Kamis, 13 Februari 2014

Ganti Untung Pengadaan Tanah



‘GANTI UNTUNG’ TANAH UNTUK BANDARA

Oleh: Sutaryono[1][2]

Reaksi sebagian masyarakat yang menentang pembangunan bandara di Kulon Progo yang diwujudkan melalui pencabutan patok titik koordinat tanah calon lokasi bandara, perlu disikapi secara arif dan tidak emosional. Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui informasi detail berkenaan dengan wilayah yang akan dijadikan kawasan bandara, bahkan masyarakat mempunyai hak untuk mengajukan keberatan terhadap lokasi yang diajukan oleh instansi yang membutuhkan tanah. Hak-hak tersebut sesuai dengan azas keadilan, keterbukaan, kesepakatan dan keikutsertaan sebagaimana diamanahkan dalam  UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Melalui pendekatan secara persuasif yang ‘nguwongke’, menyampaikan secara gamblang berkenaan dengan hak dan kewajiban serta wilayah terdampak, termasuk urgensi pembangunan bandara untuk masa depan Ngayogyakarta Hadiningrat dan masyarakatnya, maka keberlanjutan pengadaan tanah untuk bandara di Kulon Progo ini perlahan tetapi pasti akan segera terealisasi, mengingat Ijin Penetapan Lokasi (IPL) sudah diterbitkan (KR, 21-1-2014). Penetapan Lokasi inilah yang menjadi dasar dalam pengadaan tanah untuk bandara, yang pelaksanannya dilakukan oleh lembaga pertanahan.
Tahapan pengadaan tanah yang paling krusial adalah musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian antara instansi yang membutuhkan tanah dengan masyarakat pemilik tanah. Perlu disadari bersama bahwa ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Layak dan adil adalah kata kuncinya, atau dapat dikatakan sebagai standar minimal dalam pemberian ganti kerugian. Bahkan apabila memungkinkan, masyarakat yang terkena dampak justru merasa mendapatkan ‘ganti untung’ bukan ganti rugi. ‘Ganti Untung’ ini sangat mungkin diperoleh oleh masyarakat terkena dampak, apabila tanah yang dibebaskan memberikan implikasi pada tetap terjaminnya: (a) rumah tinggal untuk hunian; (b) sumber penghidupan secara berkelanjutan; serta (c) relasi sosial kemasyarakatan dengan kerabat dan handai taulan.  
Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu dicarikan solusi cerdas agar nilai ganti kerugian dari instansi yang membutuhkan tanah mampu memberikan makna sebagai ‘ganti untung’ bagi masyarakat terkena dampak. Dalam hal ini bentuk ganti kerugian tidak harus berbentuk uang- yang bisa jadi dalam waktu yang tidak terlalu lama akan habis untuk kebutuhan konsumsi masyarakat terdampak. Ganti kerugian dalam bentuk lain yang diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk lain ini dapat berupa gabungan dari beberapa bentuk yang sudah disebutkan, dengan catatan mendapat persetujuan keduabelah pihak.
Gagasan Pemkab Kulon Progo untuk merelokasi masyarakat terdampak ke dalam satuan rumah susun, sebagaimana telah terpublikasi melalui media ini beberapa waktu lalu perlu mendapatkan apresiasi dan ditindaklanjuti dengan kajian lebih mendalam agar feasibilitasnya dapat diketahui. Apabila satuan rumah susun ini merupakan jaminan untuk hunian sekaligus jaminan terjaganya relasi sosial antar warga masyarakat, maka yang perlu dipikirkan adalah jaminan penghidupan secara berkelanjutan.
Apabila masyarakat terdampak adalah petani, maka peluang yang dapat dilakukan untuk memberikan jaminan penghidupan dengan tetap taat azas adalah memberikan tanah pertanian pengganti dan atau memberikan ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham pada instansi yang membutuhkan tanah, dalam hal ini adalah pihak Angkasa Pura. Pemberian tanah pertanian pengganti memungkinkan masyarakat terdampak untuk melanjutkan kehidupan dan penghidupannya sebagai petani, sedangkan pemberian pengganti dalam bentuk kepemilikan saham memungkinkan masyarakat terdampak mendapatkan sumber penghidupan baru sekaligus memiliki sense of belonging terhadap keberadaan bandara.
Gagasan di atas dan gagasan lain yang memungkinkan  berdasarkan regulasi yang berlaku, perlu dipertimbangkan untuk direalisasikan dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat terdampak, kelayakan dan kemampuan instansi yang akan memberikan ganti kerugian serta terjaganya suasana kondusif dalam semua tahapan pengadaan tanah. Prinsip dan filosofi  hamemayu hayuning bawana, sangkan paraning dumadi, dan manunggaling kawula lan Gusti, perlu dijadikan landasan dalam setiap tahapan pengadaan tanah untuk bandara di wilayah istimewa ini.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, Senin 10 Pebruari 2014
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) & Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM.

88 komentar:

  1. (Diana Febrita - 12/330856/GE/07272)

    Dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman dan atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru (Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 Pasal 4)
    Saya setuju dengan adanya gagasan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo merelokasi masyarakat ke dalam rumah susun dan memberikan tanah pertanian ganti rugi dari kebijakan pembangunan bandara di Kulon Progo. Adanya pembangunan bandara menyebabkan sebagian masyarakat akan mengalami kehilangan tanah maupun rumah. Relokasi tersebut dapat menjadi solusi mengatasi ganti rugi masyarakat atas kehilangan tanah atau rumah mereka.
    Hal yang penting untuk di perhatikan dalam relokasi yaitu kelayakan dari lokasi relokasi, aksebilitas ke lokasi tersebut, dan fasilitas yang disediakan.
    Kelayakan lokasi relokasi antara lain kelayaakan kondisi fisik rumah susun, ketersediaan air, kerawanan bencana, dan lain-lain. Aksebilitas terkait dengan kemudahan untuk akses dari lokasi tersebut ke lokasi lainnya. Misalnya dari rumah tersebut dengan pasar. Fasilitas mencakup fasilitas pendidikan, sosial budaya, keagamaan, ekonomi, dan lain-lain seperti sekolah, tempat ibadah. Adanya ganti rugi rumah susun maupun lahan pertanian yang memiliki kelayakan lokasi, aksesbilitas yang baik, dan fasilitas yang memadai dapat sebanding dengan kerugian yang diterima masyarakat.

    BalasHapus
  2. (Etika Novitasari – 12/330963/GE/07310)

    Ganti rugi memang pada dasarnya adalah mengganti kerugian secara layak dan adil untuk menjamin hak-hak masyarakat. Hal ini pula yang harus dilakukan pada masyarakat kulon progo yang tanahnya terkena proyek bandara. Namun proses ganti rugi atau “ganti untung” ini haruslah diawasi dan dipantau dengan ketat siapa saja masyarakat yang berhak mendapatkannya. Realita di lapangan menunjukkan bahwa banyak dari masayarakat pemilik tanah yang telah menjual tanah mereka kepada para makelar tanah. Makelar-makelar tanah tersebut membeli tanah dari masyarakat setempat jauh-jauh hari dengan hari dengan harga terjangkau setelah merebaknya isu pemindahan bandara ke Kulon Progo. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang besar dari proses pembebasan tanah melalui mekanisme ganti rugi atau “ganti untung” terutama dalam bentuk uang. Makelar-makelar tanah tersebut pastinya akan menyulitkan proses pembebasan lahan serta pembangunan yang akan dilakukan ditambah lagi dengan jumlah “ganti untung” yang berupa uang dengan harga tinggi yang mereka tetapkan.

    Gagasan Pemkab Kulon Progo untuk merelokasi masyarakat kulon progo yang terkena proyek bandara ke rumah susun serta memberikan tanah pertanian bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani sebagai mekanisme pembebasan lahan sepertinya lebih bermanfaat dan lebih baik daripada menggunakan uang. Hal ini dapat menghambat menjamurnya makelar-makelar tanah di Kulon Progo. Namun, pemilihan lokasi dari rusun maupun tanah pertanian hasil “ganti untung” tersebut juga harus diperhatikan dengan cermat. Hal ini ditujukan agar aksesibilitas masyarakat menjadi mudah sehingga masyarakat Kulon Progo yang direlokasi tidak akan mengalami nasib seperti masyakat di Rusun Marunda, Jakarta yang memiliki aksesibilitas yang sulit dimana mereka direlokasi dari perrmukiman kumuh di waduk Pluit yang terkena proyek normalisasi. Selain itu juga perlu disiapkan pula fasilitas pendukung dari rusun tersebut seperti yang telah dijelaskan oleh Diana di atas. Hal-hal mengenai lokasi, aksesibilitas serta fasilitas tersebut perlu diperhatikan untuk menjamin kemakmuran serta keberlanjutan kehidupan masyrakat yang direlokasi.

    BalasHapus
  3. Estin Sulistyani (12/336228GE/07476)
    Review:Pembangunan bandara di Kulon Progo masih terkendala oleh reaksi warga yang masih kontra (masih mempertahankan tanah miliknya),hal ini terkait dengan ketidakterbukaan pihak pemerintah kepada warga mengenai dimana lokasi akan dibangunnya bandara; masih simpang-siurnya berapa besar ganti rugi yang akan diterima warga atas hak milik tanahnya yang direlakan untuk dijadikan lokasi pembangunan bandara dan keterlambatan pemerintah dalam merespon aspirasi warga.
    Komentar : Menurut saya,kondisi ini haruslah segera mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Kab. Kulon Progo, karena ini menyangkut kesejahteraan warganya. Memang tujuan pembangunan bandara ini adalah untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik dari pada sebelumnya untuk seluruh warga Yogyakarta dan sekitarnya tak terkecuai warga Kab.Kulon Progo. Hal ini Mengacu pd ketentuan Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat yang menyatakan bahwa: “bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ketentuan ini memberikan penjelasan bahwa memang benar semua bumi,air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Akan tetapi,ketika bumi,air,dan kekayaan akan dijadikan lokasi pembangunan (dalam kasus ini pembangunan bandara di Kab. Kulon Progo) maka pemerintah tidak boleh meremehkan aspirasi warga di Kab. Kulon Progo, bahkan sebaliknya pemerintah harus lebih terbuka,lebih kuat lagi menajalin relasi kepada warga untuk mendiskusikan hal-hal yang tentunya melibatkan warga Kab. Kulon Progo. Selain itu, ketika warga Kab. Kulon Progo merasa resah akan informasi yang diterimanya ataupun resah akan pelaksanaan pembangunan bandara yang, maka pemerintah wajib memberikan informasi sedetil-detilnya kepada warga. Agar disini, terciptalah pembangunan yang benar-benar sesuai apa yang dharapakan di awal perencanaan dan kelak kesejahteraan warga Kab. Kulon Progo dan sekitarnya dapat terpenuhi.
    Selanjutnya,masalah ganti rugi tanah milik warga juga harus segera di fikirkan oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 58/PMK.02/2008 point 3 yag menyatakan bahwa “Besaran biaya operasional Panitia Pengadaan Tanah ditentukan paling tinggi 4% (empat perseratus) untuk ganti rugi sampai dengan atau setara Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan selanjutnya dengan prosentase menurun sebagaimana dasar perhitungan yang ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini”. Hal ini menandakan bahwa,warga sebagai pemilik tanah memiliki hak untuk menerima ganti rugi pembebasan tanah miliknya. Ganti rugi ini memang sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan warga selanjutnya. Atau dengan kata lain merupakan modal dasar bagi warga untuk menata kehidupan baru dengan menciptakan kegiatan ekonomi yang baru setelah membebaskan tanah miliknya yang dulunya dijadikan area pertanian.
    Pada dasarnya,pembangunan bandara di Kab. Kulon Progo yang dilakukan oleh pemerintah ini bertujuan baik yaitu menyejahterakan seluruh masyarakat tak terkecuali masyarakat Kulon Progo. Akan tetapi,pembangunan ini akan berhasil ketika semua stakeholder terlibat secara aktif baik pemerintah,instansi,maupun warga Kab. Kulon Progo untuk turut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan ini, karena pembangunan bandara di Kab. Kulon Progo merupakan salah satu studi pembangunan wilayah yang tidak dapat dikerjakan oleh satu pihak secara sendiri dan tidak akan pernah berhasil ketika tidak ada rasa keterbukaan untuk saling bertukura opini antara semua pihak. Dengan demikian, ketika suatu wilayah dijadikan lokasi pembangunan (dalam hal ini Kab. Kulon Progo),maka tujuan akhir yang harus tercapai adalah meningkatnya segala proses pembangunan wilayah di segala bidang, baik bidang industri, pelayanan publik, ekonomi, pertanian, sosial, budaya dan yang terpenting adalah kesejahteraan masyarakat Kab. Kulon Progo.




    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus sekali respon anda....sangat tajam, tetapi coba cermati kembali regulasi yang anda sodorkan....apakah masih berlaku? mengingat regulasi Pengadaan Tanah sudah menggunakan UU 2/2012....artinya Permenkeu di tahun 2008 perlu di update

      Hapus
  4. Efendi (12/330788/GE/07242)
    Melihat dari gagasan-gagasan yang telah diutarakan oleh saudari Diana dan Etika saya sangat setuju. Selain itu, persyaratan dan karakteristik yang telah diutarakan untuk pengganti rugian atau ''ganti untung'' sudah cukup lengkap dan memumpuni, namun disini saya sedikit menelisik pada kalimat ''Apabila masyarakat terdampak adalah petani, maka peluang yang dapat dilakukan untuk memberikan jaminan penghidupan dengan tetap taat azas adalah memberikan tanah pertanian pengganti dan atau memberikan ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham pada instansi yang membutuhkan tanah, dalam hal ini adalah pihak Angkasa Pura'' pada kalimat ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham pada instansi yang bersangkutan dalam hal ini PT Angkasa Pura, jika hal ini memang bener-benar terealisasikan masyarakat yang mayoritasnya adalah petani mereka harus benar-benar melek hukum agar nantinya tidak mudah untuk dipermainkan dalam hal kepemilikan saham (bisnis saham), maka dari itu sangat diperlukan tim-tim ahli terutama dari pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kulon progo yang mengfasilitasi bagi masyarakat apabila ganti ruginya nanti akan dalam bentuk kepemilikan saham, agar nantinya semuanya benar-benar transparan sebesar mana saham yang dimiliki oleh setiap masyarakat yang tanahnya masuk dalam proyek tersebut dan pembagian keuntungan dari kepemilikan saham mereka benar-benar bisa menjadi investasi bagi masyarakat secara berkelanjutan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu semua gagasan penulis mas, bukan gagasan Angkasa Pura...syukur2 bisa diimplementasikan

      Hapus
  5. Estin Sulistyani (12/336228/GE/07476)
    menanggapi gagasan yang diutarakan saudara Etika Novitasari bahwa "Gagasan Pemkab Kulon Progo untuk merelokasi masyarakat kulon progo yang terkena proyek bandara ke rumah susun serta memberikan tanah pertanian bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani sebagai mekanisme pembebasan lahan sepertinya lebih bermanfaat dan lebih baik daripada menggunakan uang". Apakah hanya solusi seperti ini yang kemudian akan menjanjikan kehidupan masyarakat KulonProgo lebih baik dari pada sebelumnya???
    menurut saya,,masyarakat Kulon Progo harus tetap menerima ganti rugi berupa uang,karena dengan ganti rugi ini dapat dipergunakan untuk menata kembali kegiatan ekonomi yang sempat tertunda bahkan terhenti akibat pembangunan bandara dan menciptakan kegiatan ekonomi yang lebih baru lagi. Misalnya saja uang ganti rugi ini kelak dipergunakan untuk membuka usaha pertokoan,rumah makan,jasa parkir ataupun hal yang lainnya yang dapat dikembangkan oleh masyarakat Kulon Progo secara bersama-sama hingga kemudian ketika mereka membebaskan dan merelakan tanah yang dimilikinya dijadikan area bandara,mereka sudah memiliki kegiatan ekonomi yang lain yang tentunya dapat memberikan pendapatan untuk sekedar menambah penghasilan.
    Menanggapi gagasan saudara Efendi,,saya setuju dengan gagasannya bahwa apabila kebanyakan masyarakat Kulo Progo adalah seorang petani,maka masyarakat harus memiliki pandangan dan pemikiran yang jauh lebih kritis terhadap pembangunan bandara ini. Harapannya dengan kondisi ini,masyarakat tidak akan mudah tertipu dan memiliki pendirian yang teguh bahwa apa yang akan diaspirasikan kepada pemerintah dan pihak instansi pembangunan merupakan hak mereka dan hak yang harus mendapatkan jawaban yang sesuai. Intinya semua masyarakat harus bersatu dalam mengktirisi sesuatu yang dianggap aneh dalam proses pembangunan ini dan harus turut serta berpartisipasi dalam pembangunan. Begitu juga pemerintah,mereka juga harus mengerti dan memahami aspirasi masyarakat dan tentunya bersifat terbuka untuk selalu memberikan informasi-informasi terkait proses pembangunan bandara di Kab. Kulon Progo.

    BalasHapus
  6. (Etika Novitasari-12/330963/GE/07310)
    Menanggapi tanggapan saudara Estin, menurut saya memang lebih baik ganti untung berupa rusun daripada uang. Seperti yang tel;ah saya utarakan di atas, hal tersebut akan membantu mengurangi menjamurnya makelar-makelar tanah yang menginginkan ganti untung berupa "pure uang" yang dapat berakibat pada kurang lancarnya proses pembangunan yang akan dilakukan. Walaupun ganti untung yang dilakukan berupa rusun bukan berarti masyarakat tidak menerima uang sama sekali. Misalnya apabila seorang anggota masyarakat diberi ganti untung sebesar 100 juta, bukan berarti uang tersebut diganti dengan rusun yang bernilai total 100 juta, tetapi diberikan berupa rusun serta diperlukan ganti untung berupa juga uang misalnya sebesar 10 juta untuk modal hidup di lokasi baru atau akibat dari hilangnya penghasilan mereka selama proses pembebasan lahan tersebut. Pemberian rusun ini saya rasa juga lebih baik daripada masyarakat diberi "pure uang" kemudian disuruh berpencar masing-masing untuk mencari lokasi rumah baru mereka. Umumnya masyarakat awam yang diberi uang ganti untung"pure uang" akan mengalami kebingungan untuk apa uang tersebut akan mereka gunakan. Setidaknya apabila direlokasi ke rusun, mereka masih bisa bertemu dan berkumpul bersama saudara maupun tetangga mereka dalam 1 lokasi sehingga tidak perlu beradaptasi lagi dengan lingkungan sosial mereka sebagai jaminan kerugian dari aspek non fisik. Ganti untung tidak hanya mencakup aspek fisik seperti yang tertuang dalam UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, tetapi juga meliputi aspek non fisik misalnya ehilangan keakraban dan nilai sejarah/nostalgia di tempat yang lama seperti yang tertuang dalam blog http://pancanaka.org/index.php?option=com_content&view=article&id=684:kunci-sukses-pembebasan-lahan&catid=89&Itemid=218 , padahal menurut tulisan dalam blog tersebut ganti untung berupa aspek non fisik tersebut tidak memiliki rumus yang empiris untuk menghitunganya.

    BalasHapus
  7. Arif Kurniawan (12/333914/GE/07382)
    sebelumnya saya akan lebih menekankan dari segi sosial, menurut pendapat saya, apa yang telah dilakukan oleh pemkab kulonprogo sudah tepat dengan melakukan relokasi masyarakat yang terdampak pembangunan bandara akan tetapi saya kurang sependapat jika relokasi tersebut ke dalam rumah susun, alasannya menurut saya terkait dengan kebiasaan masyarakat kulonprogo sendiri yang masih masyarakat pedesaan bukan seperti masyarakat perkotaan. saya mengkhawatirkan jika relokasi ke rumah susun akan memberikan rasa kurang nyaman bagi masyarakat
    hal yang menjadi masalah menurut pengamatan saya yang juga tinggal dikulonprogo adalah kesadaran masyarakatnya yang cenderung "susah diajak maju", ini dikarenakan karena sebagian besar dari mereka sudah merasa nyaman dengan kehidupannya sekarang, ada ketakutan dari masyarakat dengan adanya bandara maka akan banyak pendatang yang mungkin akan mengurangi rasa nyaman yang dirasakan sekarang, itulah yang menurut saya menyebabkan masyarakat kulonprogo khususnya yang terdampak pembangunan bandara menolak pembangunan ini.
    untuk itu solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pendekatan perorangan atau pintu ke pintu. harus dilakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat agar kesadaran dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah mulai tumbuh. selain itu keterbukaan dari pemerintah sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman informasi mengenai masalah bandara. jika kesadaran masyarakat akan hal ini sudah tumbuh maka masalah pembebasan bukanlah menjadi masalah yang besar.
    namun sekali lagi perlu di ingat isi dari Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat yang menyatakan bahwa: “bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. setelah pembangunan bandara selesai pemerintah kulonprogo harus tetap mengutamakan kemakmuran rakyatnya jangan sampai seakan "terjajah di negeri sendiri".

    BalasHapus
  8. Ulul'azmi Husna Rahmawati (12/331035/GE/07345)
    berdasarkan pendapat yang di utarakan sebelumnya, saya sependapat dengan yang di kemukakan oleh saudara arif. ketakutan masyarakat akan perubahan sosial yang akan terjadi nantinya setelah dibangunnya bandara di daerah mereka, serta ketidakyakinan terhadap solusi atau ganti rugi yang di tawarkan oleh pemerintah membuat masyarakat resah apabila rencana tersebut hanya "iming-iming" di awal saja agar mereka mau untuk melepas tanah mereka dimana tanah tersebut khususnya sawah yang merupakan tonggak dari kehidupan mereka.
    oleh sebab itu pendekatan pemerintah sebaiknya dilakukan secara kekeluargaan dan dengan musyawarah. pengertian serta jaminan akan kehidupan mereka nantinya setelah di bangunnya bandara tersebut. selain itu, pihak dari angkasa pura sebaiknya juga ikut terjun dalam pendekatan terhadap masyarakat untuk meyakinkan akan kebenaran dari janji yang akan di berikan kepada masyarakat sebagai ganti rugi secara adil dan terbuka. seperti yang di utarakan "nguwongke" dimana masyarakat juga di perlakukan selayaknya atas tanah yang di miliki. walaupun terdapat sebagian tanah milik sultan dan pakualaman namun sekitar 60 % merupakan tanah milik rakyat dan merupakan tanah produksi sesuai yang dilansir pada www.antaranews.com. oleh sebab itu sosialisasi dan komunikasi menjadi kunci untuk menjembatani masalah ganti rugi yang akan di berikan sebagai knsekuensi atas penggunaan bandara tersebut. Berdasarkan ganti rugi yang di berikan pihak angkasa pura mengenai ganti rugi pemberian tanah pertanian pengganti dan kepemilikan saham perlu juga di berikan jaminan hukum yang pasti sehingga masyarakat nantinya tidak merasa di bohongi dan masyarakat tidak cemas dan lebih "legowo" untuk melepas tanahnya dan tidak menjualnya terhadap makelar-makelar tanah. Dengan demikian pembangunan bandara ini akan ikut andil dalam mensejahterakan rakyat bukan malah menyengsarakan rakyat.

    BalasHapus
  9. Weny Angraini (12/0330807/GE/07255)

    Apresiasi saya dalam argumen ini, saya sangat menyetujui akan hal yang telah disampaikan sebelumnya. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa arah kebijakan pertanahan diIndonesia didasarkan pada hal-hal yang berintikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan keberlanjutan dan memberikan solusi tatanan kehidupan apabila terjadinya suatu kasus konflik mengenai pertanahan.
    Uu no 2 tahun 2012 Pengadaan tanah bagi kepentingan umum, Bab 1 Ketentuan umum Pasal 1 mengatakan ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah dan mengingat pula pada Uu no 5 tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Argaria. Pihak yang berhak ini adalah masyarakat yang ada. Oleh karenanya akan lebih tepat apabila ganti kerugian mendapat makna dan dirasakan oleh masyarakat sebagai ganti untung. Ganti untung dapat meliputi hal-hal yang lebih memperhatikan dan memberikan suatu proses keberlanjutan kehidupan yang sama layaknya dari yang sebelumnya atau bahkan lebih memiliki potensi yang lebih dari sebelumnya .
    Selain itu pihak-pihak yang memiliki mandat dalam hal inipun harus mampu mengambil suatu keputusan yang tepat, jangan hanya menutup mata dan telinga dengan tidak memperhatikan dan mendengar realita yang ada.
    Jangan sampai konflik mengenai pembangunan bandara ini pada akhirnya hanya merugikan pihak dari masyarakatnya saja.

    BalasHapus
  10. Kartika Pangayoman (12/331112/GE/07361)

    Berdasarkan gagasan-gagasan yang telah ada, saya berargumen bahwa mereka seharusnya mendapatkan “ganti untung” yang berupa hunian, tanah pertanian, dan uang “ganti rugi”. Hunian sebagai tempat tinggal mereka yang baru dan sebaiknya disesuaikan dengan kehidupan mereka yang sebelumnya. Mayoritas masyarakat yang terkena dampak adalah petani, sehingga penyediaan tanah pertanian dirasa sangat penting karena itu merupakan sumber kehidupan utama bagi mereka. Dalam hal ini diperlukan aksesibilitas dari hunian ke tanah pertanian. Uang “ganti rugi” digunakan untuk modal awal mereka dalam menyambung hidup di lokasi hunian yang baru, dan saat tanah pertanian mereka belum panen. Ketiga hal inilah yang saya maksud sebagai “ganti untung”.
    Untuk mencapai persetujuan di kedua belah pihak, antara instansi yang membutuhkan tanah (Angkasa Pura) dan pemilik tanah, perlu ditekankan azas keterbukaan atau transparansi diantara keduanya. Dalam hal ini, saya berpendapat apabila pihak Angkasa Pura mampu untuk memberikan “ganti untung” yang sesuai kepada mayarakat sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, masyarakat pun akan rela memberikan tanah miliknya untuk dijadikan bandara.

    BalasHapus
  11. Aisyah Kusuma R (12/334244/GE/07434)

    Menurut saya, sangat lumrah adanya jika relokasi tanah menjadi hal yang sangat rumit. Bukan hanya menyangkut harta, namun juga menyangkut masa depan kehidupan masyarakat dan nilai historis dari tempat yang sudah lama ditinggali. Pemerintah dalam hal ini juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan warga Indonesia terkait dengan pengadaan fasilitas umum. Hal ini seperti tertera dalam Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam Keppres ini juga diatur mengenai ganti kerugian dalam pasal 12 sampai dengan pasal 17. Namun permasalahan yang terjadi adalah bagaimana ganti rugi ini dapat terlaksana dengan ADIL baik dari segi pemerintah maupun masyarakat yang dalam hal ini menjadi pihak yang tidak boleh dirugikan.
    Adil sifatnya sangat relatf, adil adalah ketika tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya atau bahkan lebih miskin dari pada keadaan semulanya. Dalam Keppres No.55 Tahun 1993 dijelaskan bahwa bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali serta gabungan antara bentuk ganti kerugian tersebut dan/atau bentuk lain yang disepakati. Untuk berapa nominal yang harus diberikan untuk mengganti tanah yang direlokasikan sebenarnya sudah diatur, untuk penghitungannya pun sudah diatur berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan yang terakhir, serta faktor-fator yang berpengaruh lainnya, jadi selayaknya tidak perlu dikhawatirkan atau dipermasalahkan. Namun yang menjadi pemicu masalah adalah munculnya mafia tanah. Untuk itu harus adanya pihak swasta (pihak ke 3) yang berdiri netral untuk melakukan penghitungan tersebut dengan pengawasan dari pihak pemerintah dan masyarakat terkait, mengingat penghitungan tanah ini terbilang rumit, harus ada pihak-pihak yang memeng ahli pada bidang ini untuk mendapatkan hasil yang seadil mungkin. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya JAMINAN bahwa masyarakat tidak akan dirugikan. Realita yang terjadi di Indonesia adalah peraturan perundang- undangan yang belum memberikan jaminan terhadap kesetaraan kualitas hidup masyarakat sebelum dan sesudah terjadinya pengambilaihan lahan itu. Baiknya pemerintah harus memberikan standarisasi lokasi relokasi , sehingga menjamin bahwa lokasi yang baru tidak akan membuat masyarakat duduk sebagai korban. Segala masalah ganti rugi tanah ini harapannya benar-benar dihitung satu per satu secara detail dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal-hal yang diperhitungkan bukan hanya hak-hak yang bersifat fisik namun yang bersifat non fisik seperti hilangnya pekerjaan dan pendapatan juga harus diperhitungkan. Harapannya masyarakat akan dapat terus melanjutkan hidupnya SAMA seperti sediakala dengan fasilitas dan aksesibilitas memadahi, sejalan dengan berjalannya proyek pembangunan Bandara Kulon Progo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keppresnya sudah diganti dengan Perpres 65, dan yg terbaru dg UU 2/2012

      Hapus
  12. Dewi Gafuraningtyas 12/334252/GE/07437

    Dari referensi yang saya baca pada harianjogja.com, Sekretaris Daerah Kulonprogo, Astungkoro, Pemkab Kulonprogo akan memberikan lahan relokasi seluas antara 150 hingga 200 meter persegi kepada warga yang terdampak pembangunan bandara secara cuma-cuma. Namun, Pemkab mengaku hanya akan menyediakan lahan relokasi, sementara pembangunan fisik rumah ditanggung sendiri oleh warga karena mereka juga mendapat ganti rugi penggusuran tempat tinggal. Ganti rugi yang bukan berupa bangunan fisik ini akan menyulitkan warga karena belum tentu dari bentuk uang ganti rugi itu mereka dapat membangun bangunan yang mampu menunjang kelanjutan kehidupan mereka, dan walaupun pemerintah sudah memberikan tanah secara cuma-cuma namun masyarakat menilai lahan yang diberikan oleh pemerintah masih kurang karena banyak warga yang merupakan petani sehingga membutuhkan lahan yang cukup luas untuk lahan pertanian, perikanan maupun peternakan.
    Jumlah keluarga yang akan direlokasi akibat pembangunan bandara ada 607 keluarga yang sudah ada namanya (http://www.suaramerdeka.com). Apabila dari luas tanah yang diberikan oleh pemerintah itu kurang untuk membangun rumah bagi tiap keluarga maka alternatif pembangunan yang memungkinkan adalah rumah susun yang vertikal seperti gagasan pemkab sebelumnya. Namun kembali lagi pada keadaan masyarakat di Kulonprogo yang merupakan warga pedesaan, seperti yang sudah dikemukakan oleh saudara arif pada komentar diatas bahwa kebiasaan masyarakat kulonprogo sendiri yang masih masyarakat pedesaan bukan seperti masyarakat perkotaan akan membawa dampak pada kenyamanan warga karena tidak terbiasa dengan bangunan yang vertikal keatas. Masyarakat petani cenderung sering untuk pulang pergi bertani sehingga akan tidak nyaman bagi warga yang mendapatkan bagian tempat tinggal di lantai atas. Apabila warga menempati rusun maka mereka akan mengumpul pada satu tempat sehingga penggunaan terhadap beberapa fasilitas seperti pembuangan limbah, listrik, pasar, pendidikan, transportasi, ekonomi, dll akan lebih sulit karena penggunaannya dilakukan bersamaan.
    Oleh sebab itu seharusnya pemerintah melakukan musyawarah yang lebih mendalam dengan warga yang terkena dampak pembangunan bandara agar warga mendapat ganti untung yang sesuai, tidak mengalami kerugian yang besar dan tetap dapat mendapatkan jaminan kelanjutan penghidupan yang baik serta layak dan adil.

    BalasHapus
  13. 12/330874/GE/07281
    Fattima Choiruni Yasina Murti
    Permasalahan dengan pengadaan tanah merupakan hal yang rumit dan berkepanjangan yang seringkali dihadapi oleh pemerintah Indonesia dalam melaksanakan berbagai macam pembangunan di Indonesia .
    Dalam hal ganti rugi ini sebaiknya pada mulanya tidak hanya memandang dari segi bagaimana atau apa yang menjadi ganti rugi namun sebaiknya ditelusuri dari kepemilikan lahan itu sendiri . Seperti yang dikatakan saudara arif , saya setuju dengan pendekatan perorangan . Hal tersebut penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana status kepemilikan lahan tersebut , apakah berupa warga asli yang memang memiliki kepemilikan sah atas tanah tersebut yang dapat ditunjukkan dengan surat – surat resmi ataukah hanya berupa warga pendatang yang datang kemudian menggarap lahan yang tidak resmi kepemilikannya .
    Apabila kepemilikan lahan adalah warga asli yang memiliki keterangan yang resmi dan sah menurut Negara , saya rasa ganti rugi dapat dilakukan dan dapat berupa lahan pertanian , rumah ataupun uang . Namun apabila berupa warga pendatang yang datang dan menggarap lahan tersebut secara tidak resmi , hal yang paling tepat saya rasa lakukan adalah berupa uang tali asih untuk menyambung penghidupan bagi masyarakat tersebut yang tidak dapat dikatakan ganti rugi .
    Dalam hal ganti rugi ini , menurut saya sangat penting melihat status kepemilikan lahan yang ada untuk awalnya sehingga dapat dipertimbangkan ganti rugi yang layak . Status kepemilikan lahan ini juga penting dilakukan agar masyarakat benar – benar tidak kehilangan lahan yang sebenarnya . Sebagaimana diketahui bahwa dalam konsep hukum perdata Hak kepemilikan atas tanah merupakan hubungan hukum kepemilikan yang secara hakiki diakui keberadaannya, dijunjung tinggi, dihormati, dan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun. Hak kepemilikan merupakan sumber kehidupan dan kehidupan bagi pemiliknya, oleh karenanya orang yang mempunyai hak yang sah secara hukum harus mendapatkan perlindungan oleh negara. Itu artinya apabila masyarakat memiliki keterangan resmi berkaitan denga hak kepemilikan atas tanah tersebut , pemerintah wajib melindungi masyarakat tersebut dan dapat dilakukan ganti rugi yang adil bagi masyarakat serta
    Untuk rumah susun , saya kurang sependapat karena menurut saya apabila masyarakat yang ada memiliki rumah yang besar kemudian dipindahkan ke rumah susun yang secara luas dan harga jual di pasaran yang tidak sama dengan harga rumah sangat tidak sebanding . Sebaiknya apabila dilakukan ganti rugi berupa relokasi sebaiknya pada pemukiman bukan pada rumah susun . relokasi ke pemukiman baru ini dapat membuat pemukiman yang baru lebih teratur dan tata ruang yang sesuai dengan tata ruang yang diatur pemerintah .

    BalasHapus
  14. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  15. (Sri Bintang Pamungkaslara- 12/330982/GE/07316)
    Sungguh luar biasa apa yang telah diutarakan oleh teman-teman sebelumnya. Saya sangat sependapat dengan berbagai argumen yang telah dilontarkan oleh teman-teman saya diatas. Mengenai permasalahan yang muncul dengan adanya rencana pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo, saya sependapat dengan saudara Diana Febrita dan saudara Arif Kurniawan. Kedua argumen tersebut sesuai dengan argumen saya bahwa permasalahan yang ada dan juga nantinya juga akan muncul dengan adanya proyek pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo adalah permasalahan yang lebih bersifat pertentangan atau sengketa antara kekuatan hukum dengan mengandalkan hitam diatas putih melawan permasalahan yang bersifat sosial.
    Maksud dari pertentangan tersebut adalah tanah yang akan digunakan untuk penetapan lokasi pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo melibatkan tanah ulayat dari masyarakat yang tinggal di lokasi yang telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan bandara tersebut. Berkaca pada masalah hukum tentunya dari pihak instansi terkait yang dalam hal ini sebagai pihak yang harus melakukan ganti rugi dengan harapan akan menjadi ganti untung kepada masyarakat yang bersangkutan atau masyarakat berdampak pastinya akan berusaha keras untuk melakukan ganti rugi dengan selayak mungkin dengan harapan dapat memfasilitasi atau memenuhi target dari apa yang disebut sebagai “ganti untung” dari uraian diatas tanpa mengesampingkan peraturan perundang-undangan berlaku yang telah dibuat oleh pemerintah. Instansi terkait tentunya tidak akan melupakan apa yang namanya HGU atau Hak Guna Usaha sebagai kekuatan utama atau bisa dibilang sebagai senjata yang ampuh untuk memperoleh kuasa atas kepemilikan tanah mengingat sudah diterbitkannya ILP (Ijin Penetapan Lokasi) atau dalam artian telah mendapatkan restu dari pemerintah untuk menjadikan lokasi tersebut untuk digunakan dalam pembangunan bandara mendatang. Maka dari itu, sudah sewajarnya apabila instansi terkait akan lebih memperjuangkan HGU daripada keinginan ganti rugi oleh masyarakat terdampak yang lebih cenderung mengejar keuntungan dari ganti rugi tersebut dan dari sinilah yang nantinya berpotensi menjadi masalah di depan mengingat masyarakat terdampak sendiri juga memiliki kuasa atas tanahnya sendiri dan juga masyarakat sendiri juga tentunya memiliki kecenderungan mempertahankan tanah ulayatnya dan yang juga akan berpotensi oleh provokasi dan dimanfaatkan oleh mafia tanah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. apa yang dimaksud dengan melibatkan tanah ulayat?

      Hapus
  16. Lanjutan
    Hal tersebut yang juga menjadikan saya sependapat dengan argumen saudara Arif Kurniawan yang dari mengkaji dari segi sosial, dimana berdasarkan penjelasannya menyebutkan bahwa masyarakat terdampak sendiri yang tepatnya berada di Kabupaten Kulon Progo lebih cenderung susah untuk di ajak maju yang dikarenakan perasaan nyaman atau kenyamanan terhadap lingkungan keseharian dalam kehidupannya.Hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai manusia yang telah nyaman tentunya apabila merasa terusik akan cenderung melakukan perlawanan untuk mempertahankan apa yang semestinya dipertahankan oleh mereka, dan dari sinilah peran pemerintah sebagai pihak ketiga untuk bertindak sebagai mediator masuk, dimana dari uraian diatas telah tepat bahwa pemerintah akan melakukan relokasi ke rumah susun untuk pengganti tempat tinggal masyarakat terdampak, dan juga ganti rugi saham dan lahan pertanian bagi lembaga dan juga petani.
    Peran pemerintah tersebut sangat saya apresiasi mengingat potensi permasalahan yang sangat besar yang akan timbul apabila pemerintah tidak bergegas untuk ikut campurtangan dalam menyelesakikan pro dan kontra antara instansi terkait dan masyarakat terdampak. Namun saya lebih menekankan diri untuk menyorot ketegasan dari pemerintah untuk tetap mengikuti prosedur yang ada sesuai dengan peraturan perundangan maupun UU yang telah dia buat dan mendapat kesepakatan oleh pemerintah sendiri sebelumnya. Ketegasan tersebut tentunya dengan mempertimbangkan kelayakan untuk kesejahteraan masyarakat dan juga mengacu pada Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 pasal 4 dimana tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman dan atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru, sebagai bentuk ketegasan untuk memperingatkan Instansi terkait.

    BalasHapus
  17. Rahma Fitriayu Sari 12/330991/GE/07322
    Adanya relokasi atau pembangunan bandara semacam ini sudah banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia dan memang masa yang sangat sulit adalah perihal pembebasan lahan yang rata-rata akibat adanya ketidaksesuaian ganti rugi yang diminta masyarakat dengan yang ditawarkan oleh pihak angkasa pura. Mungkin kita dapat sedikit belajar dari relokasi bandara polonia di Medan menjadi bandara Kuala manu di Deli Serdang, dimana memang pembebasan lahan berlangsung cukup lama akibat belum tercapainya kesepakan uang ganti rugi.
    Tentunya untuk menyelesaikan masalah ini pihak angkasa pura perlu memahami betul bagaimana mekanisme pembebasan tanah untuk kepentingan bandara ini berdasarkan UU No.2 Th.2012 serta Perpres No 71 Th.2012, masyarakat pun minimal juga perlu memahami peraturan perundangan ini agar mengerti apakah ganti rugi yang diberikan sesuai. Dimana dalam mengatasi masalah pembebasan lahan ini perlu melalui diselenggarakannya beberapa mekanisme, seperti pembentukan panitia, sosialisasi, musyawarah, pengukuran, ganti rugi dll. Sosialisasi, musyawarah, dan negosiasi ganti rugi dengan warga menjadi langkah yang sangat penting dalam proses ini. Mungkin dalam proses ini dapat mendatangkan LSM untuk meyakinkan dan membuat masyarakat mau membebaskan tanahnya, dimana LSM ini mampu menjadi penengah, mampu membujuk masyarakat untuk membebaskan lahannya dan tetap memperjuangkan hak mereka.
    Adanya istilah “ganti-untung” ini lebih memberikan makna bahwa masyarakat akan mendapatkan ganti atas lahan yang dipakai untuk pembangunan bandara dengan jumlah yang lebih besar dibanding dari aset yang dimiliki mereka pada saat ini. Menurut saya pribadi, ganti untung berupa uang nampaknya menjadi prioritas utama, dengan catatan bahwa uang tersebut sesuai dengan kerugian yang diderita atau bahkan melebihi, karena dalam kasus ini konteksnya adalah ganti untung. Alasannya, saya fikir jika akan mengadakan relokasi pemukiman dan aset lain ke daerah lain secara serentak sebesar wilayah tanah yang dibebaskan tsb, jika tanah penggantinya adalah milik beberapa warga di daerah lain kemungkinan juga akan menimbulkan masalah pembebasan lahan yang baru. Dengan ganti berupa uang, masyarakat dapat menentukan sendiri apa yang akan dipilih dan dilakukan untuk menata kehidupannya di tempat yang baru.
    Namun, bila pihak angkasa pura sudah menyiapkan lahan bebas untuk relokasi pemukiman saya kira alangkah baiknya bila ganti untung ini mampu mengganti kebutuhan masyarakat seperti semula, dari aspek fisik perumahan, sosial ekonomi, serta aksesibilitasnya. Melihat upaya pemerintah mendirikan rumah susun kiranya cukup bagus untuk menjaga hubungan sosial antar warganya yang sudah terbangun, namun rumuh susun tersebut juga harus memiliki fasilitas pendukung yang lengkap pula sehingga warga tidak merasa dirugikan dan terpenuhi dari aspek fisiknya. Dari segi ekonominya, paling tidak pihak angkasa pura dan pemerintah mampu menyediakan lahan pertanian bagi warga yang sebelumnya memang memiliki penghasilan dari ini, dengan kualitas dan kuantitas lahan yang sama. Untuk memenuhi dari aspek aksesibilitas, pihak angkasa pura sekiranya perlu memilih lokasi pindah yang sesuai dan tidak jauh dari pusat keramaian serta daerah asalnya.
    Selebihnya saya sependapat dengan mas Arif, dimana memang mental masyarakatnya sendiri yang sulit untuk “move on” dari kondisi sebelumnya harus dibenahi terlebih dahulu. Tentunya kembali lagi bahwa sosialisasi secara perorangan dengan menyampaikan beberapa hal mengenai keuntungan apa yang diperoleh dari adanya pembangunan bandara tersebut akan lebih efektif untuk merubah cara berfikir masyarakat.

    BalasHapus
  18. menambahkan lagi, saya sependapat dengan mbak Yasina bahwa status kepemilikan tanah juga sangat pokok untuk diselidiki. seperti banyak kasus sengketa tanah dimana banyak warga yang akan direlokasi tidak memiliki sertifikat lengkap, namun tetap "ngeyel" meminta ganti rugi. sepertinya pihak angkasa pura perlu berlaku bijak, khususnya dalam hal ini, tanpa menggunakan kekerasan, dengan menunjukkan peraturan perundangan yang berlaku dan bagaimana seharusnya mereka menyikapi.

    BalasHapus
  19. RIZKY HADWIYANTI - 12/330838/GE/07265
    Pengadaan tanah untuk kepentingan bandara merupakan masalah yang tidak sederhana,karena jumlah lahan yang cukup luas sehingga melibatkan banyak pemilik serta berbagai pertimbangan kepentingan umumnya bagi masyarakat dalam suatu kelompok masyarakat dan khususnya bagi masing-masing pemilih tanah itu sendiri. Hal yang perlu dilakukan pertama-tama adalah sosialisasi yang perlu dijelaskan kepada masyarakat secara terbuka ditinjau dari aspek kepentingan pemerintah /pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat pemilik tanah. Hal ini penting untuk menggugah serta membangun rasa nasionalisme masyarakat terhadap kepentingan negara. Yang kedua tentang ganti untuk harus dibentuk kepanitiaan yang mewadahi atau mewakili masyarakat dan yang satu pihak mewakili pemerintah dalam hal ini adalah PT. Angkasa Pura. Dimana panitia yang mewakili masyarakat harus melibatkan tokoh masyarakat/tokoh agama dilingkungannya serta pihak LSM.hal ini bertujuan untuk dapat mempengaruhi serta menggugah masyarakat secara psikologis karena tokah Agama maupun tokoh masyarakat merupakan panutan dalam kelompok tersebut. Hal lain yang harus diwaspadai adalah adanya oknum yang dapat menghambat adalah calo tanah, hal ini biasanya sangat mempengaruhi tentang besaran nilai ganti untung.Karena hal yang sangat menghambat kesepakatan adalah besarnya ganti untung yang diinginkan pemilik tanah dihadapkan dengan kemampuan calon pengguna tanah. Yang penting hal yang menjadi dasar pertimbangan adalah masyakat pemilik tanah dapat membeli tanah kembali dan mendapatkan untung secara wajar untuk kelanjutan hidup ditempat yang baru serta dapat bekerja sebagaimana yang biasa dilakukan sebelumnya. Syukur-syukur kalau nantinya pihak angkasa pura nantinya bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian putra-putri mereka sesuai dengan kebutuhan tanpa mengurangi persyaratan yang diperlukan. Karena hal itu dapat menggantikan lapangan usaha mereka tidak harus berprofesi seperti sebelumnya. Hal-hal non teknis inilah yang biasanya dapat memperlancar proses untuk memperoleh kesepakan dalam hal besarnya ganti untung. Karena biasanya masyarakat pendambakan pekerjaan yang layak bagi putra-putri mereka dengan rela mengorbankan harta benda miliknya. Dengan catatan Harus jujur, terbuka dan transparan disampaikan kepada masyarakat karena jangan sampai hal ini menjadi tuntutan yang mendasar dikemudian hari sehingga menimbulkan masalah baru yang harusnya tidak boleh terjadi. Hal yang tidak boleh diabaikan adalah menjalin komunikasi yang sebaik-baiknya sampai proses pelaksanaan ganti untung berjalan dengan lancar, damai dan aman serta dapat memuaskan semua piHak.

    BalasHapus
  20. Divia Singi Joyanda (12/331012/GE/07335)

    Proses pembangunan yang bertujuan untuk pengembangan wilayah tidak selamanya berjalan mulus, apalagi terkait dengan tanah milik masyarakat. Sehubungan dengan hal ini, pemerintah mau tidak mau harus bisa bekerja sama dengan warga dalam hal penyediaan lahan untuk pengembangan pembangunan (dalam hal ini pembangunan bandara di kulonprogo). Masyarakat harus bersedia memberikan lahannya untuk dijadikan areal pembangunan, tentunya dengan cara-cara yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. Artinya pemerintah pun harus memberikan ganti rugi kepada masyarakat atas penggunaan lahan yang digunakannya. Dimana pemerintah pun harus menyediakan lahan pengganti bagi warga yang sudah kehilangan tanah tempat mereka hidup dan beraktivitas.
    Masyarakat kulonprogo meruapakan masyarakat perdesaan dimana pemahaman masyarakat akan administrasi pertanahan diakui memang masih lemah. Untuk itu perlu ada nya musyawarah antara pemerintah dengan masyarakat untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Saya setuju dengan argument saudara Arif Kurniawan, yang melakukan pendekatan sosial kepada masyarakat nya. Dimana pemerintah harus nya memberi keterangan dan penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai maksud dan tujuan pembangunan bandara tersebut, lokasi pembangunan serta manfaat keberlanjutan yang akan dirasakan oleh mayarakat daerah kulonprogo dari keberadaan pembangunan bandara di kulonprogo tersebut.
    Saya juga sependapat dengan argument yang dipaparkan oleh saudara Diana Febrita dan Etika Novitasari. Berdasarkan peraturan kepala badan pertanahan nasional republik indonesia nomor 3 tahun 2007 pasal 45, ganti rugi yang dapat diberikan kepada masyarakat dalam bentuk selain uang dapat berupa tanah dan/atau bangunan pengganti atau pemukiman kembali, sesuai yang dikehendaki pemilik dan disepakati instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan nilai paling kurang sama dengan harta benda yang dilepaskan. Karena masyarakat Kulonprogo mayoritas bermatapencarian petani, besarnya ganti kerugian tersebut, tidak boleh menyebabkan keadaan sosial dan ekonomi bekas pemegang hak menjadi mundur.

    BalasHapus
  21. ( Heni Marifah_12/330896/GE/07286 )

    Menurut pendapat saya, permasalahan yang banyak terjadi dalam pembuatan fasilitas publik yaitu permasalahan mengenai adanya pembebasan lahan. Pembebasan lahan pada dasarnya memiliki hubungan erat dengan masyarakat yang memiliki lahan tersebut. Pendekatan terhadap masyarakat terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui tentang kepemilikkan tanah yang akan digunakan dan dilakukan sosialisasi terhadap seberapa penting keberadaan bandara di Kulon Progo. Mekanisme-mekanisme lain juga harus diperhatikan dalam proses pembebasan tanah. Seperti yang dikemukakan Aisyah bahwa terdapat keputusan presiden mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban terhadap pemenuhan hak-hak masyarakat yang mengalami penggusuran dalam pembangunan fasilitas umum. Kewajiban pemerintah dalam hal ini yaitu merelokasi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut dengan terlebih dahulu melakukan pendekatan dan sosialisasi. Masyarakat harus mendapatkan tempat relokasi yang memiliki aksesibilitas dan fasilitas yang memadahi. Tempat relokasi yang memiliki kelengkapan fasilitas dan aksesibilitas yang baik akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Kulon Progo. Pembangunan bandara di Kulon Progo akan membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang terjadi yaitu adanya peningkatan aktivitas perekonomian dan akan memajukan wilayah Kulon Progo. Sedangkan dampak negatif yang mungkin terjadi yaitu banyak masyarakat petani yang kehilangan lapangan pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan, terdapat sawah milik beberapa petani yang terkena pembebasan lahan untuk pembangunan bandara. Setiap langkah yang akan dikerjakan oleh manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dalam hal ini pemerintah dan PT. Angkasa Pura sebelumnya sudah melakukan perencanaan terhadap antisipasi mengenai dampak negatif yang akan terjadi. Adanya relokasi yang menjamin kehidupan masyarakat dengan tingkat aksesibilitas dan fasilitas yang memadai merupakan salah satu langkah yang tepat dibandingkan dengan uang tunai. Pemerintah perlu mengawasi pelaksanaan tentang relokas lahan dengan semaksimal mungkin. Kriteria-kriteria dalam hal ganti rugi pembebasan lahan perlu diperhatikan untuk mencegah adanya makelar-makelar tanah. Makelar tanah perlu diberantas suapaya tidak merugikan masyarakat dan pemerintah. Untuk permaslahan mengenai perencanaan penataan kawasan relokasi menegenai adanya rumah susun saya kurang setuju. Dikarenakan budaya masyarakat di Kulon Progo tidak terbiasa dengan adanya rumah susun seperti yang di kemukakan oleh sdr. Arif. Perencanaan kawasan relokasi sebaiknya dibuat semirip mungkin dengan kebiasaan masyarakat Kulon Progo, supaya pembebasan lahan yang akan digunakan untuk bandara berjalan dengan lancar. Relokasi yang dilakukan harus adil sesuai dengan hak-hak yang dimiliki masyarakat Kulon Progo dan tetap memperhatikan aspek-aspek pendukung kehidupan tertama dalam hal perekonomian dan keadaan lingkungan kawasan relokasi.

    BalasHapus
  22. ILYAS MUSTAFA M.
    11/316522/GE/07097

    Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyetujui lokasi pembangunan bandara baru di Yogyakarta. Pihak Kementerian Perhubungan menyebutkan bahwa bandara baru tersebut sudah resmi akan dibangun di Kulonprogo. Sebelumnya, bandara Kulonprogo rencananya digunakan untuk menggantikan Bandara Adisutjipto di Sleman. Berbagai reaksi muncul ketika lahan milik masyarakat setempat termasuk ke dalam rencana lokasi yang akan dijadikan sebagai kawasan bandara. Dalam hal ini tentu saja harus ada kesepakatan penyelesaian ganti rugi antara stakeholder yang terlibat di dalamnya.
    Besarnya ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak perlu diselesaikan secara bijak demi kelangsungan hidup yang berkelanjutan. Keberadaan bandara baru di Kulonprogo tentunya memiliki peran besar nantinya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar serta memunculkan pusat pertumbuhan baru. Dengan adanya ganti rugi yang layak kepada masyarakat lokal setempat maka mereka tidak lantas begitu saja kehilangan lahan dan tempat tinggal. Namun mereka tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup dari ganti rugi yang telah disepakati.
    Saya setuju apabila Pemerintah Kabupaten Kulonprogo memiliki gagasan untuk merelokasi masyarakat lokal yang terdampak ke dalam satuan rumah susun seperti yang telah dikemukakan saudari Diana sebagai bentuk ganti rugi dari kebijakan pembangunan bandara tersebut. Akan tetapi menurut saya apakah kebijakan tersebut merupakan solusi yang tepat serta apakah nantinya masyarakat sepenuhnya akan setuju. Hal ini dikarenakan tidak menutup kemungkinan terdapat masyarakat yang tidak ingin direlokasi ke rumah susun. Meskipun rumah susun merupakan salah satu solusi akan tetapi juga memiliki kelemahan seperti timbulnya permasalahan teknis, sosial, ekonomi maupun hukum di dalam lingkup rumah susun. Oleh karena itu kebijakan tersebut sebaiknya ditinjau ulang serta disesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal yang ada dan sifatnya tidak merugikan.

    BalasHapus
  23. Tety Widyaningrum
    12/330836/GE/07264
    Sungguh tanggapan yang sangat bagus sekali dari teman – teman mengenai perencanaan pembangunan Bandara di Kulon Progo. Banyak teman- teman yang melihat dari sudut pandang sosial, hukum, dan sudut pandang – sudut pandang yang lain. Memang, sebagaimana kita ketahui bahwa masalah pembangunan di Kulon progo merupakan masalah yang “hangat” dibicarakan, baik itu masyarakat Kulonprogo maupun masyarakat Yogyakarta sendiri. Pembangunan Bandara ini tentu saja menimbulkan banyak pro dan kontra, ada beberapa pihak yang mendukung, namun ada pula beberapa pihak yang kurang mendukung, khususnya masyarakat Kulon Progo sendiri.
    Dari pihak setuju memandang bahwa dengan adanya bandara tersebut perekonomian Kulon Progo akan jauh lebih baik dan naik secara drastis. Secara tidak langsung pula masyarakat sekitar bandara akan mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi maupun fasilitas sosial lainnya. Mereka dapat usaha dengan membuat kontrakan, restoran, usaha rental, penginapan, dan usaha – usaha lain.
    Diharapkan dengan adanya Bandara ini kepentingan dapat mendongkrak PAD dan kesejahteraan masyarakat nantinya .
    Dari pihak yang kurang setuju berpandangan bahwa Pembangunan Bandara akan menggusur lahan pertanian warga, mengingat lahan yang saat ini sudah produktif merupakan andalan bagi masyarakat petani setempat dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga mereka. Betapa tidak, lahan yang sudah pasti akan dibebaskan adalah lahan yang dihuni 165 kepala keluarga (KK). Sisanya mayoritas lahan Pakualam Grond, yang statusnya oleh PT Angkasa Pura I, hanya akan disewa karena termasuk keprabon atau milik raja. Dan saya setuju dengan kebijakan Pemerintah dengan adanya relokasi masyarakat ke dalam rumah susun serta ganti rugi lahan pertanian bagi masyarakat petani. Sependapat dengan Diana Febrita, bahwa rumah susun yang dibuat nantinya harus dapat memenuhi kesejahteraan masyarakat mulai dari kenyamanan tempat tinggal, keamanan, ketersediaan air bersih, serta fasilitas yang layak. Begitu pula dengan lahan pertanian yang diganti harus sepadan dengan apa yang mereka miliki sebelumnya. Sehingga pihak masyarakat tidak merasa dirugikan.
    Menanggapi pendapat Arif, saya setuju bahwa sosialisasi masyarakat harus dilakukan mengingat akan adanya culture shock yang nantinya akan dialami masyarakat sekitar, dimana mereka harus hidup dalam lingkungan yang baru, yaitu di dalam rumah susun.
    Dengan adanya pembangunan bandara Kulon Progo ini, tentunya harus ada kerjasama dari Pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus memberikan fasilitas yang layak bagi masyarakat, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan nantinya.

    BalasHapus
  24. ROSWITA DHARMASANTI (12/334163/GE/07408)

    Pemindahan lokasi bandara yang dilakukan oleh angkasa pura untuk menampung jumlah penumpang bandara sebenarnya merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalah penumpang. Hal ini terjadi karena mengingat lokasi bandara yang lama tidak memungkinkan untuk dilakukan pelebaran lokasi bandara. Kendala yang terjadi disebabkan oleh letak lokasi bandara yang berada di tengah-tengah pemukiman warga. Walaupun pemindahan lokasi ini telah disetujui oleh pihak pemerintah setempat, tetapi keputusan akhir yang harus menjadi bahan pertimbangan adalah persetujuan dari warga yang memiliki hak tanah di lokasi relokasi. Warga setempat menilai bahwa usaha "ganti-rugi" yang dilakukan oleh pihak Angkasapura hanyalah sekedar usaha untuk mengganti kerugian warga saja dan belum mengusahakan "ganti-untung". Menurut saya dari segi pemikiran warga setempat, definisi ganti-rugi di lapangan adalah mengganti segala bentuk kerugian yang terjadi akibat adanya usaha-usaha yang dilakukan walaupun salah satu pihak masih merasakan kerugian tersebut. Tetapi, definisi ganti-untung di lapangan adalah mengganti segala bentuk kerugian yang terjadi akibat adanya usaha-usaha yang dilakukan sehingga kedua belah pihak dapat merusakan keuntungan yang sama. Pada kasus relokasi bandara Kulonprogo, warga setempat masih merasakan ganti ruginya saja belum merasakan ganti untung yang dilakukan oleh pihak bandara. Walaupun pihak bandara telah membangun rumah susun untuk mengganti rumah warga yang terkena relokasi, warga tetap masih menuntut status dari tanah pertanian mereka. Hal ini disebabkan karena walaupun mereka memiliki tempat tinggal, mereka tidak bisa bekerja untuk mencari nafkah. Pihak Angkasapura sebenarnya telah memberikan 3 pilihan untuk mengganti lahan pertanian yang ada yaitu mengganti dengan uang yang telah disepakati jumlahnya, memindahkan lokasi pertanian warga ke lokasi yang lain dan menjamin warga bisa bekerja di bandara yang baru. Akan tetapi, usaha tersebut tidak disambut baik oleh warga setempat.

    BalasHapus
  25. (lanjutan)
    Menurut saya alasannya adalah, apabila pihak warga diberi uang untuk usaha mengganti tanah pertanian, warga tidak tahu usaha apa yang dapat mereka buat dengan uang yang diberikan oleh Angkasapura. Selain itu, jika tanah pertanian warga dipindahkan oleh pihak bandara, para petani akan sulit untuk melakukan adaptasi lingkungan yang baru dengan kondisi tanah dan iklim yang ada. Pilihan untuk bekerja di bandara yang baru juga kurang mampu memberikan ganti-untung kepada warga karena mereka merasa bidang pekerjaaan di bandara bukanlah kemampuan mereka sebab biasanya mereka bekerja di lahan pertanian. Sehingga apabila pihak bandara ingin mengusahakan ganti-untung kepada warga setempat haruslah usaha yang akhirnya menguntungkan kedua belah pihak, bukan hanya pihak bandara saja atau warga setempat saja sehingga kedepannya pembangunan serta operasional bandara yang baru dapat berjalan dengan lancar dan tidak meimbulkan masalah dikemudian hari. Saya setuju dengan langkah yang diharapkan oleh Sri Sultan, yaitu dengan melakukan dialog dengan warga untuk mendapatkan penyelesaian yang memadai sehingga keinginan dari kedua belahpihak dapat terwujud (http://www.pikiran-rakyat.com/node/265858). Dialog ini dapat dilakukan supaya warga yang masih "kolot" dengan budaya setempat dapat memahami tujuan yang dilakukan oleh pihak bandara yang berusaha untuk membangun fasilitas bersama. Selain itu, pembangunan bandara ini juga dapat mengembangkan wilayah Kulonprogo sehingga dari segi ekonomi dan pembangunan wilayahnya dapat berkembang dengan baik. Apabila usaha ini tidak dilakukan dengan baik, maka sampai beberapa waktu kedepan usaha untuk relokasi bandara tidak akan tercapai, padahal sesuai target tahun 2014 pihak bandara sudah mampu membebaskan lahan yang ada (http://www.antaranews.com/berita/416787/angkasa-pura-komit-realisasikan-bandara-internasional-di-kulon-progo) dan tahun 2017 bandara yang baru telah dapat beroperasi (http://www.beritasatu.com/food-travel/165275-kemhub-restui-izin-penetapan-lokasi-bandara-kulon-progo.html).

    BalasHapus
  26. MAULANA GHANI YUSUF (12/334272/GE/07446)

    Menurut saya, Permasalahan mengenai tanah pada dewasa ini semakin komplek, hal ini disebabkan keadaan tanah yang terbatas sedangkan jumlah penduduk semakin bertambah, harga tanah yang meningkat dengan cepat dan Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan/haknya, berkaitan dengan hak tersebut tentunya tidak terlepas dengan semakin banyaknya kasus-kasus pertanahan. Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya.
    Peristiwa pencabutan patok titik koordinat tanah calon lokasi bandara merupakan salah satu wujud penolakan masyarakat sekitar mengenai rencana pembangunan bandara di Kulon Progo yang sudah hampir terwujud. Upaya penolakan ini dapat diakibatkan oleh salah satunya berupa tidak terjalinnya suatu kesepakatan mengenai penggantian rugi tanah milik instansi ataupun milik masyarakat. Kesepakatan mengenai ganti rugi kepemilikan tanah tersebut telah diatur oleh Undang-Undang No 2 tahun 2012 pasal 1 ayat 2 dan 3 yang isinya :
    “Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.” (Pasal 1 ayat 2)
    “Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah.”
    (Pasal 1 ayat 3)
    Jika upaya ganti rugi tanah yang dilakukan tidak menemui suatu titik kesepakatan, tidak boleh dilakukan suatu kegiatan pembangunan sedikitpun di wilayah tersebut karena hal tersebut menyalahi penggunaan tanah yang bukan haknya. Upaya ganti rugi tanah oleh pemerintah atau instansi tertentu sebenarnya sudah terdapat dalam salah satu rencana pihak yang mendapatkan kewenangan untuk membangun bandara tersebut (dalam hal ini P.T. Angkasa Pura). Misalnya P.T. Angkasa Pura telah membuat suatu anggaran sebagian uang yang telah disiapkan untuk ganti rugi tanah, tetapi mulailah muncul mafia-mafia tanah yang menjual tanah yang telah disepakati dan menaikkan harga tanah tersebut. Hal ini semakin menambah masalah-masalah mengenai upaya ganti rugi tanah sehingga semakin sulit upaya penyelesaiannya.
    Upaya yang paling efektif menurut saya adalah terus diupayakannya pendekatan-persuasif kepada masyarakat sekitar yang mencakup semua elemen masyarakat guna diperolehnya suatu kesepakatan. Elemen-elemen masyarakat tersebut baik berupa tokoh masyarakat, ulama, tokoh pemuda misalnya berupa organisasi-organisasi yang ada di desa dan lain-lain. Upaya pendekatan kepada semua elemen masyarakat ini diharapkan mampu memberikan suatu kesepakatan guna terjalinnya suatu kesejahteraan bersama. Seperti yang dimuat dalam Undang-Undang No 2 tahun 2012 pasal 3 yang isinya :
    “Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.” (Pasal 3)
    Selain upaya pendekatan persuatif kepada instansi atau masyarakat sekitar, dapat juga dilakukan dengan menjelaskan permasalahan mengenai konflik pertanahan ini ke Badan Pertanahan Nasional dan solusi melalui Badan Peradilan. Setiap kasus pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasonal maka dilakukan pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan karena hal tersebut merupakan salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan guna mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan sarana untuk menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan memperkecil potensi timbulnya masalah pertanahan.

    BalasHapus
  27. Swastika Nugraheni (12/334329/GE/07461)

    Penyelesaian sengketa tanah yang akan digunakan untuk bandara yang dilakukan dengan memberikan penerangan dan penjelasan kepada masyarakat Kulon Progo menurut saya merupakan cara yang tepat. dengan diberikan pengertian dan pemahaman dan pengertian tentang urgensi bandara yang akan dibangun tersebut, maka diharapkan masalah pembebasan tanah dapat menemui jalan keluar.
    Perihal pemberian ganti rugi yang masih menjadi pembahasan memang perlu memikirkan aspek fisik, sosial, dan kondisi ekonomi masyarakat selanjutnya. Mengingat bahwa tanah yang dibebaskan tidak hanya berupa permukiman namun juga lahan pertanian yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat tersebut. Saya setuju dengan pendapat teman-teman di atas bahwa pemberian ganti ruga harus layak dan sesuai. Pemberian relokasi berupa rumah susun memang upaya yang tepat untuk tetap mempertahankan relasi sosial masyarakat. Sehubungan dengan permasalahan yang diutarakan oleh saudara Arif Kurniawan mengenai pemikiran masyarakat yang belum tentu mau menerima relokasi karena merasa 'asing' dengan rumah susun yang berbeda dengan kondisi keseharian mereka selama ini, perlu sosialisasi lebih gencar lagi. Dalam sosialisasi ini dapat diperlihatkan keberhasilan relokasi-relokasi ke rumah susun yang nyatanya memang berhasil menciptakan kondisi yang lebih nyaman bagi para penghuninya. Hal-hal yang semula ditakutkan tentang penurunan pendapatan ekonomi karena alasan akses dan lain-lain nyatanya tidak terjadi. Pemerintah sudah pasti melakukan relokasi dengan mempertimbangkan kehidupan masyarakat selanjutnya.
    Menurut saya, ganti rugi untuk sumber penghidupan yang paling tepat adalah pemberian lahan pertanian yang memang telah sesuai dengan pekerjaan mereka sebelumnya. Akan tetapi pemberian ganti rugi dalam bentuk ini saya rasa tidak dapat diberikan secara adil karena belum tentu semua masyarakat mendapatkan ganti yang sesuai. Masyarakat terdampak yang merupakan masyarakat perdesaan saya rasa tidak akan efektif dan optimal apabila diberi ganti rugi berupa uang. Pemberian uang belum tentu dapat dimanfatkan untuk menyambung hidup sehingga sebaiknya memang ganti rugi sumber penghidupan lebih tepat untuk diberikan saham ataupun investasi seperti pemberian ternak, dan sebagainya.

    BalasHapus
  28. FAIZA SYIFA ZAHIRA (12/331041/GE/07347)

    Saya sangat setuju dengan pendapat teman-teman. Adanya pro kontra yang mewarnai berdiri bandara memang akan selalu ada. Terkait sulitnya pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura memang terus menjadi polemik. Hal ini terkait kemungkinan terdapat pihak-pihak yang “sengaja” untuk memprovokasi warga sekitar dengan cara mencabut pathok atau menghadang petugas yang hendak memberi batas (pusdiklat.law.uii.ac.id). Tindakan yang dilakukan oleh warga tersebut tidak sepenuhnya salah. Banyak kemungkinan yang terjadi. Pertama : Warga mungkin hanya terprovokasi oleh pihak tertentu yang sengaja “menggagalkan” berdirinya bandara. Kedua : Kurangnya sosialisasi dan tindakan preventif mungkin represif (jika perlu) yang dilakukan oleh pemerintah kepada warga sekitar, sehingga ketidaktahuan akan ganti rugi yang tidak tersebar dengan tepat. Ketiga : Adanya kebiasaan yang dilakukan oleh warga sekitar. Sebagai contoh mereka sudah turun-temurun bermata pencaharian sebagai petani, jika lahan pertanian mereka dikonversi menjadi uang maka akan memiliki anggapan bahwa harta apa lagi yang dapat diwariskan pada anak cucu. Menurut saya, tentu saja anggapan ini salah, mereka masih dpat membeli tanah dilain tempat dengan uang itu, namun memang perlu disadari bahwa konsekuensinya mereka harus kembali beradaptasi.
    Jika kebiasaan tersebut menjadi pemikiran sebagian masyarakat maka adanya rumah susun yang sengaja disediakan pemerintah belum tepat. Belum tepatnya penggantian ini dikarenakan asumsi yang dimiliki oleh warga masih “tradisional” tentang lahan pertanian. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan adanya pemindahan permukiman ke rumah susun, perlu adanya tindakan persuasif yang dapat merubah atau menyamakan persepsi antara pemerintah, pihak investor dan warga masyarakat sekitar. Sehingga ketika persepsi yang didapat sudah sama, untuk pemindahan dapat dilakukan dengan baik. Benar yang dikatakan saudara Diana mengenai penambahan fasilitas yang menyangkut aspek sosial ekonomi dan ketersediaan sarana prasarana. Namun terlepas dari rumah susun yang sengaja disediakan pemerintah, mengajak warga yang sudah bertahun-tahun tinggal ditempatnya menuju rumah susun memiliki tantangan tersediri. Apalagi jika masih terdapat pihak yang sengaja mengotonomi tanah-tanah warga dan sengaja untuk meninggikan harga tanah (makelar tanah). Adanya hal ini justru akan semakin memperlambat proses pembebasan, padahal izin sudah didapat oleh pemerintah untuk mendirikan lokasi bandara. Menurut saya, tindakan persuasif yang berseifat preventif bahkan represif memang perlu, namun tetap harus mempertimbangkan asas keadilan, keterbukaan, dan tanggungjawab yang dilakukan oleh pihak terkait. Seharusnya masyarakat dan pemerintah dibantu pihak swasta yang mengupayakan adanya perjanjian mengikat berupa regulasi yang memang harus ditaati dan dilaksanakan oleh ketiga pihak. Pro dan kotra adanya pendirian bandara memang pasti terjadi, namun bagaimana cara pihak tersebut untuk dapat mengantisipasi dan menyelesaikan permasalahan dengan menganut tujuan menyejahterakan masyarakat banyak.

    BalasHapus
  29. Yunita Dyah Nugraheni (12/334379/GE/07468)

    Menurut saya relokasi bandara adisucipto memang diperlukan hal ini terkait dengan keterbatasan bandara dalam menampung padatnya laulintas pesawat baik yang akan masuk maupun keluar bandara dimana dari tahun ketahun semakin padat. Letak bandara adisucipto yang berada dekat dengan area padat penduduk menyebabkan perluasan bandara adisucipto dianggap tidak efisien dilakukan. Solusi yang dilakukan pemerintah yaitu membangun bandara di Kulonprogo saya anggap tepat dimana Kabupaten Kulonprogo apabila melihat dari sektor pendapatan perekonomian dan pertumbuhan perekonomian paling kurang dibandingkan dengan kabupaten maupun kota yang ada di DIY. Sehingga pembangunan bandara yang dilakukan disana diharpkan dapat membantu meningkatkan perekonomian yang ada di Kulonprogo. Seperti yang diungkapkan pada artikel bahwa ijin penetapan lokasi (ILP) telah diterbitkan. Pengadaan tahnah untuk kepentingan umum seperti bandara telah diatur dalam beberapa peraturan perundangan meliputi : UU No 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan Benda- Benda Yang Ada Diatasnya, Permendagri No 15 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tatacara Pembebasan Tanah yang disusul Permendagri No 2 Tahun 1976 dan Permendagri No 2 Tahun 1985, Keppres No 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi Pembangunan, Perpres No 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Perores No 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Perpres No 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam pelaksanaan peraturan- peraturan diatas seharusnya tidak bertentangan dengan peraturan perundangan UU No 26 Tahun 2007 tentang tata ruang yang di dalamnya juga mengatur hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam pengadaan tanah yang dibahas pada Pasal 60 dimana setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang ditimbukan akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan tata ruang, mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuaidengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.Berdasar peraturan tersebut menurut saya penggantian ganti rugi terhadap masyarakat seperti yang telah diungkapkan oleh divia berdasarkan peraturan kepala badan pertanahan nasional republik indonesia nomor 3 tahun 2007 pasal 45, ganti rugi yang dapat diberikan kepada masyarakat dalam bentuk selain uang dapat berupa tanah dan/atau bangunan pengganti atau pemukiman kembali, sesuai yang dikehendaki pemilik dan disepakati instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan nilai paling kurang sama dengan harta benda yang dilepaskan.

    BalasHapus
  30. Yunita Dyah Nugraheni (12/334379/GE/07468)

    (Lanjutan...)
    Saya sependapat dengan pendapat dari rahma diamana penggantian rumah dan lahan pertanian yang nantinya akan dibangun untuk bandara sebaiknya dilakukan dengan melakukan sosialisasi dan musyawarah. Namun menurut saya sosialisasi sebaiknya dilakukan dengan menemukan pihak- pihak yang terkait saja seperti pemerintah daerah, angkasa pura, serta masyarakat yang akan di relokasi agar proses ganti rugi yang dilakukan dapat sesuai dan tidak menguntungkan salah satu pihak saja, selain itu sosialisasi yang dilakukan sebaiknya dihadiri pihak keempat sebagai pihak penegah dan pihak yang netral sehingga dapat memberikan masukan yang tidak memberatkan salah satu pihak. Penggantian mata pecaharian penduduk yang kehilangan lahan pertanian lebih baik diganti dengan lahan pertanian karena hal ini menurut saya akan memberikan rasa nyaman kepada masyarakat karena mereka masih merasa memiliki lahan sebagai matapencaharian dan investasi bagi mereka serta masih dapat melakkan kegiatan seperti biasanya, hal ini lebih efektif dibandingkan dengan memberikan ganti rugi uang. Untuk penggantian rumah, menurut saya penggantian rumah dengan rumah susun tidak masalah untuk diterapkan namun terlebih dahulu dilakukan sosialisasi dan kembali lagi musyawarah dengan memberikan pilihan- pilihan yang realistis namun tidak memberatkan salah satu pihak.

    BalasHapus
  31. Naslia Fauzana (12/330995/GE/07325)
    Jika kita melihat adanya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Perubahan ini dilaksanakan lebih karena untuk meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Terdapat juga UU no 12 tahun 2012, Bunyi Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 undang-undang ini: “Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Pasal 1 angka 10 menegaskan lagi: “Ganti Kerugian adalah penggantian layak dan adil kepada yang berhak dalam proses pengadaan tanah”. memang indah terdengarnya apabila dapat dilaksanakan demikian. Sebenarnya masyarakat yang dirugikan tidak perlu merasa khawatir berkenaan dengan besarnya ganti kerugian, mengingat regulasi yang dijadikan dasar tidak memungkinkan penilaian ganti kerugian ditetapkan secara sepihak. Satu hal yang harus dicermati oleh masyarakat yang akan terkena dampak adalah ikut berpartisipasi aktif dalam menanggulangi munculnya spekulan tanah yang hanya mencari keuntungan semata, tanpa mempedulikan kepentingan masyarakat luas. Partisipasi aktif ini sangat menentukan keberhasilan pembangunan bandara baru di Ngayogyakarta Hadiningrat. pemasangan patok-patok tersebut guna menegaskan batas-batas lahan yang terkenak pembangunan bandara baik tanah personal, tanah milik Pakualaman hingga tanah desa. Setelah dilakukan pematokan yang merupakan batas-batas titik koordinat pasca turunnya Ijin Penetapan Lokasi (IPL) calon bandara baru tersebut maka dapat diketahui lahan-lahan mana yang terdampak pembangunan bandara. (koran KR jogja.com). saya setuju dengan pernyataan saudara Arif bahwa masyarakat kulon progo merupakan masyarakat perdesaan yang berpikiran bahwa sumber penghasilannya dari tanah pertanian. Pandangan hidup rakyat khususnya di desa-desa, secara sosiologis bahwa tanah adalah segala-galanya, sumber segala penghidupan dan kehidupan masih tetap berakar dari tanah leluhur mereka. Jika tenaga dan modal telah dikeluarkan selama bertahun-tahun dalam penggarapan sebidang tanah, baik itu tanah negara/daerah atau perkebunan/kehutanan, dan tanah-tanah BUMN/BUMD, lahirlah anggapan bahwa tanah itu “milik”nya, sebagaimana anggapan orang-orang tua mereka terdahulu. Ketentuan- ketentuan yuridis formal ternyata tidak dapat menjangkau pandangan ini.sehingga rakyat sulit bagi mereka untuk melepaskan tanah dari genggamannya. Solusi yang sebaiknya dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan dari hati ke hati kepada masyarakat agar masyarakat memahami tujuan pemerintah yang digunakan untuk kepentingan umum.

    BalasHapus
  32. WORO PRAWIDINI MUTTAQIYATIN (12/331069/GE/07354)

    Menurut UU no.2 tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pasal 2 ;
    Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas: kemanusiaan,keadilan,kemanfaatan,kepastian,keterbukaan,kesepakatan,keikutsertaan,kesejahteraan,keberlanjutan dan keselarasan. Terkait pembebasan tanah untuk rencana pembangunan bandara di Kulonprogo yang mendapat penolakan dari masyarakat dengan alasan bahwa ”harga tanah yang ditawarkan terlalu murah dan tanah tersebut merupakan lahan pertanian produktif dimana masyarakat menggantungkan kehidupannya”, hal ini menggambarkan bahwa sebenarnya asas dalam UU ini belum di aplikasikan dalam proses pembebasan tanah di Kulonprogo tersebut.
    Pembebasan tanah memang telah diatur dalam regulasi yang jelas namun hendaknya juga jangan mengesampingkan hal-hal yang berkaitan dengan kearifan lokal, masyarakat tradisional seringkali menyikapi pembangunan agak berbeda dikarenakan belum terbiasa dengan adanya perubahan dalam hal ini Masyarakat Kulonprogo belum terbiasa dengan tempat tinggal yang baru apabila direlokasi, tempat pertanian yang baru dsb. Hal ini membutuhkan sosialisasi secara terus menerus oleh para pemangku kepentingan, sehingga prinsip “ Hamemayu hayuning bawana sangkan paraning dumadi, dan manunggaling kawula lan Gusti betul-betul teraplikasi dan muaranya Masyarakat betul-betul merasa bahwa hal ini adalah “Ganti untung” bukan “Ganti rugi”.
    Pemindahan Bandara Adi sucipto dari kota jogya ke Kab. Kulonprogo adalah dikarenakan alasan tehnis bahwa bandara yang sekarang tidak mampu lagi kapasitasnya dalam pelayanan kepada masyarakat, setiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah orang yang datang dan keluar dari kota Jogya, sehingga terkesan sempit dan tidak nyaman, belum lagi bandara ini terletak di tengah kota tentunya sedikit banyak menimbulakan kebisingan dll, belum lagi semakin sempitnya kota dikarenakan pembangunan yang terus berkelanjutan adalah bijak jika nanti telah dipindahkan bekas Bandara ini akan menjadi ruang terbuka di kota Jogya.
    Dipindahkannya Bandara ini juga setidaknya juga dalam rangka meningkatkan pemerantaan dan keadilan dalam pembangunan di semua lapisan masyarakat, diharapkan di daerah ini menjadi lebih berkembang, lebih maju dan tentunya lebih mensejahterakan masyarakat setempat. Pembagunan wilayah tidak bisa terlepas dari isu-isu tiga pilar yaitu pembangunan Ekonomi,pembangaunan sosial dan perlidungan lingkungan, begitupun pemindahan bandara adi sucipto ke kabupaten kulon progo diharapkan tidak berdampak pada keseimbangan lingkungan namun dapat meningkatkan perekonomian dan semakin selarasnya kehidupan sosial Masyarakat di sana.

    BalasHapus
  33. Eva Latifah Puspita Sari 12/330942/GE/07302

    Review :
    Permasalahan yang terjadi antara permasalahan yang dialami oleh warga Kulon Progo dengan pihak bandara yang tinggal di daerah sekitar lahan yang akan dijadikan kawasan bandara ini tentunya mengundang perhatian beberapa pihak. Warga Kulon Progo belum mau merelakan tanahnya digunakan sebagai kawasan bandara oleh pihak bandara karena penawaran jumlah materi yang ditawarkan tidak sesuai dengan harga lahan dan harga mata pencaharian mereka nantinya. Penawaran berupa penggantian uang yang hanya dapat dihitung sebagai penggantian terhadap permukiman mereka saja, tidak cukup untuk memberikan ganti rugi mereka, penggantian lahan pertanian yang merupakan mata pencahariaan mereka sehari-hari juga dimaksudkan dalam penggantian rugi oleh warga kepada pihak bandara.
    Tanggapan :
    Saya setuju dengan pendapat teman-teman sebelumnya. Menurut saya, pengalokasian bandara di Kulon Progo merupakan ide yang bagus, karena keterbatasan lahan yang dimiliki pihak bandara yang dikelola oleh Angkasa Pura memang sudah seharusnya mengalami perluasan. Ada beberapa dampak yang sebenarnya dapat terjadi dalam pengalokasian Bandara ke Kulon Progo, tentunya dampak tersebut tidak hanya ditimbulkan dari pihak bandara tetapi juga dari warga setempat. Memperluas akses transportasi misalnya, merupakan dampak yang baik dalam pengalokasian lokasi bandara ini di Kulon Progo, hanya saja dampak yang lain yang datang dari warga juga cukup serius. Kehilangan lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian mereka menuai suatu pemikiran solusi atau jalan keluar yang terbaik yang harus dicari bersama-sama. Keinginan warga untuk menuntut rugi tidak hanya materi yang berupa bangunan ataupun uang, tetapi ada kebijakan sendiri dari pihak bandara untuk mengganti rugi lahan mereka dengan lahan pertanian juga. Menurut saya, jika dikaitkan dengan UU yang berlaku seperti UU no. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana dalam Pasal 5 disebutkan bahwa “Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” (sumber : UU no. 2 tahun 2012). Untuk itu, masalah pembebasan tanah oleh warga harus disertai dengan perundingan atau dipolomasi sampai menemukan jalan keluar dengan pihak Bandara. Sebelum adanya mediasi antara kedua belah pihak, warga yang dinyatakan masih mempunyai hak milik tanah tersebut masih bisa menuntut ganti rugi yang sesuai. Untuk itu, penggantian ganti rugi juga harus memperhatikan jangka panjang yang akan terjadi, tidak hanya masalah material seperti uang saja, tetapi tempat tinggal yang layak huni dan lahan pertanian yang dijadikan mata pencaharian oleh petani harus dipikirkan matang-matang sehingga didapatkan solusi yang terbaik antara pihak bandara dengan warga.

    BalasHapus
  34. INDIRA CHAIRUNNISA 12/330901/GE/07287

    Pemindahan bandara baru pada dasarnya memang sangat diperlukan mengingat Yogyakarta merupakan kota wisata, hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan traffic penerbangan dari Yogyakarta semakin lama akan semakin meningkat, sementara Bandara yang sudah ada pada saat ini masih kurang memadai untuk jangka panjang. Pada dasarnya pencabutan patok tersebut merupakan bentuk protes kekecewaan masyarakat akan adanya pembangunan bandara baru tersebut, mereka berpikiran akan kehilangan tempat mencari nafkah dan sewaktu-waktu dapat digusur oleh para investor. Watak investor yang selalu memikirkan ganti rugi maupun ganti untung pada dasarnya sudah banyak ditemukan dimana-mana, mereka hanya berpikir bahwa yang penting ganti untung maupun ganti rugi sudah dibayar tanpa mau melihat seberapa penting tanah tersebut bagi penghidupan masyarakat, sebagai contoh adalah pembangunan hotel mewah yang ada di Kerten Solo dimana masyarakat hanya diganti rugi sebesar 500.00/kk. Menurut UU no.2 tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pasal 2 ;
    Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas: kemanusiaan,keadilan,kemanfaatan,kepastian,keterbukaan,kesepakatan,keikutsertaan,kesejahteraan,keberlanjutan dan keselarasan. Saya sependapat dengan saudara arif, masyarakat Kulon Progo sebagian besar adalah petani mereka cenderung susah untuk diajak maju dan cenderung bersikeras untuk menetap dan mempertahankan hidupnya. Dalam hal ini seharusnya pemkab Kulon Progo lebih peka terhadap masyarakat, tahap awal adalah mendengarkan dahulu aspirasi masyarakat, apa harapan-harapan mereka untuk masa depan, selanjutnya pemkab Kulon Progo dapat melibatkan masyarakat dalam pembangunan bandara tersebut dan diposisikan sesuai dengan bidang kerja dan kemampuannya sehingga nantinya masyarakat juga dapat mengelola bandara tersebut agar mereka dapat tetap bekerja mencari nafkah dan tidak akan kehilangan pekerjaannya yang telah digelutinya.

    BalasHapus
  35. Ruri Atika Umaroh (12/330921/GE/07295)

    Review:
    Rencana pembangunan bandara baru di Kulon Progo memberi masalah baru mengenai sengketa lahan bandara. Hal ini juga mengundang reaksi warga masyarakat yang tanah nya masuk ke dalam tanah yang akan di bangun menjadi bandara. Reaksi penolakan yang di tunjukkan warga adalah merupakan pelampiasan warga karena tidak di jelaskan sebelumnya mengenai seberapa luas lahan yang di perlukan atau dengan kata lain sosialisasi yang di berikan kurang.
    Komentar, Catatan, Tanggapan:
    Proses pembebasan tanah atau ganti rugi tanah agar dapat terhindar dari makelar tanah, yang perlu di lakukan oleh pemerintah adalah dengan pendekatan atau musyawarah. Karena masyarakat Kulon Progo adalah masyarakat yang ingin di dengarkan pendapatnya, ingin di hargai, serta punya rasa takut.
    Rasa takut yang di alami oleh masyarakat Kulonprogo adalah mereka tidak ingin menjual tanah yang mereka miliki karena takut kehilangan matapencaharian. Tanah yang di jual merupakan tanah pertanian dimana masyarakat mendapatkan penghasilan dari hasil tanaman di tanah pertanian tersebut. Selain itu ganti rugi dengan uang menjadi salah satu ketakutan, karena uang nantinya akan habis.berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria yang berisikan tentang panitia penaksir dalam menaksir ganti kerugian tanah harus memperhatikan siapa yang berhak atas tanah, dan dalam bentuk bangunan atau penggarap tanahnya harus di usahakan penampungan seperlunya atas fasilitas-fasilitas lainnya. Serta ganti kerugian dapat berupa uang, pengganti tanah atau bangunan, dan fasilitas lainnya.
    Oleh karena itu saya setuju dengan rencana pemerintah guna merelokasikan masyarakat yang tanahnya di gunakan untuk area pembangunan bandara ke rumah susun. Seperti yang telah di sampaikan oleh Saudara Diana, dengan Saudara Etika saya akan sedikit menambahi, tidak hanya relokasi ke rumah susun saja akan tetapi masyarakat perlu di beri saham agar memiliki pegangan atau dapat menghasilkan uang sendiri setelah tanah yang menghidupi kehidupan mereka di jual. Selain itu di berikan pembinaan keterampilan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri, karena para masyarakat tersebut adalah seorang petani sehingga belum memiliki kemampuan atau keterampilan yang lainnya.

    BalasHapus
  36. 12/331058/ge/07350
    Menurut saya, permasalahan terkait dengan hak tanah memang tidak bisa terelakan manakala adanya suatu kepentingan yang berbenturan walaupun itu demi perkembangan wilayah agar lebih baik. Dalam hal ini adalah masalah terkait dengan pembebasan tanah yang hendak digunakan sebagai kawasan bandara di kabupaten kulonprogo yang masih menimbulkan pro dan kontra untuk masyarakat sekitar yang terdampak langsung oleh pendirian bandara baru tersebut. Pendirian bandara menurut saya sendiri memang dirasa penting demi masa depan pembangunan Propinsi DIY. Meskipun masterplan pendirian bandara sudah ada sejak tahun lalu, namun masyarkat sekitar masih mempermasalahkan terkait ganti untung pengadaan tanah padahal saat ini rencana pendirian kawasan bandara telah mendapatkan Ijin Penetapan Lokasi oleh Kementrian Perhubungan. Terkait dengan pemebebasan tanah PT Angkasa Pura I juga berpegang terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan infrastruktur tanah untuk kepentingan publik.
    Sama seperti yang telah dipaparkan oleh teman-teman diatas, ganti untung memang wajib diperoleh oleh masyarakat terdampak demi kehidupan mereka di masa mendatang. Hal ini juga untuk menunjukkan bahwa pembangunan bandara untuk menyejahterakan masyarakat. Kalaupun masih belum mmenemukan solusi terbaik dapat secepatnya dilakukan sosialissi terhadap masyarakat sekitar, hal ini agar pemkab dapat secara langsung mengakomodasi aspirasi masyarakat yang hendak direlokasi. Disini usaha pemkab akan sebisa mungkin merealisasikan aspirasi dan bukan sekadar wacana. Dari beberapa sumber yang saya baca, Bupati Kulon Progo sendiri juga telah menargetkan bahwasannya masalah terkait semua pemangku kepentingan agar segera selesai di tahun 2014 dan segera lahan akan segera diakusisi. Rencanannya lahan untuk relokasi akan menggunakan lahan kas desa di Kecamatan Temon seluas 60 hektar, lahan ini dapat digunakan untuk pertanian sekaligus untuk pertanian. Menurut saya usaha yang ditelah dilakukan oleh Pemkab Kulon Progo sudah baik demi kelayakan dan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar yaitu dengan tetap mengedepankan langkah-langkah persuasif dengan tetap saling koordinasi. Harapannya berdirinya bandara di kawasan tersebut cukup sejalan dengan perencanaan dan setelah beroperasi nantinya memberikan efek kemajuan luar biasa terhadap pembangunan kabupaten Kulon Progo tanpa ada lagi yang merasa dirugikan.

    BalasHapus
  37. Elson Gondo Budi Susilo (12/334136/GE/07402)

    Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

    Sebelum me-review dan berkomentar, saya ingin mengoreksi kesalahan ketik yang terjadi pada artikel ini, Pak Sutaryono, bahwa pada paragraf pertama Bapak menuliskan "UU No. 12/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum", sedangkan yang benar adalah UU No. 2 Tahun 2012 , karena UU No. 12 Tahun 2012 adalah tentang Pendidikan Tinggi. Kesalahan yang remeh, namun cukup fatal menurut hemat saya. Demikian koreksi yang ingin saya sampaikan.

    Setelah saya membaca artikel ini, saya berkesimpulan bahwa penekanan yang hendak disampaikan penulis adalah bagaimana agar masyarakat Kabupaten Kulonprogo yang tanahnya digunakan Pemerintah untuk pembangunan bandar udara baru demi masa depan Ngayogyakarta Hadiningrat tidak hanya mendapatkan ganti rugi sebagaimana seharusnya yang tertera dalam UU No. 12 Tahun 2012, namun lebih dari itu dapat tetap memperoleh kenyamanan-kenyamanan yang mereka rasakan saat ini: (1) sumber penghidupan yang berkelanjutan, dan (2) relasi sosial kemasyarakatan dengan handai taulan, selain tentunya poin utama yaitu (3) rumah tinggal untuk hunian.

    Komentar saya terhadap artikel ini (setelah saya membaca sekilas komentar kawan-kawan saya yang sudah terlebih dahulu mem-post-kan komentarnya) adalah karena Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum ini merupakan ranah hukum yang dalam pelaksanaannya pun sudah diatur jelas dalam Undang-undang (yakni UU No. 2 Tahun 2012), maka menurut saya alangkah lebih baiknya jika kita tetap berbicara berdasarkan aturan hukum yang berlaku.

    Pada pasal 5 UU No. 2 Tahun 2012 disebutkan:
    "Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap"

    Lalu Pasal 8 UU No. 2 Tahun 2012 berbunyi:
    "Pihak yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-undang ini. "

    Adapun pada Bab I Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2012 dijelaskan:
    3. " Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah."
    10. " Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah."

    Bunyi pasal-pasal pada UU No. 2 Tahun 2012 tersebut sudah cukup jelas menurut saya dan dapat kita tarik kesimpulan bahwa warga negara wajib melepaskan kepemilikan tanahnya demi kepentingan umum yang diatur jelas dalam Undang-undang dan Pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan bernegara dan penjamin keberlanjutan kehidupan masyarakatnya juga wajib memberikan pergantian yang setimpal--dalam Undang-undang disebutkan sebagai "layak dan adil" .

    Istilah "layak dan adil" inilah yang menurut saya akan menyebabkan terjadinya perdebatan panjang dan alot antara masyarakat dengan instansi-instansi berkepentingan (termasuk Pemerintah) terkait pembebasan tanah untuk pembangunan Bandara karena masing-masing pihak menuntut haknya yang mungkin saja melebihi seharusnya. Sebagaimana kita semua ketahui bahwa telah menjadi suatu yang membudaya di negeri "Serpihan Tanah Surga" ini bahwa penduduknya terus saja merasa kurang dengan segala kenikmatan yang dimiliki. Sebagian dari mereka bilang "terjajah di rumah sendiri" padahal mereka yang membiarkan diri mereka terjajah, sebagian lagi dari mereka bilang "Pemerintah merenggut mata pencaharian kami" padahal mereka yang enggan belajar membiasakan diri dengan hal baru--lantaran ingin terus menerus berada di zona nyamannya, sampai pada suatu titik sebagian lain dari mereka akan menuntut Pemerintah dengan memberikan vonis "Pemerintah tidak pro rakyat!" kemudian kita sebagai kaum intelektual seharusnya mempertanyakan, "Rakyat yang mana?"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam....terimakasih Mas koreksinya, betul yang dimaksud memang UU 2/2012...dan tampaknya anda juga tertular dech, coba cek paragraf kedua. Betul mas, dalam pengadaan tanah aspek hukum menjadi sangat vital, tetapi aspek yang lain juga tidak kalah vitalnya. Jadi penerapannya musti proporsional untuk seluruh aspek

      Hapus
  38. ((( LANJUTAN )))


    Sampai pada kalimat ini sejujurnya saya berharap bahwa segenap masyarakat yang akan terkena dampak pembangunan bandara di Kulonprogo telah membaca terlebih memahami dan mengerti tentang isi dari UU No. 2 Tahun 2012. Seberapa sering kita terjebak dalam suatu kondisi perdebatan yang tidak seharusnya terjadi hanya karena kurang informasi? Padahal sesungguhnya apabila kita memanfaatkan waktu berdebat itu untuk membicarakan hal lain yang lebih bermanfaat, mungkin saja bangsa ini telah maju sejak dulu.

    Mungkin sebagian dari kawan-kawan saya (atau bahkan Bapak Sutaryono sendiri) akan berpikir bahwa komentar saya ini terlalu radikal, namun sungguh saya tidak melihat adanya suatu yang mendesak yang harus dipersoalkan dalam fenomena ini. Saya mengerti bahwa berbicara dengan masyarakat tidak pernah semudah yang dipikirkan, bahwa pihak yang berkepentinganlah yang harus mengakomodasi agar diskusi dapat dengan tertib terjadi. Untuk itu, menurut saya, jika seluruh aktor dalam fenomena ini dapat menjalankan perannya masing-masing sesuai porsinya, permasalahan-permasalahan semacam demonstrasi atau unjuk rasa rakyat yang menuntut hak-haknya juga tidak perlu terjadi...

    Demikian komentar yang dapat saya berikan.

    Akhir kata,
    Salam Cinta Tuhan untuk Manusia
    Semoga kita tetap dapat hidup damai tanpa memandang perbedaan sebagai sesuatu yang harus dimusnahkan.

    Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

    BalasHapus
  39. Fikri Intizhar Rahmatullah (12/334265/GE/07444)

    Tulisan ini sangat menarik, memberikan ulasan mengenai berbagai solusi yang dapat ditawarkan untuk masyarakat terdampak atas kasus bandara di Kulon Progo. Berikut beberapa point solusi yang saya dapatkan dari artikel di atas:
    1. Menyampaikan hak dan kewajiban serta wilayah terdampak, termasuk urgensi pembangunan bandara untuk masa depan Ngayogyakarta Hadiningrat dan masyarakatnya melalui pendekatan secara persuasif.
    2. Musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian antara instansi yang membutuhkan tanah dengan masyarakat pemilik tanah.
    3. Ganti kerugian dalam bentuk lain (bukan uang), seperti tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
    4. Merelokasi masyarakat terdampak ke dalam satuan rumah susun.
    5. Untuk petani diberikan tanah pertanian pengganti dan atau diberi ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham pada instansi yang membutuhkan tanah pemberian tanah.

    Masyarakat terdampak akan merasa ‘diuwongke’ apabila mendapatkan ‘Ganti Untung’ yang dapat dicapai dengan tetap menjamin rumah tinggal untuk hunian, sumber penghidupan secara berkelanjutan, serta relasi sosial kemasyarakatan. Solusi yang saya tawarkan adalah dengan memberikan opsi untuk masyarakat terdampak, yakni: (1) Bertahan di kawasan sekitar tempat tinggal, namun tinggal di rumah susun. Satuan rumah susun akan memberi jaminan hunian sekaligus terjaganya relasi sosial antar warga masyarakat. Hal yang memberatkan warga terdampak atas dibangunnya bandara adalah hilangnya nilai historis tempat tinggal mereka. Apabila tetap berada di sekitar tempat tinggal, masyarakat terdampak akan tetap bisa mengenang historis mereka, sehingga hal yang perlu dipikirkan adalah jaminan penghidupan secara berkelanjutan. Untuk masyarakat petani, bisa diberikan pendidikan agar dapat bekerja di luar sektor pertanian, karena lahan untuk pertanian tidak akan terpenuhi apabila bandara sudah dibangun. (2) Dilakukan relokasi jauh dari tempat tinggal. Masyarakat petani membutuhkan lahan yang luas untuk kegiatan pertanian. Kebutuhan lahan ini akan terpenuhi bila relokasi dilakukan. Namun hal ini akan mengorbankan beberapa hal seperti hilangnya relasi sosial antar warga dan nilai historis di tempat tinggal mereka. Setelah masyarakat setuju dan paham mengapa bandara perlu dibangun, masyarakat bebas memilih opsi pertama ataupun kedua. Bagaimanapun juga, untuk mendapatkan suatu hal, pasti ada hal lain yang perlu dikorbankan.

    BalasHapus
  40. Menambahkan lagi, saya sependapat dengan yang diutarakan oleh saudari Fatima dimana sebelum diadakan ganti untung, status kepemilikan lahan harus diselesaikan terlebih dahulu. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya pengakuan kepemilikan lahan oleh beberapa orang.
    UU no 12 tahun 2012 pasal 1 angka 2 yang berbunyi, “ pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak” mendasarkan pada isi pasal tersebut menurut saya ganti rugi yang tepat dan adil bagi masyarakat adalah lahan pertanian mengingat mata pencaharian sebagian besar masyarakat adalah bertani. Saya yakin jika ganti untungnya berupa lahan pertanian masyarakat akan lebih setuju daripada ganti untung dengan wujud lain dan ini akan memperlancar proses pembangunan bandara.
    Sekedar mengingatkan bagi teman-teman semua jangan terpaku pada teori dan peraturan-peraturan yang ada tapi alangkah baiknya kita juga melihat kenyataan yang ada di lapangan seperti yang disampaikan oleh Bapak dosen pada kuliah yang lalu bahwa dalam merencanakan suatu wilayah kita harus ingat selalu ada hak subyek pada suatu wilayah.

    BalasHapus
  41. Lusia Chrisma Phinten Puteri
    12/334235/GE/07429

    Berdasarkan artikel diatas dapat direview bahwa terdapat adanya permasalahan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara di Kulon Progo yang terbentur pada persoalan besarnya ganti rugi materi untuk masyarakat yang tanahnya akan digunakan sebagai lokasi pembangunan bandara. padahal pengadaan untuk pembangunan bandara ini memang termasuk dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagaimana terdapat dalam Pasal 10 huruf d Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Apa yang dilakukan oleh masyarakat tidak dapat pula kita salahkan, karena negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang dalam putusan suatu kebijakan mandatnya berasal dari masyarakat juga. Akan tetapi sebaiknya masyarakat pun perlu mengingat sebagaimana yang tertera pada Pasal 33 UUD 1945 bahwa "Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Menurut saya, apa yang telah diputuskan pemerintah terutama dalam hal perijinan penetapan lokasi (IPL) sudah terlebih dulu dipikirkan dampak baik buruk kedepannya bagi masyarakat secara keberlanjutan, disini termasuk pula ganti ruginya.

    Memang selama ini pemberian ganti rugi bagi kepentingan umum seringkali menjadi masalah berlaru-larut sehingga menyebabkan tertundanya pembangunan. Pemberian ganti rugi yang dirasa tidak adil dan tidak memiliki standar yang baku sering menjadi pemicu masalah itu semakin memanas. Padahal ganti rugi seharusnya dapat menjadi mudah jika masyarakat, pemerintah dan instansi yang membutuhkan tanah (Angkasa Pura) terdapat suatu kesepakatan atau mufakat yang seyogyanya dapat memberi kelangsungan hidup yang lebih baik, baik secara fisik (bangunan, lahan pertanian, maupun material lainnya) maupun non fisik (kenyamanan, pendapatan sehari-hari), dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelumnya. Maka dari itu pemerintah mempersilahkan masyarakat yang tanahnya terkena proyek pembangunan untuk menentukan sendiri ganti rugi yang diinginkan. Hal ini dengan tujuan agar memudahkan masyarakat dalam mendapatkan haknya mengingat dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat harus selalu menjunjung tinggi keadilan (bukan kesamaan rata melainkan sesuai dengan haknya).

    Pilihan ganti rugi yang ditawarkan pemerintah sebenarnya dapat berupa uang, tanah, saham dan kombinasi keseluruhannya. Dengan kondisi demikian berarti masyarakat dibebaskan untuk memilih sendiri sesuai dengan tujuan hidup mereka masing-masing. Jadi ketika pemerintah menyediakan rumah susun sebagai alternatif mereka untuk pindah, jika masyarakat tidak ingin untuk pindah kesana maka pemerintah pun dapat menawarkan alternatif lain sesuai keinginan mereka, asalkan keberlanjutan hidup mereka dapat terus berjalan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Maka dari itu, mengapa permasalan ini tak kunjung selesai karena dirasa belum adanya kesepakatan atau mufakat antara pihak pihak yang bersangkutan, dan pada akhirnya merugikan mereka sendiri juga. Masyarakat merasa dirinya digantung oleh ganti rugi atau ganti untung yang dijanjikan, sementara pemerintah, dan instansi yang membutuhkan tanah (dalam hal ini adalah Angkasa Pura) merasa bingung dalam penetapan ganti rugi karena tidak kunjung mendapatkan kepastian masyarakat, rela atau tidaknya tanahnya dijadikan lokasi pembangunan sementara Ijin Penetapan Lokasi (IPL) sudah turun.

    BalasHapus
  42. Handaru Aditya K. (12/334237/GE/07431)

    Banyak sekali pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh teman-teman sebelumnya yang berbobot mengenai permasalahan yang ada di artikel ini, Sebelumnya saya ingin menyampaikan apa yang ingin disampaikan penulis dalam artikel ini ialah Penggantian tanah yang terkena dampak pembangunan bandara ini sebagai "Ganti Untung" yang meliputi rumah hunian ,sumber penghidupan secara berkelanjutan, serta relasi sosial kemasyarakatan dengan kerabat dan handai taulan yang menurut saya sangat diperlukan oleh masyarakat yang terkena dampak sesuai dengan yang diperlukan oleh masyarakat sesua dengan ketentuan yang ada dalam UU no 2 tahun 2012 dimana disebutkan bahwa Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Dalam Hal ini Layak dan adil menjadi kata yang penting dalam proses penggantian terhadap tanah milik warga yang terkena dampak. Menurut saya sendiri Adil dan Layak sangatlah relatif sehigga perlu pendekatan yang cukup intensif dari pemeritah terhadap masyarakat melalui musyawarah mengenai Penggantian tanah terkena dampak tadi. Saya sendiri setuju dengan apa yang dikatakan saudara Arif Bahwa setelah terjadinya bandara ini masyarakat terkena dampak perlu dilibatkan sebagai bentuk peduli pemerintah terhadap warga untuk kemakmuran masyarakat.

    Namun Saya sependapat dengan saudara arif, kurang setuju dengan Diadakannya rumah susun untuk warga desa terkena dampak karena menurut apa yang saya lihat sendiri warga pedesaan cenderung bangga memiliki tanah pekarangan rumah yang luas meskipun dengan rumah yang kecil apabila dibangun rumah susun sendiri untuk warga pedesaan saya pikir kurang cocok untuk masyarakat pedesaan itu sendiri belum lagi apabila masyarakat memelihara ternak yang biasanya yang saya lihat kandang ternak ini tidak akan jauh dari rumah mereka, sehingga apabila diadakan relokasi ada baiknya direlokasi di daerah yang lain bukan ditempatkan di rumah susun seperti yang diutarakan pada artikel ini. Serta sosialisasi yang seharusnya dilakukan secara door-to-door kepada masyarkat mengenai pembangunan bandara ini.

    Mengenai lahan pertanian yang terkena dampak itu saya sependapat dengan teman-teman yang sudah mengungkapkan tadi bahwa pemerintah selain mengganti tanah untuk rumah hunian perlu juga mengganti lahan pertanian warga karena mayoritas warga bekerja sebagai petani sebagai sumber penghidupan mereka, dimana dalam mengganti lahan pertanian ini setidaknya hampir seluas tanah pertanian warga yang terkena dampak oleh pembangunan bandara ini.

    BalasHapus
  43. Usil Riama 12/330909/GE/07290

    Berdasarkan artikel diatas dapat dilihat bahwa terdapat masalah mengenai ganti rugi yang akan diberikan pada terdampak pembangunan bandara di Kulon Progo. dimana gagasan dari Pemerintah Kabupaten Kulon Progo merelokasi masyarakat ke dalam rumah susun dan memberikan tanah pertanian ganti rugi dari kebijakan pembangunan bandara di Kulon Progo menurut saya merupakan salah satu solusi yang tepat mengingat tanah yang digunakan untuk proyek pembangunan bandara di Kulon Progo tidak hanya dari permukiman saja, melainkan juga lahan pertanian, sehingga pemerintah kabupaten Kulon Progo juga harus memperhatikan perihal ganti rugi lahan pertanian terdampak. karena dalam hal relokasi perlu diperhatikan mengenai kelayakan tempat relokasi bagi masyarakat terdampak serta fasilitas yang tersedia bagi masyarakat untuk keberlangsungan hidupnya.
    sesuai rencana yang disampaikan pemkab Kulon Progo bahwa relokasi akan menggunakan lahan kas desa di kecamatan Temon seluas 60 hektare.dari lahan seluas 60n hektare ini diharapkan dapat digunakan untuk tempat tinggal dan lahan pertanian.
    sedangkan mengenai relokasi tempat tinggal berupa rumah susun yang direncanakan oleh pemkab Kulon Progo menurut saya cukup baik, karena dengan rumah susun ini selain dapat memberikan solusi tempat tinggal, rusun ini dapat juga dapat tetap memberikan solusi tetap terjaganya relasi sosial terhadap tetangga yang ada disekitar tempat tinggal mereka tetap berada dalam satu area yaitu rusun ini, sehingga relasi itu tetap akan terjaga. akan tetapi pemerintah kabupaten Kulon Progo juga harus tetap memperhatikan mengenai fasilitas yang ada dalam rumah susun yang akan digunakan untuk relokasi misalnya saja mengenai ketersediaan air serta aksesibilitas yang baik sehingga masyarakat terdampak yang tinggal nantinya akan merasa nyaman berada dalam rusun ini.

    selanjutnya menurut saya usaha yang dilakukan oleh Pemkab Kulon Progo sudah baik demi kelayakan dan keadilan yang tidak memihak pada satu sisi yang dirasakan oleh masyarakat terdampak yaitu dengan tetap mengedepankan langkah-langkah persuasif dengan tetap saling koordinasi satu sama lain serta tetap memberikan sosialisasi dan pengarahan terhadap warga setempat dengan harapan pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo ini dapat memberikan kemajuan dan damapk yang positif bagi pembangunan di Kabupaten tersebut serta masyarakat setempat tanpa ada yang merasa dirugikan atas adanya pembangunan bandara tersebut dan semuanya dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

    BalasHapus
  44. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  45. Septi Purnama Sari (12/330965/GE/07311)
    Dari artikel di atas saya dapat menyimpulkan bahwa dalam proses pengadaan tanah untuk didirikan bandara di Kulon Progo masih terdapat permasalahan antara pihak yang membutuhkan tanah (Angkasa Pura) dengan masyarakat yang memiliki hak atas tanah tersebut. Hal ini sudah biasa terjadi mengingat semakin gencarnya pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kebutuhan fasilitas dan pengembangan pembangunan wilayah sangat memerlukan tanah sebagai tempat untuk terealisasinya pembangunan itu sendiri. Sementara kita tahu bahwa tanah merupakan sumber daya alam yang bersifat terbatas dan tidak bisa bertambah seiring berjalannya waktu. Sehingga satu-satunya jalan untuk dapat melaksanakan pembangunan untuk sarana prasarana atau fasilitas umum adalah dilakukannya pengadaan tanah.
    Kegiatan pengadaan tanah ( mengambil hak atas tanah) sendiri sudah terdapat Undang-undangnya pada UUPA Pasal 16, di mana di dalamnya dijelaskan bahwa tedapat landasan pengambilan hak atas tanah dengan menentukan : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang. Sehingga dalam hal ini ganti rugi sangatlah penting diberikan oleh pihak yang membutuhkan tanah, seperti apa yang sudah diutarakan oleh teman-teman sebelumnya. Peraturan Presiden Nomer 36 Tahun 2005 mengatakan ganti rugi adalah pergantian atas kerugian baik fisik atau non fisik, sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai hak tanah, bangunan, tanaman dan tau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang memberikan kelangsungan hidup lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Dalam keputusan presiden tersebut sudah jelas bahwa ganti rugi harus mampu memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dibanding sebelum adanya pengadaan tanah.
    Memang gagasan dari Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk merelokasi para penduduk yang terkena dampak dari pengadaan tanah untuk direlokasi ke dalam rumah susun perlu diapresiasi. Hal ini seperti dijelaskan pada artikel, yaitu dapat memberi jaminan untuk terjaganya hubungan sosial antar masyarakatnya. Namun untuk tanah yang pada dasarnya merupakan ladang mereka mencari nafkah seperti pertanian, maka pemerintah atau dalam hal ini Angkasa Pura perlu memberikan ganti rugi yang sama bobotnya seperti memberikan ganti rugi berupa pertanian pula karena adanya pengadaan tanah tidak boleh merugikan kehidupan ekonomi masyarakat meskipun tempat tinggal mereka akan dijamin oleh pemerintah dengan direlokasinya mereka di rumah susun. Sehingga pada akhirnya tidak ada warga yang nanti “ngomong di belakang” karena keputusan pemerintah tidak adil atau kurang mementingkan kehidupan warga yang tanahnya terkena dampak dari rencana pembuatan bandara.
    Sementara untuk masyarakat yang mungkin memiliki keluhan lain yang tidak setuju dengan ganti untung atau ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah, mereka juga bisa mengajukan banding seperti apa yang sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, di mana di dalamnya menjelaskan bahwa pemilik hak tanah yang tidak setuju dengan ganti rugi yang diberikan dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi jika pada saat di beri pilihan pencabutan. Sehingga pemilik hak atas tanah dapat memperjuangkannya. Sehingga jelas dalam hal ini pemerintah sangat ingin warga yang tanahnya terkena dampak dari pembangunan bisa merasa legowo jika tanahnya digunakan untuk pembangunan. Musyawarah merupakan jalan yang terpenting untuk dapat menghasilkan keputusan yang baik, yang adil dan mencapai kesepakatan antara pihak satu dengan pihak yang lain agar tidak terjadi kisruh lagi yang dapat menyebabkan pembangunan menjadi terhambat atau “mandek”.

    BalasHapus
  46. IKA AGUSTINA 12/330868/GE/07277
    Dalam pembangunan wilayah, terutama pembangunan fisik tidaklah luput dari namanya pembebasan tanah, karena tanah sendiri merupakan dasar dari berdirinya sebuah bangunan. Banyak sekali masalah yang terjadi terkait pembebasan tanah, yang mana tanah tersebut digunakan untuk pembagunan, baik itu yang bermanfaat untuk kepentingan umum ataupun manfaatnya hanya dinikmati kelompok atau orang tertentu.
    Begitupula yang terjadi pada proyek pembangunan bandara di Kulon Progo, belum proyek badara tersebut dimulai akan tetapi sudah munuai masalah seperti adanya pencabutan patok titik koordinat calon lokasi bandara yang dilakukan oleh masyarakat . Hal tersebut wajar bila dilakukan, karena pada hakiaktnya masyarakat sendiri berhak untuk mengajukan keberatan terhadap lokasi yang dibutuhkan untuk pembagunan proyek bandara. Karena nantinya masyarakat akan merasakan dampak dari proyek pembanguna bandara tersebut baik dari segi positif maupun negatifnya. Hak tersebut sesuai dengan UU No 2 Tahun 2012 tentang pengadaan Tanah Bagi Pembagunan Untuk Kepentingan Umum. Pada Bab 1 Ketentuan umum Pasal 1 mengatakan ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
    Dalam pengadaan tanah tersebut , masalah penentuan bentuk dan ganti rugi memang merupakan masalah yang paling krusial. Maka dari itu perlu adanya pendekatan khusus yang dilakukan untuk menumpuh pengadaan tanah sehingga permasalahan yang mungkin akan timbul dapat diminimalisir. Selain itu masyarakat yang terkena dampak harus mengatahui isi dari dokumen yang dibutuhkan dalam rencana pembanguna bandara, yang mana dokumen tersebut disusun oleh PT Angkasa Pura selaku pemegang proyek, baik itu mengenai lingkungan , kebisingan , analisi sdampak lingkungan ( Amdal ), keselamatan, serta Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan ( KKOP ) ( sumber : tribunnews.com ). Dengan mengetahui hal tersebut maka, ganti rugi atas tanah ataupun bangunan masyarakat sesuai dengan dampak nantinya yang akan dirasakan oleh masyarakat.
    Informasi dilangsir dari berita harianjogja.com, bahwa Bandara di Kulon Progo menurut Astungkoro selaku sekda Kulon Progo mengatakan bahwa proyek bandara memerlukan tanah seluas 684,5 hektar, yang tersebar di 6 desa di Kecamatab Temon. Yang lebih mengejutkan lagi bahwa sekitar 6.907 jiwa harus digusur, karena sebagian area yang akan digunakan sebagai bandara merupakan permukiman. Belum lagi lahan pertanian masyarakat yang harus tergusur, bila proyek tersebut terlaksana akan banyak masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya. Maka dari itu ganti rugi yang diterima haruslah benar-benar layak dan adil, baik itu dalam bentuk uang ataupun bentuk objek yang sama, karena pada dasarnya masyarakatlah yang terkena dampak. Supaya masyarakat yang terdampak mendapatkan sumber penghidupan baru sekaligus memiliki sense of belonging terhadap keberadaan bandara.

    BalasHapus
  47. RHEINY ALDILA PUTRI WIKA
    12/330880/GE/07282

    Pembangunan bandara yang dipindahkan di daerah Kulonprogo harus mendapatkan penanganan yang khusus dari pemerintah. Pengadaan Pemberian ganti untung yang diberikan oleh pemerintah kepada warga yang memiliki tanah dan termasuk dalam daerah pembangunan bandara. Terkait ganti untung tanah untuk bandara, sebaiknya ditilik dulu dari keberadaan tanah dan kepemilikan tanah. Seringkali terjadi konflik baik konflik vertikal maupun harizontal yang akhirnya menjadi sengketa yang berkelanjutan antara masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Dengan disyahkan Undang-Undang No.12 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka pemerintah, pengusaha dan masyaratakat harus dapat berjalan seiring tanpa adanya konflik kepentingan sehingga permasalahan dapat diselesaikan. Dalam hal ini pengaturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur tidak harus memakan waktu lama dan dipermudah dengan konsekwensi pemilik tanah mendapatkan pergantian yang adil, tanpa merugikan kedua belah pihak. Ini mengisyaratkan perlunya musyawarah dalam penentuan besarnya ganti rugi tanpa harus mengorbankan salah satunya. Dalam pemberian ganti untung tersebut pemerintah hendaknya memperhatikan aspek yang membuat warga yang tanahnya termasuk dalam pembangunan bandara merasa aman, nyaman, mendapatkan keadilan dan masih merasakan apa yang dahulu dirasakan. Seperti hal pemberian rumah susun atau rumah yang layak dan sepadan buat warga yang terkena penggusuran dengan jumlah anggota masyarakat yang sama dengan sebelumnya karena mungkin mereka sudah nyaman dengan masyarakatnya, pemberian aksesbilitas yang memadai buat masyarakat, serta memberikan pendidikan jasa untuk membantu masyarakat yang dahulunya bermata pencaharian sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan hidup.
    Karena sesuai dengan rencana induk, pembangunan bandara baru di Kulonprogo akan membutuhkan lahan seluas 684,5 hektar, yang meliputi Desa Jangkaran (61 hektar), Palihan (268,5 hektar), Sindutan (58,3 hektar), Glagah (223 hektar), Kebonrejo (73,5 hektar), dan Temon (0,5 hektar). Dari 5 desa tersebut, total ada 607 Kepala Keluarga yang harus direlokasi. Untuk menentukan lokasi relokasi, pemerintah kabupaten Kulonprogo sebaiknya mengajak masyarakat bermusyawarah dan kemudian harus secara terus menerus melakukan sosialisasi kepada warga Kulonprogo, agar harga tanah tidak di mainkan oleh para makelar. Perencanaan dalam sistem birokrasi tidaklah bisa berjalan dengan cepat. Prosedur yang dilaluinya cenderung rumit dan acapkali tidak terbangunnya komunikasi yang baik dengan masyarakat yang secara langsung akan terkena dampak (kurang efektifnya sosialisasi). Pemerintah Kabupaten Kulonprogo juga wajib melakukan pendekatan kepada masyarakat tentang arti penting pembangunan bandara bagi peningkatan perekonomian warga kulonprogo. Karena diharapkan masyarakat tidak menjadi penonton. Masyarakat sebaiknya menikmati peluang-peluang yang ada dengan keberadaan bandara nantinya dan dapat memanfaatkan apa yang ditawarkan oleh pihak bandara.

    BalasHapus
  48. Poin yang didapatkan adalah ; mengenai reaksi warga yang masing sulit membebaskan tanahnya. Hal ini terlihat dengan masih adanya tarik ulur warga. Permasalahan ini merupakan permasalahan pembangunan yang sering terjadi melihat pengalaman saya mengamati pembebasan tanah untuk pembangunan riverside kali butung. Perlu menjadi perhatian disini bahwa pembangunan sediri tidak terlepas dari aspek masyarakat yang menepati wilayah tersebut. Sehingga untuk menghindari permasalahan ini.
    Selanjutnya jalan keluar yang dipilih sebagaimana biasanyaadalahi ganti rugi tanah. Melihat pergantian tersebut tidak sesuai. Selain itu pergantia rugi tanah sendiri masih terkendala dengan uang yang digunakan, karena APBD Kulonprogo sendiri belum memenuhi pergantian tanah. Sehingga diajukan menggunakan APBN yang masih dalam proses karena belum sisetujui melaui artikel http://www.harianjogja.com/baca/2013/12/06/bandara-kulonprogo-pemkab-keberatan-jika-dibebani-pembebasan-lahan-471838.
    Pilihan selanjutnya adalah dengan merelokasikan warga kerumah susun. Hal ini mendapat apresiasi yang bagus, namun yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah mengenai penghidupan yang berkelanjutan terutama bagi petani. Disini diajukan dengan pemberian saham bagi para petani. Saya setuju dengan yang diutarakan oleh saudara fendi bahwa pemberian saham benar-benar menjadi investasi bagi petani. Selain itu, pemerintah pun harus berkomunikasi dengan PT Pura Angkasa agar tidak terjadi mis disini dan tidak merugikan. Atau dengan cara lain yaitu mengadakan atau membuat lapangan-lapangan kerja baru yang sesuai dengan warga yang bekerja sebagai petani atau yang memiliki ketergantungan dengan tanah tersebut.
    Saya setuju dengan pendapat saudara arif kurniawan. Bahwa aspek sosial disini sangat berperan, yaitu dengan musyawarah lebih dengan pihak terkait. Dan adanya tim-tim ahli yang mensosialkan tentang tujuan pembangunan bandara tersebut, bahwa pembangunan ini demi kesejahteraan bersama dengan catatan bahwa masyarakat sendiri mempunyai hak untuk memutuskan. Walaupun sosialisasi ini membutuhkan waktu yang tidak singkat namun cara ini sangan efektif. Bagaimana membuat masyarakat sendiri menerima secara “legowo” bahwa pembangunan bertujuan untuk kesejahteraan.

    Siti Baroroh
    12/331081/GE/07355

    BalasHapus
  49. Ryan Devantara
    12/334015/GE/7390

    Pembebasan lahan dalam sebuah pembangunan sering mengalami konflik sosial. Munculnya reaksi penolakan sebagian masyarakat yang menentang pembangunan bandara dapat disebabkan oleh kurangnya informasi masyarakat akan bentuk dan besaran ganti rugi yang didapat,ketakutan akan hilangnya penghidupan karena lokasi baandara mengenai lahan pertanian produktif,dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terkait.

    Langkah pemerintah dengan cara pendekatan persuasif dan orang per orang dirasa cukup tepat untuk mewujudkan solusi 'ganti untung' bersama. Penggantian yang diharapkan adalah layak dan adil untuk masyarakat.Relokasi yang dilakukan tidak hanya memberikan tempat hunian baru untuk mengganti hilangnya tanah hunian tetapi juga mengganti/memberi lapangan kerja bagi yang kehilangan sumber penghidupannya.

    Gagasan pemkab kulonprogo untuk merelokasi hunian ke dalam bentuk rumah susun perlu diapresiasi. Rumah susun tersebut diharapkan memiliki fasilitas, akses, yang lebih baik dari hunian masyarakat sebelumnya. Relokasi ke dalam bentuk rumah susun di rasa lebih baik karena pengadaan lahan kembali yang dibutuhkan tidak banyak. Akan tetapi hal tersebut masih perlu musyawarah dan sosialisasi yang baik agar dapat diterima oleh kedua belah pihak serta sesuai kebutuhan masyarakat.

    BalasHapus
  50. Glori Giovani
    12/331016/GE/07337
    Dari artikel diatas dapat direview bahwa sebagian masyarakat Kulonprogo menentang akan dibangunnya bandara di sana. Mereka memang memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas pembangunan tersebut namun mereka juga memiliki hak atas informasi detail terkait pembangunan bandara di Kulonprogo. Namun, mau tidak mau pembangunan bandara di sana akan tetap dilaksanakan seperti yang telah disebutkan "perlahan tetapi pasti", mengingat Ijin Penetapan Lokasi (IPL) yang sudah diterbitkan. Yang menjadi persoalan disini adalah mengenai ganti rugi terhadap tanah yang akan dibebaskan dari masyarakat kepada pemerintah yang bekerja sama dengan instansi terkait dalam hal ini adalah PT Angkasa Pura.

    Komentar:
    Menurut tanggapan saya, tindakan masyarakat Kulonprogo adalah wajar sebagai aspirasi mereka dalam menyampaikan pendapatnya di negara demokrasi ini. Hal tersebut terjadi mungkin karena kurangnya informasi detil terkait pembangunan bandara tersebut, yang ada dalam benak masyarakat hanyalah dampak negatif karena mereka akan kehilangan tanahnya dan akan merugi tanpa mempertimbangkan bagaimana dampak positif yang akan mereka terima, sehingga yang ada hanyalah penolakan, penolakan, dan penolakan. Oleh sebab itu sangat diperlukan musyawarah, sosialisasi dan pendekatan yang tepat dari pintu ke pintu kepada masyarakat oleh pemerintah dan pihak PT Angkasa Pura. Mengenai ganti rugi sangat perlu diperhatikan, sesuai dengan UU No. 2 tahun 2012 pasal 9 ayat 2 bahwa "pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan ganti kerugian yang layak dan adil". Banyak opsi yang ditawarkan sebagai ganti rugi sesuai dengan apa yang telah disebutkan dalam artikel yaitu dapat berupa uang, tanah pengganti, permukiman, kepemilikan saham, atau gabungan antara beberapa opsi tersebut dengan catatan disetujui oleh kedua belah pihak, tinggal bagaimana memutuskan ganti rugi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dan persetujuan pihak yang membutuhkan tanah dengan mengedepankan azas keadilan dan kelayakan, jangan sampai masyarakat merasa dirugikan mengingat apabila masyarakat terdampak adalah petani maka perlu diperhatikan untuk mengganti kembali dengan tanah pertanian, selain tetap menjaga mata pencarian mereka juga menjaga keseimbangan ekosistem demi terwujudnya sustainable development dalam pembangunan wilayah. Mengenai gagasan Pemkab Kulonprogo untuk merelokasi masyarakat terdampak ke suatu rusun, saya setuju dengan gagasan tersebut, namun perlu diperhatikan kelayakan dan keberlanjutannya terlebih terkait dengan ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana, jangan sampai terjadi seperti kebanyakan rusun-rusun relokasi di Jakarta yang terbengkalai.

    BalasHapus
  51. Lanjutan....
    Menurut perspektif Pembangunan Wilayah, pembangunan bandara Kulonprogo tetap perlu dilaksanakan mengingat bandara Adisucipto sebagai bandara Internasional dapat dikatakan masih kurang layak dan terlalu terbatas luasannya terlebih bila dibandingkan dengan bandara internasional Soekarno Hatta dan Kuala Namu. Selain itu juga, pembangunan ini penting bagi perkembangan Provinsi DIY ke arah barat sampai Kab. Kulonprogo yang saat ini masih kurang berkembang. Perkembangan ini akan dapat terlihat nantinya seiring dengan adanya peningkatan asesibilitas ke arah bandara Kulonprogo yang kemudian akan menimbulkan pusat kegiatan ekonomi baru seperti mulai berdirinya restoran-restoran, hotel, pusat oleh-oleh, peningkatan jasa transportasi dll. Hal ini penting disosialisasikan kepada masyarakat sebagai dampak positif yang dapat mereka terima dari adanya pembangunan bandara Kulonprogo yang kemudian akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sehingga disinilah diharapkan masyarakat mendapatkan "ganti untung"nya dan tidak lagi merasa rugi. Pada dasarnya semua persoalan ini memerlukan komunikasi, sosialisasi, musyawarah dan pendekatan yang tepat antara masyarakat terdampak dengan pihak yang membutuhkan tanah, juga perlunya pengawasan hukum yang ketat untuk menghindari kecurangan oknum-oknum yang dapat merugikan masyarakat, seperti adanya makelar-makelar tanah. Setiap proses yang berlangsung dalam pembangunan bandara Kulonprogo harus sesuai dengan hukum atau undang-undang yang berlaku mengingat negara ini adalah negara hukum dan juga tidak lupa untuk tetap menjunjung tinggi azas-azas yang terdapat pada UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

    BalasHapus
  52. Salman Fariz | 12/330452/GE/07239

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Pertama-tama saya ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Sutaryono, atas tulisan yang sangat bermanfaat ini dan tentunya pula tulisan yang sangat mampu untuk menambah wawasan saya.
    Review yang dapat saya buat berdasarkan tulisan ini adalah sebagai berikut:
    Hak-hak masyarakat terhadap kepemilikan lahan, dan juga tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana yang telah tercantum di dalam UU No. 2 Tahun 2012, yang tentunya tidak bisa dihiraukan begitu saja oleh Pemerintah maupun pihak yang terkait, dalam hal ini yaitu pihak Angkasa Pura. Kemudian mengenai rencana Pemerintah untuk merelokasikan warga ke Rumah Susun.

    Kemudian perihal komentar yang dapat saya berikan, adalah sebagai berikut:
    Mengenai rencana Pemerintah dan pihak Angkasa Pura untuk membangun Bandar Udara di Kabupaten Kulonprogo, saya sependapat dengan Saudari Indira Chairunnisa. Karena memang Yogyakarta merupakan salah satu ikon Indonesia sebagai Daerah Istimewa, sebagai tujuan wisata yang dikenal dunia, dengan tagline-nya Never Ending Asia. Yang tentunya banyak terdapat penerbangan untuk rute dari maupun ke Yogyakarta. Selain itu, tentunya salah satu alasan dibangunnya bandara baru, karena terlalu padatnya traffic ataupun aktivitas yang terjadi di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta. Hal ini tidak jauh berbeda dengan fenomena yang terjadi di Jakarta, di mana dibukanya Bandar Udara Halim Perdanakusuma untuk kegiatan penerbangan komersil, karena padatnya traffic dan aktivitas yang terjadi di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, yang juga banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan perihal pembukaan Bandar Udara Halim Perdanakusuma sebagai bandara komersil.

    Kemudian mengenai rencana ganti rugi yang akan diberikan oleh Pemerintah dan pihak Angkasa Pura kepada warga Kabupaten Kulonprogo, yaitu dengan merelokasi ke Rumah Susun. Menurut saya, terdapat nilai plus dan minus-nya jika rencana ini direalisasikan. Plus-nya, yaitu efisiensi terhadap lahan dan waktu, kemudian nilai minus yang akan timbul yaitu, lebih kepada hal apakah masyarakat bisa menerima rencana relokasi ke Rumah Susun yang tentunya hal ini sangatlah asing bagi warga pedesaan, selain itu juga pada umumnya pekerjaan masyarakat pedesaan masih berkutat pada sektor pertanian, perkebunan, dan juga peternakan. Berbeda halnya dengan permasalahan di Waduk Pluit yang warga nya direlokasikan ke Rumah Susun, itu merupakan langkah yang tepat, mengingat ketersediaan lahan di DKI Jakarta, sehingga salah satunya yaitu dengan membuat bangunan vertikal, dan juga hal ini dapat meminimalisir banjir, yang merupakan bencana "langganan" yang terjadi di Ibukota.

    Pada intinya, di setiap permasalahan yang berkaitan dengan lahan dan dampaknya bagi masyarakat, solusinya adalah: diperlukannya profesionalisme dari Pemerintah dan juga pihak terkait, dalam hal ini pihak Angkasa Pura untuk mau mendengarkan aspirasi warga, karena bagaimanapun juga, warga memiliki hak atas kepemilikan lahan, dan juga hak keberlanjutan hidup.

    Terima kasih atas tulisan yang sangat bermanfaat ini.

    Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    BalasHapus
  53. LATIFAH KUSUMADEWI 12/334249/GE/07436

    Menurut saya, pengadaan tanah demi berlangsungnya pembangunan wilayah terutama pembangunan infrastruktur wilayah merupakan hal yang lumrah. Ketika pembangunan terkendala oleh keberadaan lokasi yang tepat, maka sangat memungkinan dilakukan pengadaan tanah. Kasus pengadaan tanah untuk pemindahan bandara di Kulonprogo ini hendaknya dilakukan secara profesional serta transparan terhadap pihak - pihak yang terlibat. Apabila pengadaan tanah ini dilakukan dengan transparan, maka setidaknya masyarakat dapat mengetahui detail - detail tentang hal ini, terlebih masyarakat perdesaan yang bisa dikatakan awam dan masih 'polos' dalam kasus pengadaan tanah. Namun, sebelum ganti rugi 'disahkan' alangkah baiknya jika dilakukan pendekatan - pendekatan kepada masyarakat terdampak, sehingga besar kemungkinan masyarakat terdampak yang tadinya awam dan 'polos' memiliki pemahaman yang lebih dan bisa bertindak secara kooperatif. Pendekatan yang dilakukan misalnya penjelasan mengenai alasan tanah tersebut cocok untuk dijadikan bandara, dampak positif serta dampak negatif dari didirikannya bandara di lokasi tersebut. Selain itu instansi terkait juga harus bertindak secara kooperatif, sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang merasa dirugikan, karena pembangunan bandara merupakan kepentingan 'bersama'.
    Pendapat teman - teman yang sudah diutarakan sebelumnya sangat menarik dan beragam. Saya setuju dengan relokasi masyarakat terdampak ke bangunan berupa rumah susun serta penggantian lahan pertanian. Dengan direlokasinya masyarakat terdampak ke rumah susun, maka akan 'menghemat' tanah, karena rumah susun dapat menampung cukup banyak kepala keluarga beserta anggotanya. Sejatinya, perkembangan manusia tidak diimbangi dengan perkembangan luasan tanah. Maksudnya, kebutuhan akan tanah semakin lama semakin bertambah, namun tanah di bumi ini tetap, sehingga kemungkinan tanah akan menjadi 'langka'. Kemudian untuk hal penggantian lahan pertanian dapat dilakukan kepada masyarakat yang memang benar-benar memiliki lahan pertanian, dalam artian masyarakat tersebut bukan buruh tani. Untuk buruh tani, dapat diberikan pelatihan keterampilan agar bisa mendapatkan pekerjaan lain yang lebih layak. Menanggapi tanggapan Sdr. Fikri yang menyatakan bahwa apabila masyarakat dipindahkan ke rumah susun, mereka akan merasa keberatan karena kemungkinan nilai historis daerah asal mereka akan hilang saya kurang setuju, karena sejarah apabila secara continue diturunkan kepada anak cucu mereka, maka sejarah tersebut tidak akan hilang. Selain itu mereka bisa membuat sejarah di tempat yang baru, yaitu rumah susun, karena di rumah susun itu mereka bisa berkumpul kembali, bahkan bertemu orang-orang baru dari desa lain.
    Menanggapi pernyataan Sdri. Rheiny tentang "Dengan disyahkan Undang-Undang No.12 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka pemerintah, pengusaha dan masyaratakat harus dapat berjalan seiring tanpa adanya konflik kepentingan sehingga permasalahan dapat diselesaikan. Dalam hal ini pengaturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur tidak harus memakan waktu lama dan dipermudah dengan konsekwensi pemilik tanah mendapatkan pergantian yang adil, tanpa merugikan kedua belah pihak." saya kurang setuju. Menurut saya, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, bahwa masyarakat perdesaan mayoritas masih awam dan 'polos' dalam kasus pengadaan tanah untuk bandara di Kulonprogo ini. Terlebih dengan UU, masyarakat perdesaan kurang paham apabila belum dilakukan pendekatan, misalnya sosialisasi. Jika pengadaan tanah dilakukan secara terburu-buru, kemungkinan besar muncul reaksi negatif dari masyarakat terdampak, seperti kasus pembangunan yang baru-baru ini terjadi di Jakarta.

    BalasHapus
  54. Nihayatul Muniroh
    12/333063/GE/07380

    Permasalahan kasus sengketa tanah terkait “pembebasan tanah” seperti yang terjadi di Kulonprogo, Yogyakarta sebagai bandara merupakan permasalahan yang sering kali terjadi di Indonesia. Point permasalahan yang saya dapatkan dari tulisan ini adalah adanya ketidak jelasan, keadilan dan keterbukaan dalam penentuan luas lahan serta penggunaan lahan dari tanah yang ingin dibebaskan atau dipergunakan untuk pembangunan bandara di Yogyakarta tersebut. Jika saja pihak – pihak terkait yang mempunyai kepentingan ini mengacu pada peraturan yang tertulis dalam UU No 12/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, mungkin kesalahpahaman dan konflik diantara semua pihak tidak akan terjadi. Dalam UU No 12/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sudah tertulis dengan sangat jelas bahwasannya “Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas: kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan. Karenanya dengan mengacu pada peraturan perudang-udangan tersebut pihak yang membutuhkan tanah perlu memberikan kejelasan dan adanya keterbukaan antar keduabelah pihak sehingga didapatkan kesepakatan yang tidak merugikan disatu pihak lainnya saja. Dinamika pembangunan di Indonesia mengakibatkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat sedangkan ketersediaan tanah jumlahnya tidak pernah bertambah ataupun berkurang. Adanya pembangunan bandara di Kulonprogo oleh pemerintah bersama pihak mitra (dalam hal ini : PT. Angkasa Pura) ini pada dasarnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyatnya seperti termaktub dalam asal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat yang menyatakan bahwa: “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” maka semua proyek pembangunan yang dilakukan harus ditujukan untuk “Kepentingan Rakyat”, namun jika pelaksanaannya malah dirasa merugikan masyarakatnya maka perlu adanya suatu solusi pemecahan permasalahannya. Dari tulisan ini saya sangat mengapresiasikan sekali apabila pihak yang membutuhkan tanah dapat memberikan “Ganti Untung” bukan “Ganti Rugi” kepada masyarakat yang harus merelakan tanahnya untuk pembangunan bandara bagi kesejahteraan rakyat. Pemerintah dan PT. Angkasa Pura dalam hal ini sebagai pihak yang membutuhkan tanah perlu memahami betul isi dari UU no 12 tahun 2012, Bunyi Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 yaitu “Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Pasal 1 angka 10 menegaskan lagi: “Ganti Kerugian adalah penggantian layak dan adil kepada yang berhak dalam proses pengadaan tanah”. maka dari itu kata “Ganti Untung” dirasa lebih bagus untuk dapat diberikan kepada masyarakat kulon progo. “Ganti Untung” dalam hal ini yang diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan haruslah memenuhi dan sesuai dengan nilai kehilangan yang mereka terima yaitu pada tetap terjaminnya: (a) rumah tinggal untuk hunian; (b) sumber penghidupan secara berkelanjutan; serta (c) relasi sosial kemasyarakatan dengan kerabat dan handai taulan. Dengan diberikannya “Ganti Untung” kepada masyarakat Kulonprogo maka pembangunan ini akan terlaksana dengan baik.

    BalasHapus
  55. (Lanjutan)

    Menilai dari kebijakan yang dibuat pemerintah setempat yang akan merelokasikan warga kedalam satuan rumah susun merupakan kebijakan yang saya rasa sudah baik dengan disediakannya rumah susun bagi warga nilai rumah tinggal untuk hunian tersebut tetap ada. Fasilitas, aksesibilitas dan utilitas satuan rumah susun yang akan dijadikan tempat relokasi bagi warga Kulonprogo sangat perlu diperhatikan agar warga merasa nyaman dan mudah beradaptasi sehingga tidak muncul permasalahan baru karena keluh kesah warga yang sudah kehilangan tempat tinggal beserta nilai historisnya. Pemerintah juga perlu memberikan sosialisasi yang baik agar warga memahami dan dapat menerima kebijakan dari pemerintah tersebut. Secara sosial dan psikologis pelaksanaan dari relokasi warga yang akan dilakukan nantinya memang akan mengalami banyak kesulitan, namun saya rasa ini merupakan solusi yang baik. Karena dengan diberikannya satuan rumah susun bagi warga nanti mereka tidak perlu susah-susah lagi mencari tanah/tempat yang akan mereka jadikan rumah hunian ditambah lagi dengan semakin terbatasnya lahan yang ada. Dan saya setuju dengan pendapat teman saya Estin Sulistyani bahwa pembangunan bandara di Kulonprogo, Yogyakarta ini sebenarnya baik adanya apabila seluruh pihak-pihak terkait dapat berperan aktif dan menjunjung tinggi nilai kesejahterahan bagi seluruh rakyat Indonesia yang tercantum dalam UU 1945 alinea ke 4 sebagai tujuan dari pembangunan ini serta mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan karena adanyanya pembangunan bandara di Kulonprogo, Yogyakarta.

    BalasHapus
  56. Naomi Klara
    12/330804/GE/07253

    Komentar:
    Di dalam proses pembebasan tanah terdapat beberapa tahapan yakni pembentukan tim pembebasan tanah,pemberian sosialisasi kepada masyarakat,pengukuran tanah, inventarisasi kepemilikan hingga pembayaran ganti rugi. beberapa tahapan ini sangat berguna bagi kelancaran proses pembebasan tanah yang dalam hal ini terjadi di Kabupaten Kulomprogo. Adalah wajar jika masyarakat Kulonprogo mengajukan aspirasinya,mengingat tempat tinggal serta tempat usaha mereka akan di ganti rugi untuk pembangunan bandar udara. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya sosialisasi resmi kepada masyarakat. sosialisasi ini sangat penting karena masyarakat akan secara penuh mengerti mengenasi proses pembebasan tanah tersebut. Selanjutnya ialah negoisasi. negosiasi sangat dibutuhkan,karena dengan negosiasi ini,masyarakat dapat mengajukan keberatan mereka jika harga yang di ajukan tidak sesuai. Harga tanah,bangunan,dan tanaman seharusnya sesuai dengan harga yang berlaku saat ini. karena masyarakat tidak hanya semata-mata mendapatkan uang ganti rugi saja,namun mereka juga harus memulai kehidupan mereka yang baru di tempat yang baru. terlebih masyarakat yang memiliki lahan pertanian atau lahan usaha. Namun,masyarakat juga harus melengkapi surat-surat tanah dan bangunan mereka sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. karena masyarakat seringkali hanya meiliki surat kepemilikan tanah dan bangunan dari kepala desa,atau hanya di patoki,atau tanah turun temurun. terlebih pada para petani,jika mereka tidak memliki bukti-bukti kepemilikan tanah yang syah,maka tanah yang dimilki oleh petani tersebut dapat dengan mudah di anggap milik negara. Saya setuju dengan pendapat rekan-rekan di atas yang mengatakan bahwasannya petani-petani yang memliki lahan pertanian sebaiknya diganti pula dengan lahan pertanian di tempat yang baru seukuran dengan lahan pertanian yang mereka miliki sebelumnya,karena hal ini sangat berhubungan dengan kelangsungan hidup banyak orang. namun masyarakat yang memiliki tanah dan bangunan untuk pemukiman,seharusnya di ganti rugi sesuai dengan harga yang berlaku saat ini. Dalam proses pembebasan tanah,seringkali memang pihak yang di ganti rugi lebih mengalami kerugian. Jika dilihat dari perspektif pembangunan wilayah,pembangunan bandar udara Kulonprogo sangat perlu dilakukan,mengingat kondisi fisik Bandar Udara Adisucipto masih terlalu kecil untuk ukuran Bandar Udara domestik dan Internasional. pembangunan bandar udara Kulonprogo diharapkan juga dapat meningkatkan perekonomian daerah bagian barat DIY dan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru sehingga daerah-daerah sekitarnya dapat semakin berkembang dalam bidang ekonomi maupun sosial.

    BalasHapus
  57. ARISTIA CATUR ANUARI (!2/331006/GE/07330)
    Rencana dan keputusan pemerintah dalam melakukan pembangunan bandara di kabupaten kulon progo dengan melakukan relokasi tanah penduduk di kab kulon progo merupakan hal yang telah dipertimbangkan dengan baik dalam hal pelaksanaannya. Masalah yang timbul dari keputusan itu datang berasal dari masyarakat sebagai pihak yang dirugikan dalam perencanaan pembangunan bandara. Dari beberapa artikel yang telah saya baca mengamati respon dari masyarakat terkait pembangunan bandara yang akan dilaksanakan terlihat masyarakat belum sepenuhnya menerima keputusan yang di berikan pemerintah hal ini berhubungan dengan ganti rugi dan masa depan masyarakat yang berada di lokasi relokasi pembangunan bandara di kabupaten kulon progo. Lokasi relokasi yang merupakan lahan pertanian yang subur sebagai mata pencaharian masyarakat yang kemudian dengan cepat akan berubah menjadi suatu bangunan bandar udara yang artinya masyarakat tersebut akan kehilangan mata pencahariannya. Menanggapi hal tersebut pemerintah yang telah matang merencanakan suatu pembangunan haruslah tidak gegabah dalam menanggapi masalah yang timbul. Pemerintah harus benar benar dapat mengambil keputusan dalam hal ganti rugi ke pada pihak masyarakat sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan dalam proses pembangunan, meskipun memang benar mereka berada pada posisi dirugikan. Pengembalian ganti rugi atas tanah memang merupakan tanggung jawab pemerintah yang telah diatur dalam Undang-Undang No 2 tahun 2012. Pemerintah harus mengetahui seberapa besar ganti rugi tanah relokasi yang harus diberikan seperti nominal rupiah atau pemberian tanah kembali dilokasi lain pada setiap KK. Namun disisi lain yang menjadi masalah lebih penting adalah bagaimana kelangsungan hidup masyarakat yang tinggal di lokasi tersebut sedangkan mereka akan kehilangan sumber mata pencaharian yang dapat memenuhi kebutuhan mereka ?
    Menurut saya hal yang harus dilakukan yang pertama adalah pemerintah harus melakukan pendekatan secara persuasif dengan metode forum grup discussion bersama dengan masyarakat yang mengalami kerugian. Melakukan pengambilan data berapa jumlah desa dan kepala keluarga yang benar benar mengalami dampak dari pembangunan tersebut kemudian menerima aspirasi mereka dan memberikan solusi yang dapat menyelesaikan masalah berupa bagaimana kelangsungan hidup masyarakat setempat di masa depan. Meskipun hal ini kebalikan dari mata pencaharian masyarakat sebelumnya solusi yang dapat diberikan yaitu memanfaatkan kondisi yang telah berubah seperti sumberdaya manusia pada usia produktif yang sebelumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan keterbatasan pendidikan dapat di rekrut menjadi tenaga kerja bandara ex : cleaning service. Pembangunan bandara tentu saja akan mengubah pola kehidupan masyarakat setempat sebelumnya, karena dalam aktivitasnya bandara akan menarik kegiatan manusia yang secara otomatis lokasi tersebut akan membentuk konsentrasi/pola baru yang mendasari jaringan transportasi. seperti contohnnya pembangunan bandara dikabupaten kulon progo akan meningkatkan jaringan transportasi dari kota jogja atau daerah sekitarnya menunju bandara, otomatis kebutuhan jasa transportasi menuju bandara pun akan meningkat hal ini dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai peluang mata pencaharian baru. Selain itu banyak nya orang yang datang membutuhkan konsumsi, masyarakat juga dapat mengambil keuntungan dari situ dengan membuka rumah makan sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi orang orang yang datang ke bandara. Dari contoh contoh tersebut akan membantu dan menstabilkan perekonomian masyarakat di lokasi tersebut, sehingga kelangsungan hidup pun akan berjalan dengan baik.
    Namun langkah tersebut diatas sebelumnya harus didukung oleh pemerintah dan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat kab. kulon progo sehingga dalam pelaksanaannya pun akan tertata dengan baik.

    BalasHapus
  58. Halim Safar Hs
    12/331007/GE/07331

    Sebelumnya Assalamu'alaikum salam sejahtera buat kita semua
    luarbiasa pemikirannya saya sangat terkesan. baikalah adapun tanggapan dari saya mengenai hal tersebut yaitu lebih kepada hak mempertahankan kehidupan bersama sebagai makhluk sosial yang tentunya saling membutuhkan anatara yang satu dengan yang lainnya, dimana ketika sebuah lokasi atau daerah katakan mengalami perkembangan yang pesat kearah kemajuan dan mungkin bahkan akan membawa sebuah peradaban baru bagi masyarakatnya yang tinggal di sekitar daerah tersebut, dalam hal ini Bandara Kulonprogo. Namun yang namanya perubahan itu tidak ada yang pasti yang pasti adalah perubahan itu sendiri.
    "Bandara Adisutjipto, dalam sehari setidaknya didapati sebanyak 53 penerbangan, belum lagi penerbangan militer (TNI-AU) dan berbagai aktivitas berkait sekolah penerbangan yang turut serta memanfaatkan fasilitas bandara. Logis tentunya bilamana frekuensi penerbangan terus meningkat seiring kepentingan berbagai pihak yang menggunakan infrastruktur transportasi udara tersebut."
    (http://regional.kompasiana.com/2013/03/24/rencana-bandara-baru-di-yogyakarta-terkendala-pembebasan-lahan-sebuah-investigative-reporting-539878.html)

    Saya sepakat dengan alasan sederhana yang dikemukakan Kompasiana tersebut. sekarang Ijin Penetapan Lokasi (IPL) sudah diterbitkan (KR, 21-1-2014).
    Review:
    ganti kerugian antara instansi yang membutuhkan tanah dengan masyarakat pemilik tanah.
    Ganti kerugian dalam bentuk lain yang diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk lain ini dapat berupa gabungan dari beberapa bentuk yang sudah disebutkan, dengan catatan mendapat persetujuan keduabelah pihak.

    Tantangan: Apabila satuan rumah susun ini merupakan jaminan untuk hunian sekaligus jaminan terjaganya relasi sosial antar warga masyarakat, maka yang perlu dipikirkan adalah jaminan penghidupan secara berkelanjutan.

    Kata kuncinya adalah persetujuan antar dua bbelah pihak, jika kedua belah pihak telah sepakat maka tantangan terhadap jaminan penghidupan secara berkelanjutan akan dapat terlaksana. Akan tetapi perlu diketahui juga sebelumnya jaminan kehidupan secara berkelanjutan yang dimaksud dalam penulisan diatas masih kurang jelas, misalnya seperti sarana infrastruktur kesehatan, pendidikan, dan keterjangkauan harga bahan pokok atau kestabilah harga bahan pangan setelah atau sebelum menjadi lokasi yang berkembang pesat karena biasanya selalu ada pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan sekecil mungkin untuk membuat harga pasar melambung tinggi atau seperti system-sitem yang mengekang kebebasan masyarakat dengan beralasankan penertiban area sekitar bandara dan masih banyak lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jaminan hidup berkelanjutan. yang menjadi masalahnya ketika kita menjadikan jaminan hidup berkelanjutan hanya untuk sekedar mempertahankan kehidupannya saja mungkin akan tercapai, namun jika untuk membuat masyarakat menjadi lebih mandiri itu adalah sebuah pertanyaan yang sekiranya layak untuk dikaji lebih lanjut. Harapannya ganti kerugian dalam bentuk lain tersebut merupakan sebuah keputusan yang memang telah mempertimbangkan hak-hak kehidupan masyarakat dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya.
    Sekian dari saya, harapannya forum seperti ini membudaya bagi kalangan mahasiswa dan juga bagi pemuda bangsa yang masih respek atau peduli terhadap hak dan kewajiban bersama selaku makhluk social. Wassalam 


    BalasHapus
  59. (Chandra Wulan R. - 12/334295/GE/07454)

    Aksi protes warga dengan pencabutan patok yang dilakukan oleh sebagian warga di lokasi pembangunan bandara Kulonprogo dilakukan sebagai bentuk keberatan warga terhadap rencana relokasi bandara yang diadakan oleh angkasa pura. Pemindahan lokasi bandara ini dilakukan mengingat lokasi bandara yang lama tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekstensifikasi. Berbagai tanggapan pro dan kontra dari masyarakat bermunculan terhadap rencana pembangunan bandara di kulonprogo ini. Memang dengan adanya bandara baru ini nantinya dapat memunculkan pusat pertumbuhan baru yang dapat meningkatkan perekonomian. Namun di sisi lain muncul masalah bagi masyarakat yang terkena dampak dari pembangunan bandara ini. Permukiman warga akan terkena imbasnya, serta masyarakat yang sebagian berprofesi sebagai petani akan kehilangan tanah pertanian mereka.
    Sesuai dengan UU no 2 tahun 2012 mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan, maka masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui informasi detail berkenaan dengan wilayah yang akan dijadikan kawasan bandara yang menyangkut dengan rumah mereka terkait dengan proses pembebasan tanah. Besarnya ganti rugi bagi masyarakat yang terkena dampak sebaiknya dilakukan dengan bijak agar untuk selanjutnya mereka dapat tetap melanjutkan kehidupannya.
    Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, pemerintah kabupaten kulonprogo dengan gagasan untuk merelokasi masyarakat yang terkena dampak ke dalam rumah susun yang tentunya sebelum itu diperlukan sosialisasi dan pemahaman dari pemerintah. Jaminan kehidupan masyarakat selanjutnya harus diperhatikan agar masyarakat tidak mengalami kerugian. Tersedianya fasilitas dan aksesbilitas yang memadai juga menjadi salah satu faktor yang menarik bagi masyarakat. Namun perlu diingat bahwa masyarakat kulonprogo masih termasuk dalam masyarakat perdesaan dengan nilai nilai lokal yang tinggi, sehingga sebaiknya perlu dipikirkan lagi mengenai solusi ini untuk menghindari masalah-masalah lain yang akan muncul selanjutnya, contohnya saja dari masalah sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Untuk itu pembangunan bandara Kulonprogo ini seharusnya dilakukan dengan menjalin kerjasama antar stakeholder terkait, mulai dari pemerintah hingga masyarakatnya.

    BalasHapus
  60. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  61. Dwita Ayu Darmayanti-12/330881/GE/07283
    “Untuk perpindahan kepemilikan tanah dari kepemilikan pribadi kepada pemerintah untuk kepentingan umum, peraturan-peraturan yang berlaku adalah UU Agraria tahun 1960 yang kemudian diturunkan menjadi Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Peraturan-peraturan tersebut berlandaskan bahwa tanah dan air di Indonesia dapat digunakan oleh pemerintah untuk kesejahteraan umum. Namun, pemerintah tidak memungkiri kepemilikan pribadi atas tanah sehingga penggunaan tanah pribadi oleh pemerintah tetap harus memberikan ganti rugi yang layak kepada pemilik tanah. Ganti rugi ini disepakati bersama melalui musyawarah oleh perwakilan pemerintah dan pemilik tanah agar tidak ada pihak yang dirugikan.”
    Berdasarkan pernyataan diatas, Saya sangat setuju apabila masyarakat diberi “ganti untung” bukan “ganti rugi” karena seharusnya memang tidak ada yang dirugikan. Menurut saya memberikan ganti untung sesuai dengan sumber penghidupan masyarakat sebelumnya ini merupakan cara paling efektif karena masyarakat masih dapat melanjutkan keberlangsungan hidupnya sesuai keterampilan yang mereka miliki, misalnya seperti kasus diatas apabila masyarakat yang terdampak adalah petani maka seharusnya memberi ganti untungnya berupa tanah pertanian. Menurut saya hal tersebut cukup efektif karena belum tentu apabila ganti untung untuk mereka berupa uang atau dalam bentuk lain dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh mereka. Jadi menurut saya memang cara tersebut cukup efektif karena kelangsungan penghidupan mereka terjamin sesuai ketrampilan yang mereka miliki. Perihal relokasi warga sekitar ke rumah susun saya juga setuju namun pihak pemerintah kabupaten kulon progo harus menjamin fasilitas yang ada didalamnya apabila rencana tersebut benar-benar terwujud. Menurut saya dengan adanya rumah susun tersebut diharapkan relasi sosial antar warga masyarakat yang berada di sekitar area bandara masih dapat tetap terjaga dengan baik.

    BalasHapus
  62. Eka Dyana Yulandari
    12/330812/GE/07258

    Persoalan yang dibahas di dalam artikel ini adalah masalah relokasi bandara DIY ke Kabupaten Kulonprogo. Permasalahannya adalah sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah relokasi menentang pembangunan bandara tersebut. Ada banyak alasan-alasan mengapa masyarakat menentang hal tersebut. Antara lain adalah alasan ketersediaan lapangan pekerjaan, alasan sosial, maupun ikatan batin yang dimiliki oleh masyarakat dengan lingkungan setempat.
    Sebagaimana diamanahkan dalam UU No 12/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui informasi detail berkenaan dengan wilayah yang akan dijadikan kawasan bandara, bahkan masyarakat mempunyai hak untuk mengajukan keberatan. Akan tetapi pengadaan tanah di wilayah Kulonprogo untuk pembangunan bandara tetap pasti akan terealisasi mengingat ijin penetapan lokasi sudah diterbitkan. Pengadaan ini tetap diberi izin karena urgensi nya untuk perkembangan Provinsi DIY, meskiupun jumlah masyarakat yang menentang tidak sedikit.
    Berkenaan dengan hal tersebut perlu dicarikan solusi yang tepat, sehingga masyarakat yang terkena dampak relokasi mendapatkan ganti rugi / ganti untung yang setimpal. Menurut saya, salah satu bentuk ganti rugi yang tepat adalah dengan memberikan uang. Dengan memberikan ganti rugi dalam bentuk uang, masyarakat dapat menentukan keputusannya masing-masing sesuai dengan prioritas yang mereka miliki. Apa kah uang tersebut akan digunakan untuk membangun rumah, atau untuk membangun usaha. Karena apabila bentuk ganti rugi yang diberikan adalah hanya dengan pemberian rusun, hal tersebut saya rasa kurang adil. Seperti apabila ada masyarakat yang hidup sebagai petani dan membutuhkan ladang yang luas, atau masyarakat yang ingin memiliki usaha.

    BalasHapus
  63. Elizabet Trijayanti
    12/331115/GE/07362
    Review terhdap bacaan diatas adalah terkendalanya permasalahan pertanahan dikulonprogo karena kurangnya musyawarah anatra pihak yang membutuhkan tanah dengan masyrakat yang telah menempati tanah tersebut, kurangnya informasi terhadap ganti rugi terhadap masyarakat , dan masyarakat kulon progo yang masih belum terima atas ganti rugi karena mereka mengangap ganti rugi dari pihak pt angkasa putra kurang. Komentar : Alasan diadakan pembangunan bandra yang ada dikulon progo mungkin dikarenakan bandara adisucipto yang ada di jalan solo masih belum memadai atau belum cukup luas. adanya perlawanan terhadap masyarakat kulon progomungkin dikarenakan belum adanya realisasi terhadap masyarakat secar langsung, hal ini perlu di tanggapi dengan adnya pihak yang terkait agar diadakan sosialisasi agar masyarakat mau menerima ganti rugi yang akan dilakukan terhadap pihak angkasa putra ke masyarakat kulonprogo. Prespektif terhadap pembangnan wilayah atas pembangunan bandara yang akan dilaksanakan di kulonprogo dinilai akan mengguntungkan wilayah tersebut karena dengan adanya pembangnan bangdra maka akan memunculkan berbagai usaha baik mikromaupun makro dengan berkembangnya usaha maka pendapatan ekonomi daerah tersebut akan naik.

    BalasHapus
  64. Asvriadhi Pradhana Putra, 12/333872/GE/07381
    Perencanaan jangka panjang yang sudah dilakukan pemerintah kota Yogyakarta ini merupakan perencanaan pembangunan yang bagus dimana dapat memberikan ruang yang luas dan menambahkan pendapatan daerah serta memberi mata pencaharian yang baru khususnya bagi masyarakat sekitar daerah pembangunan bandara ini yang akan dilakukan angkasa pura. Pemindahan bandara ini juga dapat meningkatkan aksesbilitas sarana transportasi khususnya transportasi udara. Dengan lapangan terbang yang luas maka akan menekan angka kecelakaan pesawat yang terjadi dibandingkat dengan bandara yang bertepat di tengah kota seperti saat ini. Dari segi positifnya pembangunan bandara dapat meratakan dan memajukan sarana transportasi dan memberikan dampak positif bagi daerah yang akan dibangun bandara tepatnya di kawasan Pantai Glagah, Kabupaten Kulon Progo.
    Perencanaan yang besar pasti memberikan dampak yang besar pula terhadap ketersediaan lahan dimana harus memiliki persetujuan terhadap masyarakat yang memiliki atas nama lahan yang akan dipakai dalam perencanaan pembangunan bandara tersebut. Pemerintah harus menjalin komunikasi yang baik, pemahaman yang baik, dan mengambil keputusan yang bijaksana terhadap pembebasan lahan terhadap masyarakat. Pembebasan lahan hendaknya dilakukan dengan sesuai hukum adat pada masyarakat setempat dan diselesaikan secara kekeluargaan. Dengan transparansi dan teebuka terhadap masyarakat maka akan mengurangi terdapatnya pihak ketiga yang akan merugikan perundingan yang mengacu pada kriminalitas yang akan terjadi yang didorong amarah masyarakat. Pembebasan lahan hendaknya diikuti dengan penggatian lahan hunian yang sudah disediakan pemerintah, akan dibuat permukiman ataupun rumah susun serta penjaminan terhadap pendapatan perekonomian terutama bagi lahan pekerjaan masyarakat seperti sawah yang akan dibangun menjadi lingkungan bandara tersebut. Masyarakat juga perlu adanya adaptasi terhadap lingkungan yang baru, hendaknya pemerintah dan instansi terkait memberikan penjaminan sosial terhadap masyarakat. Peran pemerintah dan komunikasi yang terjalin terhadap masyarakat sangat penting karena akan memberikan kelancaran terhadap pembangunan yang akan dijalankan serta mengurangi dampak kesenjangan masyarakat yang akan terjadi.

    BalasHapus
  65. Ulfatun Ni'mah (12/333965/GE/07386)

    "Ganti Untung" merupakan suatu kepastian yang harus diterima oleh penduduk terkena dampak pembangunan bandara. Namun, kebanyakan pembebasan tanah kurang menguntungkan bagi penduduk terkena dampak. Pengalaman-pengalaman pembebasan tanah di Indonesia inilah yang menjadi salah satu pemicu penolakan pembangunan kawasan bandara oleh penduduk terkena dampak. Mereka merasa risau jika ganti rugi tidak menguntungkan malah justru merugikan. Kerisauan ini mungkin saja muncul mengingat perlakukan pihak pembebas tanah yang sudah dari awal kurang "menguwongkan" penduduk. Pemasangan patok kawasan bandara dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa adanya izin dari penduduk (SindoNews, 10-1-2014). Perlakuan awal pihak pembebas yang dirasa kurang beriktikad baik, dapat menimbulkan kerisauan penduduk mengenai ganti rugi yang juga akan kurang "menguwongkan". Selain itu, penduduk terkena dampak mungkin merasa terdzalimi karena ketentraman hidup mereka terusik. Pembangunan bandara memang diprediksi bakal meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Namun, penduduk terkena dampak tidak akan merasakan peningkatan sosial ekonomi tersebut, karena yang akan merasakan adalah penduduk sekitar yang tak terkena dampak, justru mereka harus terusir dan mengalami ketidakpastian kehidupan selanjutnya.

    Saya sependapat dengan saudara Arif Kurniawan yang menyatakan kurang setuju dengan ganti untung berupa rumah susun bagi penduduk terkena dampak. Ganti berupa rumah susun kurang berazasan keadilan karena luasan lahan masing-masing penduduk yang berbeda-beda. Selain itu, rumah susun kurang sesuai dengan kehidupan masyarakat Kulonprogo. Menurut saya pembangunan rumah susun akan mendapat penolakan keras dari penduduk terkena dampak karena banyak permasalan yang dapat ditimbulkan dari hunian berupa rumah susun, seperti terbatasnya ruang bagi setiap keluarga untuk menunjang kehidupannya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya. Alangkah lebih baik jika ganti berupa lahan dengan ukuran sesuai lahan masing-masing penduduk terdampak. Selain lahan, ganti juga dapat berupa uang. Uang digunakan untung membuka usaha baru bagi penduduk terkena dampak.

    Penggantian lahan harus mempehatikan lokasi dan posisi. Lokasi dan posisi sangatlah penting karena menyangkut kehidupan selanjutnya, apakah lokasi dan posisi tersebut dapat menunjang kehidupan atau tidak. Hal ini membutuhkan perhatian khusus agar penduduk terkena dampak tidak merasa dirugikan karena lingkungan kehidupan yang menjadi kurang kondusif. Saya setuju dengan argumen penulis artikel yang menyatakan bahwa penggantian tanah juga dapat mempertimbangkan matapencaharian penduduk tersebut. JIika penduduk berprofesi sebagai petani, maka lahan ganti dapat berupa lahan pertanian.

    Pada dasarnya saya setuju dengan pembangunan bandara Kulonprogo. Keberadaan bandara dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi DIY, sehingga pemerataan pembangunan di Provinsi DIY dapat tercapai. Namun, saya sedikit kecewa dengan pihak pembebas tanah yang kurang "menguwongkan" penduduk yang dapat dilihat dari tindakan awal mereka. Maka tak ayal jika terjadi penolakan dari penduduk. Maka dari itu, pihak pembebas tanah harus segera merangkul penduduk terkena dampak serta kedepannya bersikap lebih terbuka dan transparan dalam pemberian ganti untung.

    BalasHapus
  66. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  67. Amrizal Nur Fahmi Arif (12/334226/GE/07425)

    Sebelumnya saya berterimakasih kepada mas Elson yang sudah membantu mengoreksi kekeliruan dalil yang ada pada artikel ini.
    Saya yakin betul bahwasannya apa yang coba kita diskusikan pada forum ini adalah untuk memberikan tanggapan mengenai alternatif yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan terutama dalam kaitannya dengan kasus yang tertulis pada artikel di atas. Diharapkan dengan adanya alternatif solusi ataupun rekomendasi kebijakan yang muncul pada forum diskusi ini, setiap pihak dapat merasa terkontrol, memahami, serta melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti yang telah dijabarkan oleh mas Elson.

    Menanggapi konsep Ganti Untung yang disampaikan oleh Dr. Sutaryono, saya tertarik dengan tiga poin yang menjadi acuan dalam menentukan proses relokasi bagi warga sekitar. Tiga poin tersebut meliputi jaminan terhadap: rumah tinggal untuk hunian; sumber penghidupan secara berkelanjutan; serta relasi sosial kemasyarakatan dengan kerabat dan handai taulan. Ketiga indikator tersebut tentu sangat perlu diperhatikan dan sudah selayaknya menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Angkasa Pura selaku pihak pengembang yang masih belum menemui kata sepakat dengan warga. Diharapkan dengan mengacu pada tiga hal di atas, PT Angkasa Pura dapat bertindak lebih persuasif kepada masyarakat, serta masyarakat pun dapat menyadari betul urgensi dari dibangunnya bandara tersebut.
    Pemerintah sendiri telah berupaya dalam memberikan solusi terutama dalam hal relokasi hunian warga yang dipusatkan dalam suatu rumah susun. Namun agaknya langkah tersebut dinilai terlalu pragmatis, apalagi jika hanya mengedepankan alasan keterbatasan lahan. Alangkah baiknya jika hunian yang hendak menjadi destinasi relokasi warga tersebut dapat benar-benar menyesuaikan kondisi sosio-kultural yang terbentuk di tengah-tengah masyarakat perdesaan selama ini, khususnya masyarakat Kabupaten Kulonprogo. Untuk itu, merolaksi warga pada perumahan konvensional merupakan alternatif yang terbaik yang dapat ditawarkan sejauh ini. Walupun pemerintah ataupun pihak Angkas Pura hanya mampu membangun rumah dengan tipe rumah yang seragam, pihak-pihak tersebut masih dapat mengganti sebagian aset warga terkena dampak yang belum dapat terbayarkan melalui penggantian rumah dengan cara menominalkannya dalam bentuk fresh money.
    Saya juga lebih sepakat apabila masyarakat petani yang terkena dampak tetap diberi lahan pertanian sesuai dengan luas area yang digarap sebelumnya ketimbang harus diberi hak atas kepemilikan saham lahan bandara. Dengan digantinya lahan garapan bagi para petani, diharapkan petani tetap dapat melanjutkan produktivitasnya. Namun yang perlu menjadi catatan adalah, lahan pertanian yang baru tersebut harus benar-benar siap untuk digarap dan dapat dijangkau oleh para petani baik dari segi jarak maupun biaya.

    BalasHapus
  68. (Tatik Triyanita – 12/334026/GE/07391)
    Assalamu’alaikum wr. wb.
    Sedikit mengulas tulisan dari Bapak Sutaryono, bahwasannya yang ditekankan disini adalah tidak hanya menyoal bagaimana ganti rugi yang pada nantinya akan didapatkan masyarakat atas tanah yang digunakan untuk mega proyek bandara Yogyakarta, melainkan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat terdampak serta kaitannya dengan relasi sosial masyarakat Kulonprogo tersebut pada nantinya.
    Sebelumnya, seperti yang telah diketahui bersama bahwa kasus Bandara Yogyakarta yang akan dipindahkan ke Kulonprogo ini masih menuai pro dan kontra. Bukti riil penolakan masyarakat Kulonprogo diungkapkan dengan pencabutan patok-patok yang telah dipasang oleh pihak Persiapan Pembangunan Bandara Baru (P2B2) pasca PT Angkasa Pura mengantongi Izin Penetapan Lokasi (IPL). Sedangkan informasi terbaru yang didapatkan per Januari 2014 adalah bahwa lagi-lagi terdapat pihak-pihak yang ‘bermain’ dalam transaksi jual beli tanah bandara yang mengakibatkan harga tanah melambung. Pihak yang dimaksud bukanlah warga setempat, karena diketahui bahwa tanah tersebut sudah berganti kepemilikan hingga harga tanah tak lagi bersahabat. Dengan hal ini, jelas sudah bahwa para spekulan inilah yang mendapatkan keuntungan, bukan justru masyarakat Kulonprogo yang bersangkutan. Bahkan belakangan santer dibicarakan Bantul menjadi lokasi alternatif baru pembangunan Bandara Yogyakarta, konon karena lokasinya yang dianggap feasible, baik dari sisi harga, kesiapan lahan, maupun sarana prasarana pendukung (www.suarapembaruan.com). Hal ini berarti masih adanya tarik ulur terkait pemutusan lokasi, namun kembali lagi perihal fiksasi lokasi bergantung pada Sri Sultan dan pihak investor.
    Menyoal ganti rugi, bagaimana pun perlu adanya persetujuan antara berbagai pihak agar tidak terjadi pemutusan sepihak sehingga didapatkan keputusan yang menguntungkan satu sama lain. Gagasan pemerintah untuk melakukan relokasi warga terdampak kedalam sarusun bisa jadi menjadi upaya solutif, apalagi jika diutamakan/ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum. Dengan catatan, sarusun tersebut layak, aman, harmonis, terjangkau secara mandiri, dan berkelanjutan, sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun. Kemudian bagi masyarakat terdampak yang merupakan petani, perlu adanya tanah pertanian pengganti sebagaimana UU Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk tetap menjamin ketersediaan pangan ataupun ganti rugi berupa kepemilikan saham untuk mendapatkan sumber penghidupan baru. Apalagi jika dilihat dari mayoritas mata pencaharian masyarakat terdampak yang merupakan petani maka benar-benar perlu mendapat perhatian agar tidak ada lagi istilah masyarakat petani ‘merugi’ akibat pembangunan mega proyek ini. Berikut pentingnya koordinasi antar pihak yang bersangkutan dan sosialisasi pada masyarakat secara jelas agar tidak menimbulkan salah paham. Dengan begitu apa yang disebut ‘layak dan adil’ pada nantinya dapat benar-benar dirasakan oleh mereka yang notabene sebagai pihak terdampak. Demikian gagasan yang perlu mendapat berbagai pertimbangan sebelum direalisasikan agar kemudian tidak ada pihak yang dirugikan.
    Wassalamu’alaikum wr. wb.

    BalasHapus
  69. Irene Caroline S (12/330826/GE/07261)
    Beradasarkan artikel di atas, dapat saya review bahwa terdapat masalah dalam ganti untung dalam pembangunan bandara di Kulonprogo dengan masyarakat sekitar. Saya sependapat dengan Syifa, pasti terdapat pro kontra mengenai masalah ini. Menurut saya, terdapat hambatan-hambatan yang harus diselesaikan secara musyawarah antara pihak Angkasa Pura dengan masyarakat sekitar yang terkena dampak pembangunan bandara ini. Penyelesaian hambatan tersebut, dapat berupa sosialisasi dengan masyarakat sekitar mengenai hak tanah dan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara, penyelesaian ganti untung yang sesuai dengan tanah warga, pengukuran tanah milik warga yang terkena dampak ini. Sehingga dapat diketahui keinginan dari masyarakat sekitar ang dapat dipenuhi Angkasa Pura dalam rangka pembangunan.
    Pembangunan bandara ini pun dapat memberikan dampak positif dengan mengurangi kemacetan di bandara sebelumnya, selain itu dengan luasnya landasan udara yang lebih besar di Kulonprogo yang dapat dibangun akan memudahkan akses pesawat untuk mendarat sehingga semakin memudahkan aksesbilitas. Keberadaan bandara juga dapat meningkatkan aktifitas di sekitar bandara yang akan meningkatkan perekonomian warga sekitar maupun Kulonprogo yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar.Karena, seirng dengan peningkatan aktifitas yang ada, maka pertumbuhan pelayanan dan fasilitas semakin meningkat. Meskipun pengadaan bandara ini memiliki dampak buruk dengan relokasi masyarakatnya, tetapi tidak memungkiri untuk dampak positif yang ditimbulkan dalam perkembangan ekonominya. Relokasi warga pun sebaiknya diperhatikan, mengingat sebagian masyarakat masih bermata pencaharian sebagai petani. Relokasi persawahan atau penanaman saham dalam Angkasa Pura dalam bidang pertanian dapat menjadi salah satu cara. Diharapkan, dengan pengadaan bandara ini masalah di bandara sebelumnya dan masalah yang akan datang dapat diatasi.

    BalasHapus
  70. Elisabeth simatupang 12/330844/GE/07267
    Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012, bahwa tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tak ada kegiatan pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan baik untuk kepentingan umum maupun swasta selalu membutuhkan tanah sebagai wadah pembangunan. Saat ini, pembangunan terus meningkat sedangkan persediaan tanah tidak berubah. Keadaaan ini berpotensi menimbulkan konflik karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan.
    Sering terdengar kasus mengenai pembebasan tanah untuk suatu proyek pembangunan. Hambatan terbesar dalam proses pembebasan tanah pasti selalu soal “ganti rugi”. Karna biasanya ganti rugi yang ditawarkan untuk pembebasan tanah suatu proyek pembangunan tidak sesuai dengan permintaan masyarakatnya. Begitu pula dengan kasus pembebasan tanah untuk pembangunan Bandara di Kulon Progo.
    Dalam kasus ini masyarakat tidak ingin sekedar meminta ganti rugi tetapi “ganti untung”. Ganti untung yang dimaksud adalah suatu jaminan kepada masyarakat untuk kehidupan mereka kedepannya. Pada dasarnya ganti rugi hanyalah berupa uang yang senilai dengan bidang tanah dan bangunan. Padahal, apa gunanya uang apabila masyarakat kehilangan mata pencahariannya dan tempat tinggalnya? kalau masyarakat yang terkena dampak petani merupakan petani. Maka inilah pentingnya ganti untung, dimana masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan tanah tidak hanya mendapatkan ganti rugi.
    Seperti yang terdapat pada artikel di atas bahwa ganti untung dapat berupa pemberian tempat tinggal yang baru, memberikan tanah pengganti khususnya bagi petani. Selain itu juga pemberian saham dari pihak pengelola bandara. Sehingga tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan. Karena bandara bersifat komersial dimana ketika telah dibangun, pihak pengelola bandara akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sehingga tidak memungkinkan ganti untung untuk pembebasan tanah ini merugikan pihak pengelola bandara tersebut.

    BalasHapus
  71. ADITYA HERMAWAN SIREGAR
    12/334212/GE/07417

    Menurut tanggapan saya dimana kasus tersebut sangat dibutuhkan sebuah tindakan atau kebijakan (policy) di dalam tahapan pengadaan tanah yaitu penentuan bentuk dan besar ganti kerugian pengadaan tanah untuk bandara di Kabupaten Kulonprogo.

    Jika ditinjau dari perspektif pembangunan wilayah sangat diperlukan adanya keterpaduan antar dimensi pembangunan wilayah yang antara lain: dimensi spasial, ekonomi, sosial, lingkungan, dan lainnya. Selain itu kasus tersebut perlu disikapi dan dimanfaatkan sebagai peluang untuk menjadi modal pembangunan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dengan memegang prinsip keberlanjutan/sustainability (ekonomi, sosial, dan lingkungan) agar dapat tercapai meskipun hal ini membutuhkan kerjasama, pengertian, pengorbanan, maupun komitmen seluruh stakeholder yang terkait yakni antara pemerintah, masyarakat khususnya pemilik tanah, dan pihak Angkasa Pura selaku pengembang dengan mengajak warga masyarakat untuk ikut "menyelam" atau berperan serta menyalurkan aspirasinya dengan harapan dapat tercapainya mufakat. Dengan keikutsertaan masyarakat diharapkan bisa tercapainya transparansi dan menghilangkan pandangan negatif masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung akibat adanya mafia tanah atau lembaga yang menghasut.

    Ganti kerugian merupakan penggantian yang layak dan adil kepada pihak-pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah ini. Kelayakan dan keadilan menjadi indikator ataupun acuan di dalam penentuan standar minimal memberikan ganti kerugian. Kondisi ‘Ganti Untung’ diperoleh oleh masyarakat terkena dampak relokasi jika tanah yang didapat dengan tetap terjaminnya: rumah tinggal untuk hunian, sumber penghidupan secara berkelanjutan, maupun relasi sosial kemasyarakatan dengan kerabat dan handai taulan dimana menjadi tolak ukur PT. Angkasa Pura di dalam penggantian dan relokasi tanah masyarakat setempat.

    Menurut pendapat saya, masyarakat lebih baik diberikan pengadaan lahan pertanian pengganti dibandingkan pemberian pengganti dalam bentuk saham. Hal ini dikarenakan ada pertimbangan akan Daya Dukung Wilayah dimana ketersediaan akan kebutuhan pangan dan sumberdaya pertanian akan turun supply-nya jika tidak ada lahan pertanian pengganti dan berarti penurunan pada daya dukung lingkungan atau wilayahnya. Lahan pertanian pengganti harus dipertimbangkan juga dari jenis tanah, kesuburan, morfologi tanah, dan lain sebagainya sehingga menghasilkan produktivitas yang optimal dan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakatnya. Jika pertanian tersebut maju dan berkembang serta dikelola dengan baik maka bisa juga dikembangkan menjadi kawasan wisata atau desa wisata pertanian dan tentu saja itu memberikan profit bagi masyarakatnya.
    Gagasan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo mengenai relokasi masyarakat ke rumah susun menurut saya sebaiknya tidak dilakukan dimana selain faktor sosial dan budaya yang susah menerima rusun juga dikarenakan estetika yang ada dari ciri khas rumah di perdesaan yang biasanya dengan halaman yang luas dan rumah yang kecil. Dan bisa saja pemerintah membangun bentuk rumah untuk masyarakat Kabupaten Kulonprogo yang direlokasi dengan bentuk rumah dan pola permukiman yang unik apabila ciri tersebut "dipoles" maka dengan otomatis akan memiliki nilai jual tersendiri khususnya ketertarikan bagi masyarakat di daerah lain.

    BalasHapus
  72. ELYANA RIZQIE DHOVAIRY
    12/331162/GE/07368
    Dalam proses pembangunan yang menyangkut kepentingan bersama tentunya harus melibatkan banyak pihak diantaranya adalah masyarakat. Prinsip utama yang dimiliki bangsa Indonesia dalam pemecahan masalah adalah dengan musyawarah menuju mufakat. Tahapan pertama dalam membangun atau melakukan hal apapun adalah dengan musyawarah untuk menghindari adanya kesalahpahaman ataupun hal-hal yang akan merugikan pihak-pihak tertentu. Dalam UU No 12/2012 juga telah diaturtentangPengadaan Tanah Bagi Pembangunan UntukKepentinganUmum dimana masayarakat memilki hak untuk berpendapat maupun mengajukan ketidaksetujuan dalam pembangunan yang pada undang-undang tersebut tertulis bahwa Hak-haktersebutsesuaidenganazaskeadilan, keterbukaan, kesepakatandankeikutsertaan.
    Meriview dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa adanya pencabutan patok-patok koordinat calon lahan bandara tersebut bisa saja terjadi karena adanya kesalahpahaman antara masyarakat dan instansi terkait. Sehingga yang perlu pemerintah lakukan untuk meredam aksi masyarakat tersebut adalah dengan menjelaskan secara detil kepada masyarakat terkait pembangunan bandara tersebut berikut mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam mendukung kelancaran proses pembangunan tersebut atau dengan kata lain bermusyawarah. Selain itu, pembangunan ini jugaberkaitan dengan hak masayarakat sekitar, diamana dalam pembangunan bandara tersebut, lokasi yang akan digunakan adalah tanah milik warga. Terkait dengan pemecahan masalah ganti rugi tanah bagi masyarakat terdampak, langkah solutif yang bisa dilakukan oleh instansi terkait adalah dengan melakukan mediasi dengan masayarakat untuk mengetahui beban (kerugian) apa yang akanditerima oleh masyarakat jika pembangunan tersebut terlakasana, dan langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak pemerintah untuk mengganti kerugian tersebut.
    Saran saya, instansi terkait ataupun pemerinntah dapat memberi solusikepada masyarakat dengan mengganti pembebasan tanah miliki warga tersebut dengan memberikan ganti rugi sesuai dengan besar kerugian yang diterima oleh masyarakat terdampak. jika dalam pembangunan bandara tersebut warga dirugikan dalam hal mata pencahariannya sebagai petani karena tanah tersebut digunakan untuk lahan pertanian maka pemerintah dapat menggantinya dengan lahan pertanian juga, jika yang terdampak adalah lahan hunian maka pemerintah juga harus menggantinya dengan hunian yang baru sehingga tidak menggangu kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masayarakat, dan tentu harus sesuai dengan kesepakatan dalam mediasi antara instansi terkait dengan masyarakat, dengan demikian keberlanjuttan hidup masyarakat tidak terganggu dan pembangunan untuk kepentingan bersama juga dapat terlaksana dengan baik dan damai. Solusi tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan kepemilikan saham, mengingat kelemahan birokrasi di indonesia ini terletak pada kurangnya transparansi antara pemerintah atau intansi dengan masayrakat yang pada akhirnya masyarakat juga yang akan dirugiakan.
    Terimakasih.

    BalasHapus
  73. MUKTI TAUFIK
    10/297880/GE/06786
    Dalam kasus ini pemerintah harus mengupayakan para petani tetap bisa bertani dengan penggantian lahan di lokasi lain tetapi tetap di desa itu. Selain itu pemerintah harus mempunyai jaminan dan peluang kepada masyarakat, bahwa tenaga kerja di bandar udara berasal dari penduduk sekitar.
    Ganti rugi pemilik lahan ataupun petani yang lahannya dialih fungsikan tidaklah tepat, melainkan ganti untung. Pemerintah harus memikirkan solusi dimana tidak hanya ada lahan baru untuk para petani. Tapi, aspek keuntungan yang sama, kesuburan lahan, akses terhadap distribusi keperluan pertanian juga harus dipertimbangkan. Pelatihan soft skill SDM penduduk sekitar sebagaimana tenaga kerja yang diperlukan di bandara. Akses yang equal untuk air, listrik, transportasi yang sama antara bandara dan wilayah sekitarnya. Aspek kelestarian lingkungan hidup sekitar bandara adalah hal yang perlu dimasukkan dalam rencana pembangunan bandara mengingat tidak dapat dihindarinya akibat modernisasi seperti pembangunan hotel, pusat industri, meningkatnya pemukiman penduduk sekitar.

    BalasHapus
  74. AHMAD DHILAL NASRULLOH
    10/305517/GE/06972

    Berkenaan dengan artikel mengenai Ganti Untung Pengadaan Tanah yang ditulis oleh Bapak Sutaryono dengan memfokuskan pada kajian pengadaan tanah untuk pembangunan bandara di Kulon Progo Yogyakarta. Maka saya di sini akan memberikan review dan pandangan secara singkat. Mari sejenak kita ulas kembali inti pokok permasalahan artikel tersebut. Jika kita perhatikan terdapat 3 masalah inti dari artikel tersebut yaitu Reaksi sebagian masyarakat yang menentang pembangunan bandara, Sikap yang perlu diambil dalam tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara serta yang terakhir adalah Solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan yang muncul dalam masyarakat berkenaan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara. Reaksi sebagian masyarakat yang menentang ini menunjukkan masyarakat memiliki perhatian penuh terhadap program program yang dicanangkan oleh pemerintah ( dalam hal ini pembangunan bandara ) sikap menentang seperti ini janganlah diartikan sebagai problem atau masalah tapi penentangan di sini haruslah dimaknai secara berbeda. Sikap masyarakat yang menentang mengartikan demokrasi secara aktif telah berjalan dan masyarakat telah mampu memberikan feedback kepada program dan kebijakan dari pemerintah. Penentangan yang muncul oleh masyarakat karena pengadaan tanah untuk pembangunan bandara memiliki arti penting bagi mereka terhadap strategi penghidupan yang akan diambil oleh masyarakat ini kedepannya oleh karena itu bisa kita nilai secara wajar terkait aksi mereka dalam pencabutan patok titik koordinat tersebut. Jika kita mengacu dengan konsep kerentanan, Terdapat tiga jenis konteks kerentanan yang melingkupi penghidupan kita : Guncangan (shocks) yaitu perubahan yang bersifat mendadak dan sulit diprediksikan, pengaruhnya relatif besar bagi penghidupan, bersifat merusak atau menghancurkan dan umumnya dirasakan secara langsung. Kecenderungan (trends) yaitu perubahan perlahan yang umumnya dapat diprediksikan, namun tidak kalah besar pengaruh negatifnya terhadap penghidupan masyarakat apabila tidak atau gagal diantisipasi dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Perubahan musiman (seasonality) yaitu perubahan yang bersifat berkala dan sering terjadi pada periode tertentu. Namun meskipun dapat diprediksikan umumnya tetap membawa pengaruh terhadap penghidupan masyarakat, karena dampak yang ditimbulkannya lebih luas dibanding dengan kemampuan antisipasi masyarakat.
    Pembangunan Bandara ini merupakan salah satu konteks kerentanan dalam lingkup Kecenderungan ( perubahan )sehingga hal ini harus benar benar diantisipasi oleh pemerintah agar kebijakan ini mampu memberikan dampak positif serta meminimalisir dampak negatif yang akan timbul. Pemerintah harus mampu memberikan jaminan terhadap masyarakat bahwasanya biaya ganti pengadaan tanah mampu memberikan keberlanjutan penghidupan bagi masyarakat ke depannya serta bagi anak cucu masyarakat tersebut. Jaminan ini amatlah penting karena salah satu mengapa masyarakat enggan menyerahkan tanah mereka untuk pengadaan bandara ini disebabkan kekhawatiran mereka terhadap keberlanjutan hidup generasi penerus mereka ini di masa depan. Gagasan berupa relokasi kemudian kepemilikan saham bagi masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah amatlah baik dan tepat. Namun kiranya perlu adanya pula jaminan penghidupan bagi anak atau pun cucu mereka misalnya berupa jaminan pendidikan, kesehatan serta sertifikat resmi kepemilikan aset rumah dan bangunan untuk mereka. Jika jaminan Jinan ini mampu diberikan oleh pemerintah maka pengadaan tanah bagi masyarakat ini benar benar mampu memberikan dampak positif bagi mereka tak hanya untuk saat ini namun juga di masa yang akan datang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus Mas analisis dan cara baca-nya.....pertanyaan yg bisa diajukan kemudian adalah bagaimana apabila betul2 gagal tercapai kesepakatan?

      Hapus
  75. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  76. RIZAL NUGRAHA
    10/298242/GE/06801
    Kalo menurut saya dalam kasus ini memang sudah benar gagasan dari pemkab Kulonprogo yang dimana pemerintah akan memberikan ganti rugi berupa untuk merelokasi masyarakat yang lahannya terkena dampak pembangunan bandara ke dalam rumah susun. Karena sudah sangat jelas bahwa masyarakat yang terkena imbas dari pembangunan bandara ini harus mendapatkan hunian yang layak. Tetapi tidak hanya itu saja bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani dan lahan pertaniannya juga terkena imbas dari pembangunan bandara ini sebaiknya pemkab Kulonprogo untuk kembali melakukan musyawarah apakah para petani tersebut lebih memilih untuk tetap menjadi petani tetapi dipindahkan lahan pertaniannya atau dia akan meminta untuk mendapatkan saham dari pembangunan bandara di Kabupaten Kulonprogo tersebut yang dimana pada setiap tahunnya mayarakat tersebut akan mendapatkan hasil dari sahamnya yang dijadikan sebagai lahan bandara. Tetapi tentu akan sulit juga bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani untuk tetap menjalankan kehidupannya sebagai petani apabila dia meminta tetap menginginkan bekerja sebagai petani dan meminta ganti rugi lahan, hal ini dikarenakan sudah sangat untuk di wilayah provinsi DIY ini untuk dibuat lahan baru untuk dibangunnya sebuah lahan pertanian yang baru, karena hampir semua lahan persawahan sekarang sudah hampir berubah bentuk menjadi lahan perumahan dan bangunan. Jadi menurut saya sebaiknya pertama pemerintah harus memberikan hunian layak yang baru bagi masyarakat yang lahannya diambil/digunakan dalam pembangunan bandara di Kabupaten Kulonprogo ini baik itu berupa rumah susun maupun dipindahkan kerumah hunian sebagai keberlanjutan kehidupan mereka, serta pemkab memberikan ganti rugi bagi para petani yang mempunyai lahan persawahan disana untuk diberikan saham dari pembangunan bandara tersebut sehingga mereka dapat melakukan usaha baru dari hasil saham yang mereka punya dari pembangunan Bandara tersebut, dan yang terakhir apabila masyarakat yang berprofesi sebagi petani tadi tetap ingin berprofesi sebagai petani dan menginginkan tanah pertanian pengganti Pemkab juga harus bisa menggantinya dengan mencarikan lahan pertanian yang baru . Karena pada kasus ini masyarakat yang lahannya tersebut diambil dalam proses pembangunan Bandara di Kabupaten Kulonprogo kalau bisa tetap mendapatkan keuntungan dan jangan sampai mereka menjadi merugi akibat dari pembangunan bandara tersebut yang memang pembangunanya sangat dibutuhkan oleh Provinsi DIY.

    BalasHapus
  77. Amatullah Mufidah (12/332940/GE/07375)

    sebelumnya saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu yaitu Bapak Sutaryono atas kelalaian saya dalam mengetahui adanya tugas ini. saya sangat terkesan dengan tanggapan teman-teman lainnya yang luar biasa (sekalipun saya hanya membaca sebagian besar).

    teman-teman lainnya sudah sangat banyak berkomentar dari berbagai sisi, baik sosial, ekonomi hingga dasar hukum permasalahan di artikel ini. contohnya komentar Mas Elson, Mas Bintang dan yang lainnya (maaf tidak bisa saya sebutkan) yang menekankan bahwa permasalahan ini tidak hanya permasalahan yang diakibatkan satu sisi saja atau pemerintah, tetapi juga diakibatkan masyarakat yang tidak mau keluar dari zona nyaman mereka. saya hanya ingin sedikit menambahkan beberapa opini yang mungkin bisa menambah cara pandang kita terhadap kasus ini.

    ada beberapa hal yang menjadi fokus saya, pertama pemerintah harus menguatkan kembali dasar pelaksanaan kebijakannya. saat ini kebijakan pemerintah yang berdasarkan partisipasi masyarakat masih menjadi dasar di atas kertas saja. pada akhirnya musyawarah perencanaan pembangunan yang diadakan sebagian besar bukan untuk menjaring aspirasi masyarakat tetapi untuk mensosialisasikan proyek-proyek pemerintah dan meminta persetujuan.
    kedua, tidak semua masyarakat terutama rakyat kecil berpendidikan. musyawarah yang dilakukan dengan masyarakat tidak bisa dilakukan dengan 'bahasa' yang sehari-hari digunakan oleh pemerintah, tetapi musyawarah dan sosialisasi proyek harus dilakukan dengan menggunakan 'bahasa' yang digunakan oleh masyarakat yang terkena dampak.
    ketiga, saya tidak mengatakan bahwa ide relokasi penduduk ke rusun bukan merupakan hal yang buruk dan tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat. ide ini bisa menjadi sangat baik (saya sependapat dengan Pak Sutaryono) apabila dasar dari ide ini telah sisesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat (dalam hal ini fasilitas dan kehidupan sosial masyarakat). hal yang harus dilakukan adalah selain menggunakan 'bahasa' sehari-hari masyarakat, tapi juga dibutuhkan kesabaran dalam merealisasikannya. contoh kasus yang saya anggap berhasil adalah relokasi Pasar Ngasem menjadi Pasar PASTHY, musyawarah dan komunikasi dengan pedagang di Pasar Ngasem tidak terjadi hanya satu dua hari saja tetapi hingga sekitar 1,5 tahun sebelum pedagang akhirnya mencoba mempercayai maksud baik Pemda (dikemukakan oleh Cak Nun dalam acara Seminar Nasional "Etika dan Martabat Manusia: Refleksi Perjalanan Kehidupan Bangsa", oleh HIPIIS Yogyakarta di UC UGM).

    sekian, semoga bisa menjadi renungan kita bersama, terimakasih banyak untuk perhatiannya.

    BalasHapus
  78. Galih Rakasiwi (10/298145/GE/06797)

    Proyek pembangunan di Kulonprogo sudah menjadi isu yang dibahas sejak bertahun-tahun lalu, namun belum banyak masyarakat yang mengetahui detail proyek tersebut dari segi kontrak, anggaran, hingga estimasi waktu pembangunan. Hal ini bisa dibuktikan ketika beberapa saat lalu saya berkunjung ke Kulonprogo dalam acara reuni SMA ( tepatnya tanggal 5-6 Maret 2014), meskipun pelaksanaan proyek tersebut sudah dibahas bertahun-tahun sebelumnya namun ketika saya tanyakan perihal proyek pembangunan bandara tersebut terhadap beberapa teman dan penduduk sekitar mereka tidak mengetahui begitu banyak detail terkait pembangunan bandara, khususnya dari segi hal-hal yang saya sebutkan di atas (kontrak, anggaran, estimasi waktu pembangunan). Padahal ketiga hal tersebut harus dipublikasikan secara jelas, setidaknya kepada warga sekitar yang terkena dampak dari adanya pembangunan bandara tersebut. Selanjutnya dari segi ganti rugi, mayoritas kasus ganti rugi dalam pembelian tanah biasanya berupa uang. Padahal ganti rugi dalam bentuk uang bukanlah solusi yang bagus, terutama bagi warga desa yang biasanya belum mampu mengatur jumlah uang yang banyak. Akan lebih baik jika investor memikirkan ganti rugi secara lebih dalam dengan tujuan ‘demi kepentingan masyarakat’, bukan ‘demi kepentingan pribadi’, sehingga seperti yang dibahas dalam artikel yang nantinya tidak ada lagi penggunaan istilah ‘ganti rugi’, namun ‘ganti untung’.

    BalasHapus
  79. Apresiasi yang tinggi saya sampaikan kepada kawan2 sekalian yg secara cerdas & kritis telah memberikan tanggapan, wawasan dan pengetahuan- yang pasti bermanfaat bagi yang mau mencermati.
    Tetapi, tampaknyu belum semua kawan merespon naskah ini....silahkan kawan2 yang berkesempatan menyampaikan info ini ke Akhmad, Tina Rakhim, M. Fadhil, Kholish, Ryandio, Dien, Elsa, Sabrina, Cahyo Eko....masih saya tunggu!

    BalasHapus
  80. muhammad fadil 09/289309/ge/6762

    apa yang disampaikan dalam artikel ini, pula, komentar-komentar yang telah terbit setelahnya menyinggung satu permasalahan dalam konteks pembangunan wilayah yang krusial dalam serangkaan proses perencanaan pembangunan wilayah. masalah tersebut adalah tidak dianggapnya salah satu subjek penopang proses perencanaan yaitu masyarakat sekitar wilayah perencanaan. hal ini acapkali terjadi pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah perencanaan di indonesia. terkadang pemerintah berdalih telah berkomunikasi dengan masayarakat akan tetapi jika yang terjadi sama saja seperti ini hal itu bisa dianggap sebagai suatu tindakan kebohongan publik yang dilakukan pemerintah di wilayah manapun di indonesia.
    jika ditinjau dari pendekatan hukum pertanahan, sebetulnya terkait pula dengan permasalahan perencanaan diatas, dengan kata lain subjek masyarakat sekitar wilayah perencanaan yang notabenenya sebagai pemilik lahan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan terlebih dahulu sebelum meng-goal-kan suatu keputusan dalam proses perencanaan, yang 'mungkin disengaja ataupun tidak' telah terlewatkan.
    saya juga ingin menambahkan salah satu bahasan yang tidak dibahas dalam komentar kawan-kawan yaitu adanya gejala NIMBY: not in my backyard syndrome yang terindikasi menjadi salah satu sumber protes masyarakat, selain permasalahan pertanahan; ganti rugi lahan; ganti untung dsb. gejala ini kemudian menjadi motivasi masyarakat dalam melakukan protes terhadap pembangunan infrastruktur bandara kulon progo ini. social syndrme tersebut merupakan reaksi masayarakat terhadap kejadian yang tidak diinginkan (pembangunan infrastruktur, etc) dalam ligkungan mereka, terbesit juga adanya gangguan terhadap kepemilikan mereka yaitu kepemilikan atas tanah. terima kasih.
    (sebelumnya maaf jika terlambat)

    BalasHapus