Kamis, 09 Januari 2014

Diskusi Klas Perpetaan: Pemberdayaan



DISKUSI KELEMBAGAAN
PENGENDALIAN PERTANAHAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pengalaman penulis ketika mendiskusikan terminologi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dengan Direktur Pengendalian Pertanahan (Alm. Riptono Sri Mahodo, pada saat penyusunan silabus dan satuan acara perkuliahan untuk mata kuliah Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan masyarakat), tampaknya ada sesuatu yang perlu didiskusikan ulang. Terminologi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat seolah-olah dimaknai sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pemaknaan ini didasarkan pada logika sederhana yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang mempunyai akses berlebih terhadap tanah perlu dikendalikan dan pihak-pihak yang miskin atau tidak punya akses terhadap tanah perlu diberdayakan. Pemaknaan ini terlihat sebagai upaya mensimplifikasi makna sebenarnya.
Belum solidnya kelembagaan di daerah mengindikasikan bahwa tugas pokok dan fungsi bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat ini  belum optimal. Bahkan agenda kerja yang disusun banyak bersinggungan atau malah overlaping dengan bidang lain. Hal ini juga didorong oleh adanya program yang diagendakan kelembagaan di pusat belum membumi dan cenderung masih sebatas wacana. Kalau toh sudah berupa program kerja, implementasinya masih banyak dipertanyakan, terutama terkait tupoksi, personel dan pendanaan.  
      Memprihatinkan juga ketika penulis mendengar berbagai statemen tentang bidang, seksi ataupun subseksi pemberdayaan masyarakat di berbagai kantor pertanahan maupun kantor wilayah BPN sebagai bidang, seksi atau subseksi yang “kering”, tidak memberikan kontribusi pada pelayanan pertanahan, sumberdaya manusianya adalah orang buangan, program kerjanya tidak jelas dan sudah ada di seksi lain, struktur yang mengada-ada, bukan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPN, dan beberapa statemen minor lainnya. Bahkan pada level direktorat, pemberdayaan masyarakat dimaknai ’hanya’ sebatas pada sertifikasi bidang tanah pada sektor Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) yang bekerjasama dengan pihak perbankan ataupun koperasi.  Hal-hal tersebut penulis tangkap pada saat berkesempatan mengunjungi beberapa daerah di Jawa, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat maupun pada saat terlibat penelitian dan Focus Group Discussion (FGD) di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BPN.
Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat (direktorat, bidang, seksi dan sub seksi) di lingkungan BPN mestinya bisa menjadi entry point bagi eksistensi BPN untuk menjalankan tugas pertanahan yang bersifat nasional, regional maupun sektoral. Tidak jamannya lagi BPN sebagai lembaga vertikal mengambil jarak dengan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Persoalan otonomi pertanahan mestinya sudah selesai dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pada saat ini BPN dengan Perpres 10/2006-nya harus mulai membuka diri, melakukan kolaborasi dengan berbagai stake holder dan institusi yang berkompeten terhadap sumberdaya tanah. Peran kehumasan dan negosiasi dengan pihak eksternal inilah yang harus dimainkan oleh lembaga Pemberdayaan Masyarakat di BPN. Artinya, lembaga Pemberdayaan Masyarakat di berbagai tingkatan di BPN harus menjadi leading sector-nya pembangunan pertanahan.  Sebagai contoh, percepatan pendaftaran tanah tidak akan berjalan dengan baik tanpa pelibatan pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam contoh ini sub seksi Pemberdayaan Masyarakat di kantor kertanahan harus mampu menjembatani kantor pertanahan dengan pemda maupun dengan masyarakat, sehingga resources yang ada di pemerintah daerah dan masyarakat dapat digunakan untuk mengurangi dan menyelesaikan permasalahan yang timbul yang berada di luar kewenangan kantor pertanahan. Contoh lain adalah Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Dalam program ini sudah sepantasnyalah lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam segala tingkatan berperan dalam mengagregasi dan mengartikulasikan keseluruhan stake holder yang terlibat dalam program tersebut.
Fokus diskusi kita adalah, bagaimana mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat ?

78 komentar:

  1. Dengan adanya Kedeputian baru di BPN RI yaitu Deputi Pengadaan Tanah, maka secara otomatis kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat ( PPPM ) ini tentunya akan terjadi "reposisi" ataukah "dislokasi" pada lembaga tersebut karena kita masih menunggu struktur organisasi BPN RI yang baru.
    Dalam prakteknya yang terjadi di kantor pertanahan, seksi PPPM ini hanya berjalan sesuai tupoksinya, apabila kantor tersebut berada di kota atau kabupaten yang berada di pulau jawa seperti yang saya ketahui di kantor pertanahan kab. Karanganyar- jawa Tengah, sedangkan di kantor pertanahan yang berada di daerah luar jawa seksi PPPM ini cenderung "vakum" pekerjaan, dikarenakan minimnya volume pekerjaan itu sendiri, jumlah personil yang kurang, serta minimnya alokasi anggaran pada seksi ini. sebagai contoh kantor saya sendiri yakni kantor pertanahan Kab. Tanah Bumbu- kalimantan Selatan.
    Dengan adanya penjelasan saya tersebut diatas, bahwa kelembagaan PPPM kiranya apabila terjadi "likuidasi" kedeputian, tetapi untuk struktur dibawahnya baik di tingkat kanwil maupun di kantor pertanahan kelembagaan PPPM tetap harus ada, hanya terserah saja mau digabung dengan bidang / seksi lain, tentunya yang berkompeten dengan tugas dan fungsi PPPM itu sendiri.
    Sebagai saran, untuk optimalisasi dan eksistensi kelembagaan PPPM ini maka haruslah dalam penambahan tugas dan fungsinya diselaraskan dengan tupoksi lembaga ini, sehingga dalam prakteknya nanti jangan sampai terjadi overlapping tugas dengan bidang/seksi lain.


    Jadi Wahyu Hadi
    NIM. 11202609
    Semester 5/Perpetaan

    BalasHapus
  2. Mendukung apa yang disampaikan oleh rekan saya, sebut saja kantor X (red). Seperti yang telah disampaikan diatas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sebetulnya memegang peranan penting dalam setiap program di Kantor Pertanahan. Sebut saja Program IP4T. Pada suatu waktu saya menjalankan tugas sebagai Petugas Ukur dalam program ini. Salah satu masyarakat bertanya pada waktu saya melaksanakan tugas di sebuah Desa:"Mas-mas ngukur apa?". padahal jelas pada saat itu kami sedang sedang pegang meteran dan mengukur tanah tetangganya. sepertinya implementasi pelaksanaan tugas rekan-rekan P3M tidak sepenuhnya gagal. Seperti yang dikemukakan memang benar Tupoksinya yang kurang jelas atau personilnya yang harus kreatif. mengingat pentingnya peran lembaga Pemberdayaan Masyarakat ini saya kurang menyetujui seandainya lembaga ini ditiadakan. Trend Positif Pembangunan Berkelanjutan di Negara lain bahkan sering mengukur keberhasilannya dari peran serta masyarakat. Hemat kata kemampuan rekan-rekan di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat itu perlu "ditularkan" kepada seluruh personel pelaksana Program di BPN yang melibatkan masyarakat dan perlu dikuatkan. Misi Program Pemberdayaan itu tidak hanya berasal dari Seksi Pemberdayaan. Tapi sebetulnya misi itu juga ada pada setiap insan BPN. Bukan berarti Overlap Tupoksi, tapi begitulah kenyataannya. Kita harus terus menjelaskan arti dari program yang kita laksanakan kepada masyarakat. Tentang “kering” atau “basah” sepertinya tergantung kreatifitas tadi. Kalo sudah hebat mungkin bisa menjual kemampuan Interpreneurnya seperti Pak Mario Teguh.
    Harry Nurcahya
    NIM. 11202569
    Semester 5/Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  3. Assalamu’alaikum... turut berkomentar pak,

    Mengingat pentingnya peran kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, menurut saya aparatnya mesti didudukkan sebagai “Duta Pertanahan”.

    1. Duta Pertanahan untuk masyarakat
    Aparat ini harus menjadi sarana penyampaian program pertanahan kepada masyarakat. Selanjutnya, bertanggungjawab menghimpun partisipasi masyarakat, misalnya melalui pembinaan kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang telah ada (kelompok tani, kelompok ternak, kelompok pengrajin). Partisipasi masyarakat penting mengingat kegiatan pengendalian dan pemberdayaan adalah kebijakan partisipatoris, sehingga harus ada dukungan masyarakat.

    2. Duta Pertanahan untuk instansi terkait
    Instansi terkait dimaksud adalah instansi yang dapat dilibatkan dalam kegiatan. Misal dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan, instansi yang dapat dilibatkan adalah dinas pertanian, dinas perkebunan, dan dinas peternakan. Aparat pengendalian dan pemberdayaan harus mampu melakukan negosiasi kemudian bersinergi dengan instansi-instansi tersebut agar progam yang direncanakan dapat dilaksanakan sejalan, saling mendukung, dan tidak tumpang tindih. Kerja sama ini penting karena kegiatan pengendalian dan pemberdayaan mustahil dapat dilaksanakan sendiri oleh BPN.

    Untuk dapat menjadi “Duta Pertanahan” aparat Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat harus berdaya, inovatif dan kreatif. Dengan kemampuan yang mumpuni dharapkan dapat mewujudkan tujuan pengendalian dan pemberdayaan sesuai konsep/ide dasarnya secara berkelanjutan.

    Matur nuwun, Wassalamu’alaikum...
    (Aprin Sulistyani/11202596/VP)

    BalasHapus
  4. Assalamualaikum Wr. Wb.
    Menurut saya, eksistensi seksi PPPM pada Kantor Pertanahan Kab/Kota perlu ditinjau ulang, mengapa? Karena tugas pokok dan fungsi yang dituangkan dalam Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2006 tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah badan pertanahan nasional dan kantor pertanahan terdapat kerancuan/ketidaksesuaian dengan pekerjaan/kegiatan pelayanan kantor pertanahan yaitu pelayanan pendaftaran tanah lebih khusus untuk legalisasi asset (pensertipikatan) suatu bidang tanah

    kedudukan kelembagaan PPPM dalam bingkai kelembagaan BPN RI yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat yaitu Pemberdayaan masyarakat yang bagaimana dalam hal pelayanan pertanahan? serta apakah pasca legalisasi asset/tanah melalui PRONA, PPAN merupakan masih domein BPN RI guna peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat?
    Mengutip pendapat saudara jadi wahyu hadi diatas “jumlah personil yang kurang, dan minimnya alokasi anggaran pada seksi PPPM”. Meskipun personil dan anggaran pada seksi ini ditambah menurut saya masih belum tepat sasaran, mengapa? selama terbentuk seksi PPPM sesuai Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2006 tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah badan pertanahan nasional dan kantor pertanahan belum ada hasil/produk yang konkrit terhadap pelayanan pertanahan.

    terima kasih dan maaf sebelumnya
    wassalamu'alaikum Wr. Wb.

    Ardiyan Syamsi
    NIM. 11202597
    Semester V/ Perpetaan

    BalasHapus
  5. Assalamualaikum…
    Saya sependapat dengan mbak Aprin Sulistyani untuk menjadikan aparat dalam kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat sebagai “Duta Pertanahan.” Duta Pertanahan yang menghubungkan program pertanahan dengan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga Pemerintah maupun Non Pemerintah. Kerjasama menurut saya adalah kekuatan utama dari lembaga ini untuk dapat memberdayakan masyarakat.
    Fakta yang saya ketahui, cita-cita ideal untuk memberdayakan masyarakat melalui kerjasama dengan instansi lain ini belum dapat terwujud secara optimal. Utamanya di daerah-daerah di luar Jawa, cita-cita pemberdayaan masyarakat di kalangan aparat BPN seperti masih tabu. Jika saya melihat di Kantor Pertanahan tempat saya bertugas, aparat BPN sendiri sepertinya belum tahu persis mengenai tupoksinya. Bagaimana kita (BPN melalui Kantah) mampu meyakinkan lembaga lain untuk bekerjasama, jika kita sendiri belum mengerti kita harus berbuat apa. Sebagai contoh, kegiatan UKM yang pernah berjalan di Kantah tempat saya bertugas, obyek bidang tanah yang disertipikasi tidak semuanya merupakan tanah dengan usaha kecil/menengah. Objek bidang tanahnya kadang diambil dari calon peserta prona atau bahkan dari “objekan” oknum BPN. Kesannya yang penting target terpenuhi, tanah bersertipikat tanpa ada perhatian mengenai kesejahteraan/pemberdayaan masyarakat pasca sertipikasi.
    Kebingungan saya, bagaimana kita bercita-cita memberdayakan masyarakat, sementara aparat kita masih banyak sekali yang belum paham tentang tupoksi dan program yang akan dijalankannya. Apakah mungkin kelembagaan kita di Pusat masih belum maksimal dalam melakukan pembinaan terhadap aparat kita sendiri di daerah? Atau mungkin ada paradigma keliru yang tetap dipelihara kekeliruannya?
    Apabila ditanya mengenai bagaimana semestinya mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI. Menurut saya sebelum memikirkan posisi/kedudukan yang tepat, alangkah lebih baiknya jika diawali dengan pembinaan aparat di daerah. Karena dirasa percuma “reposisi” atau perubahan/penambahan tupoksi jika aparat kita belum paham bagaimana menjalankan tupoksinya secara benar.
    Mohon Maaf jika terdapat kekeliruan…. Terima kasih……

    Nama : Nordina Marni
    NIM : 11202578
    Kelas : Perpetaan

    BalasHapus
  6. Saya sependapat pak memang sudah seharusnya BPN berbenah diri, masyarakat bukan lagi sebagai objek namun juga sebagai mitra yakni sebagai subyek yang secara aktif melibatkan diri berpartisipasi dalam terciptanya kesejahteraan. Kemitraan ini di bangun dengan landasan adanya rancangan UU Otonomi Desa, mengingat juga tupoksinya dalam Pasal 17 Perpres 63 tahun 2013 point e : “pengelolaan program strategis dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; dan berdasarkan juknis seksi pemberdayaan masyarakat tahun 2011 Peran pemberdayaan dan pengendalian masyarakat bukan hanya terbatas pada keberhasilan dalam pendaftaran tanah namun juga berorientasi dalam fasilitasi akses permodalan dan sumber-sumber produksi lainnya kepada masyarakat. Titik temu antara keinginan masyarakat dan keberhasilan tidak bisa hanya tercipta hanya oleh lembaga BPN RI saja namun juga melibatkan pihak lain terkait mengingat lintas sektoral (misal merangkul Pemerintah daerah, LSM dan NGO dengan membentuk Pokja/Kelompok kerja) sehingga kinerjanya dapat optimal mengingat anggaran DIPA untuk seksi pemberdayaan yang tersedia juga terbatas . Sejalan dengan itu perlunya terlibat secara langsung aparat BPN dalam memantau perkembangan masyarakat dengan monitoring dan evaluasi sehingga dapat dilihat langsung kegiatan tersebut sudah berjalan atau belum pasca sertifikasi/ legalisasi aset dilakukan. Menurut saya bingkai bentuk kerjasama yang pas dibangun yakni seharusnya berorientasi pada kearifan lokal dengan melihat kondisi masyarakat seperti Program Kemitraan Masyarakat dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, PNPM, dan lain sebagainya.
    Terima Kasih.... :)

    AMARSELLA LULUH N
    11202595/P/V

    BalasHapus
  7. Thank semuanya...cukup argumentatif, meskipun belum ada gagasan yang berangkat dari pengalaman empirik, kecuali sekelumit yang dialami Harry Nurcahya. Coba kembangkan gagasan yg diusulkan Aprin....detail realisasi kegiatannya seperti apa?

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Kalau di kantor saya, kepala kantor menempatkan kasi P3M sebagai tangan kanannya, sehingga banyak kebijakan yang bersifat eksekutorial baik dalam kerjasama/komunikasi lintas seksi maupun sebagai "pemain inti" pelaksanaan kerjasama dengan instansi/lembaga lain. Pertimbangannya, berbeda dengan seksi lain yang cenderung terkonsentrasi dengan pekerjaannya yang khas pertanahan, seksi P3M dituntut untuk memahami tupoksi secara keseluruhan sebagai bahan pertimbangan agar kebijakan kantor yang diambil sesuai dengan tujuannya.
    Intinya, seharusnya seksi P3M justru memiliki peran yang lebih strategis apabila dibandingkan dengan seksi yang lain, karena memiliki pengaruh terhadap kebijakan secara umum dalam lembaga kantor (meskipun dianggap "kering kerontang" ).... ini menurut saya lho..

    Hayyina A/11202605/P/sem.V

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap...dimanakah itu..tlg uraikan pengalaman empirik keg ppm yg disupport pimpinan

      Hapus
  10. Saya berpendapat bahwa untuk melaksanakan berbagai fungsi yang diemban Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan dibutuhkan seorang aparat pertanahan yang bertindak sebagai relawan untuk bersedia dengan tulus ikhlas mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya kalau perlu dalam menjalankan TUPOKSI yang diemban. Hal tersebut tidaklah berlebihan mengingat sebagai contoh untuk melakukan asistensi sebuah kelompok masyarakat tidaklah cukup dilakukan hanya sekali dua kali berkunjung, akan tetapi dibutuhkan sampai berpuluh-puluh kali pertemuan untuk bisa membentuk suatu kelompok masyarakat yang mandiri dan berkelanjutan dengan berbagai macam cara kaderisasi yang digunakannya. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana seorang aparat pertanahan bisa menjadi seorang relawan yang dimaksud, sementara untuk melakukan penyuluhan yang hanya sekali dua kali saja, SPPD lah yang terus diburu?
    Selain harus berjiwa bak seorang relawan, aparat pertanahan harus juga bersifat egaliter, terbuka, menghargai perbedaan, menghormati kekhasan lokal, dan tidak mengambil jarak dengan masyarakat. Dia harus bisa bersikap “nguwongke wong” dalam melakukan inventarisasi potensi yang ada pada masyarakat marjinal. Bagaimana bisa mengetahui apa yang sedang dibutuhkan, dirasakan, dan dipikirkan oleh masyarakat, jika hanya untuk duduk bersama, bercengkrama, dan berdiskusi dengan masyarakat miskin saja masih pikir-pikir?
    Hal lain yang tidak kalah penting adalah seorang aparat pertanahan harus bisa menjadi negosiator ulung dan mampu melakukan lobi-lobi yang bersifat positif untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat, lembaga adat, lembaga keuangan dan dunia usaha dalam rangka penguatan hak tanah dan perolehan modal kerja bagi masyarakat marjinal untuk optimalisasi penggunaan dan pemanfaatan tanah. Lagi-lagi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa menjadi negosiator ulung, jika diundang rapat bersama PEMDA untuk membahas pengadaan tanah saja tidak hadir?
    Pada intinya menurut saya kendala utama dalam pelaksanaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat adalah tidak terletak pada kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki, melainkan pada kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Oleh karena itu, yang terpenting sekarang adalah segera lakukan TINDAKAN NYATA, bukan membincangkan kendala-kendala yang memang sangat banyak, yang pada akhirnya kendala-kendala tersebut dijadikan kambing hitam dan pembenaran untuk tidak melaksanakan pemberdayaan dan menambah panjang barisan rakyat yang tidak lagi percaya dengan niat baik pemerintah.

    Wiwit Cipto Nugroho
    NIM. 11202630

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap Mas...klo sekarang, saatnya kita membincangkan, saatnya nanti Wiwit yang harus melakukan TINDAKAN NYATA, thank

      Hapus
  11. Assalamualaikum..izin berkomentar bapak..
    Saya tetap pada pendapat saya sebagaimana diskusi di kelas sewaktu kelas Ibu Dwi Wulan Pujiriyani bahwa Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan merupakan suatu produk pemberdayaan masyarakat yang seharusnya digalakkan oleh lembaga kita, BPN. Banyak hal yang dapat kita peroleh dengan adanya kelompok ini, karena bagaimanapun masyarakat yang lebih tahu bagaimana kondisi lokal yang berada di masyarakat.
    Menurut saya, kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok ini sangat banyak, seperti pengawasan pelayanan pertanahan, menjadi humas BPN dalam rangka memberikan informasi pertanahan, ikut serta dalam memberikan masukan terhadap kebijakan yang diambil oleh BPN yang berhubungan dengan masyarakat sekalipun cakupannya hanya lokal, sebagai perantara dalam menyampaikan aspirasi masyarakat luas kepada BPN.
    Sebelumnya Pokmasdartibnah ini, harus diberikan pemahaman tentang masalah pertanahan dari segala sisi, dari sisi teknis, hukum, administrasi serta dari segi pelayanan yang dilakukan BPN, selain itu, pada kelmpok ini harus diberikan informasi tentang pengawasan terkait dengan pelayanan pertanahan, yaitu dengan mengenalkan lembaga pengawasan di luar internal BPN yaitu Ombudsman RI.
    Pemahaman pertanahan dari berbagai sudut pandang ini akan banyak bermanfaat bagi masyarakat yaitu:
    a. hemat dalam pengurusan pelayanan sertipikat sekaligus mengawasi pelayanan pertanahan dengan tidak lagi perlu menggunakan perantara dalam pengurusan sertipikat tanahnya misalnya kepada PPAT atau pihak kelurahan sebagaimana yang terjadi saat ini karena masyarakat paham bagaimana alur kerja atau proses pelayanan pertanahan,
    b. masyarakat golongan ekonomi lemah atau masyarakat tidak bertanah dapat memperoleh tanah dari program-program pemerintah yang sesuai dengan prosedur hukum karena pemahaman mereka terhadap hukum pertanahan misalnya melalui program redistribusi tanah atau model landreform lainnya,
    c. menekan adanya sengketa pertanahan baik sengketa batas, sengketa berkenaan dengan kepemilikan tanah, sertipikat ganda, karena bagaimanapun juga masyarakat lah yang lebih mengetahui kondisi lingkungan sekitarnya,
    d. masyarakat dapat memberikan masukan terhadap program pertanahan yang dapat menguntungkan mereka dan yang mereka butuhkan,
    e. masyarakat ter-edukasi mengenai program pertanahan yang sedang berjalan dan mampu melakukan pengawasan terhadap kegiatan tersebut, misalnya penertiban tanah terlantar, pemilikan tanah yang melampaui batas, serta program reforma agraria sehingga masyarakat turut aktif dalam program tersebut, menjadi kritis dan berkembang, tidak hanya menerima informasi dan tidak hanya berhenti sampai mereka menerima sertipikat, tetapi turut andil dalam mencari akses agar mereka dapat memanfaatkan aset yang telah didapatkan dengan cara mereka sendiri.
    Demikian menurut saya, peran BPN khususnya seksi PPPM dalam kegiatan pemberdayaan ini adalah melalui internalisasi kepada masyarakat, memberikan bekal informasi pertanahan serta sebagai koordinator bagi kelompok yang mampu menjembatani hubungan kelompok dengan BPN.
    Sukma Octavryna Wridanastiti/ NIM. 11202627

    BalasHapus
  12. Robert Chambers dalam bukunya Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang menyatakan bahwa pada akhirnya semua kembali pada pilihan pribadi. Bagi mereka yang berpihak pada golongan miskin dan bagi kebanyakan dari mereka yang berupaya mendahulukan yang terakhir, banyak dukungan yang tidak disangka-sangka, kepuasan dan ganjaran bukan kemasyhuran dan sanjungan, melainkan kepuasan hati. Oleh karena itu, sampailah kita pada arus balik dan paradoks akhir mulailah dengan TINDAKAN NYATA.

    BalasHapus
  13. Menurut pendapat saya, Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat ini sangat penting karena dalam seksi tersebut kita dapat mengikutsertakan masyarakat untuk dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan bidang pertanahan khususnya informasi pertanahan. Namun yang terjadi saat ini sebagai contoh di kantor pertanahan tempat saya bekerja, seksi P3M bisa dibilang tidak ada “action” sama sekali. Bahkan pegawai di seksi tersebut malah ikut membantu ngukur sebagai pembantu ukur. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan ketidakpahaman akan tupoksi mereka dan kurang inovatifnya menjalin kerjasama dengan pemda setempat. Karena dalam seksi ini anggaran sangat minim jadi salah satu jalan adalah bekerjasama dengan pemda. Hal ini sungguh sangat miris, bagaimana kita akan memberdayakan masyarakat kalau kita sendiri saja tidak berdaya. Jadi alangkah baiknya di seksi tersebut memang harus ditempatkan orang-orang yang inovatif dan tangguh serta tulus ikhlas seperti yang dikatakan oleh mas wiwit tadi diatas diatasnya supaya dapat menjalankan tupoksinya dengan baik. Itu saja pendapat dari saya apabila ada kesalahan mohon dimaafkan...
    Nama : Reza Pratama Putra
    NIM : 11202620
    Jurusan : Perpetaan

    BalasHapus
  14. Menurut saya melaksanakan tugas pada seksi Pengendalian dan Pemberdayaaan masyarakat merupakan suatu pekerjaan yang mulia dan harus dilaksanakan dengan penuh keikhlasan seperti layaknya seorang guru sehingga diperlukan aparat pemerintahan yang tulus berkorban dalam menjalankan tugasnya.
    Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah memberdayakan masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta lingkungan yang membuat masyarakat dapat menikmati kualitas hidup lebih baik, aman, serta memperluas masyarakat untuk memilih bagi peningkatan harga diri ( Dadang Solihin, 2011). Pemberdayaan masyarakat dalam era globalisasi harus melibatkan segenap pihak dan dukungan kebijakan dari atas yang mendukung pertumbuhan dari bawah.
    Saya sependapat dengan rekan saya saudari aprin bahwa perlu adanya Duta Pertanahan agar dapat bekerja lebih fokus terhadap tugasnya dengan tidak hanya melaksanakan legalisasi aset saja tetapi bagaimana pelaksanaan pemberdayaan tersebut dapat berkelanjutan sehingga perlu adanya evaluasi terhadap setiap program yang telah dilaksanakan dan diharapkan adanya penghargaan bagi para Duta Pertanahan yang telah menciptakan inovasi dalam melaksanakan tugasnya. Untuk membuat Duta tersebut diperlukan kelembagaan yang kuat sehingga kebijakan yang dibuat dapat dipertimbangkan.
    Seksi PPPM harus dipekuat kembali kelembagaannya dan harus berdiri sendiri seperti sebelum diterbitkannya PerPres 63/2013 yaitu kedeputian dan harus mempunyai Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan mampu menciptakan inovasi baru dalam melaksanakan TUPOKSInya. Karena seksi PPPM merupakan ujung tombak BPN dalam melaksanakan programnya yang bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat.

    Hafiz Yuni Andra
    NIM 11202604
    Semester V / Perpetaan

    BalasHapus
  15. Saya tertarik dengan pendapat saudari Aprin sulistyani mengenai Duta Pertanahan;
    Pertanyaan saya Duta Pertanahan tersebut kemudian didapatkan darimana?
    Apakah Putra putri daerah?
    Apakah Finaslis Putri Indonesia?
    Apakah Artis Top?
    Ataukah nanti akan diperoleh dari hasil kontes “Putri Pertanahan”?
    Ataukah kembali kepada PNS BPN?

    Pastinya Duta Pertanahan yang diharapkan, ya sederhananya harus dapat mewakili BPN dalam upaya mempromosikan Program-program dan bahkan lembaga BPN itu sendiri, Kemudian duta tersebut diharapkan mempunyai karakter yang kreatif, inovatif, PD-mu Negeri (katanya pak Sardjita) artinya mempunyai percaya diri yang tinggi, kemudian berpengalaman.
    Seperti apa yang disampaikan saudara jadi wahyu hadi, saya mengartikan bahwa apapun bentuk lembaganya, PPPM tetap harus ada di daerah karena yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adalah Kantah atau bisa jadi kanwil. Dengan demikian duta-duta pertanahan yang disampaikan aprin minimal setiap Kanwil harus ada, untuk meraih hasil yang maksimal tentunya setiap kantah kabupaten harus ada karena seperti apa yang disampaikan saudara wiwit “dibutuhkan sampai berpuluh-puluh kali pertemuan” itu berarti bahwa Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan sebagai duta pertanahan tersebut sangat banyak dan harus tersebar di seluruh Indonesia serta mempunyai waktu yang cukup untuk konsentrasi terhadap pekerjaan itu.
    “karena luasnya daerah dan dibutuhkan SDM yang banyak maka otomatis Artis Top dan Putri Indonesia tidak masuk lagi menjadi kandidat Duta pertanahan, dan Tersisa 3 kandidat”.
    Selanjutnya, statemen yang mengatakan bahwa bidang PPPM itu kering dan berbagai macam hujatan lainnya, saya memaknai bahwa dana yang ada pada posisi ini sangat minim, dibandingkan dengan bidang lainnya. Ketika dana minim maka tidak dimungkinkan untuk merekret Duta pertanahan dari Putra Putri daerah apalagi mengadakan kontes Duta pertanahan. Boro-boro mendanai Putri Indonesia atau artis top, “mendanai” pegawai sekali turun lapang saja “tidak mampu”.
    Dengan demikian tersisa 1 kandidat saja. Tidak ada pilihan lain kecuali PNS BPN itu sendiri yang menjadi Duta Pertanahan tersebut.
    Lalu apa bedanya dengan sebelumnya? Perbedaannya, Duta pertanahan jauh lebih mengerti tentang tupoksinya dan tentunya lebih fokus, bila perlu blusukan terus, 70% kerjaan di lapangan. Dan yang paling penting Sebutan Duta pertanahan ini 3 tingkat lebih “hot”, sehingga dapat meningkatkan jiwa duta sesungguhnya seperti memberikan power berpikir dan bekerja serta berinspirasi untuk membangun program yang aspiratif untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
    Nama : M.ZARNUJI
    NIM : 11202576

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dutanya ya...org2 pertanahan sedirilah...he..he...dg catatan sdh betul2 berdaya

      Hapus
    2. Untuk mewujudkan org" ini perlu memiliki 7 karakter dibawah comment ini, dan 7 karakter ini dpt dibangun sejak dini. Baiknya doktrin pegawai baru sejak awal. Karena klo pegawai lawas akan susah menerima. Biarkan yg baru menjadi anti virus portable bagi yg lama. :D

      Hapus
  16. 7 Kepribadian yang harus dimiliki seorang duta adalah;
    1. Ketulusan
    Ketulusan akan membuat orang lain merasa aman dan dihargai. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak mengada-ada, mencari-cari alasan, atau memutar-balikkan fakta.
    2. Kerendahan Hati
    Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendahan hati justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati.
    3. Kesetiaan
    Orang setia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban, dan tidak suka berkhianat.
    4. Bertanggung jawab
    Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya. Ketika mengalami kegagalan, dia tidak mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan, kalau dia merasa kecewa atau sakit hati, dia tidak akan menyalahkan siapa pun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apa pun yang dialami dan dirasakannya.
    5. Percaya Diri
    Rasa percaya diri memungkinkan menjadi dirinya sendiri, menghargai dirinya, dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dengan baik.
    6. Kebesaran Jiwa
    Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa-masa sukar dia, tetap tegar, tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan\
    7. Kesederhanaan
    Seorang yang mampu menyederhanakan diri bagaikan rumus matematika yang ruet dapat berubah menjadi rumus yang jauh lebih sederhana lagi dan dapat diterima oleh semua orang.

    Saya yakin apabila seorang duta mempunyai karakter ini maka uang bukan lagi menjadi masalah. Dan ini bisa menjadi obat sadar bagi saudara-saudara lain yang satu rumah namun beda kamar.
    Kemudian duta untuk instansi terkait saya rasa belum teralu diperlukan karena untuk koordinasi dan kerja sama dengan instansi lain diperlukan seorang yang mempunyai jabatan, dan SDM yang ada supaya lebih di fokuskan kepada masyarakat terlebih dulu.

    Nama : MUHAMMAD ZARNUJI
    NIM : 11202576

    BalasHapus
  17. Seksi Pemerdayaan masyarakat sebaiknya dihapuskan saja dari kelembagaan BPN jika hanya mempunyai tugas sebagai “Public relations” dari BPN. Setiap kader BPN wajib hukumnya sebagai pemberi informasi pertanahan kepada masyarakat, jadi tidak perlu adanya suatu seksi khusus yang bertugas menjembatani BPN dan masyarakat. Hal yang harus diperbaiki yaitu bagaimana BPN memandang masyarakat itu sebagai pihak yang harus dilayani dengan baik bukan sebagai pemohon yang membutuhkan BPN. Kenapa BPN harus ikut mengurusi sektor lain contohnya pertanian jika akhirnya nanti dianggap keluar jalur. BPN terlalu besar pasak daripada tiang, ingin ini itu padahal untuk masalah pelayanan pertanahan yang terkait sertipikasi saja tidak berjalan dengan baik. Lakukan saja pendaftaran tanah dengan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat itu sudah merupakan suatu bentuk sumbangsih nyata terhadap bangsa. (Ditunggu Komentar nya kawan-kawan)

    ILHAM JAUHARI
    NIM : 11202607
    Semester V kelas Perpetaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya kurang setuju jika seksi pemberdayaan masyarakat itu dihapuskan. karena pada dasarnya tanah (obyek yang menjadi kewenangan BPN) merupakan sumberdaya yang potensial dan vital. untuk menjadikan kondisi masyarakat yang berdaya maka masyarakat harus mengetahui kapasitas yang dimiliki (penyadaran diri) hingga akhirnya masyarakat dapat memanfaatkan kapasitas/sumberdaya yang dimiliki (peningkatan kapasitas) untuk meningkatkan kesejahteraan. kapasitas/sumber daya tsb antara laian tanah. jika BPN saja yang memang kewenangannya di bidang "tanah" tidak mempedulikan bahwa tanah sebagai sumber pemberdayaan masyarakat lalu siapa lagi.
      memang dalam hal pemberdayaan masyarakat menurut saya, BPN (yang sesuai kewenangannya) saat ini hanya sebatas pada penciptaan akses/peluang. sedang dalam peningkatan kapasitas dan pembinaan masyarakat lebih banyak dilakukan oleh instansi lain seperti kementerian pertanian, kementerian koperasi dan UKM atau lenbaga swadaya masyarakat.
      jadi tidak perlu dihapuskan, hanya BPN harus berfokus di daerah kerja yang mana yaitu penyediaan akses/peluang dalam rangka penyadaran potensi diri yang dimiliki.

      Hapus
    2. Sebagai instansi pelayan publik tentunya tugas BPN selalu bersinggungan dengan masyarakat. Oleh karena itu menurut saya jangan sampai kita tidak memiliki seksi khusus di bidang ini. Bukan hanya memahami masyarakat kita juga harus turut serta membantu peningkatan taraf hidup masyarakat melalui peran BPN. Peran BPN dalam hal ini sangat penting oleh karena itu menurut saya jangan sampai seksi ini dihapus.

      Hapus
    3. Untuk mengatasi masalah memberikan informasi pertanahan yang baik dan jelas bagaimana kalau kita menciptakan suatu sistem atau teknologi yang dapat memberikan akses informasi yang luas terhadap masyarakat mengenai pertanahan.? di zaman dimana informasi dengan mudahnya bisa diakses oleh semua pihak, apakah BPN sudah sampai disitu? membuat suatu sistem yang benar-benar nyata dan dapat diakses oleh masyarakat dimana saja berada tanpa harus bergantung kepada perorangan. hari ini sistem informasi pertanahan yang ada di BPN masih sangat jauh dari yang namanya memberikan akses informasi yang terbuka dan gampang diakses oleh masyarakat. dripada hanya sekedar mengandalkan duta pertanahan yang mungkin hanya sebagai simbol atau pencitraan semata. jika iya menyetujui adanya duta pertanahan, maka berapa banyak duta pertanahan yang akan dilahirkan oleh BPN demi mengakomodir kebutuhan masyarakat akan adanya informasi mengenai pertanahan yang jelas dan transfaran?

      Hapus
  18. Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah masih terdapat ketimpangan. Hal tersebut jauh dari cita-cita/ mandat konstitusi, yaitu mewujudkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sudah seharusnya kita secara bersama-sama melakukan usaha-usaha untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan melalui kegiatan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat.

    Sependapat dengan Sdri AS dan menyimak komentar Sdr WCN, sudah seharusnya BPN ini move on menjadi lembaga yang pro kepada rakyat kecil (landless, buruh tani, pengangguran, MBR, dll). Duta Pertanahan yg dimaksud haruslah orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan sebagai fasilitator, mediator, negosiator dalam setiap masalah pertanahan. Jelas sekali kita membutuhkan sumber daya manusia yang baik. Dimulai dari diri sendiri (sebagai aparat BPN) untuk kemudian mengajak kepada orang lain tanpa menyimpan kepentingan tertentu atau mengharap imbalan.

    Pendapat saya, keberadaan Deputi/ Bidang/ Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPPM) lebih strategis adanya dari pada Deputi/ Bidang/ Seksi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Segala bentuk kegiatan pertanahan akan bersingguangan langsung dengan masyarakat, sehingga sudah seharusnya Seksi PPPM lah yang menjadi ujung tombak setiap kegiatan tersebut. POKMASDARTIBNAH ataupun pokmas-pokmas lain menjadi sasaran pembinaan dan penyampaian informasi bidang pertanahan. Dengan demikian akan menjadi terang benderang masalah pertanahan di mata masyarakat. Harapannya masyarakat secara sadar ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan basis data pertanahan yang aktual dan bebas sengketa dan konflik.

    Keberadaan Deputi/ Bidang/ Seksi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, menurut saya cukup dibentuk dalam kepanitian yang melibatkan unsur struktural di kantor pertanahan layaknya Panitia A dan Panitia B. Hal ini dikarenakan apakah pengadaan tanah setiap tahun anggaran selalu ada. Apakah dengan adanya Deputi/ Bidang/ Seksi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum nantinya akan menciptakan pengangguran SDM. Untuk itu alangkah lebih baik untuk mengoptimalkan keberadaan Deputi/ Bidang/ Seksi PPPM yang ada.

    Chorina Tri Wicaksono/ 11202560

    BalasHapus
  19. dalam pasal 3 perpres 63/2013, point e & f disebutkan bahwa " BPN menyelenggarakan fungsi: perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat, serta pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan. hal ini mengindikasikan bahwa pengendalian pertanahan & pemberdayaan masyarakat (P3M)merupakan salah satu tupoksi BPN dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan. oleh karena itu seksi P3M juga harus sama eksis dengan seksi-seksi lainnya (SPP & HTPT).
    mengapa seksi P3M kurang eksis? menurut saya, program-program kerja seksi P3M kurang jelas, tidak dapat dilihat hasil kegiatannya.
    sepengetahuan saya, kegiatan P3M oleh BPN baru sekedar akses reform, yaitu melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat serta menyusun MoU dg perbankan & instansi lain (yg terkait dg program akses reform). tanpa melakukan pendampingan. padahal menurut Bapak Sutaryono, pemberdayaan masyarakat tidak hanya sekedar akses reform.
    sependapat juga dg mb aprin dengan pembentukan duta pertanahan. menurut saya akan lebih efektif dan mengena pada masyarakat.
    kegiatan-kegiatan yg dpt dilakukan oleh BPN antara lain:
    1. melakukan pengkapasitasan kepada masyarakat, dengan memberikan penyuluhan dan informasi terkait bidang pertanahan;
    2. membentuk kelompok-kelompok masyarakat sebagai penghubung antara BPN dg Masyarakat;
    3. melibatkan kelompok-kelompok masyarakat tsb dalam setiap program BPN mulai dari tahap penyusunan kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi.

    kelompok-kelompok masyarakat tsb dapat menjadi perpanjangan tangan dari BPN untuk mengkampanyekan/mensosialisasilan program kerja BPN, "memprovokasi" masyarakat untuk melaksanakannya, dan membantu pelaksanaannya.
    sementara bagi masyarakat umum, kelompok-kelompok masyarakat ini diharapkan dapat menyampaikan aspirasi/keluhan masyarakat dlm bidang pertanahan.

    MAHARANI WAHYU HAPSARI
    NIM. 11202574

    BalasHapus
  20. Saya sependapat dengan usul Sdri. Aprin Sulistyani dengan adanya “Duta Pertanahan” yang mumpuni. Sedangkan yang terjadi di tempat saya bekerja, Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat memiliki pengertian yang sempit. Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat sering diartikan dengan penyuluhan. Penyuluhan kepada masyarakat untuk mendukung kegiatan pensertifikatan tanah. Sedangkan tugas dari seksi pemberdayaan selain melegalkan aset yaitu membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya menjadi tindakan nyata untuk memperoleh akses terhadap sumber ekonomi.
    Sudah seharusnya kita sadari bahwa seksi PPPM memiliki peranan yang penting. Di seksi tersebut kita dapat membina Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan (POKMASDARTIBNAH) atau pokmas-pokmas lainnya. Pokmas inilah yang membantu aparat BPN untuk mensosialisasikan mengenai prosedur pengurusan sertifikat sehingga terhindar dari Calo Tanah. Dan Pokmas tersebut yang dapat memberikan masukan kepada aparat BPN mengenai apa yang dirasakan dan diperlukan oleh rakyat. Sehingga tepat sasaran Kalau selama ini yang saya rasakan, hanya kejar target sesuai dengan waktu namun tidak tepat sasaran pada rakyat yang membutuhkan.
    Menurut saya seksi PPPM tetap harus ada baik di tingkat Kanwil maupun Kantah. Tetapi di seksi tersebut harus lebih inovatif bekerja dan bekerjasama dengan berbagai kalangan. Seksi inilah yang pantas disebut Duta Pertanahan, baik kepada masyarakat maupun instansi terkait. Duta Pertanahan tersebut wajib dibekali dengan 7 Kepribadian yang telah disebutkan oleh Sdr. Zarnuji.
    Vera Novita Mayasari
    11202629 / V / Perpetaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika ingin mencetak DUTA PERTANAHAN, maka hal paertama yang akan saya tanyakan yaitu berapa jumlahnya untuk mengakomodir kepentingan kebutuhan akan informasi pertanahan di masyarakat serta jika ingin memunculkan POKMASDARTIBNAH untuk menghindari adanya percaloan, apakah yakin anggota POKMASDARTIBNAH itu sndiri tidak akan beralih profesi menjadi calo pertanahan. karena merasa menguasai masalah pertanahan dan merasa ada kedekatan dengan para pegawai BPN? jadi lebih mempunyai akses yg baik dikantor pertanahan.

      Hapus
  21. Bidang Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat idealnya adalah bidang yang mempunyai peran vital dalam setiap keberhasilan program pro rakyat yang dilaksanakan BPN RI. Namun, pada kenyataannya bidang ini tergolong dalam “kasta” yang rendah jika dibandingkan dengan bidang SPP dan HTPT. Fakta ini terjadi di Kantor Pertanahan daerah terutama di daerah luar Jawa. Mengapa hal ini bisa terjadi?? Berdasarkan pengalaman, yang memang jujur saya tidak terlibat langsung tetapi selalu mengawasi dan memperhatikan, Bidang PPPM adalah bidang yang masuk dalam kategori “air mata” bukan “mata air”. Program Tanah Terlantar, sertipikasi UKM,Nelayan, MBR, dan pelaporan SKMPP menjadi tupoksi bidang PPPM. Berbeda dengan bidang SPP dan HTPT yang bisa dikatakan sebagai bidang “poros”, yang mengurus hampir semua pelayanan pertanahan, yang berkaitan dengan kebutuhan primer masyarakat (berupa sertipikat tanah). Inilah bidang “mata air” BPN RI. Hal ini menurut saya realistis, karena sumber daya manusia yang ada di BPN RI daerah saat ini pasti bermasalah dengan ketimpangan kesejahteraan. Ketimpangan kesejahteraan ini yang membuat kesenjangan di setiap bidang di BPN RI, sehingga menumbuhkan egosektoral di setiap bidang di intern BPN RI. Egosektoral menjadi masalah ketika setiap program pro rakyat BPN RI yang membutuhkan kerjasama yang “solid” antar bidang tidak menunjukkan keharmonisan dan keselarasan. Selain itu, dari sisi pemimpin BPN RI daerah (kakantah dan kakanwil) berdasarkan pengalaman, selalu berpikir realistis untuk melaksanakan kegiatan yang nyata bisa dilaksanakan (kejar target BPN RI Pusat). Perihal ini tentunya menjadi permasalahan tersendiri dalam merealisasikan gagasan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
    Kepercayaan masyarakat terhadap citra kinerja lembaga BPN RI, menjadi masalah yang timbul dari luar instansi. Ada sebelas agenda BPN RI yang salah satunya menyatakan BPN RI harus membangun kepercayaan masyarakat agar tidak di”cap” sebagai lembaga yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya di bidang pertanahan. Namun, pada kenyataannya agenda tersebut masih saja belum terlaksana sepenuhnya. Hal ini terbukti ketika di tempat kerja saya ada layanan iklan masyarakat lokal melalui radio berupa pelayanan OMBUDSMAN RI, dan yang menjadi contoh pelayanan buruk adalah lembaga kita BPN RI. Tentunya hal ini membuat citra baik lembaga kita dimata masyarakat semakin menurun sekaligus akan menambah jarak antara lembaga kita dengan masyarakat. Selain itu, menjaga keharmonisan hubungan antara instansi yang terkait (stake holder) dengan BPN RI harus tetap dipertahankan, karena hal ini merupakan salah satu penentu keberhasilan pelaksanaan program-program BPN RI.
    Lanjut....

    BalasHapus
  22. Lanjutan....
    Permasalahan intern dan ekstern tersebut menjadi tantangan besar bagi BPN RI, terutama dalam hal ini adalah bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat yang mempunyai tupoksi berat sesuai dengan makna dari nama bidang tersebut mengendalikan masyarakat yang kuat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dalam hal penguasaan dan pemilikan tanah.
    Berdasarkan hal tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan bidang Pengendaian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam struktur kelembagaan BPN RI yang mana pada saat ini berdasarkan Perpres 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kedeputian PPPM telah dilebur dan bergabung dalam kedeputian HTPT. Meskipun kesannya “turun derajat” masa transisi ini tentunya bisa digunakan sebagai kesempatan untuk menyusun strategi bagi keberlangsungan bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat. Perencanaan penempatan SDM yang unggul, alokasi anggaran yang memadai, penyusunan program inovatif dan kreatif menjadi tututan dasar yang harus dipenuhi dalam mewujudkan bidang PPPM yang berkompeten.
    Penempatan Sumber Daya Manusia yang tepat yaitu Sumber Daya Manusia yang mempunyai karakter ikhlas dan pantang menyerah tentunya ditunjang dengan alokasi anggaran yang memadai sehingga setiap pergerakan yang dilakukan oleh SDM bidang PPPM tidak hanya dalam angan-angan saja. Beberapa program yang pernah dilaksanakan BPN RI dalam bidang pemberdayaan masyarakat adalah POKMASDARTIBNAH (Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan). Sepengetahuan saya program ini di wilayah kerja saya sudah tidak dijalankan lagi, padahal manfaat dari program ini begitu besar baik bagi BPN RI sebagai pelaksana program maupun masyarakat sebagai penerima manfaat. Selain itu, masih ada gagasan dari seorang pengamat pertanahan, Bapak Bambang Sulistyo Widjanarko yang mengusulkan tentang MPBM (Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat) yang mana dalam konsepnya menyatakan tentang pelibatan seluruh lapisan masyarakat untuk menjadi pengawas dalam perkembangan penguasaan,pemilikan,peggunaan dan pemanfaatan tanah. Dengan adanya SDM unggul, anggaran memadai, dan program-program yang setipe dengan diatas maka diharapkan, dapat menjadi “roh” dari bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga bidang ini tidak dianggap sebelah mata dan mempunyai tujuan yang jelas guna mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat melalui wadah kelembagaan kebanggaan kita bersama BPN RI. Terima Kasih….

    Aang Firdaus
    NIM. 11202592
    Perpetaan

    BalasHapus
  23. Saya setuju dengan pendapat sdr. Wiwit bahwa kendala utama dalam pelaksanaan tugas pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat tidak terletak pada kuantitas SDM, namun pada kualitas SDMnya. Keluhan yang sering diungkapkan pada seksi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat adalah kurangnya penyerapan anggaran. Hal ini dikarenakan tugas pokok dan fungsi seksi ini tidak sebanyak seksi lain meskipun dalam lingkup satu kantor.
    Kita misalkan pada kegiatan inventarisasi masyarakat miskin sebagai calon peserta PRONA dan UKM, oknum dalam seksi ini sering tidak benar-benar terjun langsung ke masyarakat namun hanya menyerahkan tugas tersebut ke pihak desa (kepala desa). Biasanya calon peserta yang di daftar adalah orang yang memiliki kedekatan dengan kepala desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor pemicu tidak tepatnya sasaran program-program BPN di daerah. Sudah seharusnya orang-orang terpilih yang dapat melaksanakan tugas-tugas yang inovatif dalam upaya pelaksanaan tugas pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat. Para pelaksana tugas pada seksi P3M ini harus dapat mengelola dana yang ada dengan kreatifitas mereka agar program-program BPN tepat sasaran. Misalnya mengadakan kerjasama dengan PEMDA untuk pelaksanaan program larasita. Seperti yang telah dilaksanakan di kantor pertanahan Kabupaten Muko-muko yang berhasil menggalang kerjasama dengan pemerintah kabupaten dalam program pensertipikatan tanah dan sosialisasi program-program cemerlang BPN. Kerjasama ini dilaksanakan guna mempermudah pendekatan dengan masyarakat dalam melaksanakan program BPN dan asupan anggaran dari pemerintah kabupaten untuk dana operasional pelaksanaan larasita. Dengan kerjasama ini diharapkan program BPN berjalan dan berhasil dengan baik yang mungkin dapat menjadi bahan masukan untuk daerah lain untuk kegiatan yang sama atau kegiatan yang lain.

    Eni Retnaningsih
    NIM 11202602
    Jurusan: Perpetaan

    BalasHapus
  24. Ijin berkomentar…
    Ada dua hal yang akan saya komentari yaitu tentang pentingnya pemberdayaan dan pengendalian masyarakat dan perbandingannya dengan pengadaan tanah
    Pertama.
    Saya pernah mendapat pengetahuan tentang teknik sipil dimana dikatakan bahwa bangunan yang kuat dibangun diatas pondasi yang kuat. Bangunan disini saya analogikan dengan kegiatan pendaftaran tanah dan pondasinya adalah faktor-faktor pendukungnya (aturan, kelembagaan, dana dan SDM). Komentar saya ini saya titik beratkan pada SDM. SDM yang saya maksudkan bukan hanya aparat yang melaksanakan tapi juga masyarakat yang menjadi subyeknya. Masyarakat akan menjadi “kuat pondasi” apabila masyarakat yang bukan saja mampu melaksanakan tapi juga memahami apa yang akan dilaksanakan, masyarakat yang mampu menjaga serta mengawasi pelaksaannya serta masyarakat yang merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan. Masyarakat yang seperti ini hanya dapat ditemukan apabila sudah diberdayakan. Pemberdayaan masyarakat haruslah efektif dan tepat. Pemberdayaan masyarakat yang efektif maksudnya adalah pemberdayaan yang dilakukan oleh aparat yang mumpuni (dalam segi finansial dan pengentahuan serta ketrampilan) dan pemberdayaan yang tepat adalah pemberdayaan yang dilakukan pada orang-orang yang benar-benar berada di daerah tersebut yang mengerti situasi dan kondisi serta memiliki kemampuan lebih. Pemberdayaan ini akan menghasilkan masyarakat yang berdaya yang “kuat pondasinya”. Tidak sampai disini saja karena masyarakat yang “kuat pondasinya” selain dapat melaksanakan dengan baik juga dapat disalahlahgunakan untuk kepentingan tertentu. Untuk itulah perlu adanya suatu pengendalian. Pengendalian ini menjadi penting karena dapat mencegah penyalahgunaan atas “kuat pondasi” akibat dari pemberdayaan.
    Pengendalian dan pemberdayaan yang sudah bagus itu tidak akan dapat dilaksanakan apabila tidak didukung oleh aturan, lembaga, finansial dan SDM yang kuat pula. Untuk itulah maka saya kurang setuju apabila pengendalian dan pemberdayaan itu “bercerai” dan diturunkan jabatannya. Pengendalian dan pemberdayaan haruslah satu kesatuan dan dalam tingkatan kedeputian agar kegiatan pendaftaran tanah tidak hanya sampai pada legalisasi asset saja tapi bisa lebih dikembangkan lagi untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena Dalam pengembangan itu akan lebih cepat dan bermanfaat apabila memberdayakan masyarakat.
    Kedua….
    Perbandingan antara pengedalian dan pemberdayaan dengan pengadaan tanah.
    Tujuan dari pendaftaan tanah adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Makmur disini bukan hanya dari segi ekonomi yang terpenuhi saja tapi juga merasa puas dari hal tersebut. Bagi saya, untuk merasa puas itu haruslah dengan memahami apa yang dilakukan, mampu mengawasi dan melaksanakan dan merasa aman dan nyaman dari hasilnya.
    Saya setuju dengan apa yang disampaikan bapak pada perkuliahan bahwa pengadaan tanah orientasinnya pada investasi. Pada investasi kita hanya akan berbicara tentang pemilik modal dan keuntungan. Kedua hal itu dapat dengan mudah dilencengkan dari tujuan pendaftaran tanah (hal ini dapat kita lihat dari banyaknya kasus akibat dari investasi yang tidak memihak rakyat).
    Dari kedua hal inilah saya mengambil kesimpulan bahwa pengendalian dan pemberdayaan harus lebih diprioritaskan karena lebih mengarah pada tujuan pendaftaran tanah (BPN adalah lembaga Negara yang melaksanakan tugas melaksanakan pendaftaran tanah). Maka kurang elok apabila factor yang lebih sesuai kemudian “DICERAIKAN” dan “TURUNKAN” dan “MENINGGIKAN” factor yang sangat mudah melenceng.
    “seekor burung bisa diajarkan untuk menyanyi tapi burung itu tidak akan pernah bisa menikmati indahnya sebuah lagu” Manusia akan makmur jika dia mampu menikmati dan merasa nyaman atas hal tersebut.
    Saya mohon maaf untuk kekurangan dari komentar saya.
    Sekian dan terima kasih.
    YOHANIS F.O. KEIMALAY
    PERPETAAN
    NIM. 11202590

    BalasHapus
  25. Rasanya asik setelah melihat berbagai argumen dari rekan-rekan di atas dan mungkin akan tambah seru lagi andaisaja bapak-bapak atasan kita (di kantor maksudnya) tahu akan keinginan/harapan dari anggotanya yang mana mayoritas mengharapkan seksi pengendalian & pemberdayaan masyarakat untuk kreatif, inovatif dan berdaya atau memiliki power untuk menjadi ujung tombak BPN.
    Langsung saja berangkat dari argumen soudari aprin bahwa aparat pemberdayaan harus menjadi duta pertanahan . Menurut saya hal tersebut memang realita yang mesti dihadapi karena aparat BPN itu kan pelayan bukan dilayan. Jadi mau tidak mau kita harus melayani yang kita layan yaitu masyarakat. Kembali ke duta pertanahan rasanya seperti sebatas suatu ide, gagasaan, cita-cita maupun tupoksi yang tertulis di atas kertas. Akan tetapi hal tersebut bagi saya adalah suatu ladang kreatifitas yang mesti dikembangkan karena banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjadi duta pertanahan bagi masyarakat. Sedikit membawa pengalaman kerja, seksi PPPM di kantor tempat saya bekerja dapat menjalankan apa yang menjadi tugasnya dan bagi saya Beliau (Kasi PPPM) sudah menjadi duta pertanahan. Dimulai dari Beliau terjun langsung ke masyarakat untuk mengenal masyarakat dengan berbagai karakternya. Kemudian membentuk kelompok masyarakat (pokmas) yang mana pokmas tersebut ada yang bergerak dalam bidang perikanan (lele dan gurami), peternakan (ayam potong) dan perkebunan (sayuran dan buah-buahan). Pada saat itu sudah terbentuk 5 pokmas dengan anggota tiap pokmas antara 40-50 orang tiap pokmas. Seperti yang saya ketahui selama saya mendampingi Beliau yang tidak memeiliki anggota (jumlah pegawai kurang), bahwasanya pembentukan pokmas tersebut dilakukan jauh hari sebelum ada anggaran kegiatan (prona, ukm dll). Ketika tahun berikutnya ada program sertipikat UKM (200 bidang) maka tinggal memilih pokmas yang akan dijadikan target. Setelah jadi sertipikat, kegiatan pokmas masih tetap berjalan kontinue karena disitulah mata pencaharian mereka bahkan mereka semakin berkembang dengan suntikan dana dari bank. Belajar dari situ rasa-rasanya tidak ada alasan lagi bahwasanya seksi pengendalian dan pemberdayaan adalah sesksi yang kering dan tidak berdaya. Buktinya dengan gagasan dan manajemen yang bagus, Beliau di atas dapat membuat pokmas yang mandiri. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari dukungan pimpinan yang pro terhadap masyarakat dan bijak di dalam mensupport kegiatan seksi PPPM dengan dana (taktis) kantor.
    Selanjutnya melirik ke Perpres 63/2013 tentang BPN, dimana Kedeputian PPPM di lebur kedalam kedeputian 2 dan 3 sepertinya bukan merupakan pengkerdilan. Terlepas dari pembentukan Kedeputian Pengadaan tanah yang tampak seperti bidang yang dibuat secara instan untuk mendukung program nasional dan merespon UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Menurut saya dengan dileburnya Pengendalian Pertanahan ke dalam Kedeputian 3 merupakan suatu kesempatan atau peluang untuk mengembangkan diri masing-masing sesuai tupoksinya tanpa harus menjadi satu kesatuan seperti sebelumnya. Apabila di tingkat kantah subseksi ini tergabung di dalam seksi 3 ( menjadi Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan) maka subseksi ini dapat ikut di dalam kepaniatiaan A dimana nantinya permasalahan seperti tanah absentee, kelebihan maksimum dan permasalahan lainnya yang membuat ketimpangan P4T dapat dikendalikan. Sedangkan untuk pemberdayaan, dengan dileburnya ke dalam bidang 2 (Hak Tanah, Pendaftaran Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat) maka semakin tidak ada alasan lagi berada pada seksi yang kering untuk bisa menjalankan kegiatannya demi kesejahteraan masyarakat. Jadi dengan struktur yang baru maka kreasi yang baru juga harus muncul dan dikembangkan untuk menjadi duta pertanahan.

    Sugiyanto
    11202587/P

    BalasHapus
  26. Mohon ijin berkomentar pak….

    Menurut pendapat saya, peran kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat memang sangat penting. Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya merupakan inti dan sasaran konsepsional dari setiap kegiatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pertanahan.
    Prinsip dasar dari pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan adalah mewujudkan tanah sebagai asset yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat selaku pemilik tanah sehingga dapat menjamin keberlangsungan hidupnya. Akan tetapi, realisasi dari kegiatan PPPM ini tidak berjalan dengan optimal, ada berbagai kendala untuk melaksanakan tugas mulia ini, seperti yang bapak dosen katakan bahwa belum solidnya kelembagaan di daerah mengindikasikan bahwa tugas pokok dan fungsi bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat ini belum optimal. Bahkan agenda kerja yang disusun banyak bersinggungan atau malah overlaping dengan bidang lain.
    Saya setuju dengan saudara Wiwit Cipto, bahwa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat dibidang pertanahan adalah tindakan nyata, bukan membincangkan kendala-kendala yang ada. Karena dengan membincangkan kendala-kendala yang ada tidak akan membuat suatu permasalahan dapat terselesaikan.
    Oleh karena itu, untuk menjaga dan mengawal program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan secara berkelanjutan diperlukan pola kemitraan yang saling menguntungkan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perbankan dan dunia usaha serta masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat dapat benar-benar menerima manfaat dari program-program pertanahan yang dilakukan oleh BPN.

    Adrian Sapta Putra
    11202553

    BalasHapus
  27. Mencermati pendapat yang diutarakan diatas dapat ditarik benang merah bahwasannya program yang dijalankan oleh Seksi P3M (Pemberdayaan Masyarakat) banyak yang kurang berhasil antara lain oleh karena jumlah SDM yang minim dan kurang profesional, minimnya anggaran.
    Hal ini mengingatkan bahwa konsep pemberdayaan masyarakat bekerja dalam 2 domein utama (Ruth Alsop dan Andrew Norton, 2004) yaitu peningkatan kapasitas dan penciptaan akses. Peningkatan kapasitas dilakukan secara langsung dengan terjun ke masyarakat melalui penyadaran, mendidik dan membina masyarakat hingga tercipta kondisi masyarakat yang berdaya. Penciptaan akses dilakukan secara tidak langsung melalui pemberian akses thd sumberdaya potensial, melakukan advokasi dan membuat kebijakan yang pro rakyat.
    BPN sebagai lembaga pemerintah bukan berarti memiliki segalanya. Keterbatasan SDM yang profesional dan anggaran, kiranya harus menjadi perhatian utama bahwa BPN harus berfokus di domein yang mana. Melihat kondisi saat ini, menurut saya BPN harus berfokus pada domein penciptaan akses/peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya antara lain melaui sertipikasi tanah. Hal lain dapat dilakukan dengan menfasilitasi kerjasama masyarakat dengan pihak lain dalam rangka pemanfaatan tanah tersebut sekaligus pemberian informasi mengenai pertanahan.
    Peningkatan kapasitas nampaknya akan lebih efektif jika dilakukan oleh instansi atau lembaga yang memang memiliki kapasitas di bidang tsb antara lain kementrian pertanian dengan pembinaan para petani ataupun oleh lembaga swadaya masyarakat secara umum.
    Realitas menunjukkan bahwa berdiri di dua domein dengan kewenangan dan segala keterbatasan kondisi hanya akan meimbulkan in-efisiensi, oleh karena itu BPN harus berfokus pada domein yang memang sesuai kewenangannya.
    Berkenaan dengan Deputi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang kemudian dijadikan Direktorat Pengendalian Pertanahan dan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, hal ini dapat dipahami sebagai hal yang wajar karena sebelumnya Deputi ini belum ada dan kemudian dibentuk berdasarkan Perpres 10 tahun 2006. Suatu sistem yang baru akan mengalami penyempurnaan dengn penambahan dan pengurangan hingga terbentuk sistem yang seimbang.

    CATUR YULIANTO
    11202598/P

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut saya peningkatan kapasitas juga perlu dilakukan oleh BPN. Peningkatan kapasitas dalam hal ini tentu yang berhubungan dengan kedudukan BPN saja, misal penyadaran masyarakat akan pentingnya mensertipikatkan tanahnya, mendidik dan membina tata cara pendaftaran tanah, memberi informasi tentang pertanahan dll. Menurut saya kedua domein ini perlu dilakukan bukan hanya satu domein saja, tentunya yang sejalan dengan tugas,fungsi dan kedudukan BPN.

      Hapus
    2. lebih baik berfokus pada bagian yang jelas daripada memaksa berdiri di dua kaki yang hanya menimbulkan ketidak efisien an...

      Hapus
  28. Assalamualaikum...
    BPN memang membutuhkan suatu bidang yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat akan informasi mengenai seluk beluk pertanahan. Bukan seluk beluk pendaftaran tanah lho ya. Itu sih di loket 1 saja saya rasa cukup. Tapi, menurut saya itu bukan di Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat. Menyoroti pendapat saudari Aprin yang berbicara soal "Duta Pertanahan" itu berarti suatu alat pemberi informasi dalam hal ini sumber daya manusia bagian dari BPN yang sudah paham betul mengenai pertanahan.
    "Duta Pertanahan" itu haruslah orang-orang yang tulus ikhlas, dengan segala kerendahan dan kelapangan hati mau menyentuh hingga ke masyarakat di pelosok-pelosok kelas bawah sekalipun agar informasi yang ingin disampaikan dapat tersalurkan. Dan itu tidak hanya sekali dua kali. Bisa berkali-kali bahkan berpuluh-puluh kali.
    Hal ini kembali kepada sumber daya manusia di lingkungan BPN itu sendiri, sudah mampu atau belum untuk menyampaikan informasi terbaik kepada masyarakat secara tepat. Dan masalah sumber daya manusia ini bukan hanya kualitas, tapi juga kuantitas. Hal ini harus menjadi perhatian penuh bagi instansi kita, BPN.

    Mengenai mendudukkan bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat saya setuju apabila bidang pengendalian pertanahan tetap ada dan bersatu dengan bidang pengadaan tanah, sementara pemberdayaan masyarakat dihapuskan saja. Toh selama ini masalah yang banyak dihadapi adalah penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak dapat dikendalikan. Alih fungsi lahan dimana-mana, pemilikan tanah yang tidak merata, HGU yang menyengsarakan rakyat dan hanya menguntungkan perusahaan, dan masih banyak lagi masalah pertanahan yang rasanya butuh dikendalikan. Hal-hal tersebut memberikan peranan besar untuk menentukan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, pemberdayaan masyarakat sepengetahuan saya sudah diambil alih oleh instansi lain yang rasanya lebih memberikan kontribusi besar. BPN hanya menjadi penyalur atau perpanjangan tangan saja. Seperti di Kanwil Lampung, petani kakao yang mengikuti program pensertipikatan UKM sudah diberdayakan oleh Dinas Pertanian. Masalah permodalan juga sudah ditangani oleh bank. BPN hanya menjadi perpanjangan tangan saja, bahasa kerennya fasilitator padahal toh tupoksi BPN yang kita tahu hanya sampai menelurkan produk berupa sertipikat.
    Jadi, kalau menurut saya BPN perlu punya humas tersendiri untuk mengakomodir informasi pertanahan untuk masyarakat sekaligus menjalin hubungan dengan instansi lain, terkait dengan pelaksaanaan kegiatan di BPN. Pengendalian Pertanahan dan Pengadaan Tanah menjadi satu bidang dan Pemberdayaan Masyarakat dihapuskan. Insan-insan pertanahan harus lebih inovatif dan kreatif menelurkan program-program untuk mengendalikan kegiatan di bidang pertanahan agar memberikan manfaat yang lebih baik bagi masyarakat sehingga tepat sasaran dan meningkatkan kesejahteraan.
    In my humble opinion (IMHO)..
    Mohon maaf apabila ada kekeliruan..
    Wassalamualaikum..

    Renggalita Putri Perdana
    NIM.11202618
    Sem.V/Perpetaan

    BalasHapus
  29. Salah satu tupoksi Seksi P3M untuk melakukan pemberian informasi publik kepada masyarakat memang telah tercover oleh perkaban yang baru yaitu Perkaban RI No. 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di lingkungan BPN RI. Perkaban ini membahas mengenai tata cara memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat dengan membentuk penyelenggara pelayanan informasi dari BPN Pusat hingga ke kantor pertanahan.

    Namun menurut saya perkaban ini malah membuat semakin bingung aparat pertanahan sebab perkaban ini menyatakan bahwa tugas pelayanan informasi di kantor pertanahan kab/kota itu dijabat oleh staf di bawah Kasubag TU bukan seksi P3M atau HTPTdan Pemberdayaan Masy (berdasarkan aturan yang baru). Positifnya dari perkaban ini adalah jelasnya kegiatan pemberian informasi itu kepada masyarakat dan alangkah lebih bagusnya lagi jika jabatan petugas pelayanan informasi itu masuk ke dalam jabatan fungsional di BPN RI sehingga orang-orangnya akan lebih berkompeten.

    Hal lain, dengan adanya isu perampingan struktur organisasi di BPN membuat saya khawatir seksi di P3M termasuk dalam seksi yang akan dirampingkan, sebab akan dikurangi jabatan struktural eselon V sebanyak 633 jabatan dan eselon IV sebanyak 323 jabatan. Jika subseksi dalam seksi P3M termasuk yang dikurangi misal dengan alasan tidak adanya pekerjaan dan hasil tentu ini sangat membuat miris hati kita. Semoga saja tidak..

    Perlu kita ingat bahwa tugas seksi P3M bukan hanya sebagai pemberi informasi. Selain itu ada inventarisasi potensi, asistensi, pembinaan masyarakat dll. Jadi menurut saya BPN itu butuh bidang humas di setiap kantor pertanahan. Memang sangat aneh saya rasa ketika sebuah organisasi besar seperti BPN ini tidak mempunyai bagian khusus di bidang humas. Humas hanya ada di BPN Pusat dalam Pusat Hukum dan Humas. Sementara di kantor pertanahan Humas masuk ke dalam seksi P3M yang perannya bukan hanya humas saja. Tentu ini sangat berat. Peran humas sangat penting dalam mendudukkan citra pemerintah khususnya BPN dalam masyarakat, tentu menuntut terbentuknya bagian humas tersendiri. Hampir setiap lembaga pemerintah memiliki humas misalnya saja Polri dengan divisi humas, sampai ke polsek ada seksi humas. Organisasi kecil BEM STPN saja punya seksi humas. Ya kan? Namun memang perlu diperjelas tupoksinya dalam aturan di BPN agar konkrit pelaksanaannya.

    Ketika saya berdiskusi dengan pegawai tugas belajar pemda yang mengambil jurusan diseminasi informasi publik. (ehm, adakah pegawai tugas belajar BPN yang khusus mempelajari ilmu ini??) Teman saya itu sedang pilih-pilih instansi untuk jadi lokasi penelitian untuk skripsi dan ketika saya menawarkan BPN saja supaya tau sudut pandangnya dari orang pemda seperti dia,, beliau menjawab kalo dari segi komunikasinya, apa menariknya di BPN? Memangnya ada seksi humas/infokom/penyuluhan?......ohh, jadi masuk ke subseksi pemberdayaan masy? Berarti gak ada bidang khusus tapi kegiatannya ada penyuluhan?

    Maaf sedikit cerpen, namun pengalaman ini dapat kita jadikan pelecut bagi kita untuk memikirkannya.
    Demikian pendapat saya, mohon tanggapan teman-teman dan koreksi apabila ada kekeliruan. Terima kasih.

    ANITA HERMAWASHINTA DEWI
    NIM. 11202556
    PERPETAAN

    BalasHapus
  30. Ijin komentar pak, menurut saya, untuk menjawab pertanyaan bapak, " diskusi kita adalah, bagaimana mendudukkan kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat dalam bingkai Kelembagaan BPNRI, yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat?" harus diawali dengan introspeksi ke dalam. Dari tulisan bapak dan komentar rekan-rekan, dapat diambil kesimpulan bahwa kelembagaan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri belum jelas, belum ada Tupoksi yang jelas, belum ada peraturan pelaksana, juklak maupun juknis yang jelas, belum ada batasan kewenangan kebijakan yang jelas, bahkan belum ada tuntutan atas produk atau hasil kerja yang jelas, sehingga tidak ada kendali mutu atas kinerja lembaga pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat. Semua kegiatan berawal dari kreatifitas pimpinan, sehingga untuk daerah yang memiliki pimpinan kreatif, seksi PP&PM memiliki kerangka kerja yang jelas, untuk daerah yang tidak memiliki pimpinan kreatif, seksi PP&PM hanya melaksanakan pekerjaan2 seksi lain, bahkan seksi PP&PM itu sendiri vakum tanpa kegiatan. Berdasarkan urain tersebut, untuk menjawab pertanyaan bapak, yang perlu dilakukan adalah BPN RI secara intern perlu menerbitkan Peraturan Pelaksana, Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis, dan Sistem Kendali Mutu tentang produk dan kinerja seksi PP&PM , dan secara ekstern perlu memprakarsai dan menandatangani MOU dengan instansi lain terkait batasan kewenangan pelaksanaan kegiatan seksi PP&PM. Semua hal ini diperlukan untuk meminimalisir kebingungan pada tingkat pelaksana (Kantor Pertanahan) dan untuk memotivasi SDM pada seksi PP&PM.
    Terima Kasih
    Fitri Nur Solihah
    Perpetaan/11202567

    BalasHapus
  31. Salam Perubahan!
    Tugas bidang/seksi pemberdayaan memang bisa dikatakan berat, karena untuk melaksanakan program kerjanya tidak hanya berkooordinasi dengan bidang/seksi lain di lingkungan BPN sendiri tetapi juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan lembaga lainnya, karena yang namanya koordinasi adalah pekerjaan yang sangat berat selama selama sifat ego sektoral itu masih ada sehingga menjadi salah satu penghambat dalam penyelesaian program kerjannya. Saya setuju dengan tulisan diatas bahwa kita tidak lagi mengambil jarak dengan pemerintah daerah maupun lembaga lainnya, karena walau bagaimanapun juga kita tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karena itu marilah kita sama-sama tinggalkan yang namanya ego sektoral serta meperkuat secara kelembagaannya, supaya program pemberdayaan masyarakat berhasil dan dirasakan oleh masyarakat serta tidak masalah yang muncul dikemudian hari.
    RUYATNA/11202584/PERPETAAN/V

    BalasHapus
  32. Jika dikatakan bahwa kesejahteraan masyarakat adalah orientasi kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat menurut saya kurang pas. Karena perwujudan kesejahteraan masyarakat adalah tugas besar yang seharusnya diemban oleh seluruh Instansi Pemerintah, salah satunya BPN. Sehingga saya sependapat dengan Bapak Ilham Jauhari, bahwa sudah kewajiban bagi seluruh aparat BPN dalam memberikan informasi dan pelayanan sebaik-baiknya terhadap masyarakat.
    Namun, untuk apa kemudian P3M dibentuk oleh BPN? Dalam Perkaban No. 4 Tahun 2006 Pasal 21 dikatakan bahwa Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan penyusunan program pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat. Dalam peraturan tersebut dengan jelas dapat dilihat bahwa fokus kegiatannya lebih berat kepada pengendalian pertanahannya saja kemudian pemberdayaan masyarakat. Padahal pada kenyatannya kegiatan memberdayakan masyarakat merupakan suatu tugas yang cukup berat, karena melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat itu sendiri.

    Kemudian, bagaimana pemberdayaan masyarakat ini dijalankan jika dalam peraturannya saja kurang “garang” ditambah dengan citra bidang P3M yang “kering” dan SDMnya “orang buangan”. Apalagi setelah diterbitkannya Perpres No. 63 Tahun 2013 yang semakin “mengkerdilkan” P3M dengan menggabungkan pemberdayaan masyarakat pada deputi 2 dan pengendalian pertanahan pada deputi 3.
    Seharusnya jika memang pemberdayaan masyarakat ingin digalakkan posisi struktural P3M seharusnya malah dinaikkan bukan diturunkan.

    Namun bagaimanapun polemik keberadaan P3M saat ini, kembali kepada SDMnya. Bagaimanapun keringnya bidang/seksi/subseksi P3M, jika SDMnya “sesuai tempat”, kreatif dan dapat memanfaatkan peluang, banyak hal yang dapat saja dilakukan dalam memberdayakan masyarakat. Sehingga menurut hemat saya, hal yang perlu dilakukan yaitu menempatkan SDM BPN sesuai dengan kemampuan dan keahliannya, serta peningkatan mutu dan kualitas SDM BPN khususnya yang berkaitan dengan P3M sehingga mampu memberdayakan masyarakat secara kreatif.

    NURLIA LATIF/11202550/V/P

    BalasHapus
  33. P3M memiliki peranan yang sangat penting dalam memajukan BPN. BPN merupakan salah satu Instansi yang tidak bisa bekerja secara sepihak. Harus ada peran serta Instansi Pemerintahan lain dan peran serta masyarakat. Untuk itu harus ada wewenang tersendiri yang bertugas merangkul Instansi lain dan masyarakat sehingga memiliki hubungan dekat dengan mereka, dan inilah yang saya sebutkan sebagai tugas paling penting P3M. Ketika kita memiliki hubungan yang dekat menurut saya bukanlah hal yang susah untuk melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah maupun program-program lainnya seperti Penataan P4T, UKM, dan kegiatan lainnya. Saya mencoba berfikir sederhana saja. Saya yakin tidak sedikit masyarakat di Indonesia tau apa itu BPN? Apa itu pertanahan? Apa pentingnya buat saya (masyarakat)?
    Untuk itu harus ada seksi tersendiri yang memiliki waktu dan mampu menjalankan tugas ini. Tidak mungkin kita memberikan tugas ini kepada seksi lain misalnya seksi 1 dan 2, karena untuk melaksanakan kegiatan rutinitasnya saja waktu mereka sedikit, apalagi harus melakukan sosialisasi dan pendekatan diri kepada masyarakat. Tetapi jangan begitu saja perlu dukungan juga dari seksi lain. Harus dihilangkan sifat ego sektoral yang saat ini masih banyak terjadi antar seksi. Saya setuju dengan pendapat rekan saya Ruyatna. Ego sektoral memang menjadi penghambat dalam pekerjaan. Apapun pekerjaannya ketika ego tidak bisa dikendalikan maka akan merusak kerjasama dalam tim maupun antar tim.
    Jadi pada intinya untuk melaksanakan sesuatu yang besar harus ada power, dalam hal ini power didapat dari penguatan posisi seksi P3M beserta unsur didalamnya yakni SDM dan biaya, bukan malah diturunkan seperti yang dikatakan Saudari Nurlia.

    MURWAN AHMADI/11202577/Perpetaan

    BalasHapus
  34. Berat…..dengan berbagai cobaan……..
    Berawal dari niat kita…..adakah niat kita untuk melakukannya…..?
    ketika niat itu sudah ada, kemudian pelaksanaannya…ikhlaskah kita melakukan hal itu……?
    Dan ketika keikhlasan itu ada, cobaan datang lagi dengan persoalan interaksi kita dengan lembaga terkait terutama Pemda. Mengapa Pemda….? Karena Pemda mempunyai otoritas diwilayahnya. Persoalan interaksi ini bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini berkaitan dengan pola pergaulan kita, bagaimana posisi kita dalam menempatkan diri, serta bagaimana kekuatan kita dalam mempengaruhi orang lain. Bukannya kita harus terjun dalam dunia politik, tapi hal ini akan berdampak pada tingkat keberhasilan dan keberlanjutan program-program PPPM yang kita canangkan.
    Dalam membangun suatu hubungan, seseorang sampai mengorbankan tenaga, pikiran, waktu bahkan harus mengorbankan uang meskipun hal itu menjurus kepada hal-hal yang tidak dibenarkan.
    Bayangkan saja suatu hubungan interaksi yang sudah baik, harus kita mulai dari awal lagi yang dikarenakan terjadi perubahan atau pergantian para pamegang kebijakan dan pelaksananya. Hal ini terjadi jika terdapat pergantian kepala daerah, tentu saja kita akan memperkenalkan program-program kita lagi serta membangun kembali hubungan interaksi yang baik. Maka sesungguhnya disinilah kesabaran kita diuji. Hal yang demikian itu dapat saja kita tidak lakukan berulang kali jika ada suatu payung hukum kuat yang mengatur hubungan kita dengan Pemda.
    Belum lagi jika terjadi perubahan atau pergantian pemegang kebijakan itu pada lembaga kita sendiri, tentu pula kita harus membangun dari awal lagi suatu hubungan interaksi. Jadi jika terus terjadi perubahan/pergantian/rotasi pejabat, tentu akan berdampak terhadap program-program yang ada. Bayangkan saja jika pemegang kebijakan yang baru, tidak mengakomodir program-program PPPM yang sudah dibangun.
    Untuk masalah tupoksi yang berkaitan dengan program-program PPPM, sesungguhnya program-program PPPM itu bersifat dinamis. Hal demikian terjadi karena kondisi, keadaaan dan kebutuhan masing-masing daerah itu berbeda-beda. Maka kebijakan-kebijakan mengenai program PPPM tidak dapat dijadikan suatu satu kesatuan aturan dari pusat yang bersifat statis yang berlaku diseluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, ide-ide kreatiflah yang diperluakan sehingga program-program PPPM dapat diterima ditiap-tiap daerah. Hal inilah yang lagi manjadi kendala. Bagaimana bisa ide-ide kreatif yang telah kita ciptakan mau akan berjalan jika orang-orang kita belum mengetahui/memahami keadaan daerah yang ada, yang dikarenakan bukan putra daerah itu atau perpindahan/rotasi kerja. Hal-hal inilah yang akan menghabiskan waktu kita dan hanya berputar-putar saja “berbeda pejabat, berbeda pula kebijakannya”,“berbeda pelaksana berbeda pula programnya”dan programnya putus ditengah jalan karena para pelaksananya sudah tidak diposisi itu lagi. Jadi sejauh mana kesabaran kita, ataukah hal itu tidak ada yang mau melaksanakannya sehingga benar adanya tempat itu hanya sebagai “tempat buangan”.
    Mohamat Hasrul Aswit/11202612/Smester V Perpetaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beraaaat mas aculll, Piye to mas,,, neng ndi ki mas, tempat buanganya?

      Saya rasa itu Bukan tempat buangan pak ya, tetapi tempat membangun inspirasi dan tmpt utk mewujudkan cita" bangsa.

      Hapus
  35. Saya hampir setuju dengan pemikiran saudari aprin tentang DUTA PERTRANAHAN, tetapi saya lebih cendrung dan setuju dengan dibentuknya suatu KLINIK PERTANAHAN seperti yang disampaikan oleh Pak Sutaryono pada waktu kuliah dikelas dimana tugas dan fungsinya jauh lebih luas dari pada sekedar loket informasi/customer service yang hanya memberikan informasi mengenai jenis dan pelayanan yang ada pada kantor pertanahan. Tentunya KLINIK PERTANAHAN itu TIDAK terdiri dari satu orang “dokter”/pegawai pertanahan saja, melainkan tiap – tiap seksi dan bagian tata usaha menunjuk masing-masing satu orang yang dianggap mampu untuk menjadi anggota yang tegabung dalam KLINIK TERSEBUT sehingga jumlahnya minimal 7 anggota (6 anggota ahli dan 1 sekertaris), tentunya harus ada sekertaris pada klinik tersebut untuk mengatur jadwal dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk saling berkoordinasi dalam memberikan pelayanan karena itu sangat tepat kalau pemberdayaan disebut sebagai leading sectornya pembangunan pertanahan.
    Bagi saya kedudukan dan eksistensi kelembagaan Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat dalam bingkai BPN RI sebagai penyediaan informasi bagi masyarakat maupun stake holder lain sangat MUTLAK keberadaannya, karena merupakan amanat Undang-Undang yaitu UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yaitu bertujuan untuk menjamin hak bagi rakyat untuk mengetahui rencana program,alasan pengambilan suatu keputusan public termasuk yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Oleh sebab itu kita seharusnya jangan terlalu mempersoalkan pemisahan antara pemberdayaan dengan pengendalian pertanahan serta penggabungan seksi pemberdayaan dengan seksi HTPT. Ketika kita berbicara mengenai konteks pemberdayaan yang dilakukan oleh BPN seharusnya kita lebih fokus pada bagaimana memberikan pelayanan informasi public kepada masyarakat dan stake holder lainnya ketimbang berbicara mengenai AKSES, karena kalau kita berbicara mengenai akses tentu saja lintas sektoral dan disitu isu yang lebih menarik dibicarakan adalah isu mengenai KEDUDUKAN dan KEWENANGAN serta EKSISTENSI kelembagaan BPN RI.
    Informasi yang diberikan oleh BPN RI melalui klinik pertanahan dalam rangka pengendalian dan pemberdayaan masyarakat menurut saya sangat DAPAT dan MAMPU memberdayakan masyarakat dan MAMPU secara tidak langsung dapat mengendalikan kebijakan mengenai pengaturan pertanahan
    Sekedar mengingatkan kembali kepada teman-teman bahwa ketika kita berbicara mengenai terminologi Pemberdayaan kita dapat menjelaskan bahwa ketika seseorang itu LEMAH maka dia TIDAK BERDAYA sebaliknya ketika seseorang itu KUAT maka dia mempunyai DAYA. Oleh karena menurut saya INFORMASI ADALAH KEKUATAN TERBESAR maka secara otomatis dengan menerima informasi mengenai pertanahan seseorang atau masyarakat itu pasti mampu memberdayakan diri atau dengan kata lain INFORMASI DAPAT MEMBUAT SESEORANG MENJADI BERDAYA BAHKAN MENJADI ADIDAYA DAN MAMPU MENGENDALIKAN SESUATU ATAU HAL-HAL YANG LAIN

    Nama : SOFIAN HAJI RASWIN
    NIM : 11201624
    Smstr : V / P

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo Mas, matangkan konsepnya....trus kita wujudkan setelah kembali ke kantor...Semangat

      Hapus
    2. Iya pak.. mudah2an ruang diskusi ini bisa menjadi tempat belajar buat mahasiswa STPN..

      Hapus
  36. Materi diskusi yang sangat menarik.....
    Saya sependapat dengan apa yang bapak kemukakan “Pemberdayaan Masyarakat (direktorat, bidang, seksi dan subseksi) di lingkungan BPN mestinya bisa menjadi Entry Point bagi eksistensi BPN dalam menjalankan tugas pertanahan yang bersifat nasional, regional maupun sektoral” .
    Semestinya hal ini sudah jauh-jauh hari dipikirkan oleh petingi-petinggi yang ada di institusi kita dimana BPN harus berbenah. Mari kita mencoba melakukan survey, apa yang diketahui masyarakat terhadap institusi BPN?, saya yakin masyarakat kebanyakan akan menjawab, BPN hanya sebatas tempat dimana kita membuat sertipikat tanah. Yah itu saja...Hanya 1 tugas pokok. Oleh karena itu, BPN harus berbenah sedini mungkin. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan dalam forum ini, yaitu :
    1.tugas pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat mestinya bisa dijadikan sebagai tugas pokok atau program utama.
    2.untuk mewujudkan hal tersebut deputi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, kita persepsikan sebagai Deputi I menggeser Deputi survey pengukuran dan pemetaan, toh itu cuman sebutan.
    Analogi sederhananya seperti ini, ketika kita mempunyai toko, kemudian kita punya 5 produk, misal: produk 1, Produk2, produk 3, produk 4, dan produk 5. Sekarang, toko kita sudah terkenal luas di masyarakat dengan produk 1, 2, 3 dan 5. Akan tetapi produk 4 belum terlalu bahkan tidak dikenal luas oleh masyarakat. Oleh karena itu pihak marketing harus punya inisiatif untuk melempar produk 4 kepasaran sebagai produk andalan berikutnya, karena dengan survey dipasaran produk 1, 2, 3 dan 5 sudah dijamin pemasarannya dan punya pelanggan tetap. Analogi diatas kita bisa masukkan kedalam sistem kelembagaan BPN sehingga BPN bukan hanya terkenal dengan deputi 1, 2, 3 dan 5nya saja. Kita ingin memperkenalkan BPN kemasyarakat, bahwa ini loh BPN tugasnya juga seperti ini, bukan hanya tentang pensertipikatan tanah, tapi ada hal utama didalammnya dimana kita juga mempunyai fungsi pengendalian tanah dan pemberdayaan masyarakat.
    Terima Kasih....
    Sri Handayani
    NIM : 11202625
    Semester V / Perpetaan

    BalasHapus
  37. sebagai pembangkit semangat belajar kita dalam forum diskusi ini, ada kutipan puisi buat teman-teman smua ...hehehe biar tambah semangat ya...


    “ ASRAMA TARUNA BUMI “
    Oleh Udhin Palisuri


    disini aku tidur nyenyak
    disini aku anak asrama
    disini aku bermimpi indah
    disini aku merenungi kehidupan
    disini aku tersenyum dalam mimpi

    disini aku mengurai ayat-ayat cinta
    disini aku mengenang ayah bunda
    disini aku memandang wajahmu
    disi aku merajut kenangan
    disini aku aparat pertanahan
    disini aku reforma agraria
    disini aku menulis surat cinta
    disini aku rindu pada MU.

    diposting oleh Sofian raswin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kiriman Puisinya...meneduhkan sekaligus memberikan darah segar utk terus beraktivitas

      Hapus
  38. Assalamu’alaikum numpang gabung pak,,,
    Setuju dg sdr. murwan, kedudukan pemberdayaan masyarakat di BPN itu sangat penting. ibarat tombak P3M adalah mata tombaknya BPN, walaupun pd kenyataanya sering dipandang sebelah mata (di anak tirikan) dari segi program maupun anggaran dibanding bidang / seksi lain. Padahal seksi pemberdayaan adalah seksi yg langsung berhubungan dg masyarakat, mengadakan sosialisasi program BPN yg akan dilaksanakan, ujung tombak yang bisa mengambil hati masyarakat untuk mau berpartisipasi aktif dlm program yg hendak dilaksanakan. Mengadakan kerjasama dg masy, pemerintah desa, dan instansi2 lain membukakan akses reform untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Seharusnya seksi pemberdayaan di beri dukungan baik secara moral maupun material (anggaran) yg memadai agar bisa berkembang... Seksi pemberdayaan dituntut mempunyai kreatifitas yg tinggi dlm pengadaan program kegiatanya, dengan cara2 yg baru / beda dg yg lain (inovatif) agar masy lebih tertarik dan tidak dipandang sebelah mata oleh seksi lain, krn itu diperlukan SDM yg kreatif dan berdedikasi tinggi siap mengabdi untuk masyarakat. Namun pd kenyataanya susah mendapat SDM seperti itu, diperparah kurangnya dana/ anggaran yg paling membuat SDM P3M seolah enggan bertengger, sebagus apapun sebuah program pemberdayaan tp kl anggaranya kurang/ tidak ada anggaran siapa yg mau laksanakan?? Memang BPN perlu berbenah dulu/ kaji ulang, mengenai stuktur dan tupoksi agar tidak ada kecemburuan sosial antar seksi/ bidang...
    IRNA HARNIYATI / 11202570 / PERPETAAN

    BalasHapus
  39. Selamat malam semua.
    Komentar lagi..
    Saya tertarik dengan solusi untuk membentuk suatu "duta pertanahan".
    Kemudian saya mencari arti kata duta di kamus.
    Salah satu arti dari kata duta adalah utusan.
    Artinya seseorang atau sesuatu yang mewakili seseorang atau sesuatu untuk memberikan pengetahuan tentang suatu informasi kepada pihak lain.
    Duta disini berfungsi sebagai wakil/utusan yang memberikan informasi.
    Kemudian saya bandingkan dengan tujuan pemberdayaan.
    Dalam pemberdayaan tidak hanya terbatas pada mendapatkan informasi tapi juga mampu menggunakan informasi yang dimiliki untuk menghasilkan suatu tujuan dan mampu menikmati tujuan tersebut.
    Jika melihat arti kata "duta" beserta fungsinya maka menurut saya tidak akan mengakomodir semua tujuan dilaksanakannya pemberdayaan itu.
    Perlu kita ingat bahwa suatu program atau suatu kebijakan haruslah "kuat pondasinya" maka dengan melihat arti dari "duta" dan dibandingkan dengan pemberdayaan yang kita harapkan akan bertentangan.
    Hal ini karena sempitnya hal-hal yang mampu dilaksanakan oleh "duta" itu sendiri.
    Jadi jelaslah suatu "duta" tidak akan mampu melakukan suatu pemberdayaan.
    Solusi terbaik yang saya sepakati adalah pembentukan pokmas yang selama ini sudah dilakukan.
    Ada beberapa alasan kenapa saya masih setuju dengan pembentukan pokmas tersebut:
    1. Pokmas berasal dari masyarakat yang berada di daerah tersebut yang langsung merasakan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dan mengerti keadaan nyata dilapangan.
    2. Pokmas biasanya terdiri atas orang-orang yang mampu dan mau berusaha.
    3. Masyarakat kebanyakan lebih mendengar orang-orangnya sendiri yang berbicara karena adanya suatu ikatan diantara mereka.

    Seperti yang saya utarakan sebelumnya bahwa pemberdayaan akan berhasil jika efektif dan tepat.
    Memberdayakan masyarakat tidaklah harus dengan melatih seluruh masyarakat menjadi berdaya tetapi cukup melatih sekelompok orang dalam komunitas masyarakat tersebut yang mampu, cakap dan punya keinginan membangun daerahnya.
    Ada satu kejadian lucu saat saya mengikuti penyuluhan di tempat tugas saya. Pada saat itu masyarakat seperti suatu kelompok paduan suara yang ramai bertepuk tangan, mengangguk dan berkata iya. Setelah penyuluhan petugas lain kembali dan kami petugas ukur tetap tinggal. Disinilah mulai terkuak bahwa ternyata masyarakat tadi sama skali tidak paham apapun yang di bicarakan.
    Dikasus yang lain kami bersama "tua adat" melakukan penyuluhan. Para tua adat tersebut telah lebih dulu mendapat sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dengan bahasa masyarakat setempat dan dengan budaya mereka. Masyarakat lebih mengerti yang disampaikan.
    Kemudian pada saat pelaksanaan kegiatan masyarakat kebanyakan lebih mengikuti jika ada orang-orang yang berasal dari mereka sendiri yang dianggap mampu dan dihormati ikut turut membantu dan berpartisipasi mengawasi serta menjaga.

    Dari pengalaman inilah maka saya lebih setuju dengan penguatan pokmas yang ada. Untuk memperkuat tentu harus dilakukan oleh orang-orang "kuat" juga (aparat BPN yang profesional dengan dasar aturan dan lembaga yang kuat disertai finansial yang kuat pula).

    Jadi berdasarkan uraian saya maka saya kurang sependapat dengan adanya "duta" karena akan memiliki fungsi yang lebih "sempit" dan kurang "kuat" untuk melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan yang paling efektif dan tepat jika melalui suatu pokmas dengan pelatihan, pengawasan dan pengendalian oleh aparat yang profesional, kuat (aturan, finansial, kelembagaan, berkarakter).

    Yohanis keimalay
    11202590

    BalasHapus
  40. Jika diperhatikan secara seksama, tujuan utama dari institusi BPN RI adalah mewujudkan "Tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Seperti sungai yang mengalir dari hulu ke hilir, bercabang-cabang dan akhirnya bermuara pada satu tempat, yaitu kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Setiap seksi di lembaga BPN RI dapat dianalogikan seperti cabang-cabang sungai tersebut dengan tugas pokok seksi yang berbeda-beda, bersinergi membangun kelembagaan BPN RI demi tercapainya tujuan utama "Tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
    Seksi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu dari sekian kelembagaan di BPN RI yang disoroti (mengutip dari tulisan bapak diatas) sebagai kelembagaan yang program kerjanya tidak jelas dan sudah ada di seksi lain, serta struktur kelembagaan yang mengada-ada. Menurut saya, orang yang berkomentar minor tentang seksi PPPM tersebut merupakan orang ”awam” yang mungkin dalam benaknya untuk apa membentuk suatu kelembagaan khusus yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat melalui pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, toh seluruh kelembagaan di BPN RI bertujuan untuk mewujudkan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti yang saya tulis diatas. Akan tetapi, sebagai insan pertanahan ”murni”, sejatinya kita pasti akan menempatkan kelembagaan PPPM ini dalam posisi yang strategis, karena kelembagaan ini merupakan ujung tombak yang secara nyata bersinggungan langsung dengan masyarakat dalam mewujudakan amanat konstitusi "Tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" tersebut.
    Kembali pada analogi aliran sungai, Kelembagaan PPPM seperti cabang sungai yang paling besar diantara cabang-cabang lainnya dan yang paling lurus mengalir dari hulu ke hilir tidak berbelok-belok. Sementara kelembagaan-kelembagaan lainnya masih berkelok-kelok melaksanakan tupoksinya dan akhirnya sama-sama beermuara pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sudah barang tentu seharusnya cabang sungai yang lurus dan tidak berkelok-kelok ini diberi perhatian khusus yaitu menempatkannya diposisi yang strategis dengan dukungan dana dan SDM yang terbaik yang dimiliki oleh BPN RI agar kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tersebut dapat dengan cepat tercapai.

    Muhammad Andika
    11202613

    BalasHapus
  41. Parameter keberhasilan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) dalam pembangunan nasional sebenarnya adalah apabila masyarakat Indonesia memiliki kesadaran dan kemandirian dalam pengelolaan tanah sebagai sumber kehidupan. Harapan tersebut timbul setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dimana BPN RI yang dulu hanya sebagai lembaga administrasi di bidang pertanahan menambah bidang tugas baru yaitu pemberdayaan masyarakat. Di tingkat kabupaten atau kota terdapat Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (Seksi P3M) pada Kantor Pertanahan yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagaimana termuat di dalam Pasal 50 Peraturan Kepala Badan Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
    Dalam pelaksanaan tupoksi tersebut, tidak semuanya dapat berjalan sebagaimana mestinya karena terdapat persoalan besar pada SDM, anggaran dan stakeholder terkait. SDM yang terdapat di Seksi P3M secara umum tidak mempunyai kompetensi dalam melaksanakan tugas. Anggaran yang diberikan pun hanya sebatas pada penyusunan laporan kerja. Stakeholder yang terkait tidak berminat untuk ikut serta dalam program pemberdayaan masyarakat karena dinilai belum begitu penting dan tidak ada urgensinya.

    Pemberdayaan masyarakat menurut hemat saya tidak perlu harus menunggu anggaran dari pusat, tetapi dengan SDM yang dimiliki oleh masing-masing Kantor Pertanahan membuat TOR yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan program aksi pertanahan yang langsung menyentuh terhadap kebutuhan paling urgen dari masyarakat. Apabila masyarakat masih buta dalam pengolahan pertanian lahan kering, maka diberikan penyuluhan oleh ahlinya dan ditindaklanjuti dengan pembimbingan sampai masyarakat bisa mandiri. Dengan demikian Kantor Pertanahan setempat juga perlu menggandeng dengan dinas-dinas terkait maupun LSM terkait demi kelancaran program ini.

    “Berhenti tipu-tipu!!! Tidak ada kata terlambat dalam menyelesaikan suatu persoalan!”
    Martin Jamal Lilo
    11202575

    BalasHapus
  42. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  43. Saya setuju dengan pendapat Sdri. Aprin "kegiatan pengendalian dan pemberdayaan adalah kebijakan partisipatoris". Kegiatan ini sangat penting mengingat amanat yang diemban oleh pemerintah adalah agar "Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Selain itu menurut RENSTRA 2010-2014, hendaknya Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta peningkatan ketahanan pangan (Prosperity). Akan tetapi, kalau kita melihat program-program kegiatan yang dilaksanakan oleh BPN kebanyakan hanya bersifat kejar target dan tidak ada kegiatan follow up. Bukankah kegiatan-kegiatan seperti ini dapat menjadi bom waktu bagi kita. Manfaat yang kita rasakan tidak seberapa bila dibandingkan dengan resiko yang harus kita pikul. Mengapa kita tidak berkonsentrasi pada tugas kita di bidang administrasi pertanahan (misal: pemetaan) dengan perbaikan sistem. Data-data lama saja masih banyak yang bermasalah sudah ditambah lagi dengan kegiatan-kegiatan baru yang tidak jelas kontrol kualitasnya.
    Sebenarnya kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan oleh setiap dari kita, misalnya seperti apa yang telah disampaikan oleh Bpk. Sutaryono dengan menjelaskan prosedur sertipikasi kepada masyarakat sehingga masyarakat akan menjadi paham.

    Subroto
    11202631

    BalasHapus
  44. Assalamu’alaikum.wr.wb.
    Selama ini Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) di kantor-kantor pertanahan memang sebagian besar belum bisa melaksanakan tugas sesuai dengan tupoksinya. Seperti pendapat saudara Catur bahwasannya “program yang dijalankan oleh Seksi P3M banyak yang kurang berhasil antara lain dikarenakan jumlah SDM yang minim dan kurang profesional, serta minimnya anggaran”. Padahal seksi ini mempunyai tugas yang sangat penting sebagai penghubung antar stake holder dalam upaya menyejahterakan masyarakat secara bersama-sama. Salah satu tugas dari sub seksi pemberdayaan masyarakat adalah dalam pelaksanaan redistribusi tanah obyek landreform yang mana sub seksi ini memiliki andil yang cukup besar dalam pelaksanaan akses reform agar masyarakat menjadi lebih berdaya seperti melakukan penyuluhan-penyuluhan berupa pelatihan, dukungan permodalan, pemasaran agar mendapatkan hasil yang optimal dan berkelanjutan. Tentu saja dengan mengggandeng instansi lain seperti Dinas Pertanian, Dinas Perikanan ataupun Perbankan. Semoga dengan struktur yang baru sesuai Perpres No. 63 Tahun 2013 tidak membuat kelembagaan Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat kehilangan semangatnya untuk pro rakyat.

    Elena Hesi Restikawati
    NIM. 11202601

    BalasHapus
  45. Pada intinya saya setuju dengan pendapat Sdri Aprin mengenai "Duta Pertanahan" untuk meningkatkan partisipasi berbagai pihak di Bidang Pertanahan,,,,

    Almardian Asmar
    11202594

    BalasHapus
    Balasan
    1. S.J.P (Singkat jelas dan padat)

      Hapus
    2. Sundul gan, duta pertanahan memang superrrrrr sekali.

      Hapus
    3. setuju pada bagian yang mana?? harus dengan argumen yang jelas...

      Hapus
    4. betul...betul...betul...tidak boleh seperti 'bebek' ya...he...he...he...harus dg argumentasi...ayo lengkapi Almardian Asmar

      Hapus
    5. Ayoooo semangat yaann... boleh ikut gerbong tapi tiketnya bayar sendiri. hahahahaha

      Hapus
    6. Mana nih Almardian Asmar???
      Ayo semangat lanjutkan !!!

      Hapus
    7. setuju dengan pembentukan Duta Pertanahan LAH .........
      Duta Pertanahan yang dimaksud di sini kan bertujuan untuk menyampaikan program dan meningkatkan partisipasi berbagai pihak di bidang pertanahan.Jika hal tersebut berjalan dengan lancar maka ujung-ujungnya "tanah sebesar2 kemakmuran rakyat" akan tercapai... ^_^

      Nah,,, untuk melancarkan kegiatan para duta tersebut dalam rangka pencapaian tujuannya maka dapat dilakukan melalui sosialisasi langsung di lapangan, media cetak,, bahkan kalau benar-benar serius untuk melakukan pengenalan terhadap program pertanahan maka bisa dilakukan melalui televisi nasional dengan membuat bebagai acara seperti iklan pertanahan,, talkshow pertanahan,, atau kuis pertanahan (layaknya kuis yg di buat oleh salah satu pasangan bakal capres kita) ... ^_^

      Jika di asumsikan pemberdayaan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap kesuksesan program pertanahan maka Duta PErtanahan itu perlu di bentuk,,,, dan diperlukan juga political will dari para petinggi2 pertanahan untuk memejukan kegiatan pppm....

      Hapus
  46. Seperti yang telah dituliskan oleh Bapak di atas bahwa banyaknya agenda kerja yang disusun bersinggungan bahkan terjadi overlapping dengan bidang lain bahkan dengan instansi lain sehingga apa yang direncanakan oleh pusat hanyalah sebatas wacana. Menurut saya, sebagai instansi yang bersifat vertikal, sudah seharusnya BPN Pusat bertugas dan berkewajiban dalam melakukan perumusan berbagai kebijakan mengenai pemberdayaan masyarakat yang akan berjalan di daerah-daerah seluruh Indonesia. Namun melihat fenomena saat ini yang kerap kali terjadi persinggungan dengan instansi lain sehingga program yang sudah direncakana sedemikian rupa menemui jalan buntu, menurut saya apa tidak sebaiknya BPN Pusat melakukan kerjasama dengan instansi lain dengan dibuatkan semacam MoU (nota kesepahaman) dengan instansi lainnya. Dengan adanya MoU tersebut, kantor-kantor pertanahan memiliki acuan yang tetap dalam menjalankan program pemberdayaan tanpa ada rasa kebingungan atau kekhawatiran lagi. Meski begitu, kebijakan ini tidak bermaksud untuk membatasi gerak dari kantor-kantor pertanahan. Mereka juga diberikan kebebasan dalam membuat program-program baru mengingat kondisi di berbagai daerah tidaklah sama sehingga sangat memungkinkan untuk menjalankan berbagai program lainnya. Dengan begitu apa yang akan atau sudah direncakan oleh BPN dapat berjalan dengan maksimal dan dapat tercapai seperti yang diharapkan.

    Ertanty Dian Taurisia - 11202564

    BalasHapus
  47. Pengendalian pertanahan seharusnya masuk HTPT, mengapa? Agar pemilikan tanah yang melampaui batas (kelebihan maksimum, tanah absentee) bisa dicegah sejak dini (sejak awal permohonan masuk).

    Sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat sebaiknya dihapuskan saja. Sudah ada dinas sosial yang meng'handle' itu semua. Selain itu, melihat kondisi saat ini tanah bukan lagi menjadi alat produksi utama, yang ditandai dengan maraknya alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Mayoritas masyarakat saat ini lebih memilih pekerjaan lain (buruh misalnya) ketimbang pekerjaan yang langsung memanfaatkan tanah sebagai alat produksi (petani). Sehingga statement 'pemberdayaan masyarakat guna mewujudkan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat' tampaknya sudah tidak relevan.
    Jadi, kita fokus saja ke pendaftaran tanah. Kita tingkatkan kualitas pelayanan kita terhadap masyarakat.

    "stay hungry, stay foolish" - steve jobs

    Bagus Fan Arly
    11202559

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenapa gak masuk SPP aja gan? spp kan hitungannya akurat. Klo masalah ukuran kelebihan sy rasa spp obat nya.

      Hapus
  48. Assalamualaikum Wr. Wb
    Tanggapan –tanggapan maupun pandangan dari teman –teman sungguh luar biasa. Saya ingin sedikit bercerita tentang kondisi seksi P3M di kantor saya,ya sebutlah kantor pertanahan kabupaten –xxx-  (di Indonesia Timur). Jadi selama saya bertugas itu saya heran hampir setiap hari Kasi P3M kerjaannya kok cuma ngobrol,baca koran, jam 10 menghilang…eh taunya malah ngobyek tapi menimbulkan banyak masalah di sana sini….saya tidak tau beliaunya memberdayakan masyarakat atau memperdayai masyarakat…..yang menjadi tanda tanya ini karena programnya terlalu sedikit atau memang sdm nya yang tidak mampu menjalankan program –program tersebut (sudah rahasia umum di republik ini pengusulan para pejabatnya cenderung like or dislike, hanya sedikit yang benar – benar dipilih sesuai kualitasnya)….jadi saya setuju dengan wacana perampingan kelembagaan di BPN, kalau memang suatu bidang atau seksi hanya bisa berjalan optimal di pulau jawa ya jangan dipaksain di daerah lain diberlakukan dengan kondisi yang sama…ya intinya harus disesuaikan kebutuhan, kondisi dan lokasinya. Tidak melulu mengeluarkan banyak peraturan yang biasanya pada akhirnya saling melemahkan satu dengan yang lainnya, Karena menurut saya agar pelaksanaan kelembagaan baik struktur, program maupun pelaksanaan kegiatan berjalan secara optimal (khususnya di area pemberdayaan masyarakat di BPN) harus Balance terlebih dahulu semuanya baik Tupoksi,SDM pelaksana dan SDM peserta, maupun anggaran yang direncanakan dan digunakan
    Terimakasih dan saya minta maaf apabila ada kata – kata yang kurang berkenan bagi semuanya
    wassalamu'alaikum Wr. Wb. 

    KRISTIAN KUSNU PRASETYA
    NIM 11202573
    SMTR V/P

    BalasHapus
  49. Sebelumnya, mohon ijin untuk memperkecil pembahasan hanya pada seksi pemberdayaan, tidak menggabungkan dengan seksi pengendalian pertanahan karena menurut saya seksi pengendalian pertanahan masih perlu dipertahankan eksistensinya.

    Menurut saya, kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dijabarkan penulis dan teman2 diatas memang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun menurut saya, kegiatan tersebut tidak perlu dilaksanakan secara khusus oleh satu seksi, melainkan menjadi tugas bersama. Alasannya :
    1. Teori umumnya, untuk memberdayakan masyarakat, kita harus terlebih dulu berdaya. Berdaya disini tidak hanya diartikan dalam hal finansial / income yang didapat untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan melainkan juga dalam hal ilmu dan sikap.
    2. Berbicara berdaya dalah hal sikap, mengutip apa yang disampaikan sdr. wiwid yaitu “seorang aparat pertanahan yang bertindak sebagai relawan untuk bersedia dengan tulus ikhlas mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya” dan juga “mereka yang berpihak pada golongan miskin dan atas dasar kepuasan hati” . seperti jiwanya para aktivis sosial menurut saya.
    3. Berbicara berdaya dalam hal ilmu, seorang pemberdaya tidak mungkin memberdayakan apa yang tidak jadi keahliannya, misalnya kegiatan pemetaan partisipatif. Seorang pemberdaya harus mengetahui dulu ilmu pemetaan. Begitu juga apabila dalam hal peningkatan kesejahteraan petani, UKM, dll. Tapi tidak terlalu beratkah untuk mereka apabila harus menguasai semua bidang ?
    4. Mereka yang berjiwa aktivis sosial pertanahan (berjiwa sosial dan memahami pertanahan) akan lebih berdaya ketika mereka berada/membaur dibidang praktis tertentu karena selain mereka bisa memiliki kesempatan lebih banyak dalam hal memberdayakan masyarakat, mereka juga bisa sekaligus diberdayakan (baik dalam pekerjaan maupun finansial).
    Kesimpulan saya, keberadaan seksi pemberdayaan jika dilihat dari sumber daya manusianya saat ini, saya berpendapat jika sebaiknya dilebur saja. Potensi mereka bisa jauh lebih bisa diberdayakan dalam hal lain, terlebih bagi mereka yang tidak memiliki jiwa aktivisis sosial. Sedangkan mereka yang memiliki jiwa aktivis sosial pertanahan, dibidang apapun mereka saat ini berada, mereka justru memiliki kesempatan yang lebih besar dalam menemukan ide/wawasan dalam usahanya memberdayakan masyarakat, dan kepadanya bisa diapresiasi dengan diangkat menjadi “duta pertanahan” seperti yang hangat dibicarakan diatas karena peran / jiwa aktivisnya dibidang sosial pertanahan.


    Arie Satya Dwipraja
    11202557
    V / P

    BalasHapus
  50. Assalamu'alakum..
    mohon ijin bicara pak, saya juga minta maaf karena terlambat sekali mengirim komentar, sebenarnya pukul 18.40 saya sudah buka diskusi ini, namun pagi ini saya cek ternyata komentar saya tidak ada, kesalahan ada pada saya, saya siap menerima konsekuensi, mohon maaf.

    saya izin untuk mempersempit pembicaraan ke pemberdayaan masyarakat saja dan saya persempit lagi ke penyuluhan pak, mengingat betapa penting penyuluhan bagi setiap program BPN. Dari pengalaman kami selama di Kantor Pertanahan, praktekya penyuluhan pada setiap kegiatan sangat minim dilakukan. Pada tingkat terparahnya, penyuluhan hany dilakukan kepada Kepala Desa atau Perangkat Desa saja, menurut hemat saya, hal ini membuat esensi dari penyuluhan untuk transfer informasi kepada masyarakat tidak terlaksana dengan baik, betapa tidak, rantai informasinya semakin panjang, seharusnya dari BPN langsung ke masyarakat, menjadi BPN ke Perangkat Desa kemudian baru ke masyarakat, informasi sering kali hilang karena perangkat desa pun memiliki pengetahuan yang kurang memadai. Di lain pihak, juga harus kami akui, BPN sendiri pun (maaf) tidak banyak memiliki tenaga yang kompeten dalam melakukan penyuluhan. mungkin ini beberapa saran saya terhadap BPN mengenai penyuluhan ini:

    a. Hendaknya tenaga penyuluh benar – benar menguasai materi / substansi yang akan disampaikan kepada masyarakat.
    b. Jangan ragu untuk menggunakan alat bantu, seperti multimedia dan lain sebaginya.
    c. Bila perlu menggunakan jasa Jurubahasa / Interpreter setempat.
    d. BPN Pusat hendaknya melengkapi Personilnya dengan berbagai macam keterampilan tehnis dan non tehnis melalui DIKLAT Tehnis maupun Keterampilan Non Tehnis seperti : Komunikasi Massa, Psikologi, dan lain sebagainya.
    e. BPN Pusat perlu memikirkan dan merumuskan kembali jangka waktu penyuluhan yang terlalu singkat, untuk disesuaikan kembali melalui peraturan yang baru.
    f. BPN ( Pusat dan Daerah ) harus lebih giat melakukan sosialisasi mengenai manfaat dan keuntungan setiap program bagi masyarakat perorangan maupun keseluruhan, lebih baik lagi jika program pemberdayaan masyarakat dalam wujud adanya duta BPN dari masyarakat sendiri.

    ixonanthes eko s/ 11202571 / V / P

    BalasHapus
  51. Mantap semuanya...silahkan tanggapi beberapa statemen kawan yang belum tuntas, terimakasih

    BalasHapus
  52. Setelah saya pikir-pikir ya Pak.. Kok menurut saya BPN juga harus mulai berpikir untuk menempatkan para sarjana-sarjana pertanian yang ada di BPN untuk ditempatkan pada Seksi Pemberdayaan Masyarakat. Hal itu diperlukan mengingat untuk mengolah suatu bidang tanah yang tidak produktif menjadi produktif dibutuhkan pengetahuan mengenai imu tanah dalam arti "soil" tidak hanya sekedar tanah dalam arti "land". Jadi, ketika ada kegiatan access reform dalam kaitannya dengan pendampingan petani, para sarjana pertanian tersebut dapat langsung kita terjunkan..
    Singkat kata, "The Right Man in The Right Place" gitu lho..

    BalasHapus
    Balasan
    1. MJL Says:
      "Pola rekruitmen SDM berimbang di setiap deputi/bidang/seksi....
      Ditambah MOU dan kerja sama dengan LSM dan pokmas...
      Pemberdayaan masyarakat mesti rajin "blusukan" seperti J*kowi...
      Biar apa yang dibutuhkan masyarakat menjadi target pencapaian kinerja, bukan penetapan target di angan2 dimana ujung-ujungnya performa berdasarkan ABS (Asal BPN1 Senang)..."

      Hapus
  53. Tampaknya lembagga kita terjebak pd rutinitas yg belum juga tuntas.....shg lupa penguatan dan pengembangan kelembagaan

    BalasHapus