Senin, 14 Desember 2015

Mengingat Kembali Deklarasi Djoeanda



MENGINGAT KEMBALI DEKLARASI DJOEANDA[1]

Oleh:
Sutaryono[2]

Banyak orang melupakan atau bahkan tidak tahu, bahwa tanggal 13 Desember adalah hari bersejarah yang mengukuhkan wilayah kedaulatan Republik Indonesia sebagai wilayah yang utuh hingga saat ini. Tepatnya 13 Desember 1957, adalah terbitnya Deklarasi Djoeanda yang diorientasikan untuk: (a) mewujudkan bentuk wilayah NKRI yang utuh; (b) menentukan batas wilayah NKRI sesuai dengan asas negara kepulauan; (c) pengaturan lalu lintas pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan NKRI; dan (d) menggantikan ‘Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939’, yang menyatakan bahwa laut teritorial hanya 3 mil laut dari garis pantai ketika surut terendah, yang berdasarkan pada asas pulau demi pulau secara terpisah. (BIG, 2012). Menurut ordonansi peninggalan Belanda tersebut, di antara pulau-pulau di Indonesia terdapat perairan internasional yang bukan wilayah kedaulatan NKRI.
Deklarasi Djoeanda memiliki arti penting bagi wilayah kedaulatan bangsa Indonesia, mengingat wilayah Indonesia menjadi wilayah yang utuh dengan laut teritorial diukur sejauh 12 mil dari garis pangkal kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau terluar. Hal inilah yang menjadikan Deklarasi Djoeanda merupakan titik penting dari sejarah wilayah kedaulatan NKRI, dimana sebelumnya tidak memiliki menjadi memiliki perairan kepulauan dengan kedaulatan penuh.

Kedaulatan Negara

Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia berkehendak untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan Negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, jelas merupakan misi utama Indonesia sebagai negara berdaulat. Perlindungan terhadap segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, meliputi wilayah darat dan lautan. Inilah yang mendasari pentingnya memperluas perspektif agraria, tidak sekedar tanah tetapi juga laut dan sumberdaya alam lainnya.
Secara konstitusional, makna agraria terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa "Bumi, air dan kekayaan alam yang  terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".  Makna tersebut dijabarkan ke dalam UUPA yang menempatkan pengertian agraria dalam perspektif ‘ruang’ dan bukan semata-mata ‘bidang tanah’. Ternyata pengertian ‘agraria’ dalam UPPA hakikatnya adalah sama dengan pengertian ‘ruang’ dalam UU Penataan Ruang. Dalam konteks ini maka laut merupakan bagian dari agraria yang juga berperan sebagai ruang hidup.

Implementasi Hak Menguasai Negara

Pengelolaan dan alokasi sumberdaya agraria oleh negara harus dilakukan secara adil dan berkelanjutan, melalui prinsip Hak Menguasai oleh Negara (HMN) atas bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang operasionalnya selama ini ‘hanya’ terbatas pada tanah. Padahal sumberdaya agraria sebagai ruang hidup tidak hanya terbatas pada tanah saja tetapi juga laut.
Untuk itu dapat dipahami bersama bahwa agraria merupakan sebuah sistem dan objek sumberdaya yang terdiri dari bumi, air, dan ruang angkasa beserta potensi yang dikandungnya untuk sebesar-besar kemakmuran bagi seluruh rakyat secara berkelanjutan, tidak hanya sumberdaya tanah tetapi juga laut. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian oleh seluruh pemangku kepentingan berkaitan dengan Hak Menguasai Negara untuk mengelola sumberdaya agraria.
Pertama, di samping negara agraris, Indonesia juga sebagai negara kepulauan (archipelago states). Ini bukan sekedar klaim, tetapi sudah mendasarkan pada hukum laut internasional (United Nations Convention Law of the Sea – UNCLOS). Konsekuensinya adalah, negara perlu segera memprioritaskan pengelolaan sumberdaya laut berikut isinya tanpa mengurangi perhatian pada pengelolaan tanah dan sumberdaya alam; Kedua, menempatkan potensi negara kepulauan sebagai peluang dalam meningkatkan integrasi bangsa melalui pengelolaan sumberdaya agraria termasuk laut dengan mengakomodasi kepentingan ekologis dan kepentingan-kepentingan daerah, masyarakat lokal berikut ragam budaya dan etnisnya; Ketiga, mengintegrasikan kebijakan pengelolaan sumberdaya agraria termasuk laut dan isinya, diorientasikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan terwujudnya kemandirian bangsa.
Untuk itu peringatan Deklarasi Djoeanda ini perlu dijadikan momentum untuk bersama-sama membangun negeri ini dengan mengoptimalkan seluruh wilayah kedaulatan NKRI tanpa kecuali.   



[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 12-12-2015 hal 12
[2] Dr. Sutaryono, Pengajar pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar