Senin, 09 Desember 2013

PENDAFTARAN TANAH



PERLUKAH PERGESERAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH?

Pasal 32 ayat (1) PP nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”. Kemudian di dalam penjelasan Pasal tersebut, dinyatakan bahwa “Sertipikat merupakan tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar”.
Dengan demikian, sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia, tidak menjamin kepastian hukum hak atas tanah sehingga memunculkan peluang pembatalan hak atas tanah. Hal ini berimplikasi negatif terhadap pembangunan nasional seperti:
1.    Rendahnya daya saing Indonesia dalam percaturan global terhadap investor yang masuk;
2.    Potensi konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan pemerintah pada ujungnya mengganggu stabilitas kemanan nasional, termasuk mengancam integritas NKRI;
3.    Menghambat pertumbuhan ekonomi nasional yang berujung pada menurunnya kesejahteraan masyarakat;
Selain itu, fisik sertifikat kepemilikan tanah yang berupa lembaran kertas (yang bukan hak atas tanah) menjadi bernilai strategis. Hal ini memberikan motivasi bagi pihak yang tidak berhak untuk melakukan tindak pidana untuk melakukan pemalsuan. Hal ini berimplikasi negatif terhadap:
1.  Moral hazard bagi para pejabat dan aparat yang terkait dalam proses pendaftaran tanah;
2.  Menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah secara umum;
3.  Memberikan motivasi munculnya persengkokolan perbuatan jahat;

Berdasarkan realitas di atas, tampaknya perlu dilakukan upaya-upaya untuk merumuskan kebijakan yang lebih menguntungkan, baik bagi subjek pemegang hak maupun bagi negara dalam konstelasi pembangunan global. Pertanyaannya adalah, mungkinkah sistem pendaftaran tanah dari stelsel negatif diubah ke stelsel positif?
 



68 komentar:

  1. kalau bicara mungkin...kemungkinan juga bisa mungkin sistem pendaftaran tanah kita di ubah menjadi ke stelsel positif..Akan tetapi sebenarnya seseorang mendaftarkan tanahnya tidak semata-mata akan terwujudnya jaminan keamanan akan kepemilikannya dalam menuju kepastian hukum. Bahkan seseorang pemilik akan mendapatkan kesempurnaan dari haknya, karena hal-hal sebagai berikut:
    a. Adanya rasa aman dalam memiliki hak atas tanah (security);
    b. Mengerti dengan baik apa dan bagaimana yang diharapkan dari pendaftaran tersebut (simplity);
    c. Adanya jaminan ketelitian dalam sistem yang dilakukan (accuracy);
    d. Mudah dilaksanakan (expedition);
    e. Dengan biaya yang bisa dijangkau oleh semua orang yang hendakmendaftarkan tanah (cheapness), dan daya jangkau ke depan dapat diwujudkan terutama atas harga tanah itu kelak (suitable).
    Disamping itu sistem pendaftaran tanah yang dianut di Negara Indonesia sudah membudaya dan melekat adalah sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif, artinya walaupun terdapat tanda bukti pemilikan hak atas tanah (sertipikat) yang mempunyai kekuatan hukum tetapi masih dimungkinkan untuk di persoalkan (dibatalkan) oleh pihak lain yang mempunyai alasan hukum yang kuat melalui sistem peradilan hukum tanah Indonesia. Hal ini seperti terlihat pada Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA..hal ini jika di mungkinkan akan di ubahnya sistem pendaftaran kita menjadi ke stelsel positif perlu adanya mengkaji ulang peraturan-peraturan yg sudah berlaku dan butuh waktu dalam penyesuaian dalam melaksanakan peraturan tersebut...disisi lain masyarakat juga perlu diberikan informasi yang jelas terkait hal tresebut.Mungkin itu Bapk..pendapat saya..kurang lebihnya mohon maaf

    BalasHapus
  2. Nama : Agus Sudarmadi
    Nim : 10192475
    Jurusan : Perpetaan
    Saya sependapat dengan saudara Bagus Iryanto. Perlunya suatu perubahan sistem pendaftaran tanah di Indonesia ke arah stelsel positif seperti yang dianut negara Australia. Seperti diketahui sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Australia adalah Sistem Torrens atau dikenal dengan Registration of Tittle. Sistem pendaftaran sistem Torrens dinyatakan sebagai berikut:
    1. Security of title, kebenaran dan kepastian dari hak tersebut terlihat dari serangkaian peralihan haknya dan memberikan jaminan bagi yang memperolehnya terhadap gugatan lain.
    2. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan adanya pendaftaran tersebut tidak perlu selalu harus diulangi dari awal setiap adanya peralihan hak.
    3. Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan demikian peralihan hak itu disederhanakan dan segala proses akan dapat dipermudah.
    4. Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran maka ketelitian sudah tidak diragukan lagi.
    Keuntungan pendaftaran tanah dengan sistem Torrens ini antara lain:
    1. Menetapkan biaya-biaya yang tidak dapat diduga sebelumnya;
    2. Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang;
    3. Meniadakan kebanyakan rekaman;
    4. Secara tegas menyatakan dasar haknya;
    5. Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat;
    6. Meniadakan (hampir tidak mungkin) terjadi pemalsuan;
    7. Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada taksasi yang menjengkelkan, oleh karena yang memperoleh kemanfaatan dari sistem tersebut yang membayar biaya;
    8. Meniadakan alas hak pajak;
    9. Memberikan suatu alas hak yang abadi, karena dijamin negara tanpa batas.
    Selain apa yang diuraikan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil dari sistem Torrens ini, yaitu:
    1. Mengganti kepastian dari ketidakpastian;
    2. Waktu penyelesaian relatif lebih cepat;
    3. Proses menjadi lebih singkat dan tidak bertele-tele.

    Menurut saya sebelum melakukan pergeseran sistem pendaftaran tanah ke stelsel positif, alangkah baiknya adanya pembangunan basis data pertanahan yang baik dan adanya peta tunggal yang lengkap sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi suatu kendala dan dapat meminimalisirkan sengketa, dan pada saat ini Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) sedang melakukan pembangunan basis data dengan membuat suatu aplikasi yaitu Geo KKP ( Komputerisasi Kantor Pertanahan). Geo KKP ini bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pertanahan, meningkatkan dan mempercepat pelayanan di bidang pertanahan, meningkatkan kualitas informasi pertanahan, untuk mempermudah pemeliharaaan data pertanahan, untuk mempermudah penyimpanan data dalam bentuk digital (paperless) serta untuk menciptakan suatu sistem informasi pertanahan yang handal. Mungkin itu saja pak. Terima kasih.

    BalasHapus
  3. Nama : Pramono Budi Aji
    NIM : 10192495
    Jurusan : Perpetaan
    mohon maaf sobat, saya g sependapat dengan bagus dan agus. Negara jangan sampai kehilangan hargadirinya, para pejuang dan pendahulu kita sudah membuat siatem pendaftaran tanah yang sangat bagus seperti Pasal 32 ayat (1) PP nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”. “Sertipikat merupakan tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar”(negatif bertendensi positif). Didalam UUPA sudah jelas mengenai jaminan kepastian hukum. Mohon maaf sobat kita jangan mudah mengambil sesuatu yang baru dan tentunya menghilangkan jati diri bangsa. Sistem negative bertendensi positif merupakan system yang terbaik buat bangsa Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Sistem pendaftaran kita yang sekarang adalah untuk melindungi rakyat agar tetap memiliki tanah, ingat bangsa kita bangsa yang merdeka bukan bangsa jajahan spti Australia. Hukum pertanahan kita menganut hukum adat, jadi semua ada nilai sosialnya. Bangsa ini akan bangkrut jika menerapkan system Positif, karena jika yang sudah terdaftar berarti tidak dapat digugat, dan jika penggugat menang hanya diganti rupiah(uang) maka berapa banyak kasus yg ada saat ini tuk menggantinya dengan uang Negara ini bangkrut lah pastinya. Rakyat lebih membutuhkan akses tanah daripada rupiah (uang). Contoh kasus pertanahan selama ini banyak dikuasi oleh orang yang banyak uang (pemilik modal) akibatnya rakyat tidak memiliki tanah, seperti HGU vs rakyat jika menggunakan Sistem positif hanya menyuburkan liberalis dan kapitalis. Ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Jika benar menggunakan system positif berarti kita mengubah semua yang telah kita laksanakan, trus kapan selesainya Pendaftaran Tanah diIndonesia. Jangan sampai bangsa ini dipenuhi UU pesanan kapitalis liberal yang hanya menguntungkan orang-orang yang kuasa pemilik modal. Yang terpenting adalah bagaimana rakyat tetap memiliki tanah dan sumber-sumber penghidupan dan kehidupan.

    BalasHapus
  4. Nama : Mochamad Reza Kurniawan
    NIM :10192486/ P

    Menurut saya, berdasarkan uraian di atas sebelum kita merubah sistem pendaftaran tanah kita, ada baiknya kita harus mempersiapkan hal-hal yang mendukung perubahan tersebut, misalnya : perbaikan birokrasi, penyediaan data pertanahan yang akurat dan mutakhir, perbaikan sistem informasi pendaftaran tanah, peningkatan kualitas SDM, dll. Sebenarnya sistem pendaftaran tanah di Indonesia telah bagus mengingat dalam prosedur penetapan suatu HAT, dilakukan terlebih dahulu kajian mengenai riwayat dan alat bukti pemilikan dan penguasaan tanah. Dari hasil analisis tersebut menjadi dasar dalam pemberian dan penetapan baik subyek maupun obyek HAT.
    Perubahan sistem pendaftaran tanah untuk menjadi positif saya rasa tidak perlu, karena dari aspek filosofis, sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem negatif (Dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. Reg. 459 K / Sip / 1975, tanggal 18 September 1975) walaupun karakter prosedurnya merupakan karakter sistem pendaftaran tanah positif. Dan pertanyaan berikutnya adalah Apakah negara sudah siap untuk memberikan ganti kerugian apabila terjadi kesalahan? Dan apakah siap personil pertanahan merubah paradigma “kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah?” dimana karena paradigma tersebut mengakibatkan banyak timbul sengketa dan konflik pertanahan.
    Secara perlahan memang perlu dilakukan perubahan sistem pendaftaran tanah di Indonesia, namun tidak perlu dilakukan perubahan pada aspek filosofisnya, karena sistem negatif dengan karakter positif juga apabila dilaksanakan dengan teliti dan benar akan menjamin kepastian hukum pemegang HAT. Selain itu yang paling penting adalah bahwa sistem pendaftaran tanah di Indonesia menjamin kepastian kepada pemilik sebenarnya artinya adanya jaminan kepada pemilik sebenarnya bahwa ia adalah orang atau pihak yang berhak atas suatu bidang tanah.

    BalasHapus
  5. Nama : Roswandi
    NIM : 10192501/P
    Saya sependapat dengan Mas Pram (Aji) dan Mas Recca (Reza), bahwa Perubahan sistem pendaftaran tanah untuk menjadi positif saya rasa tidak perlu. Menurut saya bahwa stelsel pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 lebih tepat dinamakan stelsel campuran antara stelsel negatif dan stelsel positif dimana segala kekurangan yang ada pada sistem negatif dan sistem positif sudah dapat diatasi. Apabila hanya menggunakan sistem negatif murni dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Kelemahan yang mendasar mengenai sistem negatif adalah pendaftaran tanah tidak menciptakan hak yang tidak dapat diganggu gugat. Yang menentukan sah atau tidaknya suatu hak serta pemilikannya adalah sahnya perbuatan hukum yang dilakukan, bukan pendaftarannya. Oleh karena itu, biarpun sudah didaftar dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat masih selalu dihadapi kemungkinan pemegang hak yang terdaftar kehilangan hak tanah yang dikuasainya karena digugat oleh pihak yang berhak sebenarnya.
    Pendaftaran tanah memberikan perlindungan kepada pemilik yang berhak (stelsel negatif) dan menyempurnakannya dengan mempergunakan unsur stelsel positif. UUPA telah mengambil ciri-ciri dari pada kedua stelsel tersebut. Stelsel negatif ternyata dari perlindungan yang diberikan UUPA kepada pemilik yang sebenarnya dan stelsel positif dari campur tangan pemerintah untuk meneliti kebenaran peralihan itu. Penggunaan ciri-ciri stelsel positif dapat menutupi kelemahan-kelemahan stelsel negatif. Bagi masyarakat yang masih perlu mendapat bimbingan hal ini merupakan bantuan yang besar untuk mencegah terjadinya hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian pada pemilik yang sebenarnya, Sistem ini pada masa sekarang sangat cocok dengan keadaan di negara kita sekalipun memang harus diakui akan perlunya diadakan beberapa penyempurnaan guna disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan.

    BalasHapus
  6. Wuuiiiihhhh...mantap, jawaban dan argumen yang sangat rasional telah dikemukakan kawan-kawan. Persoalannya adalah, sistem pendaftaran tanah yang selama ini telah berimplikasi pada banyak persoalan, bahkan ada pemilik tanah yang sebenarnya harus terusir gara-gara ada pihak lain (dg iktikad jahat), berhasil membuktikan dirinya dengan bukti2 yg aspal.......kemudian, persoalan sistem pendaftaran adalah pilihan strategi, kira saya tidak ada hubungan dengan harga diri dan persoalan sesuatu yang baru datang dari luar.....atau jangan-jangan kita khawatir dan benar adanya statemen Reza 'kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah'.....Nah Agus sudah menampilkan kekuatan sistem positif, nah kawan yang lain...yang sepakat dg Pramono Budi, silahkan melengkapi dengan kekuatan & kelemahan sistem negatif.......Selamat Berdiskusi

    BalasHapus
  7. Nama : NAUFI AULIA FAISHA
    NIM : 10192490/P

    Saya memiliki pendapat yang sama dengan teman-teman yang memandang perlunya Indonesia merubah sistem pendaftarannya dari yang semula STELSEL NEGATIF BERTENDENS POSITIF ke STELSEL POSITIF. Dalam stelsel positif, prinsip kepemilikan tanah bersifat absolut, artinya nama pemegang hak yang terdaftar dalam register tanah, sebagai pemilik tanah tidak dapat diganggu gugat, sehingga kepastian hukumnya benar–benar terjamin. Sedangkan dalam stelsel negatif, kepemilikan tanah hanya bersifat kuat, tidak mutlak. Artinya nama pemegang hak yang terdaftar dalam register tanah diakui kebenarannya, namun jika kelak terbukti tidak benar (lewat proses peradilan) maka kepemilikan tanah dapat dibatalkan, sehingga kesannya tidak terdapat jaminan kepastian hukum. Bukankah maksud utama dari pemberian sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah?, sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997?. Arti kata “kepastian” sendiri kalau kita mengacu pada kamus besar bahasa Indonesia adalah : pasti; sudah tetap; tidak boleh tidak; tentu; mesti. Selain itu, “memiliki kepastian” berarti memiliki ketetapan dalam pikiran dan bebas dari keraguan (multi-tafsir). Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL., MPA mengutarakan, bahwa Hukum menghendaki kepastian. Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Jadi menurut saya, arah sistem pendaftaran tanah di Indonesia menuju ke sistem stelsel positif, namun oleh para pendahulu kita ‘dibijaksanai’ dengan menganut stelsel negatif yang juga memiliki bagian dari stelstel positifnya, mengingat kondisi basis data/ informasi mengenai status kepemilikan tanah yang belum dapat diyakinkan secara penuh kebenarannya. Usaha untuk ke arah stelsel positif juga bisa dilihat pada PP Nomor 24 Tahun 1997 pasal 32 yaitu “dalam atas hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat”.
    Memang disadari untuk mengarah ke sistem stelsel positif tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan. Kita menyadari masih banyak kekurangan seperti carut marut dan tumpang tindihnya pengadministrasian kepemilikan tanah baik dari aspek teknis maupun yuridis dari tingkat desa/kelurahan hingga ke BPN sendiri. Namun yang perlu kita tekankan di sini adalah upaya yang terus menerus dan berkesinambungan untuk memberbaiki dan menyempurnakan segala kekurangan dan kelemahan yang masih ada.
    Salam Perubahan : Do It, Start from Now!

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. sy perlu aja deh,,diubah jd positif.hhe
    positive thinking ^_^

    klo menurut sy sih kita ikut negatif ya karena dulu penjajah kita alias Belanda jg negatif.. bahkan KUH Perdata kita sj sampai skrg masih ngikut Belanda, masih pake BW itu tu (Black n White --> Burgelijk Wetboek)
    mungkin sih, tp wallahu'alam jg ya. hehehee

    Sebenarnya menurut sy sih klo kita ngikutin pasal 32 ayat 2 pp 24/97 kita udah hampir mendekati positif. pasal itu kan dinyatakan terkait dengan jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat tidak bisanya digugat.
    ya itung2annya sebelum 5 taun msh negatif, tp setelah 5 taun positif (menurut saya...hihi

    itu jangka waktu yg lama lo. banyak kasus, sertpikat digugat setelah 5 taun lebih terbitnya.

    Harusnya dg dibelakukannya PP 24/97 selama 16 taun ini sudah sepatutnya dibelakukan secara mutlak artinya, sertipikat lebih dr 5 taun tdk dapat dibatalkan. Dg demikian sudah tdk dapat diganggu gugat karena telah diberikan waktu yang cukup lama. klo tanahnya diduduki udah 5 taun kok baru protes, kan lucu..lama bgt ituu.
    Tp y lagi2 aturan itu cuman PP, kalah sm KUH Perdata (BW) peninggalan Belanda itu. menurut KUHPer kan setiap gugatan perdata kan bisa diterima, jd ya mending ngalah aja, namanya jg PP di bawah KUHPer.
    percuma kan bikin sertipikat tp tdk terjamin kepastian hukumnya,, hhe

    itu dulu dr sy pak.. trimakasih. CMIIW

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sangat setuju dengan pendapat mas rosyid bahwa perlu berubah ke positif dan memang landasan hukum pendaftaran tanah yang ada di negara kita masih sebatas PP dan kedudukanya tidak kuat...maka menurut saya perlu adanya perubahan menjadi Undang-Undang sehingga lebih kuat kedudukanya...dengan kedudukan peraturan perundangan yang kuat dan adanya kemauan yang kuat dari pemerintah dan masyarakat saya yakin bahwa sistem pendaftaran tanah positif ini akan berjalan.

      Hapus
  10. wuiih...mantap tuh Aulia, konseptual banget ya......klo Rosyid sih, jalur aman saja ya...he..he..kalo soal PP 24/97 sudah sepatutnya diberlakukan secara mutlak sebagaimana Rosyid katakan, malah tubrukan dg realitas di BPN Pusat...yg saat ini tengah membahas perubahan PP tersebut. atau justru meomentum perubahan ini diarahkan sekalian ke pendaftaran tanah positif ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya nyari aman aja to pak, udah tingkat akhir ini. Hehehee.

      Emg mau dirubah seperti apa lg pak, jgn sampai pro kapitalis deh.

      Sy memilih positif ini kan sy ambil sisi2 positifnya pak. Org yg punya itikad baik mensertipikatkan tanahnya sesuai dg alat bukti yg sah dan ada banyak saksinya ya harus dilindungi dong pak. Kan itikadnya baik. Hehehee

      Hapus
    2. OKTONI WISNU/10192538
      ijin berkomentar,
      kalo hanya etikad baik saja yang buat pertimbangan itu tidak cukup menurut saya.
      etikad baik itu apa ada standarnya??? orang beretikad baik menurut dirinya sendiri belum tentu juga beretikad baik menurut orang lain.

      Hapus
  11. Nama : Saufana Hardi
    NIM : 10192542

    Saya sependapat dengan Pramono Budiaji,Reza Kurniawan dan Roswandi, dimana stelsel negatif tidak perlu diganti positif. Alasannya bahwa sitem pendaftaran tanah negatif merupakan warisan dari masa lalu yang telah dipikirkan sedemikian rupa sesuai dengan budaya Indonesia hingga saat ini. Sistem pendaftaran negatif dilandasi oleh Stbl. 1824 No. 27 jo. 1947 No. 53, dimana perjanjian obligatoir peralihan hak dilaksanakan dengan segala bukti tertulis, akta Notaris, ataupun dibawah tangan yang disaksikan Notaris dan kemudian oleh Kepala Kantor Kadaster yang merupakan seorang Pegawai Balik Nama ( Overschrijvingsambtenaar) beserta salah seorang pegawainya membuatkan akte peralihannya. Sistem pendaftaran tanah negatif memberikan perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya untuk membuktikan haknya atau dengan kata lain adanya jaminan hukum yang diberikan kepada pihak yang sebenarnya lebih berhak. Walaupun stelsel negatif mempunyai kekurangan namun masih bisa dilakukan penelitian yang lebih teliti terhadap data yuridisnya, sehingga sertipikat yang dihasilkan bisa menjamin kepastian subjek dan objeknya. Stelsel positif memang bagus dalam memberikan kepastian hukumnya karena berifat absolut dan tidak dapat diganggu gugat. Setiap pendaftaran hak dan peralihan hak dalam sistem positif ini memerlukan pemeriksaan yang sangat teliti dan seksama sebelum orang tersebut didaftarkan sebagai pemilik dalam daftar ini. Namun stelsel positif membutuhkan waktu lama serta panjang, sehingga menimbulkan kesan dipersulit. Stelsel positif ini sangat merugikan bagi mereka para pihak yang benar-benar berhak, dimana bagi mereka yang berhak, tidak menutup kemungkinan akan tetap kehilangan hak atas sebidang tanah atas suatu putusan yang jelas dimenangkan mereka akan tetapi akan tetap kehilangan haknya diluar perbuatannya dan diluar kesalahannya. Jadi menurut saya sama saja mau stelsel negatif atau positif, masyarakat bisa kehilangan tanahnya, tegantung dari tingkat ketelitian yang dilakukan oleh panitia pemeriksa tanah dalam meneliti data yuridis atau riwayat tanahnya. Sehingga stelsel negatif tidak perlu dirubah.

    BalasHapus
  12. Dari : Adolf Antonius Manurung_NIM.10192513

    Semangat pagi buat bapak dan teman-teman.
    Mohon maaf pak saya kurang setuju kalau system pendaftaran tanah (PT) kita berubah dari system pendaftaran tanah stelsel negative menjadi system pendaftaran stelsel positif. Saya tidak setuju bukan karena kita “menikmati” warisan jajahan dari Belanda tetapi karena di Negara kita belum semua tanah-tanah kita terdaftar. Karena itu, Negara harus tetap melindungi “pemilik tanah sebenarnya”. Jadi walaupun sudah didaftarkan dan sertipikat sudah terbit, maka masih dimungkinkan digugat oleh pemilik sebenarnya itu. Keabsahan sertipikat itu baru gugur dan tidak mengikat sehingga dapat dibatalkan, BILAMANA penggugat dapat membuktikan dengan sah bahwa telah terjadi kesalahan subjek dan objek pemegang hak. Bisa saja terjadi penipuan, pemalsuan data fisik dan data yuridis, pemaksaan, ataupun perbuatan pidana lainnya dalam proses dan prosedur perolehannya.

    Jadi bukan berarti system PT kita sekarang tidak menjamin kepastian hukum. Justru karena ingin menjaminlah makanya perlu dilindungi hak pemilik sebenarnya. Saya malah kurang setuju jika ada pendapat “Rendahnya daya saing Indonesia dalam percaturan global terhadap investor yang masuk”. Kurang banyak apalagi investor masuk “menggerogoti” tanah-tanah kita pak. Tanah-tanah kita ludes dieksploitasi “para penjajah modern” baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hutan-hutan di sumatera, Kalimantan, papua sukses mereka kuasai. Ada yang berkedok “ijin” dan ada pula berkedok “hak”. Dan nyatanya penguasaan mereka atas akses terhadap tanah TIDAK untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Potensi konflik (pada nomor 2) juga sebenarnya mengingatkan kita pentingnya system PT Negatif. Justru ini yang harus diteliti Pemerintah apakah benar masyarakat yang berkonflik adalah pemilik tanah sebenarnya. Jika memang benar, maka serahkanlah kepada yang berhak. Karena tidak bisa kita pungkiri di Zaman penjajahan Belanda dan Orde Baru, perampasan tanah dan pemaksaan penyerahan tanah dari masyarakat untuk golongan tertentu sangatlah mudah. (Seandainya “zaman orde baru” ada juga di Australia, mungkin Australia juga pasti pikir-pikir dulu menerapkan system PT Positif). Berbagai penelitian mengungkapkan banyaknya pihak yang berkonflik saat ini adalah karena : (a) Pemberian ijin/hak/konsesi oleh Pejabat publik (Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Kepala BPN, Gubernur dan Bupati) yang memasukkan tanah/wilayah kelola/Sumber Daya Alam kepunyaan sekelompok rakyat ke dalam konsesi badan-badan usaha. Masyarakat mempertahankan hak penguasaannya secara turun temurun dan bersifat informal, sementara perusahaan datang dengan sisteem formal; (b) penggunaan kekerasan, manipulasi dan penipuan dalam pengadaan tanah skala besar untuk pemegang konsesi. Sehingga Pemerintah harus bekerja lebih keras meneliti kebenaran perjuangan masyarakat yang berkonflik, bukan malah berpikir itu menggangu stabilitas keamanan Nasional. Dan sebaliknya jika ternyata masyarakat berkonflik karena ada itikad buruk atau jahat maka Pemerintah juga harus bertindak tegas dengan mempidanakan oknum tersebut.

    Saya rasa.....(bersambung)

    BalasHapus
  13. Saya rasa point ke 3 tidak ada hubungannya pak dengan system PT Negatif. Malah Pemerintah sekarang senang mengumbar-umbar bahwa pertumbuhan ekonomi kita naik terus walaupun ironisnya semakin banyak masyarakat yang tidak sejahtera (miskin).
    Mohon maaf juga pak ke-strategis-an nilai sertipikat juga menurut saya tidak ada hubungannya pak dengan Sistem PT yang Negatif. Jika karena hal itu timbul pemalsuan maka yang perlu menjadi perhatian adalah penegakan hukum bagi pemalsunya pak. Jadi bukan malah mengkambinghitamkan system PT nya. Jika penegakan hukumnya terlaksana sesuai konstitusi maka saya pastikan keinginan pihak-pihak untuk melakukan pemalsuan akan berkurang.
    Dan jika bapak berpendapat bahwa pemilik tanah sebenarnya bisa terusir dengan adanya bukti-bukti palsu maka yang perlu ditinjau dan diperbaiki penegak hukumnya pak. Karena bukan rahasia umum lagi Negara kita krisis penegak hukum yg jujur, adil dan berintegritas.
    Jadi saya tetap berpegang pada system PT Negatif sambil kita terus melakukan pembenahan di berbagai sektor. Contohnya sekarang ini kita sedang giat-giatnya melakukan pembenahan dalam bidang pembangunan basis data pertanahan yang terintegrasi antara data spasial dan data tekstualnya. Kiranya euforia “salam perubahan” yang diteriakkan dimana-mana dan “dibungkus” dengan semangat reformasi birokrasi benar-benar membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih baik bagi atasan dan bawahan serta lebih baik bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Sehingga para pendahulu kita bisa tersenyum di Surga karena ternyata masih ada harapan untuk Indonesia yang lebih baik.
    Demikian yang bisa saya tanggapi sebagai mahasiswa yang sedang belajar pak. Mohon pencerahan dari bapak. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih pak.

    BalasHapus
  14. Nama : Pamularas Katriningsih
    NIM : 10192539/P

    Saya sependapat dengan teman-teman yang TIDAK SETUJU apabila sistem pendaftaran tanah di Indonesia dirubah.

    Sistem stelsel positif menggunakan sistem pendaftaran hak, sehingga mutlak adanya register atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertipikat hak sebagai surat tanda bukti hak. Dalam sistem pendaftaran hak, pejabat pendaftaran tanah mengadakan pengujian kebenaran data sebelum membuat buku tanah serta melakukan pengukuran dan pembuatan peta. Sistem publikasi positif ini akan menghasilkan suatu produk hukum yang dijamin kebenarannya oleh pemerintah dan oleh karena itu tidak bisa diganggu gugat, sehingga dapat disimpulkan bahwa segi negatif dalam sistem publikasi positif adalah tertutup kemungkinan bagi pihak-pihak yang merasa sebagai pemegang hak yang sebenarnya untuk melakukan gugatan atau tuntutan terhadap segala sesuatu yang telah tercatat dalam sertipikat tersebut karena negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Apabila ada kesalahan dalam pendaftaran, negara harus menanggung akibat dari kesalahan itu.

    Dalam sistem stelsel negatif pejabat pendaftaran tanah mendaftarkan hak-hak dalam daftar-daftar umum atas nama pemohonnya tanpa mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap pemohonnya, sehingga pekerjaan pendaftaran peralihan hak dalam sistem negatif dapat dilakukan secara cepat dan lancar, sebagai akibat tidak diadakannya pemeriksaan oleh pejabat pendaftaran tanah. Sedangkan kelemahannya adalah tidak terjaminnya kebenaran dari isi daftar-daftar umum yang disediakan dalam rangka pendaftaran tanah. Orang yang akan membeli sesuatu hak atas tanah dari orang yang terdaftar dalam daftar-daftar umum sebagai pemegang hak harus menanggung sendiri resikonya jika yang terdaftar itu ternyata bukan pemegang hak yang sebenarnya. Pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertipikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Dengan demikian sistem publikasi negatif mengandung kelemahan dalam rangka mewujudkan kepastian hukum. Jadi ciri pokok sistem publikasi negatif adalah bahwa pendaftaran tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah walaupun ia beritikad baik.

    Berdasarkan uraian diatas setiap sistem pendaftaran tanah akan memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Sekalipun suatu negara menganut salah satu sistem pendaftaran tanah, tetapi tidak ada yang secara murni berpegang pada salah satu sistem pendaftaran tanah karena sistem pendaftaran tanah tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga setiap negara pasti akan mencari jalan keluar sendiri-sendiri. Oleh karena itu menurut saya sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia sudah tepat yaitu stelsel negatif bertendensi positif yang merupakan sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif dimana segala kekurangan yang ada pada sistem negatif dan sistem positif sudah dapat diatasi.

    BalasHapus
  15. Nama: Sofyan Souri
    Nim: 10192504
    Jawaban dari pertanyaan di atas adalah mungkin.
    Sayapun sependapat dengan teman-teman yang berpendapat bahwa pendaftaran tanah di Indonesia bisa dialihkan dari stelsel negatif ke stelsel positif, pada saat ini sistem stelsel positif didukung oleh adanya Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 psl 32 ayat 2. Dalam pasal ini pemerintah menjamin kebenaran data yang telah terdaftar dimana kebenaran ini telah melalui proses penelitian setiap berkas yang diajukan untuk didaftar, jadi dimungkinkan nama pemilik tanah yang tercantum dalam sertipikat memiliki hak secara mutlak (Stelsel positif). Ya walaupun saat ini masih dalam bentuk Peraturan Pemerintah, tidak menutup kemungkinan dikemudian hari ada kebijakan dari pemerintah bisa dinaikkan menjadi Undang-undang.
    Berkaitan dengan sistem negatif seperti yang sudah disampaikan oleh teman2 diatas, biarpun sudah didaftar dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat masih selalu dihadapi kemungkinan pemegang hak yang terdaftar kehilangan hak tanah yang dikuasainya karena digugat oleh pihak yang berhak sebenarnya dengan itikad baik. Tapi bgmn klo ada yang menyatakan ada pihak yang bertikad tidak baik (pemalsuan). Berkaitan dengan pemalsuan ada satu hal yang perlu kita perhatikan, seperti kita ketahui penerbitan sertipikat memerlukan peran serta instansi lain yang terkait dalam menerbitkan surat-surat keterangan yang diperlukan sebagai alas hak, misalnya surat keterangan Kepala desa, keterangan waris, segel jual beli dan sebagainya, surat2 keterangan tersebut tidak luput dari pemalsuan, kadaluarsa, bahkan tidak benar atau fiktif. Hal inilah yang mendasari terbitnya sertipikat aspal. Yang perlu di koreksi adalah perlunya kecermatan dan ketelitian dalam memproses penerbitan alas hak serta penertiban administrasi pada instansi yang berwenang mengeluarkan alas hak tersebut.
    Kalau dilihat dari perlu atau tidak perlu. Saat ini belum perlu, mengingat belum seluruh bidang di Indonesia terinfentarisasi dengan baik, kemudian alas hak yang menjadi dasar pemilikan tanahnya juga berbeda-beda sesuai dengan daerah masing-masing. Jadi klo mau diubah masih banyak yang harus dipersiapkan, ya basis datanya, SDM-nya, tertib administrasinya, birokrasinya, yang saat inipun masih terus dalam proses penyempurnaan.
    Sepertinya itu dulu pak, terima kasih. CMIIW

    BalasHapus
  16. Tityas Margawati/10192547

    Menurut saya PERLU
    Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pendaftaran tanah antara lain:
    1.Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan
    2.Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar
    3.Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

    Dengan sistem pendaftaran tanah yang ada di indonesia saat ini, baru poin 2 dan 3 yang akan tercapai sedangkan poin 1 tidak mungkin tercapai karena sistem pendaftaran kita lebeh cenderung negatif (yaitu dengan tujuan utama melindungi pemilik hak sebenarnya) dan posisi pejabat pendaftaran tanah hanya mencatat/register tanpa bisa menguji kebenaran data yang diberikan pemohon hak atas tanah.

    Apabila kita menginginkan tujuan pendaftaran tanah pada poin 1, Saya sependapat dengan rekan-rekan yang memilih sistem pendaftaran tanah harus bergeser ke sistem positif. Dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelumnya antara lain data pertanahan, sumber daya manusia, Undang-undang baru sebagai payung hukum beserta aturan pelaksananya.

    Saya tidak sependapat dengan teman yang menyatakan bahwa apabila kita beralih ke sitem positif maka negara akan bangkrut. Malah kondisi sekarang ini dengan menganut sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif negara kita malah disibukkan dengan gugatan-gugatan di pengadilan. Ironisnya pejabat pendaftaran tanah (BPN) dituding yang menimbulkan sengketa tanah, tidak becus dan sebagainya padahal kita sebagai register(tidak bisa menguji kebenaran alat bukti) sedangkan yang membuat alas hak / akta (notaris/PPAT, kepala desa, dsb) malah bebas dari pengadilan. Ditambah lagi hasil dari persidangan banyak tanah berstatus quo selama bertahun-tahun sehingga tanah tidak dapat dimanfaatkan yang menyebabkan tanah menjadi tidak produktif. Inilah yang menyebabkan ekonomi negara tidak tumbuh sehingga masyarakat miskin. Bandingkan apabila kita menganut positif masalah tanah tidak akan berlarut-larut. Pemilik tanah akan mendapat ganti rugi, tanah pun tetap bisa dimanfaatkan dan bisa menyokong perekonomian bangsa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. izin berkomentar ya..hehe

      Kenapa teman-teman yang tidak setuju sistem PT negatif beranggapan bahwa dengan "melindungi pemilik sebenarnya" sama dengan tidak menjamin kepastian hukum. Jika memang misalnya Joko mengantongin SHM dan memperoleh tanah tersebut melalui perbuatan hukum yang sesuai dengan konstitusi maka tentu kepastian hukumnya terjamin dan tidak bakalan ada yang menggugatnya.
      Sebaliknya bagaimana dengan nasib tanah-tanah obyek HGU yang dulunya dirampas dari masyarakat?apakah masyarakat tidak berhak lagi atas tanah yang dulunya dirampas itu?Negara haruslah melindungi masyarakat itu. Namun di sisi lain jika ternyata oknum masyarakat itu bukanlah pemilik sebenarnya tetapi mengaku dan beritikad jahat menciptakan konflik maka oknum masyrakat itu harus dtindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.
      Jika kita menganut sistem PT Positif, berarti jika terbukti pihak yang tercantum di dalam sertipikat bukan pihak yang sebenarnya maka Pemerintah lah yang akan mengganti rugi kepada pihak yang dirugikan.Apakah ini tidak akan membuat Negara semakin terpuruk. Beban utang dan belanja rutin Pemerintah akan semakin bertambah dan bisa saja dana untuk pendidikan dan pembangunan akan "disunat" untuk pemenuhan ganti rugi ini.
      dan konflik atau perkara bukan karena sistem PT nya tetapi umumnya karena seperti yang saya tulis di atas sebelumnya.(harap dibaca,hehe)
      Sehingga saya masih tetap keukeh sistem PT negatif masih relevan selama tanah-tanah kita belum terdaftar semuanya.
      Mohon pencerahan..
      :-)

      Hapus
    2. "Mohon ijin berkomentar" (hehe)
      "melindungi pemilik sebenarnya" menurut pendapat saya tetap menjamin kepastian hukum namun di sini tidak mutlak terhadap pihak yang terdaftar dalam daftar umum. Artinya di sini bahwa negara tidak menjamin kepastian hukum terhadap pihak-pihak yang telah terdaftar. Kita ketahui bahwa denga sistem pendaftaran tanah negatif Terbukanya pihak ketiga untuk melakukan gugatan terhadap kepemilikan HAT tidak dibatasi atas waktu, sehingga setiap saat kepemilikan HAT seseorang (hak individu atau hak bersama), instansi atau badan hukum dapat dengan mudah untuk digugat dan dibatalkan sekalipun kepemilikan tersebut sudah dimiliki bertahun-tahun lamanya tidak menjamin kepastian haknya. Jadi pendaftaran HAT tidak menghasilkan suatu indefeasible title. Mengapa demikian disebabkan karena pelaksanaan pembukuan terhadap HAT dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan atau tidak secara otomatis atau tidak menjamin terjadinya perpindahan HAT atas nama seseorang artinya, bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu, akan tidak secara otomatis kehilangan haknya sehingga tidak ada jaminan hukum pemegang HAT yang tercatat namanya dalam sertipikat aman (kuat), baik pihak yang mengalihkan haknya dan atau pihak ketiga (siapapun orangnya) hanya dengan bukti selembar surat atau secarik kertas (misal perjanjian dibawahtangan atau bahkan hanya di dasarkan PPB) maka orang tersebut masih dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Artinya di sini sertipikat hak atas tanahnya sebagai bukti pemilikan haknya tidak menjamin kepastian hukum.
      Dan menurut saya konflik atau perkara juga merupakan konsekuensi dari sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif tersebut, seperti yang di sampaikan pak sutaryono " sistem pendaftaran tanah yang selama ini telah berimplikasi pada banyak persoalan, bahkan ada pemilik tanah yang sebenarnya harus terusir gara-gara ada pihak lain (dg iktikad jahat), berhasil membuktikan dirinya dengan bukti2 yg aspal " dan beberapa hal yang saya sampaikan di komentar saya dibawah bahwa intinya sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif ini banyak menyebabkan konflik pertanahan. Menurut pendapat saya juga bahwa sistem positif ini tidak akan membuat negara bangkrut maupun terpuruk, memang perlu dana kusus untuk ganti rugi, namun hal ini juga di antisipasi dengan adanya SDM pertanahan yang handal dan teliti dalam pelaksanaan pendaftaran tanah sistem positif ini dan tentunya dengan sistem pendaftaran positif ini . Tentunya dengan kemauan pemerintah dan masyarakat di dukung dengan perarturan perundangan sebagai landasan hukum yang kuat saya yakin sistem pendaftaran tanah positif ini akan berjalan.,Jadi saya bersikukuh berpendapat bahwa perlu adanya perubahan sistem pendafataran tanah negatif bertendensi positif ke pendaftaran tanah posistif. terima kasih.Mohon maaf jika kurang berkenan..

      Hapus
    3. Terkait dengan "melindungi pemilik sebenarnya" sudah dijawab oleh mas Jhon. Terimakasih atas bantuannya mas Jhon..
      Menurut saya apabila sistem pendaftaran tanah di Indonesia bergeser ke stelsel positif, pemberlakuannya tidak berlaku surut. Dengan berlakunya sistem pendaftaran tanah yang baru tentunya diikuti dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan sebagai dasar pelaksanaannya hingga dikeluarkannya standar operasional prosedur (SOP) pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum pemilik tanah. Terhadap bidang-bidang tanah yang baru didaftar setelah berlakunya sistem pendaftaran tanah positif, semua prosedur pendaftaran sampai mekanisme pemberian ganti rugi oleh pemerintah apabila ada pihak lain yang dapat membuktikan haknya, pelaksanaannya berdasarkan peraturan sistem pendaftaran tanah positif yang baru. Sedangkan bidang tanah yang alat bukti haknya terbit pada saat masih berlakunya sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif tidak begitu saja berubah menjadi alat bukti hak yang mempunyai kekuatan seperti alat bukti hak pada sistem positif, termasuk dalam hal ganti kerugian apabila terjadi gugatan. Termasuk apabila akan dilakukan perpanjangan maupun pembaruan hak, perlu dilakukan pemeriksaan ulang sesuai dengan SOP yang berlaku pada sistem pendaftaran tanah positif.
      Pemberlakuan sistem pendaftaran positif memang tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan seperti yang dikatakan Saudara Naufi. Perbaikan data dan administrasi pertanahan serta kesiapan pihak yang terkait pendaftaran tanah mutlak diperlukan. Salah satu upaya BPN dengan melakukan pembangunan basis data melalui Geo KKP seperti yang dikatakan Saudara Agus yang salah satunya bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pertanahan dan meningkatkan kualitas informasi pertanahan. Dengan dibebankannya ganti kerugian kepada pemerintah apabila terbukti alat bukti hak yang diterbitkan tidak mencantumkan pemilik sebenarnya, tentu pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah dalam hal ini BPN termasuk Pemerintah Desa dan Instansi terkait akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya tentunya harus didukung dengan data pertanahan yang handal. Dengan begitu menurut saya negara tidak akan bangkrut dengan diberlakukannya sistem pendaftaran tanah positif.

      Hapus
    4. Kita harus lebih hati-hati mencerna kata-kata pihak ketiga dan menggugat. Jangan langsung mengkonotasikan hal itu adalah hal yang buruk dan berimplikasi negative. Tapi cobalah mencerna nya dengan kata-kata “pemilik sebenarnya” dan “menuntut kembali haknya”. Tentu akan berbeda maknanya.
      Jika ada pihak yang benar namun terusir apakah benar menyalahkan sistemnya? Jadi bagaimana pula jika pihak yang jahat tetap menguasai tanah yang sebenarnya bukan milik nya?lebih parah yang mana ya??!! Tentu penegakan hukumnya lebih kita tekankan dan kita kawal, jangan sampai hukum mencederai pemilik sebenarnya. Dan sebaliknya hukum harus memberikan sanksi yang tegas kepada pihak yang salah.
      Kalau ada pihak-pihak yang sengaja berbuat jahat maka penegakan hukumnya lah yang harus diperbaiki bukan system PT nya. Bukan kah mulia system PT kita sekarang ini? Sistem ini melindungi pihak yang sebenarnya. Jaminan kepastian hukumnya berada pada pemilik sebenarnya bukan pada daftar-daftar. Itu yang harus kita perhatikan.
      Makanya saya masih tetap mendukung system sekarang ini. Apalagi kita masih mengakui adanya tanah-tanah adat dimana banyak peralihan nya dilakukan dibawah tangan dan tidak memiliki alat bukti tertulis. Jadi tetap, bidang tanah di Indonesia harus terdaftar dulu semua barulah kita baru bisa merencanakan perubahan system PT kita.
      Tks

      Hapus
    5. Rasa rasa dengan memperhatikan keadaan yang ada, perlu kajian yang sangat-sangat mendalam untuk mengubah sistem pendaftaran kita. Adapun masalah tanah merupakan masalah yang sangat kompleks, tidak dalam satu-dua, tahun selesai, butuh puluhan tahun. Mungkin sekiranya lebih baik menyelesaikan akar permasalahan satu persatu. Kita menganut dari hukum adat, maka pastikan hukum adatnya. Apa yang dilakukan di Filipina (IPRA) dapat dicontoh. Dasar hukum pendaftaran tanah seyogyanya juga bukan hanya PP (PP No. 24 Tahun 1997) saja namun juga perlu UU, mengingat masalah pertanahan/agraria menempati ranking wahid dalam menyumbang permasalahan di negeri ini. Kelembagaan Pertanahan juga turut diperkuat, dengan tambahan ada peradilan pertanahan. Kalau perlu salah satu Program Utama Presiden adalah Pendaftaran Massal Sistematik Nasional, mirip seperti Ralas Aceh, plus lakukan penataan ruangnya, hehehe.... (lama2 jadi janji2 Presiden)

      Hapus
  17. Nama: R.Indra Tri Kusuma
    NIM:10192497
    Saya sependapat dengan rekan-rekan yang tidak setuju,menurut Saya setiap sistem pendaftaran tanah mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada Konsekuensi yang akan didapatkan jika mengambil salah satu sistem tersebut. Saat ini Indonesia menganut sistem stelsel negatif bertendensi positif,sistem ini memang tidak ada dalam teori,akan tetapi sistem ini memang dibuat menyesuaiakan dengan kultur di Indonesia.
    Dalam merubah suatu sistem bukanlah sesuatu yang mudah,apakah Indonesia sudah siap dengan perubahan-perubahan itu?dan apakah dengan dirubahnya sistem Pendaftaran tanah menjadi sistem positif,pendaftaran tanah di Indonesia akan lebih baik?jawabannya belum tentu lebih baik,bahkan bisa jadi akan lebih buruk. Menurut Saya tidak perlu merubah suatu sistem,akan tetapi sebaiknya mengoptimalkan sistem yang sudah ada agar menjadi lebih baik lagi.

    BalasHapus
  18. NAMA :KARIYONO
    NIM: 10292526
    Saya sependapat dengan temen-teman yang setuju dengan beraihnya sistem pendaftaran negatif bertendensi positif ke arah sistem pendaftaran posisif. Sistem pendaftaran tanah yang ada di Indonesia berdasarkan Implementasi dalam praktik pengadilan keputusan-keputusan yang diambil untuk menyelesaikan sengketa tanah, sekalipun terdapat unsur-unsur sistem pendaftaran tanah yang mengacu pada stelsel publisitas positif ( sesuai pasal 32 ayat 2 PP 24 tahun 1997) , akan tetapi pada pelaksanaannya jika dilihat dari beberapa Putusan Mahkamah Agung, tentang kasus yang timbul berkaitan dengan tanah di Indonesia, maka pada kenyataannya sistem pendaftaran tanah di Indonesia mengarah pada pengakuan sistem pendaftaran tanah dengan stelsel publisitas negatif. (lihat Putusan MA tanggal 2 Juli 1974 No. 480K/Sip/1973 & Putusan MA tanggal 18 September 1975 No. 459 K/Sip/1975. Unsur positif yang ada pasal 32 ayat 2 PP 24 tahun 1997 hingga saat ini peraturan tersebut belum efektif berlaku bahkan cenderung di abaikan. Kenyataan bahwa banyak orang atau badan (baik Pemerintah atau Badan Hukum Lainnya) yang mempunyai hak atas tanah dan telah terbit sertifikat atas penguasaaan hak atas tanahnya lebih dari 5 (lima) tahun di ajukan gugatan oleh seseorang melalui Pengadilan. Atas gugatan tersebut sering kali pihak yang mengajukan gugatan dan tiak mempunyai sertifikat di menangkan dan bahkan di kuatkan sampai putusan Peninjuan Kembali sehingga putusan itu menjadi berkekuatan hukum tetap.
    Selain itu kita ketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah pada sistem birokrasi dan pelayanan publik BPN RI masih banyak terjadi penyimpangan yaitu terjadinya diskriminasi pelayanan birokrasi terhadap penggunaan, penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan maupun pemberian hak atas tanah, menunjukan bahwa pada sistem hukum terdapat problem dalam tata hukum di Indonesia. Indikasi yang ada antara lain berupa kasus-kasus yang timbul akibat pilihan penggunaan stelsel publisitas negatif (berunsur positif) seperti (1) Terjadinya kasus sertipikat ganda dan koflik-konflik pertanahan lainnya, (2) Berkurangnya lahan pertanian dan alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian, (3) Maraknya industrialisasi dan pengembangan perumahan, (4) Dalih pembangunan untuk kepentingan umum. Kasus-kasus tersebut telah mengakibatkan ketidakadilan yaitu terjadinya penggusuran dan hilangnya lapangan pekerjaan di sektor tersebut..
    Melihat banyaknya permasalahan tersebut sudah saatnya Indonesia merubah sistem negatif bertendensi positif ke sistem pendaftaran menjadi positif agar jaminan kepastian hukum sesuai dengan pasal 3 ayat 1 dapat terwujud.. Dalam sistem pendaftaran positif Negara memberikan jaminan penuh bagi pemegang haknya yang tercatat ( terdaftar ) dalam daftar umum terhadap tuntutan – tuntutan atau claim pihak ketiga atau siapapun. Jaminan kerugian dari Negara bagi pemilik yang mungkin dirugikan atau adanya kekeliruan atau kesalahan dalam pendaftaran haknya bersifat "Indefeasible". Atau menurut Eugene C. Massie bersifat absolute dan tidak dapat diganggu gugat. Setidaknya ada 3 ( tiga ) jaminan keamanan bagi tanah yang terdaftar yakni: pertama, berkaitan dengan bendanya (property ) atau tanahnya yang terdaftar ( the property register); kedua, berkaitan dengan kepemilikan atau penguasaannya ( the proprietorship register); ketiga, berkaitan dengan jaminan hak-hak yang ada ( the charges register).
    (BERSAMBUNG)

    BalasHapus
  19. Segala sesuatu tidak ada yang tidak mungkin untuk di laksanakan. Begitu juga dengan adanya perubahan dari sistem pendaftaran tanah negative bertendensi positif ke arah sistem pendaftaran tanah positif. Keberhasilan ini tergantung dari semua pihak yang beraikatan dengan pendaftaran tanah ini baik pemerintah maupun dari masyarakat. Saya sependapat dengan apa yang disampaikan saudara agus sudarmadi bahwa di perlukan pembangunan infrastruktrukur basis data terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pendaftaran tanah positif. Namun menurut pendapat saya yang tidak kalah pentingnya jika mau melaksanakan pendaftaran tanah positif adalah perlu adanya dasar hukum berupa Undang-Undang agar pelaksanaannya dapat berjalan berdasarkan landasan yang kuat. Masalahnya adalah di bidang pendaftaran tanah yang ada di Indonesia saaat ini hanya sekedar Peraturan Pemerintah yang kedudukanya tidak kuat di bandingkan sektor lain yang berlandaskan Undang-Undang dan banyak juga peraturan pertanahan yang tumpang tindih. Saya juga tidak sependapat terhadap rekan yang mempunyai pendapat bahwa dengan sistem positif Negara akan bangkrut, memang pendaftaran tanah secara positif membutuhkan pencadangan dana khusus dalam pelaksanaan ganti rugi. Namun menurut saya dengan sistem pendaftaran positif tanah yang ada di Indonesia jaminan kepastian hukum kuat dan tanah akan menjadi produktif serta pembangunan yang ada akan berjalan dengan lancer. Tentunya dengan pembangunan yang lancar ini permasalahan dana ganti rugi tidak menjadi masalah lagi dan untuk mengurangi banyaknya dana yang dikeluarkan adalah bahwa SDM pertanahan yang melakukan pendaftaran tanah harus benar-benar SDM yang handal dan teliti guna mengurangi kesalahan dalam pelaksanaan pendaftaran. Saya yakin Indonesia mampu melaksanakan sistem pendafatran tanah positif ini dengan adanya kemauan yang kuat dari semua pihak.

    “Salam Perubahan…Laksanakan Sekarang…”

    BalasHapus
  20. Nama : TRI MARDHI JAYA
    NIM : 10192507

    MUNGKIN.....saya sependapat dengan kawan-kawan yang setuju dengan perubahan atau beralihanya sistem pendaftaran tanah yang telah berlaku di NKRI dari stelsel negatif bertendensi positif ke stelsel POSITIF.
    Sebagaimana isi Pasal 32 ayat (1) PP nomor 24 Tahun 1997 yang pada intinya bahwa sistem pendafataran yang dianut oleh NKRI sekarang ini tidak/belum menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Dalam stelsel negatif, kepemilikan tanah hanya bersifat kuat, tidak mutlak. Artinya nama pemegang hak yang terdaftar dalam register tanah diakui kebenarannya, namun jika kelak terbukti tidak benar (lewat proses peradilan) maka kepemilikan tanah dapat dibatalkan, sehingga kesannya tidak terdapat jaminan kepastian hukum. Bukankah maksud utama dari pemberian sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah?
    Beberapa implikasi negatif terhadap pembangunan dari stelsel negatif yang bapak utarakan, saya lebih tertarik pada "terjadinya potensi konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan pemerintah (dalam hal ini BPN)”
    Kenapa demikian, karena hingga pada saat ini saya menilai bahwa sumber utama konflik pertanahan berawal dari adanya kebebasan waktu dari pihak yang juga mengaku berhak atas hak atas tanah yang telah dituangkan kedalam sertifikat oleh BPN, untuk melakukan gugatan. Selain belum menjaminnya kepastian hukum terhadap masyarakat pemegang hak atas tanah. Kita sebagai aparat pertanahan yang notabennya ikut terlibat dalam proses penerbitan kepastian bukti hak atas tanah (berupa sertipikat), sangat rentan untuk digugat oleh pihak lain yang juga berhak atas tanah. Nantinya bukan tidak mungkin, kita akan berurusan di ranah perdata maupun pidana. Tidak sedikit dari kita sebagai aparat pertanahan yang terjerat kasus hukum, karena berawal dari gugatan tersebut. Saya tidak tahu apakah karena kelalaian, ketidaktahuan dan kesengajaan para aparat pertanahan atau bukan, yang jelas menurut saya dengan berlakunya sistem pendafatran tanah sekarang ini. Baik pemegang sah hak atas tanah ataupun aparat pertanahan sangat rentan untuk berurusan dimata hukum. Jadi menurut saya, tampak-tampaknya isu peralihan sistem pendaftaran tanah itu, bukan tidak mungkin salah satu tujuannya juga untuk melindungi aparat pertanahan?????
    Memang saya akui, bahwa peralihan sistem pendaftaran tanah itu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan (mengutip pendapatnya saudara Naufi A Faisa). Masih banyak implikasi negatif yang timbul seperti pendapat bapak diatas. Berkaitan dengan moral para pejabat dan aparat pertanahan itu kita kembalikan pada insannya masing-masing, apakah berkarakter baik atau buruk? Andai saja semua aparat pertanahan itu lulusan STPN yang "boarding school", insyaallah mempunyai “KARAKTER yang baik”...hehehe...

    SALAM PERUBAHAN....!!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  21. Nama : DYAH KURNIAWATI
    NIM. : 10192477

    Kalo ditanya perlu atau tidaknya, tergantung dari sisi mana kita memandangnya.
    Bagi pemegang sertipikat tentunya berpikir perlu, namun apa sudah siap pemerintah kita untuk merubahnya?? bagaimana dgn anggaran Negara yang ditujukan untuk kompensasi atau ganti rugi jika ada kesalahan penerbitan sertipikat adalah bukan pihak yg berhak? karena konsekuensi dari sistem pendaftaran tanah positif jika terjadi kesalahan pendaftaran pemerintah memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada pihak yg sebenarnya berhak.
    Mungkin juga ada yg beranggapan tidak perlu karna dalam sistem positif tidak adanya jaminan hukum yang diberikan kepada pihak yang sebenarnya lebih berhak, karena pemegang sertipikat bukan 100% pemilik tanah yg sebenarnya berhak hal ini pada kasus pemalsuan dokumen.

    kalo saya pribadi menganggap perubahan sistem pendaftaran tanah itu tidak perlu.

    Sebelum memvonis perlu tidak perlunya kita perlu melihat kelebihan dan kelemahan dari kedua sistem pendaftaran tanah ini. Berikut kelebihan dan kelemahan sistem pendaftaran tanah yang saya kutip dari blognya Bapak Dr. Boedi Djatmiko HA, SH, Mhum Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekalongan (http://sertifikattanah.blogspot.com) yang berjudul “Sistem Pendaftaran Tanah”.
    Kelebihan sistem Pendaftaran Negatif :
    1. Karakter yang spesifik adalah adanya " akte " sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan peralihan hak.
    2. Adanya jaminan hukum yang diberikan kepada pihak yang sebenarnya lebih berhak
    Kekurangan sistem Pendaftaran Negatif :
    1. Tidak adanya kepastian hukum dan hak bagi pemegang kepemilikan hak atas tanah.
    2. Terhadap akte yang didaftarkan tidak dilakukan pengujian kebenarannya sehingga posisi hukumnya menjadi lemah.
    3. Bahwa akte yang didaftarkan hanyalah referensi waktu bidang tanah didaftarkan
    Kelebihan sistem Pendaftaran Positif :
    1. Karakter spesifik dari sistem pendaftarannya adalah adanya " sertifikat hak atas tanah" yang diterbitkan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak atas tanah.
    2. Hak kepemilikan atas tanah tercipta atau lahir setelah dilakukan pendaftaran haknya.
    3. Negara memberikan Jaminan penuh bagi pemegang hak atas tanah yang terdaftar terhadap tuntutan pihak manapun ( indefeasible)
    4. Adanya jaminan konpensasi apabila terdapat kesalahan/ kekeliruan prosedur.
    Kekurangan sistem Pendaftaran Positif :
    1. Membutuhkan waktu yang lama dalam rangka penerbitan hak atas tanahnya. ( inventarisasi, penelitian, dan pengumuman ).
    2. Merugikan pihak-pihak atau pemilik yang yang sebenarnya berhak atas tanah tersebut.
    3. Persoalan sengketanya menjadi persoalan administrasi.
    Kalo dilihat dari kelebihan dan kelemahan masing-masing sistem pendaftaran tanah tersebut dapat di katakan sebenarnya sistem pendaftaran tanah kita mengarah ke positif tapi minus kompensasi (menurut Bapak Dr. Boedi Djatmiko HA, SH, Mhum).
    Bersambung …….

    BalasHapus
  22. Nama : DYAH KURNIAWATI

    Sambungan:
    Kita tahu bersama di Negara kita menganut gabungan dari kedua sistem pendaftaran tersebut. Walau mungkin sistem Negatif bertendensi positif yang kita anut dikatakan setengah-setengah karena negatif bukan, positif juga bukan, namun hal itu saya rasa sudah pas.
    Seandainya kita merubah sistem pendaftaran jadi sistem pendaftaran positif (murni 100%) maka menurut saya kemungkinan buruk yang bisa terjadi yaitu :
    1. Negara perlu menambah anggaran dalam APBNnya khusus untuk pemberian kompensasi atau ganti rugi kepada pemilik tanah yang berhak apabila terjadi kesalahan dalam pendaftaran hak. Kenyataan sekarang adalah sudah banyak sertipikat yang akhirnya kalah di pengadilan, nah berapa banyak anggaran yang akan dan harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk in jika kita beralih ke sistem positif?? bukankah lebih baik anggaran ditujukan untuk pembangunan lain saja?
    2. Dalam penerbitan sertipikat dgn sistem positif memerlukan waktu yang lebih lama lagi karena dilakukan pengujian kebenaran alas hak ( palsu atau tidak). Saat ini pendaftaran tanah kita didasarkan itikad baik dari pihak yang ingin mendaftar, tidak dilakukan pengujian alas hak, dan ini pun prosesnya sudah lama menurut masyarakat, apalagi bila dilakukan pengujian kebenaran alas hak?? akan dibutuhkan wajtu yg lama. kan kita akan terkesan berbelit-belit karena lama.
    3. Sistem pendaftran positif merugikan pemilik yang sebenarnya berhak atas tanah tersebut. Karena walaupun menang di pengadilan dia tidak bisa memperoleh hak tanahnya, hanya mendapat kompensasi atau ganti rugi. Disini dapat kita lihat selain Negara rugi karena harus menganggarkan biaya ganti rugi atau kompensasi, pemilik yang berhak juga dirugikan. Nah.. ini menguntungkan pihak yang dengan sengaja mendaftarkan tanah yg bukan miliknya namun berhasil mengelabuhi kantor pertanahan sbg instansi yang mencatat pendaftaran tanah.
    Kenyataan dilapangan adalah yang beritikad baik mendaftarkan sertipikat kadang tidak semua beritikad baik, tapi beritikad jahat mendaftarkan tanah yang bukan miliknya. ini mungkin sulit karena kantah tidak menguji keaslian dokumen. Kantah tidak tahu tanda tangan tersebut asli atau palsu,
    Jadi sistem pendaftaran negatif bertendensi positif saya rasa sudah pas karena jika dikemudian hari sertipikat digugat dan kalah di pengadilan karena memang pemegang sertipikat bukan orang yang berhak, Negara dan pemilik asli yang berhak tidak dirugikan.
    Jadi disini mungkin lebih condong bahwa sistem pendaftaran yang ada sudah pas, hanya mungkin perlu diperbaiki sedikit prosesnya ke arah yang lebih baik. Misalnya saja ada hal baru yang saya temukan ketika field study di Kantah Kota Surabaya II bahwa untuk pendaftaran tanah pertama kali, proses pengumuman/publikasi subyek dan obyek bidang tanah dilakukan atau ditempel di atas bidang tanah yang akan didaftar tersebut. Ini perlu sekali dicontoh. Selama ini yang dilakukan di hampir semua kantor pertanahan sesuai aturan adalah pengumuman selama 60 hari dilakukan/ditempel di kantor kelurahan/desa setempat. Kita sama-sama tahu bahwa tidak setiap hari orang berkunjung ke kantor kelurahan bahkan dalam waktu 60 hari pun bisa jadi orang tidak ke kantor kelurahan sama sekali, termasuk saya sendiripun sudah 3 tahun lebih tidak pernah ke kantor kelurahan.hehehe….
    Jadi saya rasa tidak efektif menempel pengumuman di Kantor Kelurahan. Akan lebih efektif kalau pengumuman ditempel langsung di lokasi bidang tanah yang akan didaftar. Dengan begitu orang-orang yang lewat di lokasi itu setidaknya membaca dan tahu bahwa tanah itu sudah diukur dan akan didaftarkan setelah masa pengumuman berakhir, jadi pihak yang berkepentingan lebih cepat tau dan bisa segera mengajukan keberatannya di kantor pertanahan. Hal ini setidaknya meminimalisir terjadinya sengketa atau kesalahan penerbitan sertipikat dikemudian hari.
    Jadi intinya menurut pendapat saya tidak perlu merubah sistem pendaftaran tanahnya menjadi 100% sistem pendaftaran positif, tetapi rubahlah hal lain yang bisa mengarah ke yang lebih baik misalnya prosesnya pendaftarannya bukan sistemnya. ^_^

    BalasHapus
  23. Siti Mukaromah/NIM 10192503

    Saya sependapat dengan teman-teman yang masih mempertahankan sistem pendaftara tanah kita yang sekarang yaitu sistem negatif bertendensi positif. Seperti apa yang dikatakan oleh mbak dyah bahwa kita perlu melihat kelebihan dan kelemahan dari kedua sistem pendaftaran tanah tersebut, Pendiri negara kita sudah dengan pemikiran yang matang dan melaui proses yang panjang dalam memutuskan sistem pendaftaran tanah yang kita anut sekarang. Bagaimana kita sebagai pelaksanaanya untuk mewujudkan pendaftaran tanah di Indonesia agar dapat menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum. Pendaftaran tanah dapat dikatakan menjamin kepastian hukum jika memenuhi 3 syarat yaitu : peta-peta kadaster menpunyai kekuatan bukti, daftar-daftar umum mempunyai kekuatan bukti, serta setiap hak atas tanah dan peralihan hak didaftar. Bila syarat-syarat tersebut terpenuhi dengan baik maka akan bisa memperkecil kemungkinan terjadinya tindaka-tindakan yang menguntungkan segelintir orang.
    Dengan kepastian hukum tersebut dapat memberikan perlindungan kepada orang yang tercantum namanya dalam sertipikat terhadap gangguan pihak lain serta menghindari sengketa dengan pihak lain. Jaminan kepastian hukum tidak hanya ditujukan kepada orang yang tercantum namanya dalam sertipikat dalam menciptakan tertib administrasi pertanahan yang meletakkan kewajiban kepada pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh indonesia.Tidak sedikit sertipikat yang cacat hukum yang berupa pemalsuan sertipikat dan sertipikat ganda, yang disebabkan oleh tidak terlaksanannya UUPA dan peraturan pelaksanaannya secara konsekwen dan bertanggung jawab, disamping adanya orang yang berusaha untuk memperoleh keuntungan pribadi, dengan nilai tanah yang semakin tinggi tidak mengherankan apabila begitu banyak sengketa sertipikat yang diperkarakan di pengadilan. Dari hal-hal tersebut maka kita perlu pa yang salah apakah dari pelaksanaan pendaftaran tanah, dari masyarakat atau dari pihak-pihak lain yang hanya ingin mengambil keuntungan saja???
    Karena pada saat ini pemerintah lagi gencar-gencarnya dalam memberantas KKN dengan banyaknya kasus yang telah di ungkap oleh KPK hal ini sebagai indikator bahwa di negara kita masih banyak yang melakukan KKN, Oleh sebab itu bila kita ingin pendaftaran tanah kita dapat memberikan kepastian hukum yang maksimal, kita sebenernya harus mempersiapkan semua instansi yang terkait untuk melaksanakan reformasi birokrasi agar dari aparat pemerintahan pelayan publik bersih dari KKN, agar semua instansi pelayanan publik dapat berperan sesuai dengan tugasnya dan sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut saya dengan sistem pendaftaran tanah yang kita anut sekarang sudah baik dan dapat memberikan kepastian hukum, sepanjang semua sistemnya pelaksaan pendaftaran tanahnya baik dan adanya upanya mencegah dari iktikad buruk. Maka sebagai PR kita bersama untuk memperbaikinya. makasih

    BalasHapus
  24. FADHILAH/10192479
    Saya setuju dengan teman teman yang tetap pada sistem pendaftaran negatif bertendensi positif, karena menurut pendapat saya inilah yang paling sesuai dengan kepribadian bangsa, karena semuanya sistem pendaftaran punya kelebihan dan kekurangan masing- masing seperti yang sudah dijabarkan oleh semua teman- teman sebelumnya, acuannya mengapa menggunakan pendaftaran negatif bertendensi positif. Sistem pendaftaran dengan stelsel publisitas positif, karena bisa dibuktikan dengan adanya ciri atau karakter khas dari sistem pendaftaran tanah tersebut yaitu adanya sertipikat sebagai alat bukti hak kepemilikan atas tanah, dengan seluruh urutan prosedur dan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pada sistem pendaftaran tanah lebih dominan model stelsel publisitas positif. Namun mengapa negative karena karakter stelsel publisitas negatif terlihat pada yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI), yang secara tegas menyatakan bahwa pendaftaran tanah kita menganut model stelsel publisitas negatif. Salah satu yurisprudensi tersebut dapat dibaca dalam Putusan MARI No. Reg. 459 K / Sip / 1975, tanggal 18 September 1975, menyatakan bahwa Mengingat stelsel negatif tentang register / pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang didalam register bukanlah berarti absolute menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain (seperti halnya dalam perkara ini).
    Lebih dipertegas lagi dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 menganut stelsel publisitas negatif (berunsur positif) hal tersebut dikarenakan terdapatnya unsur-unsur positif dalam sistem pendaftaran HAT yang dianut dalam PP 24/1997, Sedangkan ketidak-murnian dari stelsel publisitas negatif tersebut adalah tidak adanya jaminan kepastian hukum terhadap HAT. Terbukanya pihak ketiga untuk melakukan gugatan terhadap kepemilikan HAT tidak dibatasi atas waktu, sehingga setiap saat kepemilikan HAT seseorang (hak individu atau hak bersama), instansi atau badan hukum dapat dengan mudah untuk digugat dan dibatalkan sekalipun kepemilikan tersebut sudah dimiliki bertahun-tahun lamanya tidak menjamin kepastian haknya.

    BalasHapus
  25. Lanjutan……..fadhilah/10192479
    Melihat dari keterangan diatas sebenarnya kita tinggal menjalankan dengan baik saja sistem pendaftaran yang ada, dengan memperbaiki basis data yang ada agar dapat mendukung dalam prosedur dan mekanisme yang ada agar berjalan lebih baik. Kita pun telah menggunakan pelaksana pendaftaran tanah dengan mengadakan pengujian kebenaran data yang seksama sebelum membuat buku tanah serta melakukan pengukuran dan pembuatan peta dengan kecermatan yang tinggi dan hasil yang akurasi, dengan mensyaratkan asas kontradictur delimitasi. Semuanya ini untuk menghindari adanya sengketa atau konflik pertanahan yang terjadi, namun disisi lain kita pun tidak serra merta mendewakan nama yang tertulis di dalam buku tanah tersebut. Karena bisa jadi ada yang lebih berhak atas tanah yang sama walaupun bukti yang dipunyai tidak lebih lengkap dari yang tercantum dalam buku tanah. Atau bisa saja orang yang berkuasa membuat surat kepemilikan yang baru karena melihat kenyataan bahwa tanah tersebut tidak dikuasai secara fisik, padahal itu bisa jadi milik adat yang tidak ada surat- surat bukti tertulis atau kepunyaan orang lain yang mungkin pada saat itu tidak berada ditempat. masyarakat rentan inilah yang harus kita lindungi, untuk itu kita tetap menggunakan itikad baik memberikan kesempatan pihak- pihak lain yang bisa membuktikan. Karena kita tahu masalah tanah ini merupakan masalah yang sangat komplek. Daripada harus memusingkan merubah sistem pendaftaran yang sudah lama kita anut. Lebih baik kita memperbaiki cara penelitian riwayat tanah yang lebih teliti, pengukuran kita yang tetap berpegang teguh pada asas kontradictur delimitasi, pembuatan peta tunggal untuk mendukung GEO KKP, dan mengukur kembali bidang- bidang tanah yang melayang. Masih banyakk pekerjaan didalam yang harus kita perbaiki daripada harus merubah sistem pendaftaran tanah. Perubahan itu pasti ada dengan melakukan perubahan didalam tata cara pelaksanaan pengukuran dan pemetaan saja sudah menjadi suatu perubahan, dan perubahan itu harus bertahap dan tetap menyesuaikan dengan latar belakang bangsa, tidak bisa secara langsung. Perlu kita pikirkan perbaikan demi tercapainya perubahan, itu yang seharusnya menjadi tugas besar kita, sistem akan dengan mudah diubah jika semuanya sudah siap untuk dirubah.
    Jadi tetap pada sistem yang ada dengan memperbaiki semua kekuranggan dan terus dilakukan perbaikan demi pencapaian ke arah yang lebih baik dengan tetap memprioritaskan masyarakat rentan bukan orang yang mempunyai kepentingan tertentu. makassssihhh

    BalasHapus
  26. YUDI WAHYU MIHARMAN / NIM. 10192551

    PERLU digeser ke arah Sistem Positif
    Di atas sudah dijelaskan dengan baik oleh rekan-rekan yang setuju untuk dirubah/digeser.
    Tujuan pendaftaran tanah yang belum tercapai saat ini adalah memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah. Terkait dengan kepastian tersebut sudah jelas di dalam Pasal 32 Ayat (2) PP 24 Tahun 1997, bahwa setelah 5 (lima) tahun berlakunya suatu sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah tidak dapat digugat, namun kenyataannya sudah 16 (enam belas) tahun peraturan tersebut diberlakukan sampai dengan hingga saat ini peraturan tersebut belum efektif berlaku bahkan cenderung diabaikan. Banyak orang atau badan (baik Pemerintah atau Badan Hukum Lainnya) yang mempunyai hak atas tanah dan telah terbit sertipikat lebih dari 5 (lima) tahun diajukan gugatan oleh seseorang melalui Pengadilan. Atas gugatan tersebut sering kali pihak yang mengajukan gugatan dan tidak mempunyai sertipikat dimenangkan dan bahkan dikuatkan sampai putusan Peninjuan Kembali sehingga putusan itu menjadi berkekuatan hukum tetap.

    Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka saya berpendapat agar ada suatu ketetapan yang menegaskan kembali bahwa aturan sebagaimana di sebutkan dalam PP 24 Tahun 1997 Pasal 32 Ayat (2) diberlakukan secara mutlak. Atau adanya suatu undang-undang atau keputusan yang mengatur dari Sistem Negatif menjadi Sistem Positif, artinya sertipikat hak atas tanah menjadi bukti yang mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat, hal ini bertujuan agar adanya kepastian hukum yang lebih jelas. Mengenai kelemahan dari Sistem Positif seperti adanya potensi pemalsuan surat-surat dan ganti rugi oleh Pemerintah, kiranya perlu ditambahkan sanksi pidana dan ketentuan ganti rugi dalam suatu undang-undang atau peraturan tentang Sistem Pendaftaran Tanah Positif yang baru.

    BalasHapus
  27. R. Bagus Sukma Enton Hadiyanto/ 10192496
    Saya pribadi sependapat dengan rekan-rekan yang mendukung bahwa Indonesia untuk sekarang menganut sistem “negatif bertendensi positif” , karena melihat kesiapan dari pemerintah, instansi, dan tingkat lainnya sampai dengan pelaksananya dirasa masih sangat...sangat..belum siap untuk perubahan paradigma tersebut. Tujuan untuk perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi positif, tentunya yang diharapkan menjadi sistem pendaftaran tanah yang lebih baik dari sebelumnya dan sertipikat dapat menjadi alat bukti “mutlak” yang benar-benar menjamin kepastian hukum karena pemilik yang tercantum disertipikat dilindungi oleh negara, serta harapan lain adalah agar sengketa tanah yang ada secara signifikan akan berkurang bahkan hilang. Tetapi apakah pemerintah dan semua elemen di negara ini telah siap??? Karena merubah sistem tersebut tidak akan mudah seperti “membalikkan telapak tangan”, perlu persiapan dan perencanaan yang benar-benar matang dan perlu dilakukan adanya percontohan disuatu daerah tertentu terlebih dahulu, terutama didaerah tertinggal dan yang berada di ujung-ujung Indonesia. Serta dilakukan pengkajian secara terus-menerus untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan jika sistem tersebut diterapkan. Mungkin sistem negatif yang ada di Australia sangat bagus, tetapi belum tentu jika sistem tersebut langsung atau hanya meniru untuk diterapkan di Indonesia akan menjadi sama bagusnya dengan yang terjadi Australia. Karena filosofi dan budaya yang ada di Indonesia tentunya sangat berbeda, jika langsung diterapkan secara paksa kemungkinan yang terjadi adalah semakin banyaknya konflik-konflik pertanahan yang terjadi, dan negara menjadi rugi. Tentunya tidak menutup kemungkinan juga, jika menganut sistem positif pemilik tanah yang terdaftar adalah pemilik yang tidak berhak atas tanah tersebut, ataupun sebaliknya.

    BalasHapus
  28. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  29. Aprilia Putranti/10192515
    Menurut saya perlu.
    Negara harus lebih tegas dalam menentukan arah sistem pendaftarah tanahnya. Jika Negara memilih sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif, seolah-olah Negara hanya mencari amannya saja. Saudara Agus Sudarmadi telah menjelaskan mengenai keuntungan sistem pendaftaran tanah positif sebelumnya, diantaranya adalah meniadakan (hampir tidak mungkin) terjadi pemalsuan. Hal ini berarti Pemerintah memaksa aparat pertanahan untuk bekerja lebih teliti dan seoptimal mungkin agar produk yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan kepastian hukumnya, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Namun sebelum melaksanakan sistem pendaftaran tanah positif, Pemerintah harus benar-benar berkomitmen untuk membenahi administrasi pertanahan dan sistem basis data yang ada terlebih dahulu, misalnya dengan pembentukan peta tunggal di tiap-tiap desa/kelurahan. terima kasih.

    BalasHapus
  30. Galuh Dwi Ratnawati/10192522
    Menurut saya TIDAK PERLU..
    Saya sependapat dengan pendapat dari teman-teman yang masih mempertahankan sistem pendaftaran tanah stelsel negatif bertendensi positif…menurut saya dibandingkan mempeributkan sistem pendaftaran tanah yang digunakan di Indonesia, alangkah lebih bijak jika kita membenahi sistem pendaftaran tanah yang telah ada. Caranya yaitu dengan :
    1. Membenahi birokrasi. Cara membenahi birokrasi dengan cara melakukan reformasi birokrasi yaitu meninggalan birokrasi tradisional dan melaksanakan birokrasi modern, serta dalam melakukan rekrutmen sumber daya manusia harus melalui fit and propper test, bukan karena unsur kekerabatan atau dengan mengangkat staf atau pemimpin karena alasan kolusi dan nepotisme.
    2. Perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Badan Pertanahan Nasional (BPN) dituntut memberikan pelayanan yang sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka agar masyarakat dapat dengan mudah mendaftarkan hak milik atas tanahnya.
    3. Peningkatan mutu/kualitas SDM dari para pegawai BPN, yaitu dengan memberikan pelatihan
    4. Perbaikan sistem informasi pertanahan yang ada, sehingga informasi yang ada di BPN merupakan informasi yang termutakhir/ terupdate..
    Pendaftaran tanah merupakan kegiatan penting dan pokok dalam pengelolaan pengaturan pertanahan di Indonesia. Dari sisi hukum, kegiatan pendaftaran tanah dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum. Mengutip dari pendapat dari A.P Palindungan sebagai ahli hukum agraria Indonesia. Beliau berpendapat bahwa sistem pendaftaran tanah yang terbaik bagi Indonesia adalah asas negatif. Hal ini didasarkan pada sejarah pendaftaran hak-hak atas tanah setiap orang tidak jelas dan tidak ada arsipnya yang sentral dan terjamin, dan tersimpan dengan baik. Kebanyakan hanya berupa surat-surat segel yang telah ditanda tangani oleh Kepala Desa dan saksi-saksi dan sebagainya. Jika sistem pendaftaran tanah di Indonesia diganti dengan pendaftaran tanah stelsel positif maka maka pihak yang sebenarnya berhak tidak lagi diberi kesempatan mengajukan gugatan pembatalan pendaftarannya ke pengadilan dan hanya mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian kepada negara, jika terbukti kesalahan pendaftaran diakibatkan karena kelalaian dari pejabat pendaftaran tanah. Untuk itulah oleh negara disediakan dana khusus. Pertanyaannya sekarang apakah pemerintah siap untuk menyediakan dana khusus untuk memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah sebenarnya….
    Dapat disimpulkan bahwa yang diperlukan pada sekarang ini adalah sistem pendaftaran tanah yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemilik tanah yang sebenar-benarnya yaitu Pendaftaran menghasilkan alat pembuktian yang “kuat” (Pasal 19 ayat 2 (c), Pasal 23, pasal 32, Pasal 38 UU No.5/1960). “kuat” menurut pasal 32 PP No. 24 tahun 1997 yaitu dalam arti selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan. Pihak yang menyangkal kebenarannya itulah yang wajib membuktikannya.
    Lebih baik memperbaiki proses pendaftaran tanahnya dibandingkan mempeributkan sistem pendaftaran tanah yang digunakan. Yang terpenting adalah dengan adanya pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum dan memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat….terimakasih…

    BalasHapus
  31. Nama : Muhamad Irfan Yudistira
    NIM : 10192487
    Saya sependapat dengan teman-teman yang tidak setuju mengenai perubahan sistem pendaftaran tanah di Indonesia, menurut saya sistem pendaftaran tanah yang sudah ada sekarang ini telah berjalan cukup baik, walaupun masih banyak juga kekurangannya, yang harus kita lakukan adalah memperbaiki semua kekurangan tersebut dan terus melakukan perbaikan demi pencapaian ke arah yang lebih baik, beberapa yang dapat kita lakukan adalah :
    1. Memperbaiki basis data yang ada agar tercipta proses pendaftaran tanah yang tertib dan teratur sehingga dapat berjalan lebih baik.
    2. Memperbaiki cara penelitian riwayat tanah yang lebih teliti,
    3. Pembuatan peta tunggal untuk mendukung GEO KKP yang bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pertanahan dan meningkatkan kualitas informasi pertanahan
    4. Mengukur kembali bidang- bidang tanah yang melayang, agar semua bidang-bidang tanah tidak ada yang saling tumpang tindih.

    saya rasa keempat langkah diatas juga merupakan sebuah perubahan apabila dapat dilakukan dengan baik , menurut hemat saya, tidak perlu dilakukan perubahan sistem, tetapi lebih baik mengoptimalkan sistem yang sudah ada, terimakasih

    BalasHapus
  32. Nama : Fajar Kemal G
    Nim : 10192480/Perpetaan

    Sistem pendaftaran tanah di indonesia tidak perlu dirubah.......
    Menurut pendapat saya, setiap sistem pendaftaran memiliki kekurangan dan kelebihan seperti yang telah diutarakan temen-temen. dalam hal ini BPN sendiri akan kesulitan apabila menerapkan secara mutlak yaitu dengan menggunakan sistem pendaftaran positif, karena banyak beban yang harus di tanggung oleh pemerintah/negara. Apabila ada terdapat kekeliruan, untuk itu penelitian dilakukan secara cermat sehingga mengakibatkan proses pendaftaran menjadi lama. Akibat dari resiko tersebut negara akan mengenakan biaya yang mahal pada saat pendaftaran untuk menyediakan dana khusus jika menghadapi tuntutan ganti rugi jika terjadi kesalahan pada pihak pejabat dalam melaksanakan pendaftaran. Dalam UUPA sendiri telah mengambil ciri-ciri pada kedua stelsel tersebut. Hal ini dapat dilihat dari stelsel negatif dengan memberikan perlindungan, yang di berikan UUPA kepada pemilik yang sebenarnya (pemilik sejati) dan dari stelsel positif dengan campur tangan pemerintah dalam hal ini BPN untuk meneliti kebenaran peralihan itu. Dengan demikian dalam hal ini lebih menjamin usaha-usaha mendapatkan kepastian hukum. Dengan melihat uraian tersebut diatas maka sistem negatif tersebut menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Menurut Boedi Harsono, sesungguhnya pendaftaran tanah di negara kita menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, tetapi bukan maksudnya akan menggunakan apa yang disebut sistem positif. Ketentuan tersebut tidak memerintahkan dipergunakannya sistem positif, karena sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat dan bukan alat bukti yang mutlak. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pihak lain yang merasa memiliki tanah dapat menuntut orang yang namanya tercantum dalam sertipikat dalam waktu lima tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu. Jadi pendaftaran hak yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidaklah mutlak, karena orang yang terdaftar dalam buku tanah tidak mengakibatkan orang yang sebenarnya berhak atas tanah akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih dapat menggugat orang yang berhak. Bahwa sistem yang dipergunakan dalam UUPA bukanlah sistem negatif yang murni melainkan sistem negatif yang bertendensi positif. Pengertian negatif disini adalah bahwa keterangan-keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan. Sistem pendaftaran tanah negatif bertenden positif pada masa sekarang sangat cocok dengan keadaan di negara kita sekalipun memang harus diakui akan perlunya diadakan beberapa penyempurnaan guna disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan. Terimakasih

    BalasHapus
  33. Nama : Mahella
    NIM : 10192531

    Menurut saya, TIDAK PERLU sistem pendaftaran tanah yang sekarang diubah ke sistem pendaftaran tanah positif. Karena memang sistem pendaftaran kita sudah mengarah kesana, tetapi dengan tetap memperhatikan hukum adat sebagai dasar hukum tanah nasional., jadi sistem pendaftaran tanah di Indonesia didasarkan kepada filosofi hukum adat, yang sekarang ini terwujud dalam sistem pendaftaran tanah negatif (berunsur positif). Kalau dikatakan bahwa sistem negatif tidak menjamin kepastian hukum, maka sistem pendaftaran tanah kita menyeimbangkannya dengan karakter positif yang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertipikat sebagai sebagai alat pembuktian yang kuat. Tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum
    Terkait dengan segala implikasi negatif sistem pendaftaran tanah yang sekarang, menurut saya karena pelaksanaannya yang tidak/belum sesuai dengan ketentuan yang ada. Maka yang lebih diperlukan adalah bagaimana memperbaiki dan mengusahakan pelaksanaan pendaftaran tanah yang mampu memberikan kepastian hukum, tidak hanya untuk pemegang hak tetapi juga untuk pemerintah dalam rangka mendukung iklim pembangunan di Indonesia.

    BalasHapus
  34. Fajar Rahmawati/NIM. 10192481

    Saya setuju dengan mr.yopi dkk.... perlu bergeser ke sistem pendaftaran tanah positif... Ibarat orang harus punya prinsip, ke arah mana kita berjalan jangan setengah-tengah...,
    Menuju pergeseran pasti ada resikonya, tetapi kalau belum dicoba gimana tau hasilnya...,
    Dalam sistem pendaftaran positif ini :
    a. daftar-daftar umum mempunyai kekuatan bukti, sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar umum sebagai pemegang hak membuktikan orang tersebut adalah pemegang hak yang sah menurut hukum. Negara memberikan jaminan dana kompensasi apabila ternyata terdapat kesalahan prosedur dalam pendaftarannya yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang mungkin lebih berhak.
    Setuju dengan rosyid buat apa dikeluarkan sertipikat, jika bisa digugat (belum memberikan jaminan kepastian hukum).
    b. pejabat yang diberikan kewenangan melakukan pendaftaran bersifat aktif, walaupun terkesan lama, tetapi penuh ketelitian dalam pemerikasaan riwayat tanah sehingga bisa meminimalisir terjadinya permasalahan di kemudian hari.
    Pendapat :
    - Memilih waktu yang cepat tetapi belum memberikan kepastian hukum atau waktu yang lama tetapi sudah sah menurut hukum.
    - Dengan pendaftaran tanah positif, sengketa tanah bisa berkurang sebab sebelum diterbitkan sertipikat, petugas sudah memeriksa berkas2 pendaftaran penuh ketelitian dan kehati-hatian ( ingat pegawai harus JUJUR), sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan, sehingga APBN tidak akan meledak akibat memberikan kompensasi kesalahan prosedur.

    BalasHapus
  35. Nama : Nurul Chasanah
    NIM : 10192494

    Saya sependapat dengan rekan-rekan yang masih mempertahankan sistem negatife bertendensi positif. Sebagaimana telah dijelaskan oleh rekan-rekan sebelumnya, bahwa setiap sistem pendaftaran tanah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan hal tersebut maka setiap Negara tentu akan memilih sistem pendaftaran tanah mana yang cocok bagi mereka. Begitu juga dengan Indonesia, melalui pemikiran matang para founding father bangsa yang memutuskan untuk memilih sistem pendaftaran tanah negatife bertendensi positif yang ccok untuk diterapkan di Indonesia.
    Sistem pendaftaran tanah negatife bertendensi positif menurut saya sampai saat ini masih cocok ditetapkan di Indonesia mengingat kondisi sosial kemasyarakatan kita dan kondisi birokrasi kita, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.
    Kondisi sosial masyarakat kita pada umumnya masih memiliki tingkat kesadaran hukum yang rendah. Masih banyak dijumpai adanya transaksi atas tanah yang dilakukan dibawah tangan dan hanya diatas kertas bermaterai. Kondisi umum lainnya yaitu masih banyak dijumpai bukti kepemilikan atas tanah hanya berupa surat-surat segel yang ditandatangani oleh Kepala Desa. Kondisi tersebut membuka peluang besar bagi pihak-pihak yang beritikat tidak baik untuk mengambil alih tanah dari pihak yang berhak dengan cara memalsukan data pemilikan tanah. Jika diterapkan sistem pendaftaran tanah positif maka pihak yang berhak atas tanah tidak akan pernah bisa memiliki tanahnya kembali karena sistem pendaftaran tanah positif memberikan jaminan mutlak kepada pemegang hak atas tanah. Meskipun jika terjadi suatu gugatan dan diputuskan bahwa pihak yang berhak atas tanah tersebut sebagai pemenangnya dan akan mendapat ganti rugi dari Negara, namun ada hal lain yang perlu diingat bahwa hubungan manusia dengan tanah tidak hanya terbatas pada hubungan yang bernilai ekonomi namun terdapat hubungan yang bernilai lainnya, seperti nilai history, nilai adat dan nilai sosial lainnya.
    Ditinjau dari kondisi Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai lembaga pemerintah yang diberi wewenang untuk mengurus masalah pertanahan, sampai saat ini masih belum cukup siap jika harus melaksanaan sistem pendaftaran tanah positif. Ketidak siapan BPN terletak pada rendahnya kualitas basis data pertanahan. BPN sampai saat ini belum mempunyai basis data pertanahan yang terpercaya dan up to date. Ketersediaan SDM di lingkungan BPN juga masih sangat kurang. Kantor-kantor pertanahan sebagai ujung tombak BPN masih banyak yang pegawainya kurang memenuhi standart, baik kuantitas maupun kualitas. BPN juga belum mempunyai payung hukum yang kuat untuk pendaftaran tanah, sampai saat ini hanya berupa Peraturan Pemerintah. Kondisi tersebut menurut saya masih cukup berat untuk dapat melaksanakan sistem pendaftaran tanah positif yang akan memberikan jaminan kepastian hukum mutlak bagi pemegang hak atas tanahnya.
    Jika kondisi sosial masyarakat dan kondisi BPN tersebut sudah teratasi, maka dimungkinkan suatu hari nanti sistem pendaftaran tanah positif dapat dilaksanakan di Indonesia. Namun untuk saat ini sistem pendaftaran tanah positif tersebut belum cocok dilaksanakan di Indonesia. Sebaik apapun suatu sistem pendaftaran tanah namun jika pelaksananya dan obyek pelaksana belum siap maka sistem tersebut tidak akan berjalan dengan optimal, namun justru akan memunculkan permasalahan baru. Terimakasih.

    BalasHapus
  36. Lutfi hernadi dityo susilo
    10192482/perpetaan

    Kalau menurut saya, sistem pendaftaran tanah yang ada saat ini di indonesia yaitu negatif bertendensi positif tidak perlu dirubah menjadi sistem pendaftaran tanah positif. Saya setuju dengan pendapat yang dikemukakan saudari Diah Kurniawati yang pada intinya adalah jika diberlakukan sistem pendaftaran tanah positif maka akan lebih banyak menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang berdampak negatif baik bagi rakyat/masyarakat maupun pemerintah. Memang sistem pendaftaran tanah yang ada saat ini di indonesia masih bisa dikatakan berjalan setengah-setengah, akan tetapi dengan catatan yang pertama sebagai modal dasar adalah dilakukan penguatan dalam membangun sistem informasi pertanahan yang akurat. Validasi dan pemutakhiran data / informasi mengenai pertanahan harus selalu dilakukan secara berkala. Selain itu, dilakukan pendidikan dan pembinaan sumber daya manusia BPN yang bermutu dan berkarakter. Hal ini dilakukan tidak lain untuk pelayanan pertanahan yang mempunyai standar dan berkualitas dalam rangka memberi perlindungan hak dan menjamin kepastian hukum. Perlu diketahui, banyak kasus-kasus pertanahan yang disebabkan kesalahan BPN ataupun oknum yang mengatasnamakan BPN yang pada akhirnya dimenangkan oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya/yang tidak berhak karena dianggap mempunyai bukti yang lebih kuat atau bahkan berhasil mengelabui penegak hukum. OLeh karena itu, jika suatu saat kebenaran terkuak dengan dtemukan bukti yang menguatkan secara hukum maka si pemilik sebenarnya/yang berhak akan mendapatkan kembali haknya. Artinya kepemilikan hak atas tanah akan menjadi mutlak jika memiliki bukti yang sah dan kuat secara hukum, dan jika cacat hukum maka bisa digugat dan dicabut haknya. Jangan salah, tidak semua orang mau dan setuju asetnya seperti tanah beserta hak diatasnya diganti/dinilai dengan uang seperti yang diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah positif. Pada intinya adalah hak setiap orang harus dilindungi oleh negara.

    BalasHapus
  37. OKTONI WISNU DWIJAYA
    NIM : 10192538/P
    kalo bicara mungkin atau tidak mungkin sih tetap saja mungkin karena segalanya didunia ini penuh kemungkinan.
    akan tetapi menurut saya sistem pendaftaran kita tidak perlu diubah kedalam sisitem pendaftaran positif mutlak ato negatif mutlak karena semuanya sistem pendaftaran punya kelebihan dan kekurangan masing- masing seperti yang sudah dijabarkan oleh semua teman- teman sebelumnya.
    mari kita liat dalam pembuktian hukum di negara kita, ada azas yang yang kita anut yaitu Asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”).
    Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu:
    “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
    Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang berbunyi:
    “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
    Salah satu buku yang membahas mengenai asas praduga tak bersalah adalah “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan” yang ditulis M. Yahya Harahap, S.H. Dalam buku tersebut, mengenai penerapan asas praduga tak bersalah, Yahya Harahap menulis sebagai berikut (hal. 34):
    “Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.”
    melihat dari hal tersebut maka kita dapat simpulkan bahwa sistem pendaftaran tanah kita pun tidak bisa seenaknya kita ubah ke positif(maaf teman-teman ya) karena mengapa walaupun ada orang yang beretikad baik menguasai tanah, padahal tanah tersebut telah dipunyai seseorang. kita tidak bisa langsung memutuskannya bahwa yang berhak itu orang yang mendudukinya sedangkan yang punya sebenarnya tidak berhak. nah disini negatif bertendensi positif itu mulai berlaku menjalankan tugasnya.

    BalasHapus
  38. Nama : NURHAFIATI
    NIM : 10192537
    saya sependapat dengan teman teman yang masih mempertahankan sistem pendaftaran negatif bertendensi positif. menurut saya yang terpenting adalah memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemilik yang sebenarnya artinya walaupun sudah terdapat tanda kepemilikan HAT yang mempunyai kekuatan hukum tetap tetapi masih bisa digugat oleh orang lain yang mempunyai alasan hukum yang kuat artinya dengan kata lain memberikan jaminan kepada pemilik sebenarnya bahwa iya adalah yang berhak atas suatu bidang tanah
    seperti dikemukakan oleh mbak diah, untuk mengatakan perlu tidaknya suatu sistem pendaftaran tanah dirubah harus melihat sisi positif dan negatifnya. salah satu kelebihan sistem pendaftaran tanah positif adalah negara memberikan jaminan penuh bagi pemegang HAT yang terdaftar terhadap tuntutan hukum manapun. akan tetapi menurut saya untuk menuju kesana masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam bidang pertanahan seperti sistem birokrasi, perbaikan sistem informasi pendaftaran tanah, penyediaan data pendaftaran tanah yang akurat dan mutakhir serta peningkatan kualitas SDM. bila hal ini telah bisa dilaksanakan semaksimal mungkin baru dipikirkan apakah sistem pendaftaran tanah kita perlu dirubah atau tidak.
    terimakasihhhh,,,,

    BalasHapus
  39. Menarik sekali diskusi ini, banyak pembelajaran dan pencerahan yang bisa kita ambil....masih ada waktu, silahkan kawan2 yg lain menyusul

    BalasHapus
  40. Mahendra TH / 10192532

    Saya sih setuju penerapan sistim yang sekarang saja..saya kira kita belum siap dengan pergantian sistim dari negatif ke total positif. perangkat dan kelembagaan dari negara kita juga belum siap. lalu rimbul pertanyaanya kalau tidak dimulai lalu kapan lagi..?? ya untuk apa memaksakan sesuatu jika memang belum siap. jika kita dengan segera membalik sistim negatif menjadi positif maka kan terjadi shock baik dari segi masyarakatnya maupun negaranya
    1. dari segi masyarakatnya : bagi pemilik sebenarnya akan tidak bisa lagi mendapatkan hak seseungguhnya, kan nanti di ganti sama negara ?? tunggu dulu...sudah taukan persoalan hanti rugi seperti apa, sangat rumit dan penuh dengan konflik. hal ini akan menjadi konflik segitiga antara pemilik sebenarnya, pemilik tanah yang sekarang dengan negara.
    2. dari segi negaranya : dari segi APBN kita belum siap. banyak sekali kasus tanah membuat pertimbangan keuangan negara menjadi penting. selain itu kelambagaan BPN mengenai data pertanahan serta produk yang dihasilkan juga jauh untuk membuat produk pertanahan yang benar-benar valid. saya heran kenapa sendi-sendi penting seperti pembuatan peta tunggal yang memiliki akurasi dan validitas tidak menjadi prioritas. padahal pemetaan yang baik dan tidak ada tumpang tindih batas adalah modal awal menata pertanahan ? ini membuktikan dari segi kelembagaan BPN juga belum siap. lagi pula BPN masih belum menjadi kementrian yang secara nyata seringkali gagal dipandang di antara instansi kementrian lain dan secara hukum juga belum sekuat kementrian.

    jadi kesimpulannya pertahankan saja sistim yang sekarang sambil diperbaiki perangkat yang ada. CMIIW

    BalasHapus
  41. Mila Imam Ermawanto

    Mohon ijin berkomentar pak…
    Untuk saat ini Indonesia belum siap jika sistem pendaftaran tanahnya diubah kearah positif murni. Seperti yang telah disinggung oleh rekan adolf dimana sebagian besar peralihan terutama jual beli yang dilakukan masyarakat Indonesia hanya berdasarkan asas kepercayaan, tanpa ada bukti hitam diatas putih..disatu sisi sistem positif menuntut semua bukti dalam bentuk tertulis. Bagaimana mungkin kita bisa memaksakan kepada seluruh rakyat Indonesia harus menggunakan bukti tertulis jika terjadi peralihan misal jual beli. Karena kebiasaan jual beli lisan agaknya susah ditinggalkan terutama pada daerah pedesaaan. Hukum itu kan dibuat berdasarkan kebiasaan yang ada pada masyarakat. (kalo gk salah). Intinya saat ini yang paling cocok di terapkan di Indonesia menurut hemat saya adalah sistem pendaftaran tanah negative cenderung positif. Karena sistem ini mengakomodir masyarakat yang beretikad baik mensertipikatkan tanahnya dan disatu sisi masih memberikan perlindungan kepada pemegang hak yang sebenarnya dari kejahatan yang tidak dikehendakinya.

    BalasHapus
  42. Risma Yuliana
    NIM: 10192500
    Menurut saya sistem pendaftaran tanah di Indonesia tidak perlu dirubah. Tetap stelsel negatif bertendensi positif. Indonesia tidak perlu memilih salah satu dari dua pilihan stelsel tersebut (stelsel positif atau stelsel negatif) apabila Indonesia merasa keduanya tidak cocok dengan bangsa Indonesia dan lebih baik memiliki pendaftaran tanah yang berbeda dari keduanya. Bisa saja Indonesia membuat sistem sendiri yang memang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Seperti ketika dulu ada gerakan non-blok dimana Indonesia tidak memilih salah satu gerakan non-blok dan justru memilih gerakan non-blok ( wah malah ngelantur..hehe..).
    Seperti itu pula pendaftaran tanah yang ada di Indonesia, walaupun mungkin dirasa ambigu, tidak jelas sistem mana yang mau diambil, tapi pemerintah Indonesia lebih memilih sistem pendaftaran tanah stelsel negative bertendensi positif. Sistem ini dilakukan untuk melindungi pemilik asli yang berhak atas suatu bidang tanah. Ini menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia yang merasa perlu melindungi orang yang benar, bangsa Indonesia yang memiliki jiwa kemanusiaan. Hukum bisa dilawan jika itu untuk suatu kebenaran, karena pada dasarnya hukum bertujuan untuk menegakkan kebenaran, membela yang benar dan menghukum yang salah serta melindungi hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu menurut saya mungkin para pendahulu, para pemikir yang membuat peraturan telah memikirkan hal tersebut, mereka membuat aturan dengan memasukkan unsur-unsur kemanusiaan, berusaha untuk melindungi orang yang memang seharusnya berhak atas suatu bidang tanah. Oleh karena itu, saya berpendapat agar sistem yang ada di Indonesia tidak usah dirubah, agar orang yang benar-benar berhak atas suatu bidang tanah tetap dapat memperjuangkan haknya. Karena tanah bagi bangsa Indonesia tidak hanya berupa tanah seluas panjang kali lebar saja tetapi masyarakat kadang juga memiki ikatan batin terhadap tanah yang mereka miliki. Ikatan ini bahkan mungkin tidak bisa diganti dengan uang, sehingga bisa muncul istilah “hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negeri orang”(CMIIW), oleh karena itu masyarakat harus diberi kesempatan untuk mendapatkan hak mereka atas suatu bidang tanah yang mereka miliki.

    BalasHapus
  43. Lasono
    NIM. 10192528

    Menurut saya Indonesia belum perlu melakukan pergeseran pendaftaran tanah ke sistem pendaftaran positif. Saya setuju dengan pendapat Mahendra TH bahwa jika belum siap maka jangan dipaksakan untuk bergeser ke sistem pendaftaran positif. Menurut saya jika Indonesia memakai sistem pendaftaran positif akan banyak mengalami kendala selain dari segi keuangan untuk ganti rugi kepada pemilik yang sebenarnya jika ternyata pemegang sertifikat bukan pemilik yang sebenarnya. Selain hambatan tersebut jika dilakukan pergeseran akan terhambat pula dengan masih banyaknya sengketa kepemilikan tanah di Indonesia. Dan dalam sengketa tersebut sangatlah sulit untuk membuktikan siapa pemilik tanah yang sebenarnya mengingat alat bukti kepemilikan tanah di Indonesia belum semuanya tertulis dan masih banyak alat bukti kepemilikan yang berupa kesaksian. Kondisi ini akan menyulitkan pembuktian pemilik yang sebenarnya jika terjadi sengketa kepemilikan apabila saksi telah tiada atau meninggal dunia semua.

    BalasHapus
  44. Yuli Iswatun/10192511
    Saya sependapat dengan temen-temen yang berpendapat bahwa perlu adanya pergeseran ke pendaftaran tanah positif, karena tujuan dari adanya pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Dalam pendaftaran positif, kepastian hukum bagi pemegang hak bersifat mutlak, artinya nama pemegang hak yang telah terdaftar merupakan pemilik tanah yang tidak dapat diganggu gugat, sehingga kepastian hukumnya benar–benar dijamin oleh negara. Sedangkan dalam pendaftaran negatif, kepastian hukumnya hanya bersifat kuat, tidak mutlak. Artinya bahwa nama yang tercatat dalam sertipikat diakui sebagai pemilik yang kebenarannya, namun jika kelak terbukti sebaliknya maka sertipikat dapat digugat bahkan dapat dilakukan pembatalan sertipikat, hal ini menimbulkan kesan tidak adanya jaminan kepastian hukum.Namun saat ini sepertinya negara belum siap untuk melakukan pergeseran tersebut, mengingat masih banyaknya masalah sengketa tanah yang belum terselesaikan. Jika pendaftaran tanah yang sudah ada dipaksakan bergeser ke pendaftaran tanah positif hal ini akan memberikan beban yang terlalu berat kepada negara sebagai pendaftar. Apabila ada kesalahan dalam pendaftaran, maka negara yang harus menanggung akibat kesalahan itu. untuk itu, penelitian harus dilakukan secara cermat yang akan mengakibatkan lambannya proses pendaftaran. oleh karena semua resiko tersebut, biasanya negara mengenakan biaya yang mahal saat pendaftaran untuk menyediakan dana khusus menghadapi tuntutan ganti rugi jika terjadi kesalahan pada pihak pejabat dalam melakukan pendaftaran.
    Sehingga untuk melakuakan pergeseran ke pendaftaran tanah positif perlu adanya kesiapan dari pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran.

    BalasHapus
  45. Nama: Rr. Endah Retnowati
    NIM: 10192541
    Jurusan: Perpetaan
    Pendapat saya, Indonesia tidak perlu merubah sistem pendaftaran tanah. Tetap dilaksanakan sistem pandaftaran tanah stelsel negatife bertendensi positif.
    Alasannya di Indonesia banyak terdapat tanah bekas milik adat. Tanah bekas milik adat tersebut banyak yang belum terdaftar sehingga terdapat kemungkinan adanya berbagai pihak yang menginginkan hak atas tanah tersebut dengan mendaftarkannya ke kantor pertanahan.
    Pemerintah Indonesia tidak menjamin secara mutlak atas hak yang terdaftar tetapi menjamin pemilik bidang tanah sebenarnya yang dalam hal ini bisa juga belum terdaftar. Dengan cara ini pemilik sebenarnya dapat menggugat terhadap hak yang terdaftar apabila dapat membuktikan kepemilikannya. Bagi pemilik tanah sebenarnya sampai kapanpun akan tetap dilindungi, terdaftarnya seseorang dalam daftar umum tidak menyebabkan ia akan kehilangan haknya. Maka dari itu Indonesia memang tepat menganut stelsel negatife bertendensi positif.
    Tanah bekas milik adat tersebut sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 telah menjadi hak milik walaupun belum dilakukan pendaftaran terhadap bidang tanah tersebut, apabila terjadi peralihan hak atas tanah maka hak telah beralih saat selesainya transaksi. Selanjutnya bila dilaksanakan pendaftaran bidang tanah tersebut, yang didaftar haknya (title), bukan peristiwa peralihan haknya (deed). Hukum pertanahan di Indonesia meneruskan hukum adat yang berlaku selama ini, bila terjadi peralihan hak atas tanah akan bersifat terang tunai.

    BalasHapus
  46. SABILAL MUTTAQIEN / 10192502

    Tidak ada gading yang tak retak. Masing-masing sistem pendaftaran tanah diantara keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Melihat dari hal tersebut saya lebih setuju sistem pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan stelsel publikasi positif, karena lebih menjamin kepastian hukum bagi pemegang haknya. Akan tetapi konsekuensinya adalah negara harus benar-benar menjamin kebenaran data yang disajikan. Hal tersebut bukanlah perkara yang mudah dan merupakan pekerjaan yang amat berat bagi insan pertanahan serta banyak memakan biaya dan waktu, sedangkan kondisi pemerintahan saat ini belum mendukung dari segi peraturan hukum yang berlaku serta keadaan birokrasi yang masih terbilang minim kejujuran. Apabila sistem tersebut diterapkan sebelum tercapainya suatu keadaan pemerintahan yang stabil serta aparat-aparat pemerintah yang idealis, berkarakter dan memegang teguh amanah pekerjaan, maka akan sulit dalam pelaksanaannya. Bisa jadi hal tersebut menjadikan peluang-peluang tersendiri bagi oknum-oknum yang ingin menguasai tanah tersebut dengan jalan memberikan suap kepada aparatur pertanahan untuk dilegalkannya kepemilikan tanah tersebut. Jadi dari segi itulah pemerintah dapat dirugikan karena apabila ternyata ada pihak lain yang mampu membuktikan kepemilikannya akan diberikan kompensasi. Padahal bisa saja diantara oknum dan pemilik tanah sebenarnya tersebut kongkalikong untuk membuat suatu rekayasa demi meraup keuntungan dari hasil kompensasi. Tentu saja hal tersebut sangat merugikan pemerintah. Jadi dalam pelaksanaannya pemerintah harus benar-benar sudah siap dari mulai pembenahan sistem birokrasi serta penyediaan dana untuk kompensasi. Sistem positif ini menurut saya lebih banyak bernilai plusnya daripada sistem negatif. Disini orang bisa mempercayai penuh data yang disajikan dalam sertipikat yang telah dibuat dan disahkan oleh Negara. Pihak yang akan membeli tanah tidak perlu ragu-ragu lagi untuk mengadakan perbuatan hukum dengan pihak yang namanya terdaftar dalam sertipikat sebagai pemegang hak karena Negara dalam sistem ini, memberikan suatu jaminan hukum hak atas tanah secara mutlak. Terima kasih Pak.

    BalasHapus
  47. Ratna Permatasari/ 10192540
    Saya sependapat dengan saudara Mahendra bahwa kita belum siap dengan pergantian sistim dari negatif ke total positif. Mungkin saja sistem pendaftaran tanah dari stelsel negatif diubah ke stelsel positif apabila kondisi sosial masyarakat yaitu kesadaran hukum yang tinggi dan kondisi BPN dalam kesiapan basis data pertanahan yang terpercaya dan up to date sudah terpenuhi.
    Setiap sistem pendaftaran tanah memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, dan setiap negara tentunya akan memilih sistem pendaftaran yang mana yang cocok bagi mereka. Sistem pendaftaran tanah yang dianut di Negara Indonesia adalah sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif, artinya walaupun terdapat tanda bukti pemilikan hak atas tanah (sertipikat) yang mempunyai kekuatan hukum tetapi masih dimungkinkan untuk di persoalkan (dibatalkan) oleh pihak lain yang mempunyai alasan hukum yang kuat melalui sistem peradilan hukum tanah Indonesia. Menurut pribadi saya pendaftaran tanah asas negatif adalah yang terbaik bagi indonesia. Hal itu didasarkan pada sejarah pendaftaran hak-hak atas tanah setiap orang tidak jelas dan tidak ada arsipnya yang sentral dan terjamin, dan tersimpan dengan baik. Kebanyakan hanya berupa surat-surat segel yang telah ditandatangani oleh Kepala Desa dan saksi-saksi dan sebagainya.
    Filosofi dan budaya yang ada di Indonesia tentunya berbeda dengan negara lain sehingga pendiri negara kita sudah dengan pemikiran yang matang-matang dan melalui proses yang panjang dalam memutuskan sistem pendaftaran tanah yang kita anut sekarang. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia didasarkan pada filosofi hukum adat yang sekarang ini terwujud dalam sistem pendaftaran tanah negatif (berunsur positif). Menurut saya dengan mengoptimalkan sistem yang sudah ada agar menjadi lebih baik sambil terus berbenah di berbagai sektor maka akan menciptakan kepastian hukum pendaftaran tanah di Indonesia dan menjamin perlindungan hukum. Sistem pendaftaran negatif bertendensi positif saya rasa sudah pas karena jika di kemudian hari sertipikat digugat dan kalah di pengadilan karena memang pemegang sertipikat bukan orang yang berhak, negara dan pemilik asli yang berhak tidak dirugikan.

    BalasHapus
  48. Elly Dhian Prasetya
    Menurut saya, untuk saat ini sistem yang cocok untuk Indonesia tetap negatif bertendensi positif. Hal ini terkait infrastruktur administrasi pertanahan yang belum sepenuhnya sempurna.
    Terlalu dini untuk memikirkan stelsel positif, mengingat kondisi pertanahan dan sistem hukum lain yang terkait masalah pertanahan belum mendukung. Lebih baik melakukan perbaikan dan penguatan organisasi pertanahan, perbaikan sistem pendaftaran tanah, validasi yang lebih baik dan meningkatkan keberpihakan pada rakyat kecil bukan para mafia tanah dan orang berduit.
    Apabila kondisi negara sudah siap, yang ditandai dengan infrastruktur hukum, mental birokrasi yang sehat dan masyarakat sudah dewasa dalam pemahaman hukum maka stelsel positif perlu untuk diterapkan.

    BalasHapus
  49. Nyuwun sewu nembe matur… 
    ( Muhshin Fathoni / 10192489)
    Perlu beralih positif? Perlu, tapi ingat…
    Itu pilihan ?
    Indonesia memang banyak hal yang kurang tegas dalam memilih. Begitu juga dalam sistem pendaftaran tanah (PT) ini? Milih apa? Negatif / Positif ?
    Negatif bertenden positif sajalah… (waduh piye to kik? He3…)
    Dalam hal milih liberal atau komunis?
    Tidak milih kedua2nya, tapi milih Pancasila, itulah Indonesia kita tercinta…
    Kembali ke topik, yang perlu diingat adalah keadaan Indonesia saat ini… jika dokter mau kasih obat, sebaiknya yang pas dosisnya, begitu juga jika PT mau beralih ke positif?
    Apakah sudah pas saat ini, itu sebagai obat dari sakitnya PT di Indonesia saat ini, yang Kata Pak Dr. Tjahjo Arianto, seperti “Mengurai benang kusut Pendaftaran tanah di Indonesia…” artinya sudah kronis, baik dari sisi data fisik maupun yuridisnya…
    Jika dikatakan “Pendaftaran tanah Indonesia, mulai sekarang, beralih ke positif? Lalu dijawab: Laksanakan sekarang”. Jika dilaksanakan berapa nantinya Negara harus mengeluarkan uang tuk mengganti kerugian akibat kesalahan dalam Pendaftaran tanah selama ini… itung2 tomboknya msh banyak…
    Setuju dengan Mas Naufi diatas, lihat sikon, perbaiki diri-diri kita, baik sebagai teknisi di BPN RI maupun yg lain, lakukan yang terbaik apa yang menjadi porsi kita, jika semua seiring dan sampai saatnya administrasi dll baik semua. Barulah tinggal landas beralih ke POSITIF…
    Matur suwun.

    BalasHapus
  50. Mantap argumentasinya....tapi kok kayaknya ga lengkap dech kalo kawan kita si Mahoet belum kemukakan pendapat? ayo panggil Mahoet.....!

    BalasHapus
  51. Masukan Pak,
    Mohon ada yang menelaah tentang Sistem Positif dalam Draft RUU Pertanahan pasti tambah menarik.....

    Matur Nuwun Dwi H (direktorat SPT)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan mas Dwi Handono (?)...syukur2 sampeyan yang munculkan lebih dahulu...he...he...barangkali ada yang siap menanggapi.....

      Hapus
  52. Sistem Pendaftaran Tanah yang berlaku dalam suatu negara erat kaitannya dengan ideologi yang ada di negara itu.... Pendaftaran Tanah tidak hanya sekedar adminsitrasi pertanahan saja... ada nuansa ideologi didalamnya...ini inspirasi dari saya... silahkan di diskusikan lagi ....

    BalasHapus
  53. Mahoet Immanuel/ 10192533. Salam sejahtera. Maaf atas keterlambatan sy pak. Sy jelas pro terhdap stelsel negatif brtendensi positif. Karena seperti beberapa koment2 diatas yg tidak menginginkan perubahan sistem pndaftaran hak atas tanah.(HAT), sya beranggapan bahwa sistem pndftaran HAT yg ada saat ini merupakan masterpiece produk hukum tanah yg dibuat dgn tujuan mulia utk melindungi hak2 masyarakat Indonesia. Tinggal bagaimana para penegak hukum dan aparat negara (termasuk kita: BPN) dapat mengawal tujuan tersebut. Sy percaya tujuan yg mulia akan membawa hasil yg baik pula. Saya justru tertarik atas koment awal bpk dosen, bahwa ada kasus pemilik tanah yg terusir oleh ulah2 org beritikad jahat serta persoalan2 lain yang ditenggarai merupakan implikasi sistem pendaftaran HAT yg ada saat ini. Nah menurut saya, jelas hal tsb bukan alasan mengganti sistem pndaftaran HAT yg ada. Namanya org jahat ya akan terus ada sampai kiamat. Nabi pun blm bisa melenyapkan semua org jahat. Apakah dgn beralih ke positif segala persolan tsb bisa teratasi? FAKTANYA, di Australia saja Yang notabene merupkan dedengkot sistem pndftaran HAT positif masih ada kasus Land Grabbing (sumber: materi Ibu Wulan P). Artinya: bukan sistem pendaftaran tanah/ hak kita yg salah. Dan jangan pula kita mengkambinghitamkan sistem yg ada oleh karena kesalahan dan kejahatan oknum tertentu yang mungkin terlaksana atas bantuan kita maupun oknum penegak hukum yg ada.

    BalasHapus
  54. thank Mas....ada hal yg sangat berbeda, sistem negatif tidak memberikan kewenangan pada negara (BPN) utk menguji materi/berkas, tetapi sistem positif memberikan kewenangan negara utk menguji materi/berkas. Panitia A, tidak sampai uji materi ya...? Berikutnya, dlm sistem positif negara hadir untuk mereduksi konflik...ini juga tdak ditemui dalam sistem negatif. Soal land grabbing (perampasan tanah), tidak relevan dengan sistem pendaftaran tanah....kira2 begitu mas....Kepastian Hak harus ditangan negara, jangan diserahkan pada subyek hak untuk saling gugat karena perbedaan kepentingan.

    BalasHapus
  55. Thank Pak Eko....ayo kawan2...tuh ada tantangan dari Pak Eko utk didiskusikan soal ideologinya...he...he....

    BalasHapus
  56. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  57. Ade Putra Suranta Barus/11202593/Menejemen/ Semester 5.
    Maaf ijin bergabung Pak.
    Sistem pendaftaran tanah di Indonesia tidak stel-sel negatif murni tetapi memiliki kecendrungan ke arah positif. Artinya penyelidikan dan jaminan atas pendaftaran tanah tetap ada, tetapi kekuatan pemegang nya tidak bersifat mutlak atau dengan kata lai jika ada pihak yang dapat membuktikan sebaliknya maka hak yang diperoleh dapat gugur. Hal ini guna menjamin hak pemilik sebenarnya.
    Pendaftaran tanah merupakan proses yang memerlukan peran serta pihak lain dalam penerbitan surat-surat keterangan yang diperlukan sebagai alas hak, seperti Lurah/Kepala Desa, PPAT, lembaga hukum adat yang masih ada, dan lain-lain. Beberapa kendala yang di hadapi adalah mengenai legalisasi terhadap dokumen mutasi yang di akui sebagai alat bukti yang sah dari beberapa lembaga yang diakui keberadaannya dalam penerbitan alas hak. Contoh SKT yg dikeluarkan desa, masih terdapat beberapa carut marut dalam pengadministrasiannya (contoh : Carut Marut Pengelolaan Administrasi Pertanahan Desa Di Kalimantan Selatan (Studi Kota Banjarbaru), oleh Pak Suharno, dalam Jurnal Bhumi No. 4 Tahun ke tiga, Maret 2011), hal ini menjadi cikal bakal terbitnya sertipikat ganda dan menjadi masalah jika kita menganut stel-sel positif murni.
    Lembaga hukum adat masih menjadi corak keberagaman di Indonesia, dan merupakan dasar lahirnya UUPA. Pengakuan adanya lembaga hukum adat ini tertuang dalam pasal Pasal 5 UUPA menegaskan : “ Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosiologisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama “. Tetapi lembaga adat tidak mengenal alat bukti otentik tetapi berasaskan “terang-tunai”, hal ini menjadi kendala ketika hak yang diberikan menjadi mutlak. Kelengkapan alat bukti kepemilikan harus otentik jika kita merujuk pada stel-sel positif. Hal ini akan membuat banyak permasalahan baru yang lebih kompleks. Dan hal lain yang berkaitan seperti sistem pewarisan kita yang pluralistik, lembaga jual-beli, lelang, dan lain-lain, yang putusannya masih diselesaikan melalui musyawarah atau melalui lembaga peradilan yang mempunya kekuatan hukum tetap.
    Stel-sel positif memang sangat baik dalam rangka penjaminan hak, tetapi perlu ditelaah lagi dari berbagai dimensi kebhinekaan kita. Sistem pendaftaran tanah kita sekarang sudah baik adanya karena panitia penyelidikan riwayat tanah juga berperan, akan tetapi untuk menyatakan mutlaknya suatu hak atas tanah masih sangat sulit untuk dilaksanakan, sehingga diperlukan peran lembaga yudikatif yang memiliki kekuatan hukum tetap sebagai solusi akhir jika terjadi kekeliruan dalam pemberian hak atas tanah. Saya malah menyarankan agar lembaga peradilan agraria dibentuk untuk mengakomodir bebarapa tumpang tindih kewenangan masalah keagrariaan sekaligus membantu dalam penanganan malasalah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terjadi. Terima kasih Pak

    BalasHapus