Senin, 20 Oktober 2014

Bandara Baru



SELAMAT DATANG BANDARA BARU[1]
Oleh:
Sutaryono[2]

Visi Pembangunan DIY saat ini adalah “Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai Pusat Pendidikan, Budaya dan Daerah Tujuan Wisata Terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan Masyarakat yang Maju, Mandiri dan Sejahtera”. Berkenaan dengan hal itu DIY berkehendak menjadikan “Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Lebih Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri dan Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru”.
Untuk menyongsong peradaban baru, Gubernur DIY dalam RPJMD 2012 – 2017 mengusung tema pembangunan “among tani dagang layar” yang esensinya pembangunan berbasis daratan dan kemaritiman. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa laut selatan tidak lagi ditempatkan sebagai halaman belakang melainkan menjadi halaman depan, melalui pengembangan wilayah pesisir secara terpadu.
Dengan demikian, maka pengembangan wilayah pesisir selatan menjadi sebuah keniscayaan, sehingga tidak salah kiranya kebijakan percepatan pembangunan jalur lintas selatan, pelabuhan Tanjung Adikarto dan bandara di Kulon Progo. Dalam hal ini yang paling ditunggu adalah pembangunan bandara.
Sejatinya pembangunan bandara di Kulon Progo bukanlah sekedar relokasi Bandara Adisutjipto yang kian padat, tetapi lebih jauh dari itu, yakni sebagai bagian dari strategi among tani dagang layar untuk menyongsong peradaban baru Yogyakarta yang lebih sejahtera.  Hal ini diperkuat oleh argumentasi bahwa Bandara Adisutjipto tetap operasional, khususnya untuk penerbangan VVIP dan Militer, sedangkan penerbangan komersial diarahkan ke bandara baru.
Bandara yang direncanakan memanfaatkan lahan seluas ± 668 ha di 7 desa (Jangkaran, Palihan, Sindutan, Glagah, Kebonrejo, Temon Kulon dan Temon Wetan) di Kulon Progo ini memasuki babak baru, dengan terbitnya Keputusan Gubernur tentang Tim Persiapan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Pengembangan Bandara Baru. Tim yang dipimpin oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda DIY ini dibentuk menindaklanjuti Surat Permohonan PT. Angkasa Pura I (Persero) perihal Perencanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Pengembangan Bandara Baru. Berdasarkan UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah, Tim Persiapan bertugas melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi & konsultasi publik untuk penetapan lokasi. Setelah tahapan ini dilakukan, maka tinggal selangkah lagi pembangunan bandara dapat segera dilakukan.
Bukan berarti mengabaikan masyarakat yang terkena dampak, tetapi terealisasinya proyek bandara di Kulon Progo ini telah dinantikan oleh banyak kalangan. Kenapa? Karena kehadiran bandara baru dengan kapasitas yang jauh lebih besar dapat memberikan banyak manfaat, di antaranya adalah: (1) meningkatkan pelayanan transportasi bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya; (2) mengurangi kepadatan lalulintas di Kota Yogyakarta; (3) menumbuhkan pusat kegiatan baru; (4) mempercepat dan meningkatkan arus perdagangan; (5) membuka lapangan kerja baru; (6) meningkatkan aktivitas perekonomian; (7) meningkatan pendapatan daerah; (8) mempercepat tercapainya visi pembangunan DIY.
Bagaimana dengan masyarakat terdampak, yang diperkirakan mencapai 2.850 orang? Sebenarnya masyarakat terdampak pembangunan bandara tidak perlu khawatir, mengingat hak-haknya sebagai pemilik tanah dilindungi oleh undang-undang.Berkenaan dengan ganti kerugian, regulasi yang dijadikan dasar tidak memungkinkan ganti kerugian ditetapkan secara sepihak, tetapi dengan musyawarah yang mendasarkan nilai tanah hasil penilaian oleh penilai independen.Penilai independen akan melakukan penilaian untuk ganti kerugian terhadap nilai: (a) tanah; (b) ruang atas tanah dan bawah tanah; (c) bangunan; (d) tanaman; (e) benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau (f) kerugian lain yang dapat dinilai, secara keseluruhan.
Bahkan bisa jadi masyarakat yang terkena dampak justru akan mendapatkan ‘ganti untung’ bukan ganti rugi. ‘Ganti Untung’ sangat mungkin diperoleh oleh masyarakat terkena dampak, apabila tanah yang dibebaskan memberikan implikasi pada tetap terjaminnya: (a) rumah tinggal untuk hunian; (b) sumber penghidupan secara berkelanjutan; serta (c) terjaminnya relasi sosial kemasyarakatan dengan kerabat dan saudaranya.
Dengan demikian, maka hal yang perludilakukan masyarakat terdampak adalah berpartisipasi aktif dalam menanggulangi munculnya spekulan tanah yang hanya mencari keuntungan semata, memastikan ganti kerugian yang layak dan adil, mengawal proses pembangunan agar berjalan taat azas, danmengambil bagian dalam pengembangan wilayah DIY menuju masyarakat istimewa yang sejahtera.



[1] Dimuat di SKH KR, 16-09-2014
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar