dan saran lisan maupun tulisan melalui berbagai media informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada (media cetak dan elektronik, seminar, workshop, konsultasi publik, brosur, kegiatan budaya, website, kegiatan pameran, public hearing dengan masyarakat) kepada lembaga-lembaga yang berwenang; dan keterlibatan secara langsung dalam kegiatan penataan ruang, misalnya sebagai salah satu wakil masyarakat yang terlibat dalam penyusunan rencana tata ruang. Selain upaya-upaya yang bersifat individual, mekanisme peran serta dapat dilakukan oleh kelompok dan organisasi masyarakat serta organisasi profesi yang melakukan advocacy planning kepada lembaga-lembaga yang berwenang.

    BalasHapus
  60. Tulisan yang bertemakan perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komunitas ini sangatlah menarik dan saya sangat setuju dengan hal tersebut. perencanaan penggunaan lahan sebaiknya melibatkan beberapa pihak atau stake holder khususnya komunitas masyarakat lokal karena dianggap masyarakat lokal lebih paham dan lebih mengerti potensi daerah mereka. Saya setuju dengan pernyataan bahwa masyarakat tidak dijadikan sebagai objek pembangunan melainkan sebagai subjek pembangunan, sebaiknya suatu perencanaan haruslah dimusyawarahkan oleh beberapa pihak yang memiliki kaitan terhadap suatu pembangunan. Tidak lah adil jikalau hanya satu pihak aja yang berperan pada suatu pembangunan, satu pihak yang saya maksudkan adalah pemerintah daerah karena menurut saya masyarakat merupakan pihak yang penting dimana masyarakat lokal yang terbiasa atau mengerti keadaan riil dari daerah mereka yang nantinya akan dijadikan sebagai lokasi pembangunan. Tetapi satu hal yang saya khawatirkan ialah dimana masyarakat lokal mengerti tentang potensi daerah mereka tetapi mereka tidak paham dengan peraturan dalam pengelolaannya. Disinilah seharusnya peran pemerintah dalam mensosialisasikan perencanaan tersebut, dan pemerintah seharusnya melakukan pendekatan sosial terhadap masyarakat tentang apa yang menjadi aturan aturan suatu perencanaan penggunaan lahan, atau dengan cara pelatihan teknis terhadap masyarakat, hal ini diharapkan agar semua kalangan dapat mengetahui dan paham apa yang seharusnya bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan dalam suatu pembangunan. Walaupun masyarakat dilibatkan dalam perencanaan ini, tetapi pemerintah daerah tetaplah yang akan menjadi pengambil keputusan dimana diharapkan keputusan yang diambil seharusnya keputusan yang bijaksana dan tepat.

    STENFRI LOY PANDIA
    11/316497/GE/07074

    BalasHapus
  61. Sepakat dengan artikel “Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Komunitas” ini, bahwasannya masyarakat menjadi salah satu pihak yang sangat terkait dan berperan terhadap pembentukan kebijakan pengendalian penggunaan lahan. Namun pada nyatanya, adanya dominasi top down approach dalam pengambilan kebijakan dibanding bottom up approach menyebabkan keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan adalah bentuk keterlibatan yang semu, masyarakat hanya terlibat dalam kegiatan seremonial, sedangkan pada tahapan yang lebih tinggi, banyak kasus usulan kebijakan yang merupakan kepentingan dasar masyarakat hilang di tengah jalan, tanpa masyarakat mampu mengadvokasinya.
    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas perlahan akan mengubah paradigma dari masyarakat tidak hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek, dan keduanya saling berintegrasi. Hal tersebut dikarenakan lahan yang ada lebih dimengerti kondisinya oleh masyarakat sekitar, sehingga masyarakat juga lah yang akan mengerti bagaimana perlakuan yang tepat untuk menjaganya—asalkan masyarakat pro terhadap kelestarian lingkungan--. Seperti yang dikatakan oleh saudari Anindya, bahwasannya pemanfaatan lahan yang semakin tidak terkendali, akan menurunkan kualitas lingkungan. Disinilah peran masyarakat (dengan didampingi tim ahli) bersama-sama melakukan pengendalian penggunaan lahan yang tepat dan mencapai sustainable.
    Perencanaan penggunaan lahan sejatinya berkaitan dengan perencanaan, pemanfaatan, dan pengelolaan. Perencanaan lahan dilakukan oleh pemerintah dan hasilnya dapat dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat (komunitas), namun dalam perlakuannya tetap harus ada pengontrolan dari pemerintah yang memiliki paradigma Atur Dan Awasi dan masyarakat/komunitas itu sendiri dengan paradigma Atur Diri Sendiri (setelah adanya pergeseran paradigma yang telah dijelaskan pada artikel). Dengan adanya paradigma Atur Diri Sendiri mengindikasikan bahwa masyarakat dapat dan perlu berpartisipasi dalam PPL. Seperti yang telah diungkapkan Saudari Ika dan Iim sebelumnya, Diana Conyers menyebutkan bahwa terdapat 3 alasan utama pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan: partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk memperoleh informasi mengenai kondisi masyarakat setempat; masyarakat akan lebih mempercayai program yang akan dijalankan jika terlibat dalam proses perencanaannya--lebih mengetahui seluk-beluk program tersebut--; dan partisipasi menjadi penting karena timbul anggapan bahwa suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam program pembangunan. Sehingga, cukup jelas peran masyarakat (komunitas) adalah penting dalam PPL dan dalam merealisasikan beberapa wacana dan agenda aksi yang perlu didorong untuk mewujudkan perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas (yang sudah tertera pada artikel). Sependapat dengan apa yang disarankan oleh Saudari Sibi mengenai alangkah lebih baiknya jika beberapa dari anggota komunitas memiliki basic PPL, untuk kepentingan sosialisasi baik internal (sesama anggota komunitas) maupun eksternal (luar komunitas).

    Nita Yunita Ferdiani
    11/316485/GE/07064

    BalasHapus
  62. Raden prabowo yoga pratama
    11/316552/GE/07126

    Sekedar menambahkan apa yang sudah ada. Tidak dapat dipungkiri lagi peran masyarakat dalam hal perencanaan penggunaan lahan amatlah besar, selain adanya kelompok2 yang dapat menampung aspirasi masyarakat perlu adanya bimbingan perencanaan penggunaan lahan yang baik dari pemerintah. Karena kadang kala ada suatu kebijakan dari pemerintah tentang penggunaan lahan yang bertentangan dengan budaya dan adat istiadat yang ada di masyarat. Contohnya tidak boleh membangun bangunan di ujung pertigaan jalan (tusuk sate) yang masih banyak beredar di masyarakat jawa. Adanya adat istiadat lokal tersebut biasanya dilupakan oleh pemerintah. Selain itu perlu sebuah kajian mengenai usulan penggunaan lahan dari komunitas yang ada d masyarakat, karena tidak mungkin seluruh permintaan yang tiap2 daerah berbeda tersebut dikabulkan oleh pemerintah. Tetapi seluruh usulan penggunaan dari berbagai daerah dan berbagai komunitas tersebut harus sejalan dengan progam dan master plan pemerintah. Karena bukan tidak mungkin bila seluruh daerah dituruti penggunaan lahan d masa depan biaa kacau karena penggunaan lahannya tidak berkelanjutan.

    BalasHapus
  63. Sebelumnya saya mohon maaf, pak atas keterlambatan saya dalam mengisi komentar. Pembangunan yang mengajak masyarakat untuk langsung terlibat adalah salah satu dukungan akan perwujudan demokrasi, termasuk dalam hal perencanaan penggunaan lahan. Masyarakat sudah sepantasnya harus dilibatkan dalam pembangunan, apalagi jika masyarakat berada di lokasi wilayah objek pembangunan tersebut.
    Menurut Sumbangan Baja (2012), terdapat sasaran dan tujuan (goal) dalam perencanaan penggunaan lahan, yaitu pencapaian efisiensi (efficiency), kesetaraan (equity), dan penerimaan (acceptance) (FAO, 1993; van Lier and de Wrachien, 2002). Salah satu tujuan perencanaan adalah harus diterima oleh komunitas di wilayah perencanaan tersebut secara sosial. Sehingga, selain agar masyarakat tidak merasa "dimarginalkan" oleh kebijakan atau malah menjadikan masyarakat apatis terhadap pembangunan, perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas juga diharapkan mampu menciptakan keadilan di masyarakat khususnya dalam alokasi sumber daya lahan dan sumber daya alam. Pembangunan pun akan lebih lancar jika stakeholder dan pemerintah sudah melakukan musyawarah dan memiliki kesepahaman bersama dalam merencanakan penggunaan lahan.

    Radifan Dwisandhyoko H.
    11/316270/GE/07046

    BalasHapus
  64. Secara umum artikel ini menjelaskan bahwa perlibatan masyarakat sebagai obyek dalam pembangunan sangatlah penting dalam berbagai perencanaan pembangunan. Dalam hal ini perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan penggunaan lahan. Disini masyarakat sudah tidak lagi hanya menjadi obyek dalam suatu pembangunan, namun harus menjadi subyek pembangunan yang dapat menentukan kesejahteraan untuk mereka sendiri, karena pada kenyataanya masyarakat sering dirugikan dengan kebijakan penataan ruang oleh pemerintah di wilayah mereka masing-masing. Seperti yang dituliskan dalam artikel ini bahwa perencanaan penggunaan lahan berbasis partisipatif masyarakat atau komunitas ini merupakan solusi alternatif sebagai pengontrol penggunaan lahan yang ada di Indonesia. Kaitan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan dijelaskan oleh Bintoro Tjokroamidjojo yang menyatakan bahwa keterlibatan aktif/partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan proses dalam penentuan arah, strategi, dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah; keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembangunan; serta keterlibatan dalam bentuk hasil dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan. Mengingat pentingnya partisipasi masayrakat dalam perencanaan penggunaan lahan yang merupakan kontrol dalam pembangunan nasional, maka partispasi masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan. Harapannya dengan dilibatkannya masyarakat dalam perencanaan penggunaan lahan dapat mengontrol pembangunan yang dirasa tidak cocok dan tidak sesuai untuk kondisi lingkungan wilayah mereka, sehingga perencanaan penggunaan lahan dapat lebih terarah serta masyarakat dapat mengontrol dan mengelola sumberdaya produktif di wilayah mereka sendiri berdasarkan kewenangan yang didapat melalui otonomi daerah dan peraturan yang berlaku.

    Tri Nofitasari
    11/313747/GE/07038

    BalasHapus
  65. Saya membenarkan isi artikel tersebut, tetapi menurut saya, topik melibatkan komunitas (masyarakat) dalam perencanaan penggunaan lahan atau rencana tata ruang sebuah wilayah bukanlah topik yang baru, justru terkesan “terlambat” untuk diangkat dalam sebuah artikel. “Terlambat” yang dimaksud tidak hanya karena temanya yang sudah cukup familiar tetapi juga terlambat dalam melibatkan masyarakat itu sendiri dalam sebuah perencanaan yang sesungguhnya. Artinya, beberapa perencanaan sudah terlanjur dijalankan dan kita tahu kebanyakan perencanaan itu hanya melibatkan masyarakat sebagai formalitas saja, sehingga perencanaan berbasis masyarakat hanya sebatas wacana saja dan pelaksanaannya nyaris tidak dirasakan oleh masyarakat itu sendiri.
    Seperti yang diperbincangkan Bapak dan teman-teman, saya menyimpulkan “Masyarakat adalah subjek pembangunan” atau “Pembangunan tidak hanya terpaut kepada fisik saja”. Saya setuju dengan pendapat ini. Tetapi menurut saya, ada kalanya kita harus mengalah pada pendapat itu dan terima-terima saja fakta sebenarnya, yaitu memang belum sepenuhnya terealisasikan Perencanaan PL berbasis komunitas dapat dilaksanakan itu. Kalau perencanaan berbasis masyarakat kerap diacuhkan bahkan gagal di lapangan, sebaiknya kita tidak jalan di tempat memikirkan bagaimana caranya masyarakat ikut terlibat. Hal ini mungkin terjadi karena fisik (lingkungan atau alam) tidak tidak dapat dipaksa untuk menyesuaikan dengan manusia karena akan menyebabkan masalah kompleks, seperti bencana atau degradasi dan deteriosasi lingkungan. Tetapi manusia yang berakal budi lebih memungkinkan untuk belajar memahami dan beradaptasi dengan aspek fisik dengan pola perilaku dan budayanya. Sehingga dalam konteks ini, PPL berbasisi fisik dan perencanaan pembangunan masyarakat (komunitas) sebaiknya ditempatkan dalam koridor yang terpisah tetapi sedapat mungkin harus saling berhubungan. Biarkan saja PPL tetap berbasis lingkungan, yang harus dilakukan adalah menyusun perencanaan pembangunan masyarakat atau komunitas sehingga manusia dapat benar-benar siap untuk menerima, menjalankan, mengelola, mempraktekkan dan melaksanakan sebuah perencanaan berbasis fisik. Sehingga, terjadi keseimbangan antara fisik dan manusia dan keduanya dapat membagi tanggung jawab masing-masing. Selain itu, keseimbangan ini tidak hanya membangun fisik sebuah wilayah, namun dapat menyelesaikan masalah sosial masyarakat, seperti kemiskinan, kenakalan, kesenjangan, dan keterbelakangan.
    Intinya, yang dibutuhkan bukan hanya perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas, tetapi juga membutuhkan perencanaan pembangunan masyarakat (komunitas) yang lebih bersifat “menyiapkan” masyarakat. Di Indonesia sudah ada program yang terkait, seperti MDGs, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) dll. Terimakasih.
    Increase Panjaitan 11/313153/GE/06997

    BalasHapus
  66. Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas seperti yang sudah banyak diuraikan pendapat teman-teman sangat bermanfaat dan lebih efektif dalam perkembangan pembangunan yang terus berlanjut. Seperti yang sudah dijelaskan, perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas salah satunya menekankan pada pentingnya keterlibatan masyarakat pada proses perencanaan yang sungguh beralasan karena masyarakat memiliki penguasaan yang tinggi akan potensi daerahnya baik potensi alami maupun yang berhubungan dengan aspek demografi, sosial dan ekonomi. Peran serta pemerintah dalam sangat penting sebagai pengarah masyarakat dan pemegang anggaran utama serta sebagai pelindung atas keputusan yang telah ditetapkan. Kerjasama antara stakeholder dan kedekatan yang erat antara subjek dan objek perencanaan penggunaan lahan mampu menciptakan produk tata guna lahan yang berhubungan dalam menghadapi dinamika perubahan dalam masyarakat desa.
    Dalam kegiatan ini masyarakat tidak dapat dibiarkan bekerja sendiri. Adisasmita (2006) mengemukakan suatu konsep pendampingan yang dilakukan oleh PPAM (Peningkatan Partisipasi Anggota Masyarakat) yang kegiatannya meliputi sosialisasi, pendampingan, pelatihan, penguatan kelembagaan dan implementasi program/proyek (p.42). PPAM ini lebih lanjut mendorong pemuka masyarakat dan pemerintah untuk membantu kelompok strategis masyarakat dalam mengambil keputusan dan membangkitkan pemahaman, motivasi dan kerjasama. PPAM dapat membentuk tim fasilitator yang bertugas sebagai pendamping masyarakat dalam keseluruhan tahapan perencanan.
    Dilihat dari sisi masyarakatnya, terutama masyarakat pedesaan secara logika masyarakat akan menerima konsep tersebut jika hal tersebut tidak membuat masyarakat mengeluarkan biaya yang cukup besar, karena masyarakat pedesaan yang kurang memiliki pengetahuan serta pemikiran mereka yang terlalu mendasar, akan melihat bagaimana perencanaan tersebut akan memberikan dampak yang positif terhadap mereka terutama kesejahteraan kehidupannya. Perencanaan penggunaan lahan di daerah desa yang hanya membuat lahan produktif menjadi lahan terbangun yang dapat dikatakan tidak menguntungkan akan membuat masyarakat "menolak" pembangunan. sehingga dibutuhkan perencanaan penggunaan lahan yang dapat dimengerti masyarakat dan memberikan pemahaman masyarakat desa akan pentingnya sebuah pembangunan.
    terimakasih.

    fendi setiawan
    11.316620.Ge.07185

    BalasHapus
  67. TRAFIKA ANGGINI
    11/316487/GE/07066


    Saya sependapat dengan artikel PPL Berbasis Komunitas ini serta pendapat teman-teman. Berbagai pendapat telah diutarakan dengan menggunakan dasar, konsep, maupun prinsip yang masing-masing dipahami.

    PPL tak lepas dari stakeholder. Berbicara mengenai stakeholder, PPL dilakukan oleh pihak-pihak terkait dimana pihak tersebut adalah pemerintah, swasta, serta masyarakat. Ketiga pihak sudah seharusnya menjalin mitra agar PPL dapat dibentuk secara matang dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Sistem bottom-up perlu dilakukan untuk menggali informasi pada level masyarakat oleh pemerintah maupun swasta. Tak hanya informasi yang dikumpulkan, aspirasi juga perlu ditarakan oleh masyarakat untuk dipertimbangkan dalam PPL. Terlebih lagi jika ada inovasi dari masyarakat, PPL akan lebih mudah dibentuk dan diimplementasikan karena sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal masyarakat. Itulah bentuk ideal sistem bootom-up yang dijabarkan dalam PPL basis komunitas. Namun dalam penggunaan basis komunitas pun akan timbul beberapa masalah yang akan muncul. Salah satunya adalah pada tipe/tahapan partisipasi yang akan melekat pada masyarakat saat membuat perencanaan maupun pelaksanaan perencanaan. (Belum banyak disinggung oleh penulis mengenai tipe/tahapan partsipasi. Padahal tipe pasrtisipasi merupakan pokok penting dalam partisipasi masyarakat/basis komunitas untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pembuatan perencanaan)

    Sejalan dengan pendapat Mas Dhilal tentang hubungan perencanaan penggunaan lahan yang digambarkan dengan 8 Tipologi Tangga Partisipasi , Arnstein (1969), basis komunitas sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan memiliki tingkatan-tingkatan. Tipologi Tangga Partisipasi yang dijabarkan oleh Arnstein ini dimana secara garis besar dibagi atas tiga kelompok utama yakni : (1) Non participation, (2) Tokenism, dan (3) Citizen power. Dalam penjabaran secara sederhana, masyarakat memiliki porsi yang sesuai dengan bentuk atau tahapan partisipasi apa yang mereka ikuti. Hal ini, salah satunya, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan informasi yang diberikan oleh masyarakat terhadap program maupun perencanaan yang akan diimplementasikan.

    BalasHapus
  68. lanjutan Trafika Anggini 11/316487/GE/07066 ....


    Berbagai tipe partisipasi yang berkembang saat ini sebagai berikut :
    1. Partisipasi patif/manipulatif : masyarakat hanya perlu mengikuti program yang ada. Perencanaan dibuat oleh pemerintah atau swasta tanpa pertimbangan dari masyarakat.
    2. Partisipasi dengan cara memberikan informasi : informasi digali dari masyarakat untuk menjadi bahan perencanaan.
    3. Partisipasi melalui konsultasi : masyarakat berkonsultasi dengan suatu pihak dimana pihak tersebut kemudian mengembangkan hasil konsultasi secara subyektif untuk perencanaan dan program yang akan dijalankan. Tidak ada keputusan bersama dari masyarakat untuk membuat perencanaan.
    4. Partisipasi untuk insentif materil : masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumberdaya seperti tenaga untuk mendapatkan upah, ganti rugi, dan lainnya. Namun proses pembelajaran mengenai pembuatan perencanaan tidak dirasakan oleh masyarakat. Setelah insentif yang didapat habis, maka tidak ada yang tersisa untuk masyarakat dari hasil perencanaan.
    5. Partisipasi fungsional : Adanya kelompok masyarakat untuk ikut membuat perencanaan. Perencanaan dibuat dari hasil keputusan tujuan utama secara bersama degan dampingan fasilitator. Pada kondisi masyarakat yang lebih baik dan mandiri, fasilitator tidak diperlukan lagi.
    6. Partisipasi interaktif : Partisipasi dalam bentuk kelompok masyarakat dan penguatan kelembagaan yang sudah ada. Dengan melibatkan metode inter-disiplin untuk melihat keberagaman perspektif dalam proses pembelajaran masyarakat secara terstruktur dan sistemik. Masyarakat memiliki peran dan kontrol terhadap perencanaan yang mereka buat.
    7. Self mobolization : Mayarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya denngan mengembangkan ide dari masyarakat dan mengadakan kemitraan serta koordinasi dengan pihak yang terkait dalam perencanaan maupun implementasi perencanaan.

    Intisari dari penjabaran diatas yakni setiap kita mengadakan suatu pembuatan perencanaan, pengadaan proyek, maupun implementasi program yang berbasis pada komunitas, kita hendaknya memilih pada tipe/tahapan/tipologi partisipasi yang akan digunakan. Pada dasarnya, tahapan partisipasi dilakukan dari bawah (partisipasi pasif). Seiring dengan berkembangnya proses pembelajaran dan meningkatnya kapasitas masyarakat, tahapan pasrtisipasi yang lebih tinggi tingkatannya dapat dilakukan oleh masyarakat. Bahkan pada tingkat yang paling tinggi (self mobilization atau citizen control), masyarakat secara mandiri sudah mampu membuat perencanaan dan mengimplementasikan program yang mereka buat. Memilih tahapan/tipe partisipasi masyarakat bertujuan untuk membuat perencanaan secara efektif dan efisien karena masyarakat memiliki informasi, tingkat pengetahuan, kondisi sosial, serta budaya yang berbeda-beda di berbagai wilayah yang diperlukan sebagai bahan perencanaan.

    BalasHapus
  69. Saya sependapat dengan artikel tersebut, mengingat arti penting masyarakat yang tidak terlepas dari keberhasilan pembangunan. Namun kenyataannya, perencanaan yang bersifat partisipatif ini belum terlaksana secara optimal. Kebanyakan perencanaan pembangunan masih diominasi oleh kebijakan kepala daerah, sedangkan LSM atau organisasi tertentu tidak dapat berkontribusi secara optimal dalam memberikan aspirasi. Padahal jelas bahwa keterlibatan stakeholder sangat berpengaruh dalam menentukan hasil. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah ini juga tidak terlepas dari sifat masyarakat yang masih bersifat acuh tak acuh terhadap pembangunan suatu wilayah. Terutama masalah dalam lahan sendiri, yaitu sistem kepemilikan tanah. Beberapa daerah tampaknya masih memberlakukan dan bertahan pada hak ulayat yang diatur dalam hukum adat. Hal ini akhirnya berdampak pada penggunaan lahan di daerah sekitarnya. Pembangunan akan semakin lambat karena dipersulit oleh izin dari kelompok masyarakat tersebut. Menimbang masalah tesebut seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi yang lebih terhadap masyarakat akan arti penting perencanaan yang berbasis komunitas ini, meningkatkan kulaitas masyarakat baik dalam kemandirian, percaya diri dan pengetahuan. Pemerintah juga harus melakukan kegiatan yang transparan dan melakukan monitoring serta evaluasi terhadap proyek-proyek pembangunan yang ada sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk mendorong dan melaksanakan pembangunan.
    Terima kasih.

    Sophia Manurung
    11/316549/GE/07123

    BalasHapus
  70. Verry Octa Kurniawan
    11/316625/GE/07190

    Perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas memang selayaknya diterapkan dalam kegiatan perencanaan penggunaan lahan dan pelaksanaannya. Dengan adanya partisipasi komunitas atau masyarakat yang terdapat di dalamnya diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan pihak terkait. Namun isu yang sering muncul yaitu tentang pasifnya masyarakat terhadap penggunaan pada sektor tertentu. Memang benar bahwa sosialisasi pada masyarakat tertentu dalam suatu wilayah dalam hal ini perlu lebih intensif, apalagi jika tiap daerah berbeda-beda, pendekatannya pun berbeda pula sesuai dengan local wisdom setempat. Contohnya seperti penataan kota di Singapura. Cukup banyak masyarakat Tionghoa yang tinggal di sana. Penataan kota di negara tersebut berbasis Feng Shui yang salah satu bagiannya mempelajari tentang pengaturan tata letak ruang atau bangunan dan penyesuaian dengan alam sekitarnya. Dalam hal ini pemerintah mampu mengakomodir kebutuhan tersebut dalam local wisdom yang dianut oleh warga Tionghoa.

    Selain adanya masyarakat yang pasif, rasa sense of belonging pun juga menjadi hal penting yang perlu dimiliki masyarakat lokal. Menurut Hery Budianto (2011) dalam Pendampingan dalam Proses Perencanaan Partisipatif ProgramPenataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) bahwa dengan upaya membangun kesadaran masyarakat dan sekaligus menata kembali tatanan sosial yang ada untuk memulai perencanaan partisipatif, yaitu melibatkan komunitas pemanfaat sebagai pelaku utama untuk secara aktif mengambil langkah langkah penting yang dibutuhkan untuk memperbaiki hidup masyarakat tersebut. Menurut Hery Budianto (2011) pula bahwa yang perlu diperhatikan dalam pola perencanaan partisipatif adalah peran “pendamping” yaitu Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif (TAPP) bukan untuk mengambil alih pengambilan keputusan melainkan untuk menunjukkan konsekuensi dari tiap keputusan yang diambil masyarakat, dengan kata lain menjadi "fasilitator" dalam proses pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil akan rasional, mulai dari pengenalan persoalan dan perumusan kebutuhan, perencanaan dan pemrograman, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kesepakatan bersama antar pelaku pembangunan yang terlibat (pemerintah, swasta dan masyarakat), dimana seluruh proses perencanaan sekaligus merupakan proses belajar bagi tiap pihak yang terlibat.

    Peran serta “pendamping” diperlukan agar dapat menstimulus masyarakat agar menjadi lebih aktif dan kritis dalam perencanaan penggunaan lahan berbasis komunitas. Dalam hal ini masyarakat diharapkan untuk mampu mengerti dan memahami terkait dengan apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Oleh karena itu untuk menciptakan perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan diperlukan integrasi secara meyeluruh mengenai hal tersebut agar dapat mencapai tujuan bersama yang lebih baik.

    BalasHapus
  71. Setelah membaca artikel dan beberapa komentar teman termasuk komentar mas dhilal,happy, dan feby, pada dasarnya permasalahan penggunaan lahan yang melibatkan partipasi masyarakat memang merupakan hal yang penting.
    Permasalahan penggunaan lahan tidak bisa hanya dituduhkan pada satu kelompok masyarakat atau stake holder saja, karena mencakup berbagai dimensi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti kebijakan pemerintah, urbanisasi, ketidakdisiplinan dan ketidakpedulian masyarakat, dan berbagai masalah lain yang bebrapa sudah diurai pada atrikel dan komentar diatas. Sehingga Perencanaan Penggunaan Lahan berbasis komunitas perlu dikedepankan dalam sistem pembangunan saat ini. Berbagai teori telah dipaparkan diatas namun artikel ini belum memberikan contoh yang bisa mengimaginasi pembaca untuk lebih memahami esensi artikel ini. Sebagaimana feby yang memberikan contoh mengenai LMA, saya akan mencoba memberikan beberapa contoh yang saya ketahui.

    Sebagaimana yang sudah saya pelajari dalam kuliah Perencanaan desa misalnya, dalam pembangunan desa terdapat yang namanya RPJM-Desa (Rencana Pembangunan Jangka Menengah-Desa). RPJM-Desa tersebut dibuat melalui proses panjang, yang berawal dari partisipasi aktif masyarakat desa setempat dalam pembuatannya melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbang-Desa). Dalam Musrenbang Desa beberapa perwakilan dari masyarakat ikut hadir dalam penyusunan rencana pembangunan tersebut. Namun, perlu diperhatikan, dikarenakan tidak memungkinkan jika kesemua masyarakat ikut hadir dalam penyusunan itu, maka masyarakat yang terlibat sebaiknya yang memiliki pengaruh baik di lingkungannya dan sedikit banyak paham mengenai pembangunan. Jika tidak memungkinkan, alternatif lain juga bisa dilakukan sosialisasi pada masyarakat terlebih dahulu mengenai pembangunan maupun perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Beberapa desa di Sleman misalnya, masing-masing memiliki RPJM-Desa yang penyusunannya mensyaratkan adanya perwakilan masyarakat, perwakilan masyarakat inilah yang telah menampung aspirasi masyarakat lainnya. Sehingga, jika pembangunan di desa itu konsisten dengan hasil RPJM nya, maka penyimpangan penggunaan lahan dapat dihindarkan dan bisa sesuai dengan kesepakatan bersama, dalam hal ini masyarakat. Jika suatu saat terjadi permasalahan,maka menjadi tanggungjawab bersama anatar masyarakat dan stakeholder terkait. Kesemuanya sama-sama memilki sense of belonging terhadap daerahnya.

    Bersambung.......

    Dita Asiatu Khasanah
    11/313554/GE/07031

    BalasHapus
  72. Lanjutan....

    Selain itu contoh lagi di Kota Solo, yang stakeholdernya telah mampu memberikan aksi nyata mengenai PPL berbasis komunitas. Jika dalam karya ilmiah yang pernah kami buat tahun 2010 melalui hasil wawancara dengan Bapak Joko Widodo (Walikota Solo saat itu), beliau menyebutnya pendekatan sosio-cultural (sosial-budaya). Pendekatan ini mengedepankan pendekatan kepada masyarakat untuk mencapai pembangunan berwawasan lingkungan yang sesuai artikel ini yaitu esensinya adalah penggunaan lahan berkelanjutan. Misalnya dalam menata pemukiman kumuh dipinggiran Sungai Bengawan Solo, Jokowi melakukan komunikasi dengan masyarakat bahkan hingga puluhan kali. Sampai akhirnya masyarakat memiliki sense of belonging terhadap lingkungan dan merelakan lahan bekas tempat tinggalnya dijadikan sebagai taman (green belt). Tentunya itu adalah proses panjang dan dengan adanya timbal balik yang baik dari pemerintah, serta bukan dengan cara kekerasan.

    Demikian itu contoh yang saya ketahui, sehingga saya menyimpulkan bahwa sudah tepat apa yang disampaikan dalam artikel ini mengenai 5 wacana dan agenda aksi mewujudkan PPL berbasis komunitas yang substansinya adalah komunikasi intensif antara masyarakat dan stakeholder.

    Selanjutnya PPL berbasis komunitas ini juga sejalan dengan metode Participatory Research Appraisal (PRA) yang ditulis oleh Adimiharja dan Hikmat dalam bukunya yang berjudul "Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat". Kegunaan PRA sangat cocok untuk penelitian perencanaan pembangunan yang tidak hanya bersifat fisik tapi juga aspek sosial-ekonomi dan budaya. Prinsipnya sama dengan artikel ini, namun sedikit kearah teknis yang menyebutkan mengenai prinsip PRA. Prinsip-prinsip penerapan PRA (Adimiharja & Hikmat) : (1) Masyarakat dipandang sebagai subjek bukan objek (2) Masyarakat yang membuat peta, model, diagram, pengurutan, memberikan angka/nilai, mengkaji/ menanalisis, memberikan contoh, mengidentifikasi dan menyeleksi prioritas masalah, menyajikan hasil, mengkaji ulang dan merencanakan kegiatan aksi.(3) Pemberdayaan dan partisipatif masyarakat dalam menentukan indikator sosial.

    Dita Asiatu Khasanah
    11/313554/GE/07031

    BalasHapus
  73. Ok...terimakasih inputnya. tampaknya masih ada bbrp kawan yg belum submit komentar ya....silahkan, meskipun sdh telah masih ditunggu

    BalasHapus
  74. Penggunaan lahan merupakan sebuah bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual (Arsyad, 1989:207). Dari pemahaman tersebut sebenarnya sudah terdefinisi secara jelas bahwa setiap penggunaan lahan pasti akan selalu terkait dengan campur tangan manusia. Namun realita perencanaan penggunaan lahan kebanyakan hanya melibatkan tenaga ahli dan akademisi semata, yang seolah-olah melupakan masyarakat wilayah terkait. Sehingga memang sudah sepantasnya untuk hal yang menyangkut penggunaan lahan, entah dalam hal perencanan maupun implementasi dari perencanaa secara keseluruhan harus melibatkan masyarakat. Karena bagaimanapun masyarakat wilayah terkait jauh lebih mengerti keadaan. Dan hal ini akan jauh lebih efektif, karena ikut melibatkan secara aktif masyarakat sehingga akan saling tahu arah perencanaan dan kemauan masyarakat. Sehingga penggunaan lahan akan terarah dan tidak semrawut, karena antara pengembang dan masyarakat ada saling keterkaitan sehingga jelas arah penggunaan lahannya. Sebenarnya tidak hanya menyoal penggunaan lahan yang berbasis komunitas melainkan dalam banyak aspek kehidupan.
    Hal yang sama juga sudah mulai digagas di daerah Semarang dimana wilayah tersebut juga memiliki masalah terkait dengan penggunaan lahan yang carut marut sehingga berakibat pada bencana rutin yang melanda Semarang yakni banjir. Dimana klasifikasi banjir sendiri terbagi kedalam tiga yaitu banjir genanangan, banjir rob, dan banjir kiriman. Karena penggunaan lahan yang belum tertata dengan baik terutama pada sekitar DAS Garang, dimana perubahan penggunaan lahan amat tinggi maka pemerintah daerah sekitar juga mencoba menerapkan pola yang sama terkait dengan pelibatan masyarakat dalam perbaikan lingkungan, yakni dengan menggalajkan program agrokonservasi berbasis komunitas. Hal yang sama dan tujuan yang sama pula, yakni melibatkan masyarakat wilayah terkait untuk berperan aktif dan ikut turun tangan membenahi masalah yang menyangkut wilayah yang mana juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka memang sudah sepantasnya hal yang menyangkut kepentingan hajat orang banayak melibatkan peran aktif masyarakat, karena dengan demikian akan menjadi jembatan untuk mencapai tujuan bersama.

    Sumber : Liesnoor, Dewi., dkk. 2010. Model Agrokonservasi Berbasis Komunitas untuk antisipasi Banjir Kali Garang Hulu. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

    Ridlo Gilang Wicaksono
    11/316556/GE/07130

    BalasHapus