Selasa, 08 Desember 2015

Keadilan Agraria Basis Persatuan Indonesia



Keadilan Agraria Basis Persatuan Indonesia[1]

Oleh:
Sutaryono*

            Pekan ini, 28 Oktober 2015 adalah 87 tahun Sumpah Pemuda, yang merupakan tonggak persatuan seluruh Bangsa Indonesia. Secara ringkas isi naskah Sumpah Pemuda adalah “Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu Bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Secara substantif sumpah tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah nasionalisme ke-Indonesiaan yang luar biasa, yang mengandung daya ikat dan patriotisme kebangsaan bagi seluruh anak bangsa. Refleksi yang perlu kita lakukan berkenaan dengan momen Sumpah Pemuda ini adalah, apakah nasionalisme dan patriotisme kebangsaan tersebut masih kita junjung bersama? Pertanyaan ini muncul ketika, rasa keadilan kita terkoyak oleh munculnya konflik horisontal di Tolikara dan Aceh, konflik dan perebutan lahan diberbagai wilayah, termarjinalkannya masyarakat di wilayah sumberdaya alam oleh berbagai aktivitas korporasi, hingga hilangnya akses petani terhadap lahan pertanian.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa persoalan nasionalisme dan patriotisme akan mulai luntur ketika ada ketidakadilan, utamanya berhubungan dengan ruang hidup dan penghidupan masyarakat. Artinya, kohesivitas dan solidaritas sosial akan tumbuh dan berkembang mewujud pada Persatuan Indonesia manakala setiap warga negara telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, yakni pangan, sandang, papan serta kesehatan dan pendidikan.

Agraria sebagai Ruang Hidup

Berkaitan dengan ruang hidup masyarakat Indonesia, baru saja kita peringati hari agraria, hari pangan, sebentar lagi kita peringati hari tata ruang, bahkan baru saja dicanangkan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru), yang kesemuanya berupaya mewujudkan keadilan agraria. Lebih dari itu, tema Hantaru 2015 adalah ‘tanah untuk ruang hidup yang memakmurkan dan menenteramkan’. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh elemen bangsa Indonesia telah bersepakat untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.  
Cita-cita luhur tersebut tidak bakal terwujud tanpa adanya Persatuan Indonesia. Dalam hal ini Persatuan Indonesia dimaknai sebagai negara yang melindungi segenap bangsa Indonesi, mengatasi segala macam paham, aliran, etnis dan golongan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Melindungi segenap bangsa memiliki makna bahwa negera berkewajiban menjamin kelangsungan hidup seluruh warganya melalui akses terhadap ruang hidup dan penghidupan masyarakat yang berupa sumberdaya agraria secara adil dan berkelanjutan.

Keadilan Agraria

Keadilan agraria tidak hanya dimaknai pada pada distribusi sumberdaya tanah belaka, tetapi meliputi ruang darat (bumi), ruang laut (perairan) dan seluruh kekayaan alam di dalamnya, termasuk hutan, pertambangan dan sumberdaya kelautan. Landasan politik untuk mewujudkan keadilan agraria ini sudah muncul pasca reformasi, yakni melalui Tap MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Pembaruan agraria dimaknai sebagai proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Sumberdaya agraria perlu ditata kembali agar ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka setiap warga negara dapat mempunyai akses yang sama terhadap sumberdaya agraria, sehingga ruang hidup dan penghidupannya dapat terjaga. Ketersediaan ruang hidup dan penghidupan masyarakat melalui akses terhadap sumberdaya agraria inilah yang mampu berperan dalam menjaga kohesivitas dan solidaritas sosial. 
Berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam yang yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat, maka negara mempunyai peran untuk mengaturnya, baik melalui perusahaan milik negara maupun kerjasam dengan pihak swasta. Dalam hal ini pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan, dan diorientasikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Akhirnya, akankah peringatan hari Sumpah Pemuda ini mampu menjadi tonggak untuk Persatuan Indonesia yang memberikan keadilan agraria sebagai ruang hidup? Ataukah hanya sekedar serimoni yang mengingatkan kembali bahwa negeri kita pernah mempunyai mimpi untuk mewujudkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 5 Nopember 2015
* Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) & Prodi Pembangunan Wilayah Fak. Geografi UGM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar