Jumat, 26 September 2025

Pendaftaran Tanah

Dipublikasikan melalui Kolom OPINI

SKH Kedaulatan Rakyat, 24 September 2025

 Pendaftaran Tanah

Oleh:

Dr. Sutaryono

Dosen pada STPN Yogyakarta dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Hari ini, 24 September 2025 adalah tepat 65 tahun terbitnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Regulasi inilah yang mengamanahkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Pendaftaran tanah diorientasikan untuk memberikan kepastian hukum penguasaan dan pemilikan hak atas tanah. Dalam hal ini pendaftaran tanah meliputi kegiatan: (a) pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah; (b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; (c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam konteks ini, pendaftaran tanah merupakan salah satu core business Kementerian ATR/BPN yang menjadi agenda strategis nasional, baik dalam Nawa Cita pada pemerintahan Joko Widodo maupun dalam Asta Cita pada pemerintahan saat ini.

Mengapa pendaftaran tanah menjadi hal yang sangat urgent? Karena disamping untuk memberikan kepastian hukum, pendaftaran tanah juga memberikan dampak positif terkait penguasaan dan pemilikan tanah, yakni: (a) mengurangi terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan; (b)  memetakan seluruh bidang tanah baik terdaftar maupun belum terdaftar; (c) membangun peta kadaster secara lengkap untuk mendukung kebijakan one map policy; (d) mengatasi permasalahan batas administrasi desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten; (e) mendukung program strategis nasional seperti pengadaan tanah untuk kepentingan umum maupun percepatan penyusunan RDTR; (f) memfasilitasi penerimaan pajak yang lebih efektif seperti PBB, PPh, BPHTB sebagai sumber dana Pembangunan; dan (g) menyediakan basis data bidang tanah yang dapat diisi dengan berbagai data tematik untuk berbagai kebutuhan.

Hampir satu dasa warsa ini, pendaftaran tanah dilakukan melalui Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), sebagai satu upaya untuk mempercepat penyelesaian pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia.  Berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan PTSL, produk PTSL terdiri dari 3 kluster, yakni: (a)  Kluster 1, bidang tanah yang memenuhi syarat untuk diterbitkan sertipikat; (b) Kluster 2, bidang tanah yang hanya dicatat dalam buku tanah karena dalam keadaan sengketa atau berperkara; dan (c) Kluster 3, bidang tanah yang hanya didaftarkan dalam daftar tanah, karena subjek atau objeknya tidak memenuhi syarat untuk diberikan hak.

Dalam praktiknya, hasil PTSL menunjukkan capaian yang luar biasa. Sebelum PTSL diterapkan, pemerintah hanya mampu menerbitkan sertipikat 500 ribu – 800 ribu pertahun (Opini KR, 4-4-2018). Setelah PTSL diberlakukan, capaian penerbitan sertipikat per tahun mencapai lebih dari 7 juta bidang. Pada saat ini, data pada Kementerian ATR/BPN di awal September 2025, menunjukkan total tanah terdaftar sudah mencapai 123,1 juta bidang tanah atau mencapai 98% dari target sebesar 126 juta bidang. Dari jumlah tersebut 96,9 juta bidang tanah (77%) berhasil disertipikatkan dan 29,1 juta bidang (23%) belum bersertipikat.

Dari sisi luasan, total luas tanah yang terpetakan mencapai 52,5 juta hektar (75%) dan belum terpetakan seluas 17,5 juta hektar (25%). Luas ini adalah luas tanah yang menjadi objek pendaftaran tanah di luar kawasan hutan dan menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN.

Dalam proses penyelenggaraan PTSL ditemui banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi, yakni permasalahan: (1) teknis-yuridis; (2) tata kelola, dan (3) sosial-budaya; yang apabila tidak diantisipasi dan diatasi berpotensi menghasilkan produk PTSL yang kurang menjamin kepastian hukum. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, secara teknis-yuridis dilakukan melalui penguatan dalam pengumpulan data pertanahan, baik data fisik maupun yuridis. Terkait masalah tatackelola diatasi dengan monitoring dan evaluasi berkelanjutan yang hasilnya ditindaklanjuti bersama melalui koordinasi internal dan eksternal yang melibatkan stake hoder terkait. Hambatan sosial-budaya diatasi dengan membangun kesadaran bahwa agenda pendaftaran tanah adalah agenda bersama yang membutuhkan partisipasi aktif segenap pemangku kepentingan yang terkait dengan penguatan dan kepastian hukum hak atas tanah. Semoga momentum hari agraria ini mampu memberikan kesadaran bagi kita semua untuk bersama-sama menyelesaikan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar