Kamis, 31 Januari 2013

Kedaulatan Negara Vs Kedaulatan Pangan



KEDAULATAN NEGARA Vs KEDAULATAN PANGAN[1]
Oleh: Sutaryono

          Indonesia, sebagai sebuah nation state dengan mayoritas penduduknya beragama Islam baru saja merayakan dua kemenangan sekaligus. Kemenangan pertama adalah terlepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan, yang sudah kita nikmati dan peringati sepanjang 67 tahun. Sepanjang 67 tahun itu pula-lah Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat. Kemenangan kedua adalah keberhasilan menuntaskan puasa ramadhan menuju kesucian kembali (fitri) sebagai manusia. Ragam kemenangan ini termanifestasi dalam berbagai bentuk perayaan yang bisa jadi menghabiskan puluhan bahkan ratusan milyar. Tradisi perayaan 17-an tingkat kampung, kalurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional dengan berbagai atraksi, termasuk atraksi & manuver pesawat tempur TNI  beriringan dengan tradisi mudik yang ‘menghamburkan’ banyak energi adalah biaya yang harus dibayarkan dalam merayakan dua kemenangan sekaligus.

          Pertanyaan yang kemudian diajukan secara kritis adalah apakah benar bahwa Indonesia sebagai nation state sudah benar-benar berdaulat? Apabila sudah, apakah kedaulatan negara ini sudah ditunjukkan oleh penyelenggara negara melalui terjaminnya kebutuhan pangan bagi seluruh penduduknya? Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat perayaan dua kemenangan kita seolah menafikan terancamnya berbagai krisis pangan yang selalu menghantui bangsa ini. saat. Realitas yang menunjukkan bahwa setiap tahun kita mengimpor lebih dari 200.000 ekor sapi, 40% kebutuhan gula, 50% kebutuhan garam, 71% kebutuhan kedelai, 90% kebutuhan susu dan ratusan ribu - jutaan ton beras, sejatinya adalah ancaman krisis pangan yang begitu menyesakkan.
          Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia berkehendak untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan Negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, jelas merupakan misi utama Indonesia sebagai negara berdaulat. Perlindungan terhadap segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, tidak terbatas pada perlindungan wilayah/teritori negara dari gangguan musuh & ancaman negara lain, tetapi juga perlindungan terhadap ancaman krisis pangan bagi penduduknya secara berkelanjutan.
          Selama ini perlindungan terhadap ancaman krisis pangan selalu dibaca sebagai keberhasilan negara dalam menciptakan ketahanan pangan. Dalam hal ini ketahanan pangan dimaknai sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi seluruh penduduk, yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup- baik dalam jumlah maupun mutunya-, aman,  merata, dan terjangkau. Tidak perduli apakah ketersediaan pangan tersebut tercukupi oleh produksi nasional ataupun oleh membanjirnya produk impor. Pemaknaan inilah yang menjadikan negara ini selalu bergantung pada negara lain untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Padahal potensi wilayah dengan luas lahan kering sekitar 148 juta ha dan lahan basah termasuk lahan sawah sekitar 42,9 juta ha (Sabiham, 2007), sangat memungkinkan Indonesia mampu berdaulat dalam penyediaan pangan.
          Setelah 67 tahun bangsa Indonesia berdaulat secara politik, sudah selayaknya dan sudah seharusnya negara ini mampu mewujudkan kedaulatan pangan sebagai wujud berdaulat secara ekonomi. Kedaulatan pangan dimaknai sebagai suatu hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar. Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, diperlukan: (1) pembaruan pgraria; (2) penguatan akses rakyat terhadap pangan; (3) penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; (4) pangan untuk pangan, tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan; (5) pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi; (6) larangan penggunaan pangan sebagai senjata; dan (7)pemberian akses petani dalam perumusan kebijakan pertanian. Kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan. Mustahil tercipta ketahanan pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangannya (SPI, 2008). Kondisi inilah yang saat ini terjadi di negeri agraris ini.  
Kedaulatan negara secara politis ataupun sering terungkap sebagai kedaulatan politik, sesungguhnya tidak akan terwujud tanpa kehadiran kedaulatan pangan yang merupakan satu esensi perwujudan perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk itu, dua kemenangan sekaligus ini dapat dijadikan momentum untuk secara bersama-sama mewujudkan kedaulatan pangan di dalam NKRI yang berdaulat.



[1] Dimuat SKH Kedaulatan Rakyat, 28 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar