Kamis, 11 September 2025

Penertiban Tanah Telantar

Sumber: Analisis KR, 10-09-2025 Hal 1

 

Penertiban Tanah Telantar

 Dipublikasikan dalam Kolom Analisis SKH Kedaulatan Rakyat

Rabu, 10 September 2025

Penertiban Tanah Telantar

Oleh: Dr. Sutaryono[1]

 Maraknya berbagai isu yang menjadi perhatian publik sangat terkait dengan kebijakan pemerintah dan pengetahuan publik (stock of knowledge) terkait substansi kebijakan yang digulirkan, termasuk isu pengambilalihan tanah oleh negara menjadi perbincangan publik hingga saat ini. Dalam konteks ini, isu pengambilalihan tanah oleh negara seakan menimbulkan kekhawatiran berlebih. Tulisan ini mengajak para pembaca untuk berpikir jernih tetapi tetap kritis dan tanpa khawatir dalam mensikapi isu tersebut.

Pada dasarnya isu pengambilalihan tanah oleh negara tidak akan muncul apabila kita memahami adanya hak dan kewajiban terhadap penguasaan tanah. Dalam konteks penguasaan tanah, secara universal dikenal dengan konsep right, restriction dan responsibility (3R). Right dimaknai sebagai hak, yakni hubungan hukum yang sah antara subjek dan objek hak, yang dibuktikan dengan bukti hak atas tanah. Restriction dimaksudkan sebagai pembatasan bagi subjek hak dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah: (1) harus sesuai dengan rencana tata ruang; (2) mempunyai fungsi sosial; dan (3) dilepaskan apabila untuk kepentingan umum.

Responsibility adalah tanggungjawab bagi subjek hak terkait dengan tanah yang dimilikinya untuk: (1) memelihara tanahnya; (2) memanfaatkan tanahnya; (3) memelihara tanda batas & dokumennya. Ketiga hal tersebut saling terkait, melekat dan tidak dapat diterapkan secara terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang hak atas tanah, baik perorangan, kolektif maupun badan hukum, di dalam haknya mengandung pula batasan-batasan berikut tanggungjawabnya.

Isu pengambilalihan tanah oleh negara perlu didudukkan pada konteks penertiban dan pendayagunaan tanah telantar sebagaimana diatur dalam PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan Dan Tanah Telantar. Dalam hal ini Tanah Telantar dimaknai sebagai tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.

Berdasarkan regulasi di atas, tanah Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), dan Hak Pengelolaan (HPL) menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak. Tanah Hak Guna Usaha yang menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak.

Penertiban tanah telantar tidak sertamerta dilakukan terhadap tanah yang terindikasi terlantar, tetapi melalui tahapan: (a) evaluasi; (b) peringatan; dan (c) penetapan Tanah Telantar. Evaluasi Tanah Telantar bertujuan untuk rnemastikan Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan, atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai.

Apakah tanah milik juga menjadi objek dalam penertiban tanah telantar? Berdasarkan Pasal 7 PP 20/2021, disebutkan secara jelas bahwa tanah hak milik menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga: (a) dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan; (b) dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (duapuluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan Pemegang Hak; atau (c) fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi, baik Pemegang Hak masih ada rnaupun sudah tidak ada. Jadi dalam konteks ini, apabila ada tanah hak milik masih berupa tanah kosong atau belum dimanfaatkan tidak serta merta menjadi objek penertiban tanah telantar.

Berkenaan dengan hal di atas, agar tanah yang kita miliki benar-benar aman maka kewajiban terhadap hak atas tanah yang telah diberikan harus dilakukan secara tertib dan berkelanjutan. Right, restrictions dan responsibility dalam penguasaan dan pemilikan atas tanah harus kita pahami dan jalankan, baik secara individu maupun secara bersama-sama sebagai warga negara.



[1] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional & Prodi Pembangunan Wilayah, Fak. Geografi UGM