Kamis, 09 Januari 2014

Diskusi Klas Manajemen: Pemberdayaan



DISKUSI KELEMBAGAAN
PENGENDALIAN PERTANAHAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pengalaman penulis ketika mendiskusikan terminologi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dengan Direktur Pengendalian Pertanahan (Alm. Riptono Sri Mahodo, pada saat penyusunan silabus dan satuan acara perkuliahan untuk mata kuliah Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan masyarakat), tampaknya ada sesuatu yang perlu didiskusikan ulang. Terminologi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat seolah-olah dimaknai sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pemaknaan ini didasarkan pada logika sederhana yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang mempunyai akses berlebih terhadap tanah perlu dikendalikan dan pihak-pihak yang miskin atau tidak punya akses terhadap tanah perlu diberdayakan. Pemaknaan ini terlihat sebagai upaya mensimplifikasi makna sebenarnya.
Belum solidnya kelembagaan di daerah mengindikasikan bahwa tugas pokok dan fungsi bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat ini  belum optimal. Bahkan agenda kerja yang disusun banyak bersinggungan atau malah overlaping dengan bidang lain. Hal ini juga didorong oleh adanya program yang diagendakan kelembagaan di pusat belum membumi dan cenderung masih sebatas wacana. Kalau toh sudah berupa program kerja, implementasinya masih banyak dipertanyakan, terutama terkait tupoksi, personel dan pendanaan.  
      Memprihatinkan juga ketika penulis mendengar berbagai statemen tentang bidang, seksi ataupun subseksi pemberdayaan masyarakat di berbagai kantor pertanahan maupun kantor wilayah BPN sebagai bidang, seksi atau subseksi yang “kering”, tidak memberikan kontribusi pada pelayanan pertanahan, sumberdaya manusianya adalah orang buangan, program kerjanya tidak jelas dan sudah ada di seksi lain, struktur yang mengada-ada, bukan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPN, dan beberapa statemen minor lainnya. Bahkan pada level direktorat, pemberdayaan masyarakat dimaknai ’hanya’ sebatas pada sertifikasi bidang tanah pada sektor Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) yang bekerjasama dengan pihak perbankan ataupun koperasi.  Hal-hal tersebut penulis tangkap pada saat berkesempatan mengunjungi beberapa daerah di Jawa, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat maupun pada saat terlibat penelitian dan Focus Group Discussion (FGD) di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BPN.
Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat (direktorat, bidang, seksi dan sub seksi) di lingkungan BPN mestinya bisa menjadi entry point bagi eksistensi BPN untuk menjalankan tugas pertanahan yang bersifat nasional, regional maupun sektoral. Tidak jamannya lagi BPN sebagai lembaga vertikal mengambil jarak dengan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Persoalan otonomi pertanahan mestinya sudah selesai dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pada saat ini BPN dengan Perpres 10/2006-nya harus mulai membuka diri, melakukan kolaborasi dengan berbagai stake holder dan institusi yang berkompeten terhadap sumberdaya tanah. Peran kehumasan dan negosiasi dengan pihak eksternal inilah yang harus dimainkan oleh lembaga Pemberdayaan Masyarakat di BPN. Artinya, lembaga Pemberdayaan Masyarakat di berbagai tingkatan di BPN harus menjadi leading sector-nya pembangunan pertanahan.  Sebagai contoh, percepatan pendaftaran tanah tidak akan berjalan dengan baik tanpa pelibatan pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam contoh ini sub seksi Pemberdayaan Masyarakat di kantor kertanahan harus mampu menjembatani kantor pertanahan dengan pemda maupun dengan masyarakat, sehingga resources yang ada di pemerintah daerah dan masyarakat dapat digunakan untuk mengurangi dan menyelesaikan permasalahan yang timbul yang berada di luar kewenangan kantor pertanahan. Contoh lain adalah Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Dalam program ini sudah sepantasnyalah lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam segala tingkatan berperan dalam mengagregasi dan mengartikulasikan keseluruhan stake holder yang terlibat dalam program tersebut.
Fokus diskusi kita adalah, bagaimana mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat ?

44 komentar:

  1. RENY RAYMOND DIAZ MANAJEMEN 11202582

    Mohon izin bergabung pak,

    Pemberdayaaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan berbasis masyarakat (community-based development). Memberdayakan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat. Untuk itu, program yang dijalankan selayaknya tidak membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program pemberian (charity).

    Melihat fungsi P3M sebagai leading sector pembangunan pertanahan,sudah seharusnya lembaga ini mendapat perhatian khusus agar dapat membenahi diri. Fungsi manajemen yang meliputi 4 kegiatan berikut harus dijalankan secara optimal.
    a. Planning (Perencanaan)
    Setiap kegiatan memiliki perencanaan meliputi konsep, pelaksanaan, pembiayaan, waktu, dan target. Pemberdayaan masyarakat bidang pertanahan berarti memberikan prioritas; upaya penguatan; dan perlindungan pihak marginal dan marginalized (kurang mampu, tergusur, dll) melalui penguatan hak atas tanah masyarakat yang dilakukan melalui kegiatan legalisasi asset, LARASITA, UMKM, dan redistribusi tanah.
    b. Organizing (Pengorganisasian)
    Pengorganisasian dibagi menjadi 2 yaitu pengorganisasian internal dan eksternal. Secara internal, lembaga perlu bekerjasama dengan seksi-seksi lain.Secara eksternal, lembaga bekerjasama dengan instansi lintas sektoral. Melalui Perpres 63 Tahun 2013 dimana seksi Pengendalian Pertanahan dilebur ke dalam Deputi III dan Seksi Pemberdayaan Masyarakat dilebur ke dalam Deputi II, kerjasama internal diharapkan dapat semakin baik.
    Terkait Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang pelimpahan sebagian kewenangan pertanahan kepada PEMDA, BPN melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dapat bekerjasama menyusun norma-norma dan/atau standardisasi mekanisme ketatalaksanaan, kualitas produk dan kualifikasi sumberdaya manusia yang diperlukan. Strategi kerjasama dengan LSM di bidang pertanahan (GEMARA, POKMASDARTIBNAH) perlu digiatkan kembali.
    c. Actuating(Implementasi)
    Program harus mengikutsertakan masyarakat. Mengikutsertakan masyarakat berarti menyalurkan bantuan secara efektif karena sesuai dengan kehendak ,kemampuan dan kebutuhan mereka. Selain itu, meningkatkan keberdayaan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan,mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Dalam taraf ini,masyarakat telah melakukan upaya pemberdayaan yang bersifat co-learning partnership (mitra kerja dengan pemerintah).
    Sehubungan visi peningkatan akses penguatan hak atas tanah (aset reform), upaya pertama yang dilakukan adalah penyadaran masyarakat akan pentingnya sertipikat HAT melalui penyuluhan, pemberian informasi secara transparan ,dan forum konsultasi pertanahan.
    Terkait access reform, pendekatan parsial kelompok melalui kemitraan usaha pendampingan dapat dilakukan,seperti kerjasama dengan Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah serta lembaga perbankan.
    Program pemberdayaan pengusaha mikro dan kecil melalui kegiatan sertipikasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi identifikasi dan verifikasi subyek Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) dan obyek (tanah), pemberian hak atas tanah serta penerbitan sertipikat dalam rangka penguatan permodalan. Program ini dilaksanakan untuk meningkatkan aksesabilitas pengusaha mikro dan kecil terhadap kredit perbankan agar dapat memperbesar kredit usahanya. Dengan meningkatkan status hukum tanah , maka kemampuan penjaminan dapat diwujudkan sehingga program pemberdayaan pengusaha mikro dan kecil melalui kegiatan pensertipikatan hak atas tanah ini menjadi sangat strategis.
    d. Controling (Pengawasan)
    Pengawasan merupakan langkah setelah program-program lain dijalankan. Pengawasan meliputi monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan terhadap kelanjutan-kelanjutan dari program yang telah dijalankan. Evaluasi dilakukan sebagai upaya perbaikan terhadap kegiatan selanjutnya.
    Semoga dengan dibentuknya struktur yang baru sesuai Perpres 63 Tahun 2013,kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dapat tampil lebih ceria dengan wajah barunya

    BalasHapus
  2. Dede Novi Maulana Saputra Manajemen
    Assalamualaikum...
    Sebelumnya terimakasih banyak telah di perkenalkan di ruang blog diskusi pertanahan, dan setelah membaca tulisan di atas terkait pengendalian dan pemberdayaan masyarakat.
    Ketika kita mempunyai keinginan yang sangat besar, seperti yang sering dikatakan para orang tua, "raihlah cita-citamu setinggi langit". Tentu ada 2 kemungkinan hasil yang di dapat, pertama mendapatkan taburan bintang (sukses) atau jatuh dari ketinggian yang tak bisa dibayangkan sakitnya (gagal). Bagaimana dengan Bidang Pemberdayaan di BPN?
    Sebenarnya sudah banyak sekali perbincangan mengenai pemberdayaan ini, tetapi yang suka dilupakan ranah sejauh mana BPN dalam hal ini menjalankan program pemberdayaan tersebut untuk tujuan mensejahtrakan masyarakat. Hampir semua yang terdengar tentang pemberdayaan ini hanya suara-suara sumbang, artinya ketika dikaitkan dengan pertanyaan saya di atas, Pemberdayaan di BPN ini masih jalan di tempat, begitu-begitu saja tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Saat ini pemberdayaan yang tadinya berdiri sendiri sudah dijadikan satu kedalam kedeputian II, tentu harapannya bisa semakin lebih baik lagi. Oleh karen itu, menurut saya bidang pemberdayaan tinggal secara sungguh-sungguh dan konsisten menjalankan program yang telah direncanakan selama ini, untuk kedepannya bidang pemberdayaan harus memperbaiki program yang dijalankan sebelumnya supaya lebih baik, kebiasaan yang terjadi adalah membuat program baru yang tak tawu arah tujuannya mau kemana, sehingga tidak ada hasil dan masyarakat yang jadi korban, harusnya kekurangan program sebelumnya harus menjadi program prioritas utama dan dijalankan dengan konsisten baik dari tingkat Kantah, Kanwil sampai ke BPN Pusat sehingga bisa dikatakan Berhasil tanpa pengecualian.
    Intinya, fokus dan konsisten terhadap program yang dijalankan.

    Terimakasih :D

    BalasHapus
  3. Suci Paramita Sari, 11202586, Manajemen
    Mohon ijin berpendapat dalam diskusi ini Pak,
    Setelah saya membaca bahan diskusi ini, terlintas pertanyaan:
    Bagaimana BPN RI memberdayakan masyarakat? Apakah dengan penerbitan Sertipikat sudah dapat memberdayakan rakyat? Apakah sertipikat dapat mengurangi angka kemiskinan secara signifikan?
    Tentu dari pertanyaan tersebut tidak akan terlepas dari peran kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat. Walaupun selama ini sebagian orang masih memandang sebelah mata bidang ini, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa adanya peran kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, maka tidak akan ada pula keberhasilan BPN dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Sebagaimana arti pemberdayaan itu sendiri, menjadikan masyarakat menjadi berdaya, proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.
    Keberhasilan suatu program pemberian aset kepada masyarakat dapat dilihat apabila masyarakatnya berdaya dan dapat mensejahterkan dirinya dengan aset yang dimiliknya tersebut serta dapat mengurangi angka kemiskinan. Dengan melihat itu, maka sudah sepantasnya peran kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat menjadi leading sector dalam pembangunan pertanahan.
    Saya setuju dengan pendapat Saudari Reny Raymond Diaz di atas. Perombakan struktur organisasi di BPN RI yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, termasuk perombakan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat adalah tidak lain untuk membenahi struktur yang lama dalam rangka reformasi birokrasi. Perombakan struktur organisasi ini tidak akan berhasil sesuai tujuan apabila tidak dibarengi dengan kerja sama yang sinergis antara BPN pusat dan daerah, lintas sektor serta masyarakat. Selain itu, sangat diperlukan penguatan kelembagaan, mulai dari SDM yang berkualitas dan bertanggung jawab, strategi baru dalam peningkatan pelayanan pertanahan, serta pengawasan kinerja agar apa yang dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.
    Sebagaimana motto BPN RI, “Salam Perubahan!”, semoga benar-benar bisa mengubah kelembagaan BPN RI menjadi lebih baik lagi menuju keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

    BalasHapus
  4. AriesandyAlimuddin, 11202558, Manajemen

    Assalamualaikum..
    Setelah saya membaca tulisan mengenai tanggapan bapak terhadap Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, begitu juga tanggapan teman-teman saya yang telah berkomentar sebelumnya. Saya sangat setuju apabila dikatakan bahwa Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kantor Pertanahan pada tingkat kabupaten/kota tidak dapat berjalan secara optimal begitu juga di tingkat propinsi. Sedangkan program-program yang direncanakan oleh Badan Pertanahan Nasional RI (Pusat) sangat bagus, tetapi hal tersebut tidak dibarengi dengan pemberian pemahaman yang cukup kepada SDM yang akan melaksanakannya, tidak memperhatikan pendanaannya, dan tidak memperhatikan keadaan setiap Kantor Pertanahan yang masing-masing berbeda. Sehingga program-program tersebut tidak berjalana sesuai dengan yang di inginkan oleh BPN RI (Pusat).

    Perombakan struktur organisasi di BPN RI yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sesuai dengan yang dikatakan oleh teman saya di atas. Saya menganggap perombakan struktur ini tidak begitu baik untuk untuk kelembagaan pemberdayaan masyarakat. Dipecahnya seksi P3M menjadi menjadi 2 subseksi yang terpisah yaitu subseksi peberdayaan masyarakat bersama subSeksi HTPT kedalam bidang 2 (dua) dan seksi pengendalian pertanahan bersama subseksi pengaturan pertanahan akan berdampak membatasi ruang gerak P3M yang seharusnya menjadi jembatan dengan masyarakat dan pemerintah lainnya, kenapa demikian?? karena menurut saya pada kantor pertanahan di kabupaten bidang P3M tidak akan menjadi begitu leluasa dalam bekerja dan berkreasi karena hanya sebagai "subseksi" bukan lagi sebagai "seksi".
    Dan menurut saya, hal ini juga mengambarkan bahwa P3M tidak bergitu dianggap penting oleh BPN RI senidiri, Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 melahirkan bidang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, hal tersebut dapat dianggap akan menjadi prioritas dibanding dengan bidang pemberdayaan masyarakat. BPN RI lebih berprioritas kepada "Pembangunan" dan mengerdilkan perhatiannya atas kesejahteraan masyarakat. Menurut pandangan saya, hal ini akan berdampak buruk terhadap "Reforma Agraria'.

    Harapan saya terhadap perhatian BPN RI kepada kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama. BPN RI bertugas sebagai lembaga dalam melayani masyarakat untuk mesejahterakan masyarakat bukan hanya sebagai lembaga pendukung pembangunan.

    Terimakasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu alasan mengapa pemberdayaan masyarakat dilebur ke dalam HTPT karena 'di mata air tak ada air mata'
      Hehe just kidding bro :p

      Hapus
  5. Mendukung apa yang disampaikan oleh rekan saya, sebut saja kantor X (red). Seperti yang telah disampaikan diatas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sebetulnya memegang peranan penting dalam setiap program di Kantor Pertanahan. Sebut saja Program IP4T. Pada suatu waktu saya menjalankan tugas sebagai Petugas Ukur dalam program ini. Salah satu masyarakat bertanya pada waktu saya melaksanakan tugas di sebuah Desa:"Mas-mas ngukur apa?". padahal jelas pada saat itu kami sedang sedang pegang meteran dan mengukur tanah tetangganya. sepertinya implementasi pelaksanaan tugas rekan-rekan P3M tidak sepenuhnya gagal. Seperti yang dikemukakan memang benar Tupoksinya yang kurang jelas atau personilnya yang harus kreatif. mengingat pentingnya peran lembaga Pemberdayaan Masyarakat ini saya kurang menyetujui seandainya lembaga ini ditiadakan. Trend Positif Pembangunan Berkelanjutan di Negara lain bahkan sering mengukur keberhasilannya dari peran serta masyarakat. Hemat kata kemampuan rekan-rekan di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat itu perlu "ditularkan" kepada seluruh personel pelaksana Program di BPN yang melibatkan masyarakat dan perlu dikuatkan. Misi Program Pemberdayaan itu tidak hanya berasal dari Seksi Pemberdayaan. Tapi sebetulnya misi itu juga ada pada setiap insan BPN. Bukan berarti Overlap Tupoksi, tapi begitulah kenyataannya. Kita harus terus menjelaskan arti dari program yang kita laksanakan kepada masyarakat. Tentang “kering” atau “basah” sepertinya tergantung kreatifitas tadi. Kalo sudah hebat mungkin bisa menjual kemampuan Interpreneurnya seperti Pak Mario Teguh.
    Harry Nurcahya
    NIM. 11202569
    Semester 5/Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  6. Triwulandani_Manajemen Pertanahan_11202589
    Mohon ijin bergabung pak....................,

    Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya meningkatkan, memperkuat dan mendayagunakan kemampuan masyarakat dalam konteks P4T.
    A. Tahapan proses pemberdayaan
    1. Penyadaran (masyarakat diberikan pemahaman terkait pentingnya proses pemberdayaan guna peningkatan kapasitas/kemampuan menjadi lebih baik (peningkatan kesejahteraan)
    2. Capacity building (memberikan akses terhadap masyarakat terkait dengan peningkatan kemampuan masyarakat
    3. Pendayaan (kondisi dimana masyarakat secara individu dan kelompok yang telah diberikan kemampuan lebih pada tahap ini telah mampu mengelola dan mengatur keunggulan yang spesifik telah mereka terima/mandiri)
    B. Pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan
    1. Menjadi perhatian pasca perubahan mendasar tugas dan fungsi BPN (Perpres No 10 Tahun 2006), dari yang semua bertugas dalam bidang pengadministrasian pertanahan menjadi lembaga yang bertanggungjawab dalam penyusunan kebijakan nasional, regional dan sektoral di bidang pertanahan
    2. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan merupakan upaya membangun kemampuan masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran dan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya tanah sebagai sumber kehidupan
    C. Maksud, Tujuan, Misi
    1. Maksud: meningkatkan peran serta, kemampuan, kesadaran, kemandirian masyarakat secara lebih nyata dalam melaksanakan program-program pertanahan.
    2. Tujuan: meningkatkan akses masyarakat terhadap program-program pertanahan yang meliputi P4T dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
    3. Visi: mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan, dan berkelanjutan, dimana untuk mencapai visi tersebut dijabarkan dalam beberapa misi pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan

    Jika dilihat dari arti, maksud, tujuan, dan misi dari program pemberdayaan seperti penjelasan diatas sangat bagus, namun dalam pelaksanaan di lapangan masih jauh dari harapan dimana kesejahteraan masyarakat akan meningkat dengan adanya program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan. Sementara dalam program pemberdayaan masyarakat di BPN hanya sampai pada tahap sertifikasi saja. BPN belum mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan atau mempergunakan sertifikat tersebut untuk dapat mengubah pola hidup masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seharusnya setelah kegiatan pensertifikatan kemudian dilanjutkan pemberian aksesnya seperti mengadakan pendampingan kepada masyarakat bekerja sama dengan instansi/ lembaga lain, misal dengan adanya sertifikat, masyarakat dapat mengagunkan ke bank untuk mendapatkan modal guna mengembangkan usaha.

    Sedangkan untuk mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPN RI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat , saya setuju dengan arisandi, bahwa dengan terpecahnya bidang P3M, maka bidang P3M tidak akan menjadi leluasa dalam bekerja dan berkreasi karena hanya sebagai "subseksi" bukan lagi sebagai "seksi". Yang artinya (menurut saya) kesejahteraan masyarakat bukan menjadi prioritas utama lagi dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
    Namun demikian mudah2an dengan perombakan struktur di BPN ini dapat mengubah kehidupan masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat makin meningkat. Toh ndak ada yang ndak mungkin di dunia ini.

    BalasHapus
  7. Mohon izin berpendapat pak,
    Menurut pemahaman awam saya, secara faktual kinerja seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang semula merupakan satu kesatuan dipandang sebelah mata (tidak memberi kontribusi berarti dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat). Hal ini dikarenakan ketidakberdayaan dari seksi P3M itu sendiri baik dari segi anggaran, kreativitas maupun dari segi implementasi.
    Berdasarkan Perpres No. 63/2013 kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat dipecah menjadi 2 yaitu subseksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang berarti masing-masing unit akan berdiri dan bekerja sendiri. Mungkinkah pemecahan ini akan mengoptimalkan peran masing-masing subseksi?
    Secara konseptual pengendalian pertanahan tanpa pemberdayaan masyarakat merupakan format kontradiktif. Sementara pemberdayaan masyarakat tanpa pengendalian pertanahan merupakan suatu anarkisme. Sehingga menurut hemat saya, pemecahan kelembagaan ini kedalam unit berbeda justru akan membuat kinerjanya makin tidak optimal. Saya setuju dengan dilikuidasinya kedeputian Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, hanya saja menurut saya baik subseksi Pengendalian Pertanahan maupun subseksi Pemberdayaan Masyarakat sebaiknya tetap ada dalam satu unit yang sama misalnya sama-sama merupakan bagian dari Kelembagaan Pengaturan dan Penataan Pertanahan agar masing-masing subseksi ini tetap bersinergi dengan baik.
    Terima kasih.
    YONA DWI LESTARI / MANAJEMEN PERTANAHAN / 11202591

    BalasHapus
  8. Uppss...anarkisme...he..he..benarkah pemisahan pengendalian dan pemberdayaan adalah suatu anarkisme? argumennya apa? Bagaimana dengan pelaksanaan kegiatan kedua bidang tersebut selama ini....atau sebetulnya seberapa besar kebutuhan BPN terhadap lembaga pengendalian dan pemberdayaan masyarakat. Jangan2 tidak butuh dan hanya sekedar mengikuti trend....ketika ada direktorat pemberdayaan masyarakat

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat yona bahwa pemberdayaan tanpa pengendalian adalah suatu anarkisme.
      Pengalaman tersebut saya dapat di tempat saya bekerja yaitu Provinsi Sulawesi Utara tepatnya di Kabupaten Minahasa Tenggara. Sebut saja PT. X telah berakhir jangka waktu haknya pada tahun 2007 dan sampai tahun 2010 belum ada perpanjangan hak, sehingga dilaksanakan identifikasi tanah terindikasi terlantar pada PT. X. Tanpa diduga masyarakat telah mengetahui program penertiban tanah terlantar berdasarkan PP 11 tahun 2010. Menurut keterangan hukum tua (kepala desa setempat), informasi tersebut diperoleh dari LSM (menurut saya LSM tersebut melaksanakan program pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat paham terhadap aturan-aturan pertanahan). Kemudian pada saat dilaksanakan identifikasi, ternyata di lokasi sedang terjadi gejolak antara masyarakat dengan PT. X. Masyarakat yang mengetahui bahwa HGU telah berakhir, ditambah dengan sudah pahamnya masyarakat akan peraturan pertanahan, menyebabkan masyarakat melancarkan aksi sepihak secara anarkis mengokupasi sebagian tanah ex.HGU PT.X tanpa melalui lembaga pengendalian pertanahan dengan ditegaskan sebagai “tanah terlantar”.

      Hapus
  9. Dian Indah Susanti, 11202563, Manajemen
    Assalamualaikum,,,
    Setelah membaca tulisan bapak di atas dan komentar dari teman-teman, mohon izin untuk berpendapat. Saya setuju sekali dengan apa yang dituliskan oleh bapak bahwa bidang, seksi maupun sub seksi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat baik di kanwil BPN maupun di kantor pertanahan merupakan tempat yang "kering". Hal ini sama dengan apa yang saya dengar juga dari keluhan teman-teman di kanwil tempat saya bertugas yang ditempatkan di Bidang P3M. Mereka mengeluhkan bahwa di bidang P3M tidak ada pekerjaan. Pekerjaan yang mereka lakukan sehari-hari khususnya yang perempuan hanya menyiapkan makan siang dan mencuci piring. Hal ini sungguh sangat ironis sekali jika dilihat dari tupoksi bidang P3M yang sarat dengan berbagai kegiatan. Hal ini menunjukkan bahwa tupoksi dari bidang P3M yang belum optimal pelaksanaannya seperti apa yang dikemukakan di dalam tulisan bapak. pelaksanaan dari tupoksi bidang P3M selain membutuhkan peran aktif dari aparat BPN sendiri juga diperlukan adanya kerja sama lintas sektoral dengan instansi terkait misalnya dalam kegiatan sertipikasi UKM yaitu diperlukan adanya kerja sama dengan Dinas Koperasi dan Perdagangan, Lembaga Perbankan, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan. Sebab dalam kegiatan sertipikasi UKM ini BPN hanya sebatas melakukan kegiatan pensertipikatan atau legalisasi aset saja, sedang untuk penyediaan access bagi peserta UKM diperlukan instansi-instansi terkait. Goal dari kegiatan di bidang P3M bukan hanya untuk pensertipikatan tanah saja tapi peningkatan kesejahteraan masyarakat peserta kegiatan. Akan tetapi kenyataannya kegiatan tersebut kadang tidak berjalan seperti yang diharapkan sebab kerja sama antar sektoral tersebut tidak berjalan lancar. selain itu juga kegiatan inventarisasi tanah terlantar pun juga belum berjalan maksimum dengan alasan yang sama yaitu kurangnya koordinasi dengan instansi lain misalnya Pemda. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa pelaksanaan tupoksi di bidang P3M tidak dapat berjalan maksimum. Diharapkan dengan terbitnya Perpres No 63/2013 yang memecah Kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat dapat memaksimalkan tupoksi dari masing-masing seksi tersebut. Selain itu juga tupoksi-tupoksi yang dianggap masih wacana dapat terealisasi, sehingga mainset mengenai P3M yang “kering” atau “tidak berdaya” dapat dihilangkan.

    BalasHapus
  10. AGRIN WIDIARTY SINAGA _ 11202554 _ MANAJEMEN

    Mohon izin berkomentar Pak.......
    Mengingat salah satu point dalam 11 AGENDA BPN RI dan Amanat dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, maka Kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) di Instansi Kelembagaan BPN RI, merupakan salah satu kelembagaan yang sangat penting dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) BPN RI. Berdasarkan 11 AGENDA BPN RI dan Amanat dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut, bahwa tupoksi BPN RI selain memberikan jaminan kepastian hukum dan keterbukaan dalam memberikan informasi bagi bidang-bidang tanah masyarakat yang telah terdaftar, juga harus dapat meningkatkan kepercayaan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat melalui Sertipikat Hak Atas Tanah yang telah diterbitkan - khususnya bagi masyarakat golongan ekonomi lemah (GEL). Mereka (masyarakat GEL) beranggapan bahwa mensertipikatkan (mendaftarkan) bidang tanahnya itu sangat mahal, lama dan berbelit-belit. Sehingga tidak mudah bagi Instansi Kelembagaan BPN RI untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat (khususnya masyarakat GEL). Oleh karena itulah, Kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) ini sangat penting bagi Instansi Kelembagaan BPN RI. Melalui kelembagaan ini, BPN RI telah banyak melaksanakan program-program P3M untuk meningkatkan kepercayaan dan kesejahteraan masyarakat (khususnya masyarakat GEL). Program-program P3M ini seperti: PRONA, PPAN (LandReform / LR), LARASITA, GEMARA, UMK, MBR, POKMASDARTIBNAH, Pertanian dan Nelayan yang juga telah dilaksanakan
    di b erbagai Kantor Pertanahan (Kantah) Kab/Kota. Namun, program-program P3M ini tidak semuanya berhasil dijalankan oleh Kantor Pertanahan Kab/Kota dan mungkin hanya beberapa Kantor Pertanahan Kab/Kota yang berhasil dalam menjalankan program-program P3M ini.
    Menurut saya:
    1. Dalam Instansi Kelembagaan BPN RI, Kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) ini harus didudukkan berdasarkan maksud, tujuan, strategi, visi dan misi Kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) itu sendiri (walaupun sekarang berdasarkan PerPres No. 63 Tahun 2013, kelembagaan ini sudah dipisah / dipecah).
    2. Adanya SDM Pertanahan yang berkualitas yang mampu untuk menghimbau / mengajak / memotivasi masyarakat dengan memberikan penyadaran / pemahaman melalui penyuluhan (sosialisasi) kepada masyarakat mengenai:
    1) Apa itu pemberdayaan - sebelum mensertipikatkan bidang tanahnya melalui
    program-program P3M) - dan 2) Apakah dengan terbitnya Sertipikat HAT oleh BPN melalui program-program P3M, mereka (masyarakat GEL) bisa berdaya
    (Sertipikat tersebut digunakan untuk apa)? dengan memberikan capacity building
    dan pendayaan kepada masyarakat - setelah mensertipikatkan bidang tanahnya melalui program-program P3M).
    3. Program-program P3M tersebut harus tetap dijalankan karena melalui
    program-program ini, masyarakat GEL tidak lagi beranggapan bahawa mensertipikatkan (mendaftarkan) bidang tanah mereka itu mahal (BPN RI harus memperhatikan keadaan setiap Kantah Kab/Kota, khususnya dalam hal pendanaan) dan BPN RI juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.

    BalasHapus
  11. Junardi Manajemen 11202572
    Mohon izin berpendapat
    Membaca tulisan bapak.. ”Memprihatinkan juga ketika penulis mendengar berbagai statemen tentang bidang, seksi ataupun subseksi pemberdayaan masyarakat di berbagai kantor pertanahan maupun kantor wilayah BPN sebagai bidang, seksi atau subseksi yang “kering”, tidak memberikan kontribusi pada pelayanan pertanahan, sumberdaya manusianya adalah orang buangan, program kerjanya tidak jelas dan sudah ada di seksi lain, struktur yang mengada-ada, bukan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPN, dan beberapa statemen minor lainnya”
    Statemen ”Kering” diatas merupakan gambaran perbandingan ekonomi dengan seksi-seksi lain seperti SPP dan HTPT dimana, pada seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) harus berpikir keras, melihat kebutuhan masyarakat terkait pertanahan dan merancang suatu program kegiatan yang melibatkan masyarakat, membutuhkan ide-ide baru dalam membuat suatu program yang memberdayakan masyarakat dengan memiliki hasil yang tidak sebanyak seperti diseksi SPP dan HTPT yang mengerjakan pekerjaan sesuai tupoksinya dengan hasil yang melimpah. Hal ini menunjukuan ketidak berdayaan pegawai diseksi P3M, sehingga timbul pertanyaan bagaimana melalui seksi P3M mengsejahterakan masyarakat apabila pegawai Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat saja merasa tidak sejahtera. Kalau boleh berpendapat dalam tingkat Kanwil dan Kantah, Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat di lebur kedalam seksi SPP dan HTPT, program-program yang dimiliki akan dapat langsung terrealisasi seiring berjalan dengan kegiatan pendaftaran tanah, seperti di seksi SPP, masyarakat dilibatkan dalam pembuatan peta partisipatif untuk mencegahnya konflik pertanahan dan tumpang tindih terhadap bidang-bidang tanah yang telah didaftarkan dan belum di petakan (GU melayang), serta dapat mengupdate data tentang perubahan fungsi lahan hutan menjadi perkebunan masyrakat yang dapat menjadi obyek Reforma Agraria. Pada seksi HTPT masyarakat diberikan sosialisasi tentang informasi pertanahan agar dapat terciptanya tertib administrasi pertanahan dan menghindari praktek percaloan. Dengan demikian masyarakat lebih dapat diberdayakan dan tetap dalam arah kesejahtraan.

    BalasHapus
  12. Assalamualaikum....
    Permisiiii, numpang nimbrung diskusinya,,,,,
    Tidak panjang lebar pak, karena panjang kali lebar nanti jadinya luas,hehehehehe... Menarik sekali fokus diskusi kita kali in, yaitu bagaimana mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
    Jujur, saya yang penempatan BPN pusat bagian biro perencanaan dan kerjasama luar negeri cukup awam jika harus berkomentar kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengendalian pertanahan, khususnya yang ada di daerah. Yang saya ketahui hanya rencana kegiatan yang dilakukan kedeputian IV (Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat) pada masa saya masih sebagai staff BPKLN. Kegiatannya sih oke, tapi realisasinya masih belum se oke perencanaan kegiatannya.
    Menurut pendapat awam saya, mau didudukkan dimana saja kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat itu tidak masalah asalkan tidak dihapus. Sangat berbeda vision nya saat berbicara tentang penghapusan kelembagaannya. Seperti pada kepres yang baru yaitu Kepres 63 tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional yang masih mendudukkan direktorat pemberdayaan masyarakat di kedeputian II (Deputi Bidang Hak Tanah, Pendaftaran Tanah, dan Pemberdayaan Masyarakat) dan direktorat pengendalian pertanahan di kedeputian III (Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan). Kedua direktorat masih bisa melaksanakan tupoksinya masing-masing walaupun tidak dibawah satu naungan kedeputian. Toh kegiatan antar kedeputian masih bisa saling mendukung terutama pada kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengendalian pertanahan.
    Pemisahan direktorat pemberdayaan masyarakat dan pengendalian pertanahan merupakan the art in organization. Bagaimana para pemimpin menyatukan pemikiran, mengesampingkan egonya, saling merangkul, saling mendukung kegiatan antar kedeputian dan pada orientasi yang sama yaitu untuk mensejahterakan masyarakat. And then,,,let see eksekusinya besok di lapangan setelah adanya kepres 63/2013 dan apalagi dengan dimasukkannya Kedeputian Bidang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, apakah menjadikan lembaga BPN kita menjadi lebih baik ataupun sebaliknya.

    Terimakasih atas kesempatannya,
    wassalamualaikum.....

    Sukma Nurdiana Puspasari/ Manajemen Pertanahan/ 11202626

    BalasHapus
  13. Nova Heviliana_11202579_Manajemen
    Mohon ijin berkomentar pak…
    Saya tertarik dengan ide yang disampaikan bpk dosen pengampu pada perkuliahan di kelas, mengenai gagasan dibuatnya “klinik pertanahan”. Sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam pasal 3 huruf b PP 24 Tahun 1997, disebutkan bahwa salah satu tujuan dari pendaftaran tanah yaitu menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam penjelasan pasal tersebut juga disebutkan bahwa selain untuk memberikan kepastian hukum pendaftaran tanah juga bertujuan agar tercipta suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah.
    Oleh karena itu amanat pasal tersebut dapat direalisasikan dengan dibentuknya klinik pertanahan. Tupoksinya tentu berbeda dengan loket informasi. Dimana kalau loket informasi hanya memberikan informasi sebatas keperluan masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya sedangkan klinik pertanahan memberikan informasi yang lebih komprehensif dan menyeluruh. Mungkin ide ini kalau digabung dengan ide saudari Aprin tentang duta pertanahan menjadi perpaduan yang pas. Sebuah kantor pertanahan memiliki Klinik Pertanahan dimana didalammnya terdapat Duta Pertanahan. Sebagai masukan jika nanti sudah terbentuk klinik pertanahan maka tidak ada salahnya memanfaatkan media seperti internet, radio, tv dan media sosial lainnya sebagai ruang interaksi dengan masyarakat.

    BalasHapus
  14. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
    Mohon ijin komentar pak,

    Pemberdayaan merupakan suatu proses pembangunan untuk memperbaiki kondisi dan situasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Untuk mencapai dan memberdayakan masyarakat tentunya pertama yang harus dibenahi adalah aparatur BPN khususnya dibidang pemberdayaan, untuk mengoptimalkan aparat BPN dalam melaksanakan tupoksinya khususnya dibidang BPN maka menurut saya yang perlu dilakukan adalah:
    - Peningkatan kapasitas aparat BPN (SDM), seperti peningkatan kesadaran dan ketrampilan aparatur pemberdayaan BPN melalui kegiatan pelatihan ataupun pertukaran pengalaman praktek pemberdayaan antar stake holder dan institusi yang berkompeten terhadap sumberdaya tanah.
    - Menciptakan dan membangun mekanisme kerja yang efektif antar aparat pemberdayaan BPN.
    Mengenai Perombakan struktur organisasi di BPN RI yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, kita semua berharap bahwa perombakan itu semata-mata untuk kemakmuran rakyat. Amin. Program yang ada dalam agenda BPN terutama dalam pemberdayaan masyarakat kunci utamanya adalah pada SDM nya. Jika SDM nya berdaya dan diberdayakan, maka pemberdayaan untuk kesejahteraan rakyat bisa tercapai, namun kegiatan pemberdayaan masyarakat ini tidak mungkin berhasil dengan mudah dan dalam waktu yang singkat, mengapa demikian?. Hal ini dikarenakan pemberdayaan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan yang memerlukan pendampingan yang bertujuan mengawal kegiatan yang telah direncanakan.
    Secara umum saya setuju dengan tulisan bapak yang mangatakan bahwa BPN harusnya sudah membuka diri, melakukan kolaborasi dengan stake holder yang berkompeten. Dengan membuka diri dan merajut kerjasama dengan instansi-instansi terkait maka tidak melulu hanya mengurusi sertipikat dan akses untuk menjaminkan sertipikat guna modal usaha yang terus menerus diurus, tetapi banyak hal lain yang bisa menguatkan kelembagaan pemberdayaan masyarakat di BPN, salah satu contoh pemberdayaan masyarakat melaui Pemetaan Partisipatif, pendampingan-pendampingan dsb.
    Semakin banyak program yang dicanangkan dan SDM yang berdaya diberdayakan, saya yakin kelembagaan pemberdayaan di BPN bisa menjadi bidang, seksi ataupun subseksi yang nantinya mempunyai sayap yang lebar untuk pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan aparat BPN itu sendiri.
    Terima kasih.

    RANDITAMA T. M. SIMANJUNTAK / MANAJEMEN P. / 11202617.

    BalasHapus
  15. Assalamu'alaikum wr. wb.
    Menurut saya, struktur organisasi lama yang menempatkan lembaga Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) dalam kedeputian tersendiri sudah tepat, hanya dibutuhkan suatu penguatan kelembagaan, komitmen , inovasi dan kreatifitas personil di dalamnya.

    Pengendalian Pertanahan yang ada saat ini di BPN masih terlalu sempit, hanya sebatas penertiban tanah terlantar dan inventarisasi tanah kritis/bekas kawasan. Padahal sebenarnya dibutuhkan pengendalian pertanahan yang lebih kompleks seperti pengendalian dalam hal Penguasaan dan pemilikan tanah agar tidak bertentangan dengan UU Landreform serta pengendalian dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah agar tidak bertentangan dengan RTRW. Kegiatan pengendalian ini juga harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat agar masyarakat menjadi lebih paham dan menerapkan aturan pertanahan untuk menghindari keadaan yang kontradiktif.

    Sedangkan untuk program pemberdayaan masyarakat, seperti yang diuraikan di atas bahwa pemberdayaan masyarakat dimaknai ’hanya’ sebatas pada sertipikasi bidang tanah pada sektor Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) yang bekerjasama dengan pihak perbankan ataupun koperasi. Sehingga program pemberdayaan tersebut terkesan merupakan program yang “hit and run”. Padahal pemberdayaan yang sebenarnya harus disertai keberlanjutan program yaitu “pengendalian” agar mencapai tujuan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    Jadi menurut saya lembaga P3M seharusnya menjadi leading sector-nya pembangunan pertanahan yaitu:
    1. lembaga pengendalian menjadi “polisi pertanahan” yang mengatur dan menertibkan P4T agar sesuai dengan peraturan pertanahan; dan
    2.lembaga pemberdayaan masyarakat menjadi “public relationship” pada BPN RI untuk menjelaskan mengenai peraturan pertanahan dan program BPN RI pada masyarakat dan stake holder lainnya agar masyarakat menjadi “melek agraria”.

    terima kasih atas perhatiannya..
    Wassalamu'alaikum wr. wb
    Siti Aisyah Fitriyanti
    NIM. 11202585/ Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  16. Danang Ary Ramadhan14 Januari 2014 pukul 15.57

    Ijin berkomentar…
    Penguatan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat (P3M) dalam bingkai kelembagaan BPNRI hal yang harus dilakukan pertama adalah mendudukkan lembaga sesuai dengan fungsinya. Pertanyaannya apakah sudah tepat kebijakan yang dibuat selama ini??? Salah satunya mengubah kedeputian pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat menjadi sekelas direktur. Hal ini tentu berpengaruh besar terhadap kewenangan kelembagaan P3M itu sendiri tentunya. Akan tetapi, walaupun kelembagaan itu sendiri telah melebur kedalam kedeputian lain, tugas pokok dan fungsinya akan tetap sama. Maka yang perlu dilakukan adalah terus menjalankan visi dan misi yang telah dibuat sekaligus perencanaannya agar dapat berjalan dengan baik dan berhasil.
    Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan penguatan kelembagaan adalah adanya kemampuan dari sumberdaya manusia dalam kelembagaan itu sendiri. Untuk itu dalam rekruitmen pegawai dan penempatan kerja harus memperhatikan kemampuan atau watak pegawai, selain itu salah satu keberhasilan kelembagaan berjalan atau tidak berasal dari semangat kerja pegawai dan ide-ide pengembangan yang mendorong pencapaian kerja yang tidak hanya terpaku pada agenda kerja saja. Grindle dalam sebuah bukunya mengatakan, guna meningkatkan kemampuan pegawai salah satu strategi yang dilakukan dengan melaksanakan capacity building. “Capacity building” merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan.
    Oleh karenanya, penguatan kelembagaan terutama kelembagaan P3M tergantung kepada manusia yang bekerja dalam kelembagaan itu sendiri, jika tetap seperti dulu maka kelembagaan tidak akan berubah dan tetap menjadi kelembagaan yang tidak “diperhitungkan” dalam struktur kelembagaan BPNRI. Akan tetapi jika mampu berpikir kreatif dan selalu mendapat gagasan baru maka menjadi mungkin kelembagaan P3M dapat bersaing dengan seksi-seksi lain.
    Terima Kasih…
    DANANG ARY RAMADHAN/11202561/M

    BalasHapus
  17. Izin bergabung....Menarik kalau kita membicarakan posisi dari kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat ini. Berdasarkan pengalaman saya di kantor, memang terlihat bahwa seksi ini tidaklah berpengaruh banyak terhadap pelaksanaan pelayanan pertanahan khususnya yang berhubungan dengan masyarakat, yang saya tahu memang pernah ada pokmasdartibnah atau kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan yang tugasnya untuk membantu kinerja BPN dalam rangka memberikan informasi pertanahan kepada masyarakat setempat. Tapi pada kenyataannya kelompok ini pun hanya seumur jagung, tidak bertahan lama. Saya tidak tahu kenapa sampai kelompok ini sudah tidak beroperasi lagi, terkendala di pendanaan? Mungkin ini bukan alasan yang utama tapi bisa saja menjadi salah satu faktor penting dalam mandeknya pokmasdartibnah ini. Sebenarnya jika benar-benar dilakukan dengan sepenuh hati dan dikontrol dengan baik, saya rasa bidang ini dapat membantu memberdayakan masyarakat, hanya saja kurangnya kepedulian dari kalangan BPN sendiri akhirnya bidang ini menjadi bidang yang biasa-biasa saja. Kalau hanya sekedar kerja sama lintas sektor seperti UMKM,Menpera, Nelayan dan yang lainnya sampai saat ini baru sebatas pada produk akhir saja yaitu sertifikat, belum ada tindak lanjut bagaimana masyarakat diarahkan agar supaya dapat memanfaatkan sertifikat tanah dengan baik. Saya setuju dengan pendapat bapak bahwa agar pemberdayaan masyarakat ini bisa berjalan dengan lancar maka harus menggandeng stakeholder seperti Pemerintah Daerah maupun instansi yang terkait agar bersama-sama dalam membantu meningkatkan pemberdayaan masyarakat ini. Ada satu pekerjaan yang menurut saya agak tidak nyambung dengan tugas, pokok dan fungsi dari seksi pengendalian dan pemberdayaan masyarakat yaitu Sistem Kendali Mutu Pelayanan Pertanahan atau disingkat SKMPP, menurut saya harusnya SKMPP ini berada di bawah kendali dari tata usaha karena menghimpun semua laporan baik fisik maupun yuridis dari berbagai program kerja. Apa karena memang bidang ini sepi atau memang pekerjaan yang kurang? Agak membingungkan memang. Dengan adanya Perpres 63 tahun 2013 mengenai Badan Pertanahan Nasional saya rasa sudah tepat bidang pengendalian dan pemberdayaan di lebur di dua kedeputian, hal ini agar bisa fokus antara pekerjaan pengendalian dan pekerjaan pemberdayaan karena memang dua hal ini berbeda sehingga dengan begini fokus untuk pemberdayaan BPN yang berorientasi pada masyarakat dapat terlaksana. NOVITA JUMATI/11202615/Manajemen Pertanahan.

    BalasHapus
  18. Assalamualaikum,
    Pemisahan Pengendalian dan Pemberdayaan memang menimbulkan suasana hangat dalam diskusi ini. Ada yang merasa kebijakan itu kurang tepat dan mengandung nuansa politik. Hal itu wajar, karena setiap orang berhak berkomentar. Kalaupun dibilang ada unsur politik, tentu saja ada. Karena tidak mungkin suatu kebijakan tidak mengandung kepentingan di dalamnya. Kepentingan untuk kemakmuran rakyat, kepentingan pemerintah atau kepentingan "oknum" tertentu.
    Saya rasa tema diskusi kita sangat serius, maka mari sejenak refresh dengan ilmu yang lebih ringan dengan bernostalgia ke masa SMA. Tentu kita semua tidak lupa dengan rumus fisika dimana Daya yang dilambangkan dengan P (power) merupakan hasil dari Usaha yang dilambangkan dengan W (work) dibagi dengan Waktu yang dilambangkan dengan t (time). Atau secara singkat P=W/t. Itu berarti bahwa untuk memperoleh daya dibutuhkan usaha yang berproses dalam waktu. Nah...bertolak dari ilmu masa lalu tersebut, saya berpendapat bahwa kebijakan adalah bagian dari usaha. Tinggal menunggu waktu apakah usaha tersebut akan berhasil atau tidak.
    Mengenai pengendalian, idealnya harus disandingkan dengan pemberdayaan. Namun orang-orang bijak telah memutuskan, maka mari kita lihat bagaimana hasilnya nanti...!

    Gita Anggraini/11202568

    BalasHapus
  19.     Izin komentar...
        Sebelum saya tugas belajar di D4 Pertanahan, saya di tugaskan sebagai staf di bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat Di Kanwil. Selama saya menjadi staf di bidang P3M ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah hanya sekedar legalisasi aset seperti kegiatan sertipikasi UKM, Tanah Nelayan, Menpera dan lain-lain. Dalam kegiatan lintas sektor ini masih ada ketidaktepatan subjek yang akan mengikuti kegiatan sertipikasi tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan Sertipikasi UKM subjek-subjek yang mengikuti kegiatan legalisasi aset harusnya difokuskan kepada masyarakat yang memiliki tanah untuk mengoptimalkan usahanya, namun kenyataannya terdapat salah sasaran atau kurang tepatnya subjek, padahal petunjuk pelaksanaannya jelas kepada siapa yang berhak menerima manfaat dari kegiatan sertipikasi tersebut. Padahal instansi UKM sendiri yang menetapkan subjeknya tapi tetap saja masih salah sasaran. Saya setuju dengan komentar novita, bahwa Program pokmasdartibnah (Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan) ini pun tidak berjalan lagi dan bisa dikatakan gagal, padahal menurut saya program ini sangat bagus karena langsung melibatkan masyarakat, masyarakat tidak hanya sebagai penerima layanan dari BPN namun sekaligus menjadi mitra kerja BPN, namun program ini terhenti begitu saja, menurut saya terkendala di dana dan personil. Kami di Bidang P3M pun sangat kekurangan personil, kegiatan seperti SKMPP yang masuk di bidang P3M ini juga menurut saya makin menambah ketidak jelasan tupoksi P3M. Sehingga saya setuju jika Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat ini di lebur ke Deputi 2 dan Deputi 3, diharapkan dengan adanya struktur kelembagaan yang baru di BPN RI tupoksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan semakin jelas, dan lebih fokus dalam melayani masyarakat. NOVARINI JUMATI/11202614/Manajemen

    BalasHapus
  20. Bagaimana mendudukkan Kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat?
    Saya setuju dengan komentar rekan saya mas Hary……” Hemat kata kemampuan rekan-rekan di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat itu perlu "ditularkan" kepada seluruh personel pelaksana Program di BPN yang melibatkan masyarakat dan perlu dikuatkan. Misi Program Pemberdayaan itu tidak hanya berasal dari Seksi Pemberdayaan. Tapi sebetulnya misi itu juga ada pada setiap insan BPN.”
    Sebagai pegawai BPN kita harus saling bekerjasama, bantu membantu dan jangan acuh tak acuh. Jangan jadikan Bidang-bidang tiap seksi menjadi sekat dan pembatas. Karena kurang bersatunya tiap bidang, rasa acuh tak acuh, dan egoisme pribadi masing-masing dapat memecah belah intern BPN sendiri. Tak jarang hal ini terjadi di kantor, tiap pegawai hanya focus pada tupoksi masing2 dan kurang peka terhadap bidang lain. Bahkan ada juga, sudah jelas itu tupoksi dia namun tidak dikerjakan karena tidak ada honornya.Hal ini harus kita hindari, pertama memang kita harus menanamkan bahkan mematri di hati kita masing2 sebagai pegawai BPN, kita harus punya kesadaran tinggi,kejujuran,keikhlasan dan jangan hanya berorientasi pada uang. Yang mengatakan P3M kering berarti hanya berorientasi pada uang, bagaimana kita mau mensejahterakan masyarakat kalau kita tidak tulus dan hanya berorientasi uang???? Kalau mau kaya ya jangan jadi PNS, jadi aja pengusaha Jadi pertama yang harus dilakukan adalah hal tersebut di atas..
    Suatu contoh, dulu di kantor saya kasian sekali seksi P3M, karena hanya ada satu kasi tanpa staff, mana bapaknya sudah tua juga. Dengan tupoksi yang cukup banyak dan hanya satu orang seperti itu, apakah sanggup mensejahterakan masyarakat?? Kurangnya SDM juga menjadi kendala, namun Alhamdulillah pegawai yang lain mau membantu tugas P3M. Namun meskipun demikian program kerja P3M tetap tidak dapat sempurna. Ada juga kekurangan kita yang tak jarang dilakukan yaitu ABS, Asal Bapak Senang….contohnya tidak melakukan tugas dengan semestinya, atau hanya fiktif bisa dikatakan demikian, SPPD yang penting tandatangan tanpa kerjaan yang jelas, dan laporan belaka. Setiap ditanya atasan ya Cuma ngejar laporannya, padahal kadang kerjaan tidak tuntas tapi dibuat buat tuntas. Intinya yaitu kita harus berbenah diri dahulu. Jadilah pegawai BPN yang jujur, bersih, ikhlas, toleransi, kreatif, dan jangan Cuma berorientasi uang.
    Kedua yaitu alangkah baiknya jika kita kerjasama dengan instansi lain khususnya PEMDA yaitu Dinas Pengendalian Pertanahan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat. Sebagian besar kita kurang SDM terutama di P3M, jadi kalau kita kerjasama dengan Dinas tersebut dengan baik mungkin bisa lebih mudah untuk mencapai cita2 mensejahterakan masyarakat. Memang sudah ada Tupoksi P3M tentang kerjasama lintas sektoral, namun menurut saya Cuma formalitasnya ajah ada tapi kenyataannya kurang erat kerjasamanya.
    Jadi, kalau menurut saya pengendalian sama pemberdayaan mau dipisah ataupun digabung tidaklah menjadi masalah, yang penting adalah kerjaan beres dan benar dan kita tetap satu yaitu BPNRI.

    FAUZIANA PANCAWATI
    11202566/MANAJEMEN

    BalasHapus
  21. Selamat Malam Pak dosen.
    Mohon ijin berkomentar ya pak dosen…
    Jujur ya pak semenjak terbitnya Peraturan presiden No 63 tahun 2013 tentang struktur organisasi yang baru timbul sedikit keraguan dalam diri saya mengenai apakah lembaga “pengendalian pemberdayaan masyarakat” mampu menjadi Leading sector nya BPN RI? mengapa saya mempunyai pertanyaan seperti itu, karena dalam perpres tersebut merombak kedeputian P3M menjadi sekelas direktur seperti yang dikatakan oleh rekan saya Danang diatas. Benarkah dengan meleburkan kelembagaan pemberdayaan masyarakat maka tupoksi lembaga itu menjadi jelas dan terarah? Saya kira kok belum tentu…saya malah setuju pak dengan struktur organisasi BPN yang lama dimana P3M menjadi kedeputian sendiri,karena dengan menjadi kedeputian sendiri maka tujuan dan arah program-program P3M seharusnya jelas. Akan tetapi kita tidak menutup mata juga pak bahwa kenyataannya kelembagaan itu tidak dapat berjalan secara optimal. Kalau menurut saya pak biarkanlah P3M tetap menjadi kedeputian, hanya perlu ditingkatkan lagi SDM dan pendanaan bagi lembaga tersebut. Dengan meningkatkan kemampuan dan kapasitas SDM yang telah ada sehingga dapat memunculkan kratifitas dan gagasan-gagasan yang dapat membantu kinerja P3M.
    Saya kira hanya itu pak komentar saya pak
    Terima kasih..Selamat malam.
    Reynold Emmanuel
    NIM. 11202619
    Manajemen pertanahan

    BalasHapus
  22. Assalamu’alaikum.

    Menurut saya, ada benarnya apa yang telah dikemukakan dalam wacana diatas, yaitu mengenai pernyataan negatif tentang bidang, seksi ataupun subseksi pemberdayaan masyarakat di berbagai kantor pertanahan maupun kantor wilayah BPN sebagai bidang, seksi atau subseksi yang “kering”. Seperti contoh di kantor pertanahan tempat saya bekerja saat ini, Seksi P3M pada kenyataannya memiliki volume pekerjaan yang lebih sedikit, tidak seperti seksi lain. Seksi P3M lebih banyak menganggur dalam kesehariannya. Mereka hanya melaksanakan tugas yang itu-itu saja dan cenderung selalu berada di kantor. Kalau dilihat penyebab dari hal ini sepertinya dikarenakan Seksi P3M tersebut belum memahami tupoksi mereka. Padahal apabila mereka mengetahui dan memahami mengenai tupoksi P3M, mereka tidak akan se-pasif seperti anggapan selama ini.
    Seksi P3M harusnya dapat lebih berperan aktif dalam pelaksanaan tugasnya. Seperti halnya berhubungan dengan lembaga lain untuk bekerjasama dalam menciptakan akses, peningkatan potensi dalam masyarakat dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Contohnya dengan melakukan kerjasama dengan Dinas Pertanian guna meningkatkan produksi pertanian para petani. Peran aktif dari P3M diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat dan instansi terkait kepada BPN. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, P3M seharusnya dapat memberdayakan para personilnya dengan cara peningkatan pengetahuan dan pengalaman dibidang pertanahan sehingga para personil tersebut mempunyai kepercayaan diri untuk dapat memberdayakan pihak lain.
    .
    .
    Diptyo Bagas Dyatmiko / 11202600 / MP

    BalasHapus
  23. Assalamualaikum...
    Mohon izin berkomentar pak..
    Jika kita berbicara tentang pemberdayaan yang mana bapak jelaskan diatas dengan penekanan diskusi kita tentang "bagaimana mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat ?"
    Menurut saya pak, terlepas dari perubahan yang terjadi dari lembaga pemberdayaan yang tadinya berdiri sendiridi kemudian digabung dan berdiri dibawah kedeputian II dalam BPN RI. Dimanapun letak kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai kelembagaan BPN RI yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Menurut saya, sebagai orang awam yang harus masih banyak belajar mengenai pemberdayaan ini. Ada beberapa hal yang sangat penting diperhatikan jika kita benar-benar ingin menjadikan lembaga Pemberdayaan Masyarakat ini leading sector-nya BPN RI, antara lain: (a)arti dari kata pemberdayaan itu sendiri, yang saya artikan lembaga kita sendiri harus mempunyai power untuk bisa berdaya dalam menggerakan semua program yang kita miliki secara nyata bukan hanya sekedar project belaka, (b) menghilangkan pemikiran lembaga pemberdayaan BPN RI itu adalah tempat yang kering, (c) keiklhlasan dari masing-masing pribadi untuk melakukan kegitan ini sepenuh hati, (d) mulai dari hal yang kecil dahulu namun konsisten dan berkelanjutan. Jika hal ini bisa kita jalankan pada tiap-tiap individu saya optimis lembaga pemeberdayaan ini akan bisa menjadi leading sector-nya BPN RI.

    Pristihadi Halim / 11202616 / Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  24. Assalamualaikum Wr Wbr…
    Mohon Ijin bergabung Pak…
    Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah merombak struktur organisasi BPN RI sehingga memunculkan kedeputian baru yaitu Deputi Pengadaan Tanah (Deputi IV). Sebagai orang awam saya juga heran dengan dileburkannya Kedeputian Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat menjadi sekelas Direktorat karena saya mempunyai pemikiran bahwa jika ada pengadaan tanah maka identik dengan menjual tanahnya dan menurut saya hal tersebut bertentangan dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Misalnya dengan pengadaan tanah, tanah tersebut akan di beli oleh pihak swasta, masyarakat akan diberikan ganti rugi kemudian didirikan perusahaan dan sangat tidak mungkin jika dengan kondisi tersebut masyarakat akan menjadi sejahtera. Jika hal itu terjadi bukan hal yang mustahil akan semakin terjadi ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia sehingga kita menjadi bergantung kepada negara lain sebab seperti yang kita semua ketahui bahwa masyarakat akan menjadi berdaya dan sejahtera jika mereka mengelola tanah, memanfaatkan akses dan assetnya.
    Terima Kasih
    Wassalamualaikum Wr Wbr…
    Rizki Indah Bestari
    NIM. 11202622 / Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  25. Assalamu’alaikum,, mohon ijin bergabung pak...
    “Bagaimana mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat?”. Membaca dari pendapat sdr.Fauziana, saya rasa benar bahwa pengendalian sama pemberdayaan, mau dipisah ataupun digabung tidaklah menjadi masalah, yang penting adalah kerjaan beres dan benar, dan kita tetap satu yaitu BPN RI. Berdasarkan pengalaman pertama kali saya menjadi pegawai, setiap kali saya tanya pada teman-teman, “di kanwil di bidang apa? atau di kantah dapat seksi apa?”, mereka hanya jawab “pemberdayaan”. Dari hal kecil saja, seolah-olah sudah dipisah, padahal saat itu jelas masih digabung dengan pengendalian. Seperti yang dikemukakan sdr.Novarini bahwa pembuat kebijakan berharap dengan dipecahnya seksi P3M menjadi menjadi 2 subseksi yang terpisah, maka tupoksi struktur kelembagaan yang baru tersebut semakin jelas, dan lebih fokus dalam melayani masyarakat
    Dari tulisan bapak juga disebutkan bahwa “Bahkan pada level direktorat, pemberdayaan masyarakat dimaknai ’hanya’ sebatas pada sertifikasi bidang tanah pada sektor UMKM...” Mengapa? Karena dari semua program P3M, saya kira hanya program UMKMlah yang berhasil dan bisa berlanjut. Hal ini memperlihatkan bahwa program-program lain yang sebenarnya telah direncanakan, belum optimal dalam pelaksanaanya.
    Anggapan bahwa pemberdayaan sebagai bidang, seksi atau subseksi yang “kering”, tidak memberikan kontribusi pada pelayanan pertanahan, bisa kita tepis dengan ide yang pernah disampaikan bapak, dengan dibuatnya klinik pertanahan dan digabung ide dari sdr.Aprin tentang duta pertanahan. Tentu saja, terwujudnya ide ini, perlu dukungan juga dari seksi lain, misalnya untuk duta pertanahan, masing-masing seksi atau subseksi harus ada yang mewakilinya, termasuk juga subseksi pengendalian pertanahan. Program lama seperti Pokmasdartibnah pun, bisa digalakkan lagi dengan adanya klinik pertanahan, dimana duta pertanahan bisa menjadi pendamping masyarakat yang tergabung dalam kelompok tersebut.
    Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaimana program yang telah ada dioptimalkan, dan program baru bisa direalisasikan. Tidaklah menjadi masalah jika pengendalian dan pemberdayaan mau digabung atau dipisah. Karena setiap program yang direncanakan dari tiap seksi atau subseksi, tentunya perlu dukungan juga dari semua seksi. Seperti harapan yang telah disampaikan sdr. Ariesandy bahwa perhatian BPN RI kepada kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama.

    Terima kasih...
    Anggraini Diyah S/11202555/MP

    BalasHapus
  26. Assalamuailaikum wr. wb.
    Mohon ijin berkomentar

    Setelah membaca tulisan dan komentar-komentar di atas, saya mohon ijin berpendapat. Saya ingin berkomentar tentang ketertarikan Sdr. Nova Heviliana terhadap ide dari Bapak Dosen tentang perlu dibentuknya klinik pertanahan untuk memberikan informasi yang komperensif dan menyeluruh serta kalau digabung dengan ide dari Sdr. Aprin akan menjadi sebuah kantor pertanahan yang memiliki klinik pertanahan yang di dalamnya terdapat duta pertanahan. Saya rasa jika hal ini bebar-benar terwujud maka akan menjadi kantor yang luar biasa. Namun melihat kantor BPN di daerah sekarang ini, menurut saya akan sulit terwujud. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan SDM di kantor-kantor pertanahan, terutama di daerah di luar jawa. Dengan SDM yang terbatas dan beban kerja yang besar dan terfokus pada program tertentu (seperti legalisasi asset) bukan hal yang mudah untuk memikirkan terlaksananya program klinik pertanahan tersebut. Menurut pengalaman saya di kantor, kami staf pelaksana yang hanya beberapa orang hanya dituntut untuk segera menyelesaikan legalisasi asset dengan volume sekian ribu bidang. Apalagi sekarang ada aplikasi Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan. Jadi tiap kali bapak-bapak di kantor kerjaannya monitoring aplikasi tersebut agar jangan sampai dapat raport merah. Yang ditanamkan dalam benak kami hanya kerja keras, jangan sampai dapat raport merah, kalau sampai merah ya wassalam.. Para atasan di kantor yang satu dan yang lain saling berlomba-lomba untuk memperoleh raport terbaik, jadi tentang klinik pertanahan, memikirkanya pun tidak sempat apalagi usaha untuk mewujudkan ide tersebut.
    Menurut saya yang sebaiknya dilakukan saat ini adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM, serta evaluasi program-program yang telah dilakukan dulu sebelum mewujudkan ide-ide baru. Seperti program legaliasasi asset, apakah program ini bisa dilaksanakan dengan efektif jika beban kerja tidak sebanding dengan SDM yang bekerja, sehingga harus ditinjau ulang mengenai volume pekerjaannya. Selain itu sebaiknya ditinjau pula apa dampak program tersebut terhadap masyarakat, apakah masyarakat akan sejahtera dengan adanya tambahan modal dari agunan sertipikatnya atau malah kehilangan tanah karena tidak mampu mengembalikan utang dari bank. Jadi memang program pemberdayaan masyarakat seperti klinik pertanahan itu baik. Namun, sebelum itu diwujudkan sebaiknya lebih dulu diperhatikan kemampuan dari kantor pertanahan baik itu dari segi SDM maupun sumber dananya.
    Sedangkan mengenai pemisahan direktorat pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, menurut saya baik itu dipisah atau digabung tidak masalah asalkan semua bekerja sesuai tupoksi masing-masing.

    Terima kasih…
    Rita Puspitasari_11202621_M

    BalasHapus
  27. Saya hampir setuju dengan pemikiran saudari aprin tentang DUTA PERTRANAHAN, tetapi saya lebih cendrung dan setuju dengan dibentuknya suatu KLINIK PERTANAHAN seperti yang disampaikan oleh Pak Sutaryono pada waktu kuliah dikelas dimana tugas dan fungsinya jauh lebih luas dari pada sekedar loket informasi/customer service yang hanya memberikan informasi mengenai jenis dan pelayanan yang ada pada kantor pertanahan. Tentunya KLINIK PERTANAHAN itu TIDAK terdiri dari satu orang “dokter”/pegawai pertanahan saja, melainkan tiap – tiap seksi dan bagian tata usaha menunjuk masing-masing satu orang yang dianggap mampu untuk menjadi anggota yang tegabung dalam KLINIK TERSEBUT sehingga jumlahnya minimal 7 anggota (6 anggota ahli dan 1 sekertaris), tentunya harus ada sekertaris pada klinik tersebut untuk mengatur jadwal dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk saling berkoordinasi dalam memberikan pelayanan karena itu sangat tepat kalau pemberdayaan disebut sebagai leading sectornya pembangunan pertanahan.
    Bagi saya kedudukan dan eksistensi kelembagaan Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat dalam bingkai BPN RI sebagai penyediaan informasi bagi masyarakat maupun stake holder lain sangat MUTLAK keberadaannya, karena merupakan amanat Undang-Undang yaitu UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yaitu bertujuan untuk menjamin hak bagi rakyat untuk mengetahui rencana program,alasan pengambilan suatu keputusan public termasuk yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Oleh sebab itu kita seharusnya jangan terlalu mempersoalkan pemisahan antara pemberdayaan dengan pengendalian pertanahan serta penggabungan seksi pemberdayaan dengan seksi HTPT. Ketika kita berbicara mengenai konteks pemberdayaan yang dilakukan oleh BPN seharusnya kita lebih fokus pada bagaimana memberikan pelayanan informasi public kepada masyarakat dan stake holder lainnya ketimbang berbicara mengenai AKSES, karena kalau kita berbicara mengenai akses tentu saja lintas sektoral dan disitu isu yang lebih menarik dibicarakan adalah isu mengenai KEDUDUKAN dan KEWENANGAN serta EKSISTENSI kelembagaan BPN RI.
    Informasi yang diberikan oleh BPN RI melalui klinik pertanahan dalam rangka pengendalian dan pemberdayaan masyarakat menurut saya sangat DAPAT dan MAMPU memberdayakan masyarakat dan MAMPU secara tidak langsung dapat mengendalikan kebijakan mengenai pengaturan pertanahan
    Sekedar mengingatkan kembali kepada teman-teman bahwa ketika kita berbicara mengenai terminologi Pemberdayaan kita dapat menjelaskan bahwa ketika seseorang itu LEMAH maka dia TIDAK BERDAYA sebaliknya ketika seseorang itu KUAT maka dia mempunyai DAYA. Oleh karena menurut saya INFORMASI ADALAH KEKUATAN TERBESAR maka secara otomatis dengan menerima informasi mengenai pertanahan seseorang atau masyarakat itu pasti mampu memberdayakan diri atau dengan kata lain INFORMASI DAPAT MEMBUAT SESEORANG MENJADI BERDAYA BAHKAN MENJADI ADIDAYA DAN MAMPU MENGENDALIKAN SESUATU ATAU HAL-HAL YANG LAIN

    Nama : SOFIAN HAJI RASWIN
    NIM : 11202624
    Smster : V/P

    BalasHapus
  28. Assalamualaikum.
    Mohon ijin berkomentar mengenai hal ini.
    1. Peran kelembagaan pengendalian pertanahan seyogyanya dapat lebih di fokuskan pada sisi hubungan internal BPN itu sendiri. Dalam hal ini salah satu contoh yang telah di upayakan yaitu pelaksanaan sistem kendali mutu program pertanahan (skmpp). Program ini bertujuan memantau, mengendalikan dan menginventarisasi data hasil dari berbagai program legalisasi aset. Namun yang disayangkan hanya sebatas monitoring dan pelaporan dari daerah ke pusat, belum adanya support dalam mengatasi hambatan yang terjadi di tiap daerah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu dengan menerima masukan dari tiap daerah perihal kendala yang dihadapi dalam mencapai tujuan, kemudian mengolahnya agar dapat di jadikan peluang dalam pengambilan kebijakan yang strategis sesuai potensi di tiap daerah.
    2. Peran Kelembagaan Pemberdayaan lebih di fokuskan pada sisi hubungan eksternal. Dalam hal ini lebih sebagai eksekutor di lapangan yaitu haruslah oramg-orang yang Ikhlas, mampu berkomunikasi dengan baik dan mudah diterima di masyarakat. Hal ini bisa di contohkan dengan gaya 'blusukan' yang mengedepankan sisi keberbersahajaan dan tidak ‘neko-neko’. Tujuan yang ingin dicapai yaitu agar BPN, Pemerintah daerah dan masyarakat dapat saling bersinergi sehingga manfaat atas tanah tidak hanya di nikmati segalintir masyarakat akan tetapi seluruh masyarakat Indonesia.
    Demikian tanggapan dari saya atas perhatiannya saya ucapakan trimakasih.
    Assalamualaikum.

    Raden M. Farhansyah/11202581/V/MP

    BalasHapus
  29. Assalamu 'alaikum..

    Mohon ijin berkomentar

    Menurut Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013, Pemberdayaan Masyarakat masuk ke dalam Deputi Bidang Hak Tanah, Pendaftaran Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat, sedangkan Pengendalian Pertanahannya dalam satu kedeputian, Deputi Bidang Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan. Dengan susunan organisasi yang terbaru ini pasti ada alasan di balik ini semua. Dengan peraturan yang dulu, dimana pemberdayaan dan pengendalian pertanahan masuk dalam satu kedeputian, dibilang sebagai bidang yang “kering” tetapi sekarang pemberdayaan difokuskan ke dalam satu kedeputian, yang seiring berjalan dengan hak tanah dan pendaftaran tanah. Menurut saya, hal ini adalah perubahan.. perubahan untuk menjadi lebih baik, sehingga dapat lebih mensejahterakan rakyat. Seiring dengan kegiatan pendaftaran tanah, program pemberdayaan dijalankan untuk membuat masyarakat lebih berdaya, seperti adanya klinik pertanahan sehingga masyarakat mengerti, memahami prosedur dalam mendaftarkan tanahnya tanpa terkena adanya calo, sehingga kelembagaan pemberdayaan dapat menjembatani antara kantor pertanahan, Pemda dan masyarakat dalam segala kegiatan pertanahan.

    Sedangkan pengendalian pertanahan dimasukkan dalam satu kedeputian, menurut saya, hal ini dimaksudkan agar kelembagaan pengendalian pertanahan dapat mengarahkan, mencegah dan menertibkan pihak-pihak yang melampaui batas dalam hal penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Seperti yang terlihat dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2013, Pasal 21, Deputi Bidang Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan penaatan serta pemanfataan dan penggunaan tanah, pengendalian kebijakan pertanahan, pengelolaan tanah terlantar, pengelolaan tanah negara dan tanah kritis serta pengelolaan dan pendataan informasi tanah pertanian pangan berkelanjutan. Dalam menjalankan fungsi tersebut, peranan kelembagaan pengendalian pertanahan juga memberikan dampak yang bagus bagi masyarakat apabila dilaksanakan dengan tegas, sehingga masyarakat dapat sejahtera.

    Terima kasih.

    Masfufah_NIM 11202611_Manajemen

    BalasHapus
  30. Mohon ijin berkomentar pak...

    Menurut saya dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional dan dileburnya Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat ke dalam Deputi Bidang Hak Tanah, Pendaftaran Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat dan Deputi Bidang Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan bukan berarti kemudian “mengecilkan atau mengkerdilkan” tupoksi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengendalian Pertanahan itu sendiri. Karena setiap kedeputian merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan sistem/lembaga yakni BPN RI. Setiap bagian harus dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Jadi dimanapun direktorat, bidang, seksi, sub seksi itu berada jika tidak didukung oleh setiap unsur di dalam lembaga itu sendiri maka sangat sulit untuk memberikan kontribusi. Kalaupun ada anggapan miring tentang Pemberdayaan Masyarakat dan Pengendalian Pertanahan (direktorat, bidang, seksi, sub seksi) seperti yang disebutkan pada artikel di atas itu sebenarnya hanya terletak pada cara berpikir masing-masing individu. Bagaimana kalau pertanyaannya bukan tentang di mana posisi untuk mendudukan kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat tetapi bagaimana cara untuk membuat Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat menjadi lebih memberikan kontribusi nyata, membuat menjadi “lebih berdaya” tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga sampai pada kantor pertanahan kabupaten/kota. Sangat ironis kalau suatu bidang atau seksi yang mempunyai tupoksi untuk memberdayakan masyarakat tetapi bidang itu sendiri “tidak berdaya” (powerless). Karena itu jika ingin membangun BPN yang lebih baik marilah mulai dari diri kita sendiri dengan mengubah pandangan atau cara berpikir kita (mind set) sebagai bagian dari instansi BPN bahwa tidak ada direktorat, bidang, seksi, sub seksi yang lebih baik dari direktorat, bidang, seksi, sub seksi lain (menghilangkan pikiran mengkotak-kotakan seksi atau mengeksklusifkan ada direktorat, bidang, seksi, sub seksi) karena semuanya adalah satu kesatuan yang tujuannya untuk mewujudkan sebesar-sebesar kemakmuran rakyat.


    SISCA SKISA/ NIM 11202623 / MANAJEMEN

    BalasHapus
  31. Mohon ijin bergabung ya Pak. . . .

    Sebelumnya saya mohon maaf kalau komentar saya kurang tajam, karena jujur pak saya masih sangat awam untuk memahami bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, kebetulan juga saya adalah staff di Inspektorat utama jadi saya tidak begitu paham tentang kedudukan P3M di pusat maupun di daerah itu seperti apa.
    Terlepas dari itu semua, menurut pemikiran saya sebetulnya program-program yang diluncurkan oleh BPN itu sudah sangat bagus dalam rangka mensejahterakan masyarakat, namun perlu ditinjau ulang mengapa program-program di BPN banyak yang tidak berjalan alias “macet”. Berdasarkan beberapa faktor yang saya pelajari, menurut saya ada dua faktor yang paling dominan yaitu :
    1. keterbatasan anggaran.
    Jika ada anggaran pasti program dapat dilaksanakan, sebaliknya jika anggaran terbatas maka pelaksanaan program juga terbatas.
    2. keterbatasan SDM.
    Telah kita ketahui bersama bahwa SDM di BPN ini masih sangat minim, baik kuantitas maupun kualitasnya, terutama di luar jawa ataupun daerah pemekaran. Hal ini berdampak pada kurangnya jumlah aparat pemberdaya dan ketidakpahaman akan tupoksinya.
    Jadi, faktor-faktor inilah yang menyebabkan bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat belum optimal dalam melaksanakan tupoksinya. Semestinya dilakukan pembenahan terhadap kedua faktor terlebih dahulu. Apabila faktor anggaran dan SDM sudah mantab, program kerja tinggal dijalankan. Dengan komitmen, konsekuen, dan kontinyu insyaallah tujuan lembaga pengendalian pertanahn dan pemberdayaan masyarakat dapat tewujud.

    Terimakasih Bapak. . .

    LENI PUTRI MAHARANI/ NIM. 11202610
    SEMESTER V MANAJEMEN PERTANAHAN

    BalasHapus
  32. Assalamualaikum wr.wb
    Mohon izin berpendapat Pak,
    Menurut saya, yang terlintas dipikiran saya terkait dengan pemberdayaan adalah tidak jauh-jauh sampai pada pemberian akses kepada masyarakat atas asset mereka. Tapi sekedar memberikan informasi bidang pertanahan itu termasuk bagian dari pemberdayaan bidang pertanahan.
    Pengalaman saya pribadi ketika saya pulang kampung, saya ditanya terkait dengan pekerjaan saya, kemudian saya jawab dengan kata “BPN”, namun ternyata tetangga saya tidak tau apa itu BPN?, kemudian saya menyebutkan “agraria”, barulah mereka tau. Namun sejauh mana mereka tau tentang agraria? Mereka hanya tau bahwa agraria tugasnya membuat sertipikat tanah. Mereka tidak tau bagaimana proses, biaya, dan lama waktu yang diperlukan. Melihat kejadian ini, menurut saya keadaan masyarakat ini tidak berdaya, sehingga perlu diberdayakan melalui pemberian informasi dan pengetahuan terkait bidang pertanahan, agar masyarakat mampu menjaga dan memanfaatkan asset yang dimilikinya untuk membantu meningkatkan taraf hidup mereka.
    Menurut saya, hal ini menjadi tugas bagi bidang pemberdayaan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Seksi pemberdayaan seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendukung BPN untuk mempercepat legalisasi asset. Sehingga kedudukan pemberdayaan sebagai kedeputian menurut saya lebih kuat daripada terbatas pada direktorat.
    Terkait dengan tempat basah dan kering, menurut saya itu semua tergantung pada kreatifitas pegawai seksi pemberdayaan sendiri dan komitmen yang kuat dari para pelakunya. Pengalaman saya pribadi, di bidang saya dulu anggaran yang tersedia juga sangat minim, kemudian atas arahan dari atasan (pada waktu itu Kepala Pusat yang baru) kratifitas staf dituntut untuk mengusulkan rencana kegiatan-kegiatan baru yang jelas rincian kegiatan, tujuan dan outputnya. Kemudian hasil rencana kegiatan tersebut di sampaikan ke DPR dalam rapat pembahasan anggaran, dan akhirnya sebagian besar rencana kegiatan baru yang diusulkan disetujui, sehingga anggarannya disediakan oleh APBN. Tentunya bidang pemberdayaan juga bisa melakukan hal ini.
    Terimakasih.
    Tutik Susiati / 11202628 / Manajemen Sem. V

    BalasHapus
  33. Mohon ijin memberikan pendapat.
    Dalam Perpres 63 tahun 2013 pengendalian pertanahan masuk dalam Deputi Bidang Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan.Sesuai Pasal 21, Deputi Bidang Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan mempunyai fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan penataan serta pemanfaatan dan penggunaan tanah, pengendalian kebijakan pertanahan, pengelolaan tanah terlantar, pengelolaan tanah negara dan tanah kritis serta pengelolaan dan pendataan informasi tanah pertanian pangan berkelanjutan.
    Dalam Pasal 16, Deputi Bidang Hak Tanah, Pendaftaran Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah, pendaftaran tanah, pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah,program strategis,dan pemberdayaan masyarakat,pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak atas tanah, pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak guna ruang dan pembinaan teknis Pejabat Pembuat Akta Tanah,pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah (landreform),pengelolaan program strategis dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan dan pelaksanaan tugas lain.

    Menurut saya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dapat berperan menjadi fasilitator bagi masyarakat demi menuju kesejahteraan hidup.Pemberdayaan diartikan proses menyadarkan masyarakat lemah atas kemampuan diri dalam meningkatkan pengetahuan dan kesejahteaan hidup, sesuai dengan pengertian ini maka lembaga pemberdayaan masyarakat harus menjadi leading sector bagi Kelembagaan BPN RI didalam setiap kegiatan BPN RI.Lembaga Pemberdayaan Masyarakat juga harus mempunyai peran sosial dalam mendampingi masyarakat yang lemah dalam mengantarkan mereka pada sikap terbuka pada setiap kegiatan BPN RI karena partisipasi masyarakat sangat menentukan didalam keberhasilan kegiatan tersebut.Partisipasi masyarakat merupakan bentuk kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
    Akan tetapi , sebelum mencapai tujuan ini terlebih dahulu dibenahi mengenai SDM maupun anggaran yang dialokasikan bagi Lembaga ini.Tidak mungkin hal ini bisa dilakukan apabila SDM yang masih minim serta tidak adanya anggaran untuk dapat terjun ke lapangan guna mengetahui keinginan masyarakat itu sendiri..

    Ronny Manurung
    NIM.11202583

    BalasHapus
  34. Mohon maaf Pak sebelumnya, saya kurang setuju dengan tulisan Bapak yang menyebutkan “Bahkan pada level direktorat, pemberdayaan masyarakat dimaknai ’hanya’ sebatas pada sertifikasi bidang tanah pada sektor Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) yang bekerjasama dengan pihak perbankan ataupun koperasi.” mungkin sebagai staf di lingkungan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan (Dit.PMK) -meskipun saya hanya sekretaris direktur dan jarang sekali terlibat dalam pelaksanaan dan rutinitas tupoksi- saya hanya ingin meluruskan bahwa, pemaknaan pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas sertipikasi UMKM. Apabila hal ini yang tertangkap dalam kunjungan Bapak ke beberapa daerah, mungkin telah terjadi miss comunication atau perbedaan penerjemahan kebijakan antara pusat dan daerah. Karena upaya yang telah dilakukan oleh Dit.PMK dalam membuat program kerja maupun kebijakan tidak hanya terfokus pada legalisasi aset lintas sektor yang selama ini dikenal (UMKM, nelayan&UPISK, petani maupun MBR) akan tetapi juga menjalin kerjasama dengan LSM, Koperasi, dan organisasi-organisasi lainnya dalam membentuk duta/kader pertanahan, selain itu juga mendorong dibentuknya Gemara dan Pokmasdartibnah, dan ikut serta dalam upaya pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan daerah tertinggal, dan lain sebagainya. Bahkan seorang pejabat eselon III beserta koleganya berhasil meyakinkan atasan serta pejabat di Kemenhut agar Kemenhut bersedia melepaskan hutan yang memang telah didiami oleh KAT dan masyarakat ulayat serta membatalkan pasal-pasal dalam MoU yang dikhawatirkan dapat mendorong hilangnya aset dari tangan pemilik akibat dari legalisasi aset.
    Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan kebijakan sering kali tidak benar-benar sampai pada sasaran dan level paling bawah seperti yang diharapkan. Menurut saya, kesalahpahaman pemaknaan bisa pula terjadi karena keterbatasan SDM yang dimiliki. Bahwa SDM yang memegang peranan penting sebagai penyalur dan penerjemah kebijakan tidak memahami konsep dasar ataupun arah kebijakan yang dimaksud. Ataupun SDM pelaksana tidak mencukupi dalam segi kualitas maupun kuantitas dalam menjalankan tupoksinya. Bahkan banyak dari aparatur pertanahan yang tidak tahu bahwa pertanahan bisa membawa Indonesia pada kesejahteraan dan kemakmuran, namun bisa pula membawa negara ini semakin dekat pada kehancuran.
    Sedangkan mengenai kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, saya setuju dengan pendapat teman saya Ariesandy, bahwa hilangnya Deputi IV justru akan menghambat kinerja pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat karena strukturnya yang semakin rendah dan terpecah. Di Kantah B, jumlah pegawai dari kakantah hingga staf yang paling rendah hanya berjumlah 20 orang, jabatan kasi sering di dobel oleh kasi yang lain, bahkan tidak setiap kasi memiliki kasubsi yang lengkap, bahkan ada kasi yang tidak punya kasubsi maupun staf. Yang saya khawatirkan adalah apabila dari sekian staf dan kasubsi yang tidak ada itu adalah subseksi pengendalian pertanahan maupun subseksi pemberdayaan, maka siapakah yang akan melaksanakan tupoksi subseksi tersebut? Apabila staf yang lain telah sibuk dengan tupoksi mereka masing-masing?
    Hal yang saya ingat dari nasihat mantan kasubdit di Dit.PMK adalah bahwa pemberdayaan itu merupakan PMA, bukan penanaman modal asing melainkan penanaman modal akhirat. Di bidang pemberdayaan masyarakat boleh jadi tidak ada anggaran yang cukup, tapi hal itu tidak boleh membelenggu kreatifitas kita untuk memberdayakan masyarakat, menunjukkan mereka jalan menuju kesejahteraan. Jika kita tidak mampu meraih dunia seperti yang kita inginkan, setidaknya kita mendapatkan akhirat lebih dari yang kita harapkan.
    Intam Tiwi Utami / 11202608/ sem.V-Manajemen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih respon Intam...semoga tangkapan saya salah. Tetapi perlu diketahui, hal itu saya tangkap langsung pada saat FGD di Puslitbang, oleh Direktur....(maaf, direktur yg duluuuuu & tdk sy sebut nama). Berulangkali yg diungkap hanya itu....ga ada perspektif lain...jadi mohon maaf, smoga saya keliru

      Hapus
  35. Setelah saya membaca tulisan mengenai tulisan bapak mengenai Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat diatas dan juga melihat komentar teman – teman, semuanya tidak bisa dibenarkan, disalahkan maupun dibantah. Karena memang begitolah kenyataannya. :D
    Selama saya bertugas di kantor pertanahan, tugas pokok dan fungsi bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat belum optimal dijalankan. Kalau mau ditelusuri satu persatu banyak sekali kendala untuk mewujudkan tupoksi tersebut. Tetapi jangan saling menyalahkan...dengan banyaknya kendala seharusnya tidak menciutkan semangat, tetapi semakin memotivasi kita untuk terus optimis bergerak maju. :D
    Saya juga setuju jika BPN harusnya melakukan kolaborasi dengan berbagai stake holder dan institusi yang berkompeten terhadap sumberdaya tanah. Hal ini seperti kerja sama lintas sektor, dengan pemerintah daerah maka akan sangat saling menguntungkan dan menguatkan kelembagaan di BPN.
    Herini M/11202606 M

    BalasHapus
  36. Assalamu'alaikum...
    Menurut saya, mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat menjadi satu kedeputian dalam BPN RI sudah tepat. Apabila melakukan suatu pengendalian pertanahan kemudian diikuti oleh pemberdayaan masyarakat maka akan dapat mensejahterakan masyarakat. Artinya ketika melakukan suatu pengendalian (berupa pengaturan) kemudian diteruskan dengan pemberdayaan (adanya keberlanjutan) maka hal ini akan dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu antara pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling bergantung satu sama lain. Seperti yang dikattakan teman-teman diatas, bahwa hal yang perlu dilakukan sekarang adalah penguatan kelembagaan, konsistensi terhadap tupoksi dan mengembangkan kreatifitas sumber daya manusia di lingkungan BPN RI.
    Pengendalian pertanahan mengandung arti bahwa adanya pengaturan mengenai bidang tanah, baik dari segi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketimpangan-ketimpangan pemilikan/penguasaan dan penggunaan serta pemanfaatan tanah agar sesuai dengan peruntukannya. Pengendalian ini dilakukan agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga akan tercipta pemerataan pemilikan/penguasaan tanah. Jadi pengendalian tanah tidak hanya diartikan dalam hal penertiban tanah-tanah yang terindikasi terlantar atau hanya sekedar inventarisasi semata.
    Berbicara tentang Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan hingga saat ini masih banyak mengundang tanya seperti apa sih yang sudah dilakukan oleh BPN RI untuk mensejahterakan rakyat, program apa saja yang telah dilakukan….? Lalu, bagaimana caranya BPN RI memberdayakan masyarakat, apakah iya dengan menerbitkan sertipikat sudah berarti memberdayakan masyarakat...? hal ini menjukkan bahwa adanya keraguan pada masyarakat mengenai program yang dilakukan oleh BPN khususnya pada seksi pemberdayaan masyarakat. Serta menganggap program pemberdayaan masyarakat ini hanya sebatas kegiatan sertipikasi saja dan pada kenyataannya memang terjadi demikian. Namun seharusnya pemberdayaan masyarakat ini harus ada keberlanjutannya yaitu dengan pengendalian agar dapat mencapai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
    Jadi apapun kegiatan yang dilakukan pada seksi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, harus selalu menjadi prioritas untuk dilakukan dengan sungguh-sungguh ditambah dengan kreatifitas SDMnya serta berkomitmen. Maka program-program tersebut akan diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu Pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat harus dilakukan secara beriringan/berdampingan agar dapat mewujudkan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
    Terima Kasih....
    Eva Hanora Suryati/ 11202565/ MP

    BalasHapus
  37. Mohon ijin berkomenta Pak…
    Sebelumnya terimakasih atas ruang diskusi yang telah bapak sediakan untuk mendiskusikan sekilas mengenai Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat. Setelah membaca tulisan yang bapak tulis serta menyimak beberapa komentar dari rekan-rekan sekalian sungguh diskusi ini sangatlah menarik dimana banyak wacana tentang bagaimana seharusnya mendudukan kelembagaan Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat dalam bingkai BPN RI yang berorientasi pada kesejahteraan masyrakat. Menurut pendapat saya Perombakan Struktur BPN RI sesuai Perpres 63 tahun 2013 yang membawa dampak yaitu dipecahnya seksi P3M menjadi 2 subseksi yang terpisah jangan kita tanggapi dengan negatif namun harus kita tanggapi dengan positif sembari berharap hal tersebut akan membawa angin perubahan bagi seksi pengendalian dan pemberdayaan masyrakat pada khususnya dan BPN RI pada umumnya.
    Mengutip tulisan bapak saya sangat setuju dengan apa yang bapak katakan bahawa sesuai dengan hasil kunjungan bapak kebeberapa daerah dan menemukan bahwa seksi pengendalian dan pemberdayaan masyarakat merupakan seksi yang “kering”. Saya dapat berkata demikian karena pengalaman saya dikantor baik pada saat masih di Kanwil maupun setelah di Kantor Pertanahan setiap kali berhadapan dengan pegawai , baik staf maupun yang menduduki jabatan struktural yang ditugaskan pada seksi pengendalian dan pemberdayaan selalu saja mengeluhkan bahwa seksi ini merupakan seksi “ Air Mata” sangat berbeda bila dibandingkan seksi SPP dan HTPT yang orang lazim katakan sebagai seksi “Mata Air”. Sebagai perbandingan, Pengalaman saya dilapangan dan mungkin ini akan dibenarkan oleh rekan-rekan saya diatas penampilan seorang Petugas Ukur seksi SPP bila dibandingkan dengan penampilan seorang Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan akan terlihat perbedaan yang mencolok. Saya juga kerapa kalai menjumpai staff seksi Pengendalian dan Pemberdayaan jauh lebih sibuk bermain game, nongkrong dikedai kopi, bahkan mengerjakan pekerjaan yang bukan tupoksinya. Faktor anggaran dan kesejahteraan kerap kali menjadi alasan sehingga seksi ini menjadi tidak berdaya dan tidak produktif.
    Saudari Intam boleh saja memiliki pandangan yang berbeda dan tidak setuju , namun faktanya dilapangan seksi pengendalian dan pemberdayaan memang hanya sebatas sertifikasi bidang tanah pada sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM). Para Pemangku kebijakan diatas sudah memiliki ide brilliant dengan menciptakan seksi Pengendalian dan Pemberdayaan namun pada tahap eksekusi ide tersebut hanya menjadi wacana yang tidak pernah jelas implementasinya dilapangan. Kenyataan semacam inilah yang harus segera dibenahi dan harapannya dengan perombakan struktur organisiasi BPN RI akan menjadi awal mula “berdayanya” seksi pengendalian dan pemberdayaan masyarakat. Seksi pengendalian dan pemberdayaan masyarakat seharusnya menjadi garda terdepan BPN RI dalam usaha memakmurkan serta mensejahterahkan masyarakat. Oleh sebab itu diperluklan politik will dari para pemangku kebijakan sehingga upaya perubahan tidak lagi hanya sebatas wacana tanpa ada tindakan kongkrit, dan kita sebagai aparat-aparat BPN RI sudah seharusnya mendukung setiap kebijakan yang mengarah pada kemajuan lembaga dan berusaha melaksanakan bakti kita sebaik-baiknya dan memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat sembari berharap kedepannya seluruh seksi di BPN RI adalah seksi “Mata Air” dan bukan lagi “Air Mata”. Terimakasih
    Dedy David Napitupulu/11202599/M

    BalasHapus
  38. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  39. Maaf Pak atas keterlambatan saya, karena kesalahan ruang diskusi yang saya ambil pada diskusi "perlukah pergeseran sistem pendaftaran tanah".
    Saya setuju dengan pendapat bapak bahwa eksistensi dan peran Kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (selanjutnya disebut PPPM) dalam bingkai BPN-RI harusnya menjadi entry poin, apalagi dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada BPN-RI khususnya dan birokrasi pada umumnya. Hal ini saya kira terkait dengan pelaksanaan Reforma Agraria yang terkesan mandek, sejak bergulirnya kembali pada tahun 2001 melalui TAP MPR No. IX/MPR/2001, yang dahulu disebut Landreform. Bidang PPPM menjadi terkesan diabaikan karena seluruh kegiatan yang dilaksanakan harus terkait stake-holder BPN-RI sendiri, baik antar instansi seperti Kementrian dan Pemerintah Daerah sebagai badan hukum publik, dan dunia usaha sebagai badan hukum privat yang saling keterkaitan satu dengan yang lain. Serta banyak terjadi overlapping kewenangan antar instansi pemerintah sendiri. Hal ini sampai sekarang belum terselesaikan.
    Pemetaan potensi ekonomi tanah dan potensi ekonomi kawasan masing-masing wilayah NKRI haruslah menjadi dasar perumusan kebijakan mengenai pemberdayaan masyarakat, untuk mengetahui program kegiatan yang terbaik yang dapat dilakukan sekaligus untuk meyakinkan para stake-holder dalam menjalin kerjasama simbiosis. Karena memang domain BPN-RI yang utama pada legalisasi aset dan harus menjalin kerjasama dengan stake-holder untuk menjalankan kegiatan pemberdayaan masyarakat ini. Untuk memperoleh kepercayaan ini yang perlu dilaksanakan bidang PPPM.
    Banyak juga kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah sukses boleh saya katakan selama ini karena kegiatan yang dilakukan memang tepat sasaran. Contohnya kegiatan pensertipikatan UKM bekerjasama dengan Kementrian Koprasi dan Usaha Kecil Menengah, disebagian wilayah membawa manfaat besar bagi masyarakat dalam pengembangan usaha mereka. Pelaksanaan program Kawasan Minapolitan bekerjasama dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan yang berhasil di berbagai wilayah NKRI. Menurut saya kegiatan ini tepat sasaran karena kerjasama yang baik serta pemetaan potensinya wilayah yang tepat. Beberapa contoh diatas menjadi bukti bahwa bidang PPPM melaksanakan program kegiatan yang baik jika memang ada political will dari pemerintah.
    Penguatan kelembagaan kita memang sangat penting untuk dapat sejajar dengan kementrian karena akan sulit ketika menjalin kerjasama. Untuk merangkul stake-holder lain diperlukan payung hukum yang lebih kuat agar BPN-RI sendiri terlihat kokoh. Karena jika hanya melalui Peraturan Presiden, BPN-RI terkesan terombang-ambing oleh kebijakan yang terkesan politis karena setiap saat dapat diganti oleh pemegang kekuasaan yang juga berganti. Karena eksistensi dan peran PPPM dalam bingkai BPN-RI sangat diperlukan untuk menciptakan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, seperti yang diamanatkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
    Ade Putra Suranta Barus/11202593/M

    BalasHapus
  40. assalamualaikum..
    mohon maap pak sebelumnya..

    menurut pendapat saya kalo dilihat dari fungsinya P3M merupakan pemberdayaan serta memandirikan yang mempunyai tujuan untuk kelangsungan serta kesejahteraan rakyat. dimana disini BPN merupakan lembaga instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang ada khususnya dibidang pertanahan dalam pemberdayaan dengan melalui program-program dan kegiatan tertentu yang sangat tepat sesuai dengan sasarannya.
    BPN sendiri sudah banyak obrolan-obrolan mengenai pemberdayaan ini., tetapi di dalam realitanya apakan semua program-program dan kegiatan yang ada ini sudah terealisasi dengan tepat. dan sudah sejauh mana dalam melaksanakan dan menjalannya. diharapkan tidak hanya jalan ditempat pada tupoksi kegiatannya tsb tapi juga harus seimbang di dalam pelaksaanannya. baik di pusat dengan di daerah. keduanya harus terjalin kerjasama yang kuat.agar kedepannya menjadi lebih baik.

    Sylvia Widawati Sutedi/11202588/M

    BalasHapus
  41. Luar biasa komentar, tanggapan dan usulan kawan2....sangat substantif dan argumentatif! Terimakasih, mari kita tradisikan menyemai gagasan melalui diskusi & saling belajar

    BalasHapus