Dipublikasikan melalui Kolom OPINI
SKH
Kedaulatan Rakyat, 24 September 2025
Oleh:
Dr. Sutaryono
Dosen pada STPN Yogyakarta dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM
Hari ini, 24 September 2025 adalah
tepat 65 tahun terbitnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Regulasi inilah
yang mengamanahkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Indonesia. Pendaftaran tanah diorientasikan untuk memberikan kepastian hukum
penguasaan dan pemilikan hak atas tanah. Dalam hal ini pendaftaran tanah
meliputi kegiatan: (a) pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah; (b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan
hak-hak tersebut; (c) pemberian surat-surat tanda
bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
Dalam konteks ini, pendaftaran tanah merupakan salah satu core business Kementerian
ATR/BPN yang menjadi agenda strategis nasional, baik dalam Nawa Cita
pada pemerintahan Joko Widodo maupun dalam Asta Cita pada pemerintahan
saat ini.
Mengapa pendaftaran tanah menjadi hal
yang sangat urgent? Karena disamping untuk memberikan kepastian hukum,
pendaftaran tanah juga memberikan
dampak positif terkait penguasaan dan pemilikan tanah, yakni: (a) mengurangi
terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan;
(b) memetakan seluruh bidang tanah baik
terdaftar maupun belum terdaftar; (c) membangun peta kadaster secara lengkap untuk
mendukung kebijakan one map policy; (d) mengatasi permasalahan batas administrasi desa/kelurahan,
kecamatan, kota/kabupaten; (e) mendukung program strategis nasional seperti
pengadaan tanah untuk kepentingan umum maupun percepatan penyusunan RDTR; (f)
memfasilitasi penerimaan pajak yang lebih efektif seperti PBB, PPh, BPHTB
sebagai sumber dana Pembangunan; dan (g) menyediakan basis data bidang tanah
yang dapat diisi dengan berbagai data tematik untuk berbagai kebutuhan.
Hampir satu dasa warsa ini,
pendaftaran tanah dilakukan melalui Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap
(PTSL), sebagai satu upaya untuk mempercepat penyelesaian pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan
PTSL, produk PTSL terdiri dari 3 kluster, yakni: (a) Kluster 1, bidang tanah yang memenuhi syarat
untuk diterbitkan sertipikat; (b) Kluster 2, bidang tanah yang hanya dicatat
dalam buku tanah karena dalam keadaan sengketa atau berperkara; dan (c) Kluster
3, bidang tanah yang hanya didaftarkan dalam daftar tanah, karena subjek atau
objeknya tidak memenuhi syarat untuk diberikan hak.
Dalam praktiknya, hasil PTSL
menunjukkan capaian yang luar biasa. Sebelum PTSL diterapkan, pemerintah hanya
mampu menerbitkan sertipikat 500 ribu – 800 ribu pertahun (Opini KR,
4-4-2018). Setelah PTSL diberlakukan, capaian penerbitan sertipikat per tahun
mencapai lebih dari 7 juta bidang. Pada saat ini, data pada Kementerian ATR/BPN
di awal September 2025, menunjukkan total tanah terdaftar sudah mencapai 123,1
juta bidang tanah atau mencapai 98% dari target sebesar 126 juta bidang. Dari
jumlah tersebut 96,9 juta bidang tanah (77%) berhasil disertipikatkan dan 29,1
juta bidang (23%) belum bersertipikat.
Dari sisi luasan, total luas tanah
yang terpetakan mencapai 52,5 juta hektar (75%) dan belum terpetakan seluas
17,5 juta hektar (25%). Luas ini adalah luas tanah yang menjadi objek
pendaftaran tanah di luar kawasan hutan dan menjadi kewenangan Kementerian
ATR/BPN.
Dalam proses penyelenggaraan PTSL
ditemui banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi, yakni permasalahan: (1) teknis-yuridis; (2) tata
kelola, dan (3) sosial-budaya; yang apabila
tidak diantisipasi dan diatasi berpotensi menghasilkan produk PTSL yang kurang menjamin
kepastian hukum. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, secara teknis-yuridis dilakukan
melalui penguatan dalam pengumpulan data pertanahan, baik data fisik maupun yuridis. Terkait
masalah tatackelola diatasi dengan monitoring dan evaluasi berkelanjutan yang
hasilnya ditindaklanjuti bersama melalui koordinasi internal dan eksternal yang
melibatkan stake hoder terkait. Hambatan sosial-budaya diatasi dengan
membangun kesadaran bahwa agenda pendaftaran tanah adalah agenda bersama yang
membutuhkan partisipasi aktif segenap pemangku kepentingan yang terkait dengan
penguatan dan kepastian hukum hak atas tanah. Semoga momentum hari agraria ini
mampu memberikan kesadaran bagi kita semua untuk bersama-sama menyelesaikan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar