Dipublikasikan dalam Kolom Analisis SKH Kedaulatan Rakyat
Rabu, 10 September 2025
Penertiban Tanah Telantar
Oleh: Dr. Sutaryono[1]
Pada dasarnya isu pengambilalihan
tanah oleh negara tidak akan muncul apabila kita memahami adanya hak dan
kewajiban terhadap penguasaan tanah. Dalam konteks penguasaan tanah, secara
universal dikenal dengan konsep right, restriction dan responsibility
(3R). Right dimaknai sebagai hak,
yakni hubungan hukum yang sah antara subjek dan objek hak, yang dibuktikan
dengan bukti hak atas tanah. Restriction
dimaksudkan sebagai pembatasan bagi subjek hak dalam menggunakan dan memanfaatkan
tanah: (1) harus sesuai dengan rencana tata ruang; (2) mempunyai fungsi sosial;
dan (3) dilepaskan apabila untuk kepentingan umum.
Responsibility adalah tanggungjawab bagi subjek hak terkait
dengan tanah yang dimilikinya untuk: (1) memelihara tanahnya; (2) memanfaatkan
tanahnya; (3) memelihara tanda batas & dokumennya. Ketiga hal tersebut saling terkait, melekat
dan tidak dapat diterapkan secara terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang
hak atas tanah, baik perorangan, kolektif maupun badan hukum, di dalam haknya
mengandung pula batasan-batasan berikut tanggungjawabnya.
Isu pengambilalihan tanah oleh negara
perlu didudukkan pada konteks penertiban dan pendayagunaan tanah telantar
sebagaimana diatur dalam PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan Dan
Tanah Telantar. Dalam hal ini Tanah Telantar dimaknai
sebagai tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan
Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan,
tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.
Berdasarkan
regulasi di atas, tanah Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), dan Hak
Pengelolaan (HPL) menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja
tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak
dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak. Tanah Hak
Guna Usaha yang menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja
tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan terhitung
mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak.
Penertiban
tanah telantar tidak sertamerta dilakukan terhadap tanah yang terindikasi
terlantar, tetapi melalui tahapan: (a) evaluasi; (b) peringatan; dan (c)
penetapan Tanah Telantar. Evaluasi Tanah Telantar bertujuan untuk rnemastikan
Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan, atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas
Tanah mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang
dimiliki atau dikuasai.
Apakah tanah
milik juga menjadi objek dalam penertiban tanah telantar? Berdasarkan Pasal 7 PP
20/2021, disebutkan secara jelas bahwa tanah hak milik menjadi objek penertiban
Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan,
dan/atau tidak dipelihara sehingga: (a) dikuasai oleh masyarakat serta menjadi
wilayah perkampungan; (b) dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama
20 (duapuluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan Pemegang Hak; atau (c)
fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi, baik Pemegang Hak masih ada
rnaupun sudah tidak ada. Jadi dalam konteks ini, apabila ada tanah hak milik
masih berupa tanah kosong atau belum dimanfaatkan tidak serta merta menjadi
objek penertiban tanah telantar.
Berkenaan dengan hal di atas, agar
tanah yang kita miliki benar-benar aman maka kewajiban terhadap hak atas tanah
yang telah diberikan harus dilakukan secara tertib dan berkelanjutan. Right,
restrictions dan responsibility dalam penguasaan dan pemilikan atas
tanah harus kita pahami dan jalankan, baik secara individu maupun secara
bersama-sama sebagai warga negara.
[1] Dr. Sutaryono, Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional &
Prodi Pembangunan Wilayah, Fak. Geografi UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar