Jumat, 12 Desember 2014

Penataan Ruang Istimewa


PENATAAN RUANG ISTIMEWA[1]
Oleh:
Sutaryono[2]

Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah keniscayaan historis, politis dan yuridis yang diaktualisasikan melalui UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY. Namun demikian, tujuan pengaturan Keistimewaan DIY yang meliputi: (a) terwujudnya pemerintahan yang demokratis; (b) terwujudnya kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat;  (c) terwujudnya tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka NKRI; (d) terciptanya pemerintahan yang baik; dan (e) terlembaganya peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa; tidak begitu saja tercapai tanpa inisiatif, kerja keras dan kerja kolaboratif antar segenap pemangku kepentingan di DIY.
          Salah satu kewenangan urusan keistimewaan yang berkaitan erat dengan pembangunan DIY adalah urusan tata ruang. Dalam konteks ini persoalan yang mengemuka adalah apakah tujuan keistimewaan dapat dapat direalisasikan melalui pengaturan penataan ruang istimewa? Bagaimana penataan ruang istimewa itu, apakah sesuai dengan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang atau mengikuti UU 13/2012, atau mendasarkan pada keduanya?
          Pertanyaan di atas harus mendapatkan jawaban dan alternatif solusi yang tepat agar kewenangan urusan tata ruang keistimewaan dapat berkontribusi positif dalam pencapaian tujuan keistimewaan. Jawaban dan alternatif solusi dapat diupayakan melalui pemahaman terhadap permasalahan penataan ruang di DIY. Secara umum permasalahan dalam penataan ruang di DIY dapat dibedakan menjadi permasalahan pada aras kebijakan dan implementasi kebijakan. Permasalahan dalam aras kebijakan tata ruang di DIY meliputi: (a) disparitas kebutuhan pengaturan penataan ruang dengan ketersediaan regulasi; (b) tata ruang belum menjadi mainstream pengambil kebijakan; (c) terbatasnya ketersediaan data yang menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan; (d) kelembagaan tata ruang belum efektif; (e) belum tersedianya instrumen pengendalian pemanfaatan ruang; dan (f) terbatasnya ketersediaan ruang terbuka hijau.
Permasalahan tata ruang berkenaan dengan implementasi kebijakan meliputi: (a) Rencana Tata Ruang Wilayah DIY belum dapat berfungsi sepenuhnya sebagai dasar penyusunan program-program pembangunan dan panduan bagi masyarakat dalam pemanfaatan ruang; (b) belum optimalnya ketaatan masyarakat terhadap rencana tata ruang; (c) masih adanya disparitas pembangunan antar wilayah; dan (d) belum terpantaunya pelanggaran terhadap RTRW secara sistemik dan berkelanjutan.
    Berbagai permasalahan di atas dapat dijadikan pintu masuk untuk menginisiasi dan mewujudkan tata ruang istimewa di DIY pada saat ini, mengingat: (a) saat ini sedang disusun Kajian Lingkungan Hidup Srategis (KLHS) dalam rangka revisi perda RTRW DIY; (b) raperdais penataan ruang tengah berproses; (c) road map pengendalian pemanfaatan ruang serta grand design pengelolaan dan pemanfaatan tanah kasultanan dan kadipaten sebagai hal yang terkait dengan penataan ruang tengah dalam kajian; serta (d) rancangan kelembagaan penataan ruang dan pertanahan tengah berproses. Fakta di atas menunjukkan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan tata ruang istimewa. Hal ini didukung pula oleh adanya pergantian pimpinan dan anggota legislatif baru dimana dinamika dan kontestasi politik yang tinggi antara KMP dan KIH diharapkan mampu menjadi trigger dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat dalam kerangka keistimewaan.
         Beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih dalam dan melibatkan khalayak luas dalam upaya mewujudkan keistimewaan penataan ruang adalah: (a) perlunya mainstreaming tata ruang bagi segenap pemangku kepentingan dalam pembangunan wilayah; (b) memadukan RTRW DIY dan rencana tata ruang tanah kasultanan dan kadipaten menjadi RTRW Istimewa DIY yang diatur dalam satu regulasi (perdais) berdasarkan UU 26/2007 dan UU 13/2012; (c) perlunya Sistem Penataan Ruang Istimewa yang taat azas, terintegrasi dengan jaringan Jogja Plan dan dapat terimplementasi secara berkelanjutan pada seluruh wilayah DIY, termasuk seluruh wilayah kabupaten/kota; (d) terbentuknya kelembagaan penataan ruang yang full power, dan mampu mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang istimewa DIY; (e) serta menjadikan semangat hamemayu hayuning bawana, sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula gusti, serta tahta untuk rakyat dan harmonisasi lingkungan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dan implementasi Penataan Ruang Istimewa DIY. Semoga.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 12-12-2014
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) dan Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar