Rabu, 03 Februari 2016

Fungsi Sosial Tanah



Fungsi Sosial Tanah[1]

Oleh: Sutaryono[2]

Pekan lalu, kita semua dikejutkan dengan berita pembongkaran pagar sebuah perumahan yang menutup akses jalan sebuah sekolah oleh Walikota Yogyakarta (KR, 05-01-2016). Mengejutkan sekaligus memprihatinkan, mengingat kejadian ini terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dikenal dengan tingkat keberagaman dan toleransi yang tinggi. Pertanyaannya adalah, kenapa hal ini bisa terjadi? Apakah makna sosial atas tanah sudah mulai meluntur ataukah kepentingan privat atau kelompok mulai mengedepan. Pertanyaan ini akan dijawab melalui pendekatan administrasi pertanahan.

Hak, Batas dan Tanggungjawab Atas Tanah

Berkenaan dengan hak atas tanah, baik dipergunakan untuk privat (hunian) maupun untuk publik (fasilitas umum dan fasilitas sosial), berlaku kaidah-kaidah administrasi pertanahan, yang dikenal dengan konsep Right, Restriction dan Responsibility (3R). Right dimaknai sebagai hak, yakni hubungan hukum antara objek hak (tanah) dengan subjeknya (pemegang hak). Restriction dimaksudkan sebagai batasan-batasan bagi subjek hak dalam menggunakan dan mamanfaatkan tanah, sedang responsibility adalah tanggungjawab bagi subjek hak (pemilik tanah) sehubungan dengan hak yang dimilikinya. Ketiga hal ini saling terkait, melekat dan tidak dapat diterapkan secara terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang hak atas tanah, baik perorangan maupun badan hukum, di dalam haknya mengandung pula batasan-batasan berikut tanggungjawabnya.
Dalam konteks perumahan permukiman, hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur, tidak harus direalisasikan dengan menutup akses pihak lain untuk memanfaatkan fungsi sosial atas tanah. Dalam hal ini, apabila ada penutupan akses jalan pada kawasan permukiman terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap jalan itu, perlu dicermati dan ditinjau kembali.


Berfungsi Sosial

Secara normatif, para pendiri bangsa telah secara bijak merumuskan hak-hak atas tanah sebagaiman diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Secara jelas dan tegas disebutkan pada Pasal 6 UUPA, bahwa ‘semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial’.  Hal ini menunjukkan bahwa hak atas tanah tidak dibenarkan apabila dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Dalam konteks ini, apapun alasannya, menutup akses jalan adalah bertentangan dengan hakekat fungsi sosial tanah.
Dalam hubungannya dengan pembangunan perumahan permukiman, sebagaimana diatur dengan UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan pembangunan perumahan meliputi pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/atau  peningkatan kualitas perumahan. Hal ini mensyaratkan bahwa pembangunan perumahan oleh pengembang harus disertai dengan prasarana, sarana dan utilitas umum. Prasarana, sarana dan utilitas umum inipun bukan menjadi otoritas pengembang ataupun penghuni perumahan, tetapi menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, mengingat prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun harus diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Penyerahan ini bertujuan agar terjamin keberlanjutan pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas di lingkungan perumahan dan permukiman. Dengan demikian, maka tidak ada alasan bagi pengembang ataupun warga perumahan untuk menguasai mutlak prasarana perumahan berupa jalan dengan menutup akses bagi pihak lain.
Dalam hal ini, berdasarkan Permendagri 9/2009, prasarana mencakup jaringan jalan, pembuangan air limbah, air hujan (drainase), tempat pembuangan sampah. Adapun sarana perumahan dan permukiman mencakup sarana perniagaan,  pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman, pertamanan, ruang terbuka hijau dan sarana parkir. Sedangkan utilitas umum dapat berupa jaringan air bersih, jaringan listrik, telepon, gas, jaringan transportasi, pemadam kebakaran dan sarana penerangan jasa umum.
Kasus pembongkaran pagar perumahan yang membatasi akses jalan di atas menunjukkan kepada kita semua dan pemerintah kabupaten/kota tentang pentingnya fungsi sosial atas tanah serta perlunya penertiban terhadap prasarana, sarana dan utilitas umum yang dibangun oleh pengembang yang belum diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota.   


[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 02-02-2016 hal 11
[2] Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dan Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar