Senin, 03 Oktober 2016

Reforma Agraria dan Penataan Ruang Berkeadilan



Reforma Agraria dan Penataan Ruang Berkeadilan[1]
Oleh:
Sutaryono[2]

        Judul di atas merupakan tema sekaligus tagline Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2016 (Hantaru), yang merupakan perpaduan antara Hari Agraria dan Hari Tata Ruang Nasional. Hari Agraria diperingati setiap tanggal 24 September, bertepatan dengan hari lahirnya UUPA yang lazim juga disebut sebagai Hari Tani (karena UU ini pro petani), sedangkan Hari Tata Ruang Nasional diperingati setiap tanggal 8 November. Tema tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya agraria dan pemanfaatan ruang saat ini masih belum berkeadilan, bahkan cenderung menumbuhkan konflik dan memarjinalkan rakyat. Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang ini diharapkan menjadi momentum untuk mengingatkan kembali bahwa keadilan agraria (termasuk keadilan penguasaan pemilikan tanah dan pemanfaatan ruang) adalah basis persatuan Indonesia (KR, 5-11-2015). Disamping itu juga menjadi momentum penyebarluasan informasi, peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mewujudkan masyarakat ‘melek’ agraria-pertanahan dan mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Keadilan Agraria-Pertanahan

Amanat konstitusi yang menyatakan bahwa "bumi, air dan kekayaan alam yang  terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" hingga saat ini masih menunjukkan slogan belaka, ketika ketimpangan penguasaan dan konflik tanah dan sumberdaya agraria masih tinggi, petani termarjinalkan dan keadilan agraria masih sekedar harapan.
Dalam konteks ini keadilan agraria hanya dapat dicapai melalui agenda Reforma Agraria (RA) yang merupakan upaya penataan ulang atau restrukturisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria secara berkeadilan dan mengatasi ketimpangan. Dalam RPJM Nasional 2015-2019 disebutkan secara jelas bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dilakukan melalui penyediaan tanah objek RA sekurang-kurangnya 9 juta ha yang selanjutkan akan diredistribusikan pada rakyat dan petani yang tidak memiliki tanah. Sejumlah 4,5 juta ha berasal dari legalisasi asset dan 4,5 juta ha yang lain merupakan objek redistribusi tanah (0,4 juta ha dari tanah terlantar dan HGU yang habis masa berlakunya dan 4,1 juta ha berasal dari pelepasan kawasan hutan). Persoalannya hingga saat ini belum ada komitmen yang kuat dan bersama-sama dari kementerian/lembaga yang terkait dengan agenda RA.
Langkah maju telah dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, dimana sejak tahun lalu telah berupaya menyiapkan dasar hukum operasionalisasi RA dalam bentuk Raperpres. Ditengah berprosesnya Raperpres RA,  Kantor Staf Presiden (KSP) juga menunjukkan komitmen kuatnya. Dengan pertimbangan bahwa RA merupakan agenda prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, maka KSP membentuk Tim Kerja Reforma Agraria. Tugas utama Tim ini adalah menyusun strategi nasional pelaksanaan RA Tahun 2016-2019; (2) menyusun persiapan dan perencanaan pelaksanaan RA dengan berkoordinasi dengan kementerian terkait.
Agenda-agenda di atas masih sebatas pada agenda keadilan agraria, belum menyentuh dan terintegrasi dengan keadilan penataan ruang. Padahal untuk mewujudkan keadilan agrarian dan penataan ruang diperlukan agenda bersama dan terintegrasi, utamanya dalam kebijakan penguasaan dan pemilikan tanah serta kebijakan pemanfaatan ruang.
 
Konteks Keistimewaan DIY

       Dalam konteks DIY, agenda keadilan agraria dan penataan ruang sudah termaktub dalam Undang-undang Keistimewaan. UU ini mengamanahkan untuk mewujudkan pengelolaan tanah dan pemanfaatan ruang  untuk sebesar-besar pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, diamanahkan pula bahwa pengelolaan dan/atau pemanfaatan tanah Kasultanan dan Kadipaten yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak ketiga dapat dilanjutkan sepanjang sesuai dengan ketentuan.
        Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada dasarnya UU Keistimewaan DIY juga sangat relevan dengan agenda RA dan penataan ruang yang adil. Relevansi agenda tersebut dapat diakomodasi dalam Perdais Pertanahan dan Tata Ruang yang saat ini tengah berproses.
       Semoga peringatan hari agraria dan tata ruang ini menjadi tonggak untuk memastikan bahwa pemerintah benar-benar menjalankan agenda RA dan memastikan bahwa pelaksanaan UU Keistimewaan, utamanya dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah serta penataan ruang benar-benar diorientasikan untuk mewujudkan mewujudkan keadilan agraria dan pemanfaatan ruang.


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 24-09-2016 hal 12
[2] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) dan Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar